BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa. Sebesar 63,4 juta jiwa diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI OLEH REMAJA DI SMPN 19 WILAYAH KERJA PUSKESMAS AUR DURI KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan tahap kehidupan seseorang mencapai proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International. berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAAN. pada masa ini terjadi peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Batubara,

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan tahap akhir pematangan sosio biologis manusia dalam mata rantai tumbuh kembang anak.

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah penduduk yang berusia tahun yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. definisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun tersebut usia produktif penduduk Indonesia paling banyak dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia subur adalah mereka yang berumur dalam kisaran tahun baik telah

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi kesehatan reproduksi sangat penting dalam pembangunan nasional karena remaja adalah aset dan generasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki jumlah remaja sebesar 43,5 juta jiwa (usia 10-

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29,

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN.

Kata Kunci : seksual remaja, berpacaran, sumber informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

Program Studi Diploma IV Bidan Pendidik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Pengertian tersebut dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendatang, akan tetapi teknologi informasi serta ilmu pengetahuan dan tekhnologi (Iptek) yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa yang berkisar antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Seorang remaja, memiliki tugas perkembangan dan fase

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. data BKKBN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Proses pola asuh orangtua meliputi kedekatan orangtua dengan remaja,

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

Latar Belakang LOGO. Meningkatkan kesehatan ibu dengan menurunkan AKI sebesar ¾ (target MDGs)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah fase pertumbuhan dan perkembangan saat individu mencapai usia 10-19 tahun. Dalam rentang waktu ini terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi. Seiring dengan pertumbuhan fisik, remaja juga mengalami perubahan jiwa.remaja menjadi individu sensitif, mudah cemas, frustasi, tetapi juga mudah tertawa.perubahan emosi menjadikan remaja sebagai individu agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan.remaja mulai mampu berpikir abstrak, mengkritik, dan ingin mengetahui hal baru. Apabila tidak didasari dengan pengetahuan cukup, mencoba hal baru berhubungan dengan kesehatan reproduksi bisa memberikan dampak yang akan menghancurkan masa depan remaja dan keluarga. Berbagai data dan hasil penelitian menunjukan bahwa kasus yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja terutama seks pranikah dari waktu ke waktu semakin mengkawatirkan. Hal ini terjadi seiring merosotnya nilai-nilai moral kehidupan bermasyarakat dan menganggap perilaku seksual merupakan hal yang biasa terjadi (Zimmermann and Iwanski, 2014). Penduduk remaja (10-19 tahun) pada dekade terakhir terus meningkat. Jumlah remaja mencapai 1,8 milyar populasi dunia (UNFPA, 2014). Berdasarkan data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKKRI) tahun 2012 remaja di Indonesia berjumlah lebih dari 43,6 juta (BPS and Macro International, 2012 ). Permasalahan jumlah remaja yang besar ini diiringi dengan kompleksnya permasalahan pada masa transisi remaja. Peningkatan dorongan seksual dan perubahan alamiah pada remaja sering menimbulkan permasalahan serius (Knopf et al., 2007). Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada remaja amat merugikan bagi remaja sendiri termasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan penting yaitu kognitif, sosial dan seksual (Soetjiningsih, 2007). Oleh sebab itu keberadaan pusat pelayanan kesehatan reproduksi yang khusus melayani remaja sangat diperlukan supaya tidak terjadi 1

perilaku remaja yang merugikan seperti seks pranikah dan terjadi kehamilan tidak diinginkan pada remaja. Program kesehatan reproduksi remaja (KRR) merupakan penjabaran dari Misi Keluarga Berencana Nasional yaitu mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas sejak dini dalam rangka menciptakan keluarga berkualitas pada tahun 2015.Salah satu bentuk dari program kesehatan reproduksi remaja adalah pembentukan Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Tujuan dari Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) adalah membantu remaja agar memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap dan perilaku kehidupan reproduksi yang sehat (BKKBN and YAI, 2002). Banyak remaja terlibat dalam aktivitas seksual sejak dini (Escobar-Chaves et al., 2005). Hasil penelitian data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi umur perkawinan yang terjadi pada umur kurang dari 15 tahun sebesar 2,6% dan usia 15-19 tahun sebanyak 23,9% (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Dari hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2013, menyebutkan sebanyak 4,38% remaja usia 10-14 tahun telah melakukan aktivitas seks bebas, sedang remaja usia 14-19 tahun sebanyak 41,8% (BKKBN, 2013). Berdasarkan Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Provinsi DIY oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 54,40% dari remaja ternyata tidak mengetahui hubungan seks pertama kali bisa menyebabkan kehamilan. Di Provinsi DIY sebagian besar perilaku berpacaran remaja antara lain pegangan tangan dan atau berpelukan 88,70%, mencium bibir pacar 49,17%, menyentuh alat kelamin pacar/sebaliknya 13,29%, masturbasi/onani dengan pacarnya 9,63% dan 12,29% pernah melakukan hubungan badan. Persentase kehamilan dari remaja yang melakukan hubungan badan mencapai 10,53%, kehamilan tersebut tidak direncanakan. Hal ini menunjukkan bahwa masa pacaran remaja cukup rentan dengan kehamilan yang tidak dikehendaki (KTD) (BPPM Provinsi DIY, 2011). 2

