BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Percobaan 4.1.1 Hasil Distilasi Kukus Percobaan pengambilan minyak Ki Honje dengan metoda distilasi kukus menggunakan bahan baku buah Ki Honje yang diproleh dari Wado, Sumedang. Kenampakan buah Ki Honje disajikan pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Buah Ki Honje Buah Ki Honje yang diperoleh dipisahkan antara biji dan kulit. Masing-masing bahan dikecilkan ukurannya dengan menggunakan blender. Kemudian, ditimbang sebanyak 50 gram dan dimasukkan ke dalam labu yang berbeda. Masing-masing labu ditambahkan air sebanyak 300 ml dan diaduk. Peralatan distilasi dirangkai dan dilakukan start up dengan menyalakan heater. Setelah melakukan distilasi selama 8 jam tidak ada minyak yang terangkat bersama air ke dekanter, baik dari biji maupun kulit. Distilasi dengan cara yang sama diulang sebanyak 3 kali untuk masing-masing bahan dengan hasil yang sama. Dengan demikian, metode distilasi kukus tidak dapat digunakan untuk mengambil minyak Ki Honje. 4.1.2 Hasil Ekstraksi Soxhlet Pengambilan minyak dengan cara ekstraksi soxhlet dilakukan pada kulit dan biji Ki Honje. Masing-masing biji dan kulit ditimbang sebanyak 50 gram, kemudian 27
No dimasukkan ke dalam Soxhlet pada bagian selongsong. Selongsong dilapisi kertas saring agar bahan baku tidak ikut masuk ke siphon. Pelarut dimasukkan ke dalam labu bundar sebanyak 250 ml. Peralatan ekstraksi Soxhlet dirangkai dan dilakukan start up dengan menyalakan heater. Ekstraksi dilakukan sampai minyak terkonsentrasi dalam pelarut dengan parameter warna pelarut tidak berubah lagi. Kemudian ekstraksi dilanjutkan selama 2 jam lagi untuk memastikan jumlah minyak yang terambil maksimum. Pelarut dipisahkan dari minyak dengan cara distilasi biasa sampai di atas titik didih pelarut. Hasil percobaan skala laboratorium dengan penggunaan variasi pelarut pada ekstraksi minyak biji Ki Honje disajikan pada Tabel 4.1 dan 4.2. Pelarut Tabel 4.1 Minyak biji Ki Honje hasil ekstraksi Perolehan Minyak (%-b) Temperatur Distilasi ( o C) 1 Diklorometan 7-8 39 Foto Minyak Karakteristik Minyak Berwarna merah kehitaman Membeku pada 2 Dietil Eter 4-5 50 3 Aseton 8-9 95 Berwarna kuning kehitaman Membeku pada Berwarna kuning keruh Cair pada Tidak menyala 4 Heksan 11-12 70 Berwarna merah Cair pada 28
No Pelarut Tabel 4.2 Minyak kulit Ki Honje hasil ekstraksi Perolehan Minyak (%b) Temperatur Distilasi ( o C) 1 Diklorometan 5-6 39 Foto Minyak Karakteristik Berwarna merah kehitaman Membeku pada 2 Dietil Eter 3-4 50 3 Aseton 6-7 95 4 Heksan 11-12 70 Berwarna kuning kehitaman Membeku pada Berwarna kuning keruh Cair pada Tidak menyala Berwarna hitam Cair pada Setelah melakukan skala laboratorium, pengambilan minyak Ki Honje dilanjutkan pada skala bench dengan menggunakan pelarut heksan. Prosedur yang dilakukan sama namun dengan bahan sebanyak 600 gram setiap satu kali ekstraksi. Minyak hasil pengambilan skala bench disajikan pada Gambar 4.2. 29