Perilaku seks pranikah ini mengakibatkan risiko terjadinya kehamilan tidak diinginkan.sebanyak 605 remaja pernah mengalami kehamilan berakhir dengan aborsi.hampir 20 juta dari 46 juta unsafe abortions dan 13% berakhir kematian (BPS and International, 2008). Di Provinsi DIY menurut hasil rekapan data PKPR Dinas Kesehatan tahun 2012 menunjukkan kasus paling tinggi pada kesehatan remaja, yaitu persalinan remaja 108 kasus, kehamilan tidak diinginkan 83 kasus, dan seks pranikah 77 kasus (Dinkes Prop. DIY, 2013). Sedangkan di Kabupaten Bantul tahun 2013 masalah remaja yang paling tinggi juga persalinan remaja 49 kasus, anemia 30 kasus, dan seks pranikah 26 kasus (Dinkes Kab. Bantul, 2014). Data Kementerian Agama Provinsi DIY (2014) menunjukkan angka menikah dibawah umur cenderung meningkat (< 19 tahun Laki-laki dan < 16 tahun perempuan) tahun 2011 sebanyak 357 pasang, tahun 2012 naik menjadi 399 pasang, dan 2013 sebanyak 434 pasang. Kabupaten Bantul paling dominan dibandingkan daerah yang lain di Yogyakarta dalam angka pernikahan dibawah umur. Pada tahun 2013 Kecamatan Sewon merupakan daerah paling tinggi angka pernikahan dibawah umur yaitu 14 kasus dibandingkan kecamatan yang ada di Kabupaten Bantul (Kementerian Agama Kab. Bantul, 2014). Wilopo (2010) salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi dan mencegah permasalahan remaja tersebut adalah penyediaan tempat pelayanan kesehatan reproduksi remaja yang mudah diterima dan terjangkau. Program pemerintah Indonesia dalam mengatasi dan mencegah permasalahan remaja tersebut diantaranya melalui pusat informasi konseling remaja (PIK-KRR) (BKKBN, 2010). Pusat pelayanan KRR telah didirikan di beberapa daerah baik berupa pelayanan informasi, konsultasi maupun dalam bentuk klinik seperti, informasi KRR di SLTP/SLTA, klinik konsultasi remaja, youth center-pkbi, Puskesmas Pedulu Remaja, dan dan sebagainya. Pada tahun 2001 telah dilaksanakan pilot project suatu model integrated pelayanan KRR melalui pendidik sebaya dan konselor sebaya. Model ini digunakan oleh pemerintah sebagai model PIK-KRR secara nasional (Kiting et al., 2004). Menurut BKKBN target jumlah PIK-KRR 3

tahun 2009 secara nasional adalah 900 buah, namun keberadaan PIK-KRR saat ini masih terbatas jangkauanya dan masih belum memuaskan (BKKBN, 2010). Dari hasil penelitian Kementrian Pemberdayaan dan Perempuan dan Masyarakat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2005 sebanyak 95% remaja menyatakan pernah mendapat pendidikan berkaitan dengan seksualitas, sedangkan tahun 2011 sebanyak 91,45% (64,77% sering dan 26,68% pernah sekali) pernah mendapatkan pendidikan serupa. Jika melihat dari hasil tersebut terjadi penurunan intensitas pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja di sekolah. Pada penelitian ini juga diperoleh bahwa 94,80% remaja tahun 2005 dan tahun 2011 sebanyak 84,40% menyatakan setuju dengan adanya pendidikan kesehatan reproduksi. Dengan demikian telah terjadi penurunan intensitas sikap persetujuan remaja seiring berkurangnya intensitas pendidikan yang diberikan terkait kesehatan reproduksi (BPPM Provinsi DIY, 2011). Rendahnya pemanfaatan PIK-KRR oleh remaja ditemukan juga permasalahan dampak PIK- KRR terhadap pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi (Partini, 2007). Berdasarkan permasalahan tersebut penulis ingin meneliti pemanfaatan PIK-KRR terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku seks pranikah pada remaja di SMA N 1 Sewon Bantul Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Penduduk remaja (10-19 tahun) pada dekade terakhir terus meningkat. Jumlah remaja mencapai 1,8 milyar populasi dunia. Pengetahuan, sikap dan perilaku remaja yang kurang terhadap kesehatan reproduksi dapat berpengaruh terhadap berbagai hal kejadian akibat perilaku seks pranikah pada remaja. Berbagai upaya dalam rangka untuk menurunkan kejadian seks pranikah pada remaja telah dilakukan oleh pemerintah salah satunya mendirikan pusat pelayanan kesehatan reproduksi remaja di beberapa daerah baik berupa pelayanan klinik, seperti: informasi KRR (PIK-KRR) di SMP/SMA. Permasalahan program PIK-KRR adalah kurangnya pemanfaatan PIK-KRR ini oleh remaja. Dari permasalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah Bagaimana hubungan 4