Gambar 4.2 Minyak buah Ki Honje Gambar 4.3 Hasil uji kelarutan minyak dalam air (Dari kiri ke kanan: Minyak dengan pelarut diklorometan, dietil eter, aseton dan heksan ) 4.1.3 Hasil Pengujian Minyak Buah Ki Honje Uji nyala dilakukan pada minyak skala laboratorium menggunakan cotton bud yang disulut dengan api. Hasil uji nyala ditunjukkan pada Tabel 4.3. Selanjutnya dilakukan uji kelarutan minyak di dalam air yang hasilnya ditunjukkan pada Gambar 4.3. Pada skala bench dilakukan pengujian titik asap dan titik beku dengan menggunakan metoda ASTM. Pengujian dilakukan di LEMIGAS Ciledug, Jakarta Selatan. Saat ini, pengujian masih dilakukan sehingga hasilnya belum dapat diketahui. Selain itu, dilakukan juga pengecekan kandungan senyawa minyak Ki Honje dengan menggunakan Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (KG-SM) yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 4.4. 30
Tabel 4.3 Uji nyala minyak biji dan kulit Ki Honje No Pelarut Minyak Biji Minyak Kulit 1 Diklorometan 2 Dietil Eter 3 Aseton Tidak Menyala Tidak Menyala 4 Heksan Tabel 4.4 Kandungan senyawa minyak buah Ki Honje No Senyawa Nama Senyawa % Komposisi 1 14 24 3 Oxacyclotetradecane-2,11- dione,13-methyl 11,69 2 16 30 2 9-Hexadecenoic acid 8,23 3 16 32 2 Hexadecanoic acid 9,09 4 15 28 2 14-pentadecenoic acid 64,88 5 18 34 2 9-Octadecenoic acid 0,35 6 C H 27 56 Heptacosane 3,72 7 13 22 Dihydroedulan IIa 0,37 8 C H 12 26 Dodecane 0,18 9 C H 29 60 Nonacosane 0,65 10 14 28 Tetradecanal 0,56 31
4.2 Pembahasan 4.2.1 Distilasi Kukus Minyak Ki Honje Minyak tumbuhan mengandung beberapa komponen di dalamnya, yaitu oleoresin, minyak nabati, dan minyak atsiri. Dari literatur disebutkan bahwa komponen utama biokerosin adalah senyawa golongan terpen atau minyak atsiri. dan pada literatur lain (Soerawidjaja, 2003), minyak atsiri dapat diambil dengan mudah dari tumbuhan menggunakan penyulingan atau distilasi kukus. Pada kasus minyak Ki Honje ini, ternyata minyak atsiri tidak dapat diambil langsung dari buahnya melalui distilasi kukus. Hasil pengecekan kandungan, menunjukkan bahwa kandungan senyawa terpen dalam minyak Ki Honje cukup kecil. Hal ini ditunjukkan oleh kandungan senyawa Oxacyclotetradecane-2,11-dione,13-methyl sebesar 11%-berat terhadap berat minyak Ki Honje atau sekitar 1,3%-berat buah Ki Honje (Tabel 4.3). Oxacyclotetradecane-2,11-dione,13-methyl merupakan senyawa terpenik yang biasanya terkandung dalam parfum (www.sisweb.com: The Analysis of Perfumes and their Effect on Indoor Air Pollution). Selain itu, minyak Ki Honje juga mengandung asam lemak yang ditunjukkan oleh kandungan senyawa 14- pentadecenoic acid sebesar 65%-berat minyak Ki Honje atau sekitar 7%-berat buah Ki Honje dan asam lemak sulit diambil dengan cara distilasi kukus. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pengambilan komponen terpenik dari minyak Ki Honje sulit dilakukan dengan menggunakan distilasi kukus dari buahnya. 4.2.2 Pengaruh Variasi Pelarut pada Ekstraksi Soxhlet Buah Ki Honje Hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang berbeda menunjukkan bahwa minyak yang diperoleh memiliki sifat fisik yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa tiap-tiap pelarut melarutkan senyawa yang berbeda yang terkandung dalam buah Ki Honje. Sebagai contoh, minyak biji dan kulit Ki Honje yang diambil dengan pelarut diklorometan dan dietil eter membeku pada temperatur kamar, 32
sedangkan minyak biji dan kulit Ki Honje yang diambil dengan menggunakan heksan dan aseton berwujud cair pada temperatur kamar. Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, biokerosin disyaratkan untuk tidak membeku pada. Dengan demikian, dari karakteristik minyak hasil pengambilan skala laboratorium pada Tabel 4.1 dan 4.2, diketahui bahwa diklorometan dan dietil eter tidak cocok digunakan sebagai pelarut untuk memperoleh biokerosin. Oleh karena itu, pelarut yang mungkin dapat digunakan untuk mengambil biokerosin adalah aseton dan heksan yang minyak hasil ekstraksinya berwujud cair pada. Pemilihan pelarut untuk digunakan pada skala bench dilakukan setelah pengujian nyala api dari tiap-tiap minyak hasil pengambilan dengan pelarut yang digunakan. 4.2.3 Pengujian Nyala Api Minyak Buah Ki Honje Pengujian dilakukan dengan membakar minyak dengan menyulutnya langsung menggunakan api. Minyak yang diambil dengan menggunakan pelarut diklorometan, dietil eter, dan heksan dapat terbakar. Hal ini menunjukkan bahwa zat yang terambil dari pelarut tersebut merupakan senyawa hidrokarbon yang bisa terbakar. Namun, hasil pengujian yang dilakukan terhadap minyak Ki Honje yang diambil menggunakan aseton tidak menghasilkan api (flame) saat minyak disulut. Tapi, minyak tampak hangus setelah dibakar. Hal ini kemungkinan komponenkomponen ringan yang bisa menghasilkan flame ikut teruapkan pada saat distilasi atau aseton tidak melarutkan komponen tersebut. Dari penjelasan sebelumnya, minyak buah Ki Honje yang diambil dengan menggunakan diklorometan dan dietil eter membeku pada sehingga minyak tersebut tidak dapat digunakan untuk menjadi biokerosin. Begitu juga dengan pelarut aseton, walaupun minyak yang dihasilkan berwujud cair pada temperatur kamar namun minyaknya tidak dapat terbakar. Oleh karena itu, 33
diklorometan, dietil eter, dan aseton tidak digunakan dalam pengambilan minyak skala bench. Dengan demikian, pelarut yang paling mungkin untuk memperoleh biokerosin dari buah Ki Honje adalah heksan karena minyaknya yang berwujud cair pada dan dapat menyala jika disulut api. Namun, minyak buah Ki Honje yang diambil dengan menggunakan heksan masih perlu diuji untuk mengetahui potensinya sebagai pengganti kerosin. 4.2.4 Pengujian Kelayakan minyak Ki Honje Sebagai Biokerosin Untuk dapat menggantikan kerosin, minyak buah Ki Honje harus memberikan kepuasan yang sama kepada pengguna seperti yang diberikan oleh kerosin. Oleh karena itu, minyak buah Ki Honje harus memiliki kualitas pembakaran yang minimal setara dengan kerosin, dan dapat digunakan langsung menggunakan kompor minyak tanpa harus memodifikasi. Untuk mengetahui potensi minyak Ki Honje sebagai pengganti kerosin dan avtur perlu dilakukan uji standar titik asap dan titik beku. Namun saat ini, pengujian masih sedang dilakukan sehingga belum diketahui apakah minyak Ki Honje memenuhi standar spesifikasi yang disaratkan. Dari sifat fisiknya, minyak buah Ki Honje memiliki densitas yang lebih ringan dari air, yang ditunjukkan pada Gambar 4.3. Namun dilihat secara fisik, minyak buah Ki Honje memiliki viskositas yang lebih tinggi dari kerosin yang memiliki viskositas sebesar 1,25 cst pada 40 o C. Hal ini yang menyebabkan minyak buah Ki Honje tidak memiliki daya kapilaritas seperti kerosin, sehingga tidak dapat digunakan pada kompor sumbu biasa. 34