pemanfaatan PIK-KRR oleh siswa-siswi terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku tentang seks pranikah? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengkaji dan mengetahui pemanfaatan PIK-KRR terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku tentang seks pranikah pada siswa-siswi SMA N 1 Sewon, Kabupaten Bantul. 2. Tujuan khusus a. Menganalisis tingkat pengetahuan terhadap seks pranikah pada siswasiswi b. Menganalisis gambaran Sikap terhadap seks pranikah pada siswa-siswi c. Menganalisis presentase perilaku terhadap seks pranikah pada siswa-siswi d. Menganalisis faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan PIK-KRR di D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat menambah wawasan dan khasanah keilmuan kesehatan reproduksi remaja yang biasa dijadikan referensi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Dapat memberikan masukan yang penting bagi guru dan professional di bidang kesehatan reproduksi remaja dalam membuat rencana promosi, media komunikasi dan model PIK-KRR untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku positif terhadap seks pranikah. 5

E. Keaslian Penelitian 1. Onyeonoro et al. (2011) melaksanakan pnelitian tetang Sources of sex information and its effect on sexual practices among in-school female adolescents in osisioma ngwa LGA, Nigeria Tenggara. Sebanyak 304 siswi diseleksi dengan teknik multi stage sampling. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi sumber- sumber informasi tentang seks dan dampaknya terhadap praktek seksual pada siswi remaja di Osisioma LGA, Nigeria Tenggara. Hasil penelitiannya adalah bahwa media dan teman sebaya adalah sumber informasi tentang seksualitas yang utama. Keluarga dan sekolah tidak dilibatkan dalam upaya membekali pendidikan seks dini. Media dan teman sebaya berpengaruh negative yang sangat dominan. Pengetahuan siswi remaja tentang seks rendah. Perilaku seks pranikah, perilaku seks dini dan seks yang tidak aman merupakan hal yang umum dilakukan mereka. 2. Agampodi et al. (2008) dalam penelitian yang berjudul Adolescents perception of reproductive health care service in Sri Langka. Tujuannya untuk mengeksplorasi pengetahuan masalah kesehatan reproduksi, perilaku mencari pelayanan kesehatan, persepsi layanan dan hambatan untuk mendapatka n pelayanan KRR di Sril Langka. Hasil penelitian kurangynya pengetahuan, dan ketersediaan layanan kesehatan reproduksi untuk remaja, adanya persepsi remaja yang negative terhadap layanan dan tersebut. Penelitiannya merupakan studi kualitatif pada 32 remaja berusia 17-19 tahun. 3. Lou and Chen (2009) melaksanakan penelitian tentang Relationships among sexual knowledge, sexual attitudes, an safe sex behavior among adolescents: A structural equation model. Penelitian ini penelitian crosssectional terhadap 823 remaja yang duduk di s emester 5 dari fakultas kedokteran, keperawatan dan menejemen sebuah perguruan tinggi di Taiwan pusat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji penyebab dan dampak dari faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi diantara remaja Taiwan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan tentang seksualitas memiliki dampak negatif terhadap perilaku seks dan tidak signifikan terhadap perilaku seks aman. 6

Remaja memiliki pengetahuan seks yang tinggi memiliki perilaku positif lebih rendah dan cenderung tidak melakukan perilaku seks yang aman. 4. Rudatini and Ismail (2012) melakukan penelitian tentang Perilaku seksual pranikah dan persepsi harga diri pada remaja SMA di Purwokerto metode penelitian crosssectional, jumlah sampel 176 siswa SMA di Purwokerto. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa remaja yang mempunyai persepsi harga diri tinggi berpeluang 3,8 kali lebih besar untuk berperilaku seksual pranikah ringan bila dibanding dengan remaja SMA yang memiliki persepsi harga diri yang rendah. 7