BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU ( Studi kasus di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta ) T E S I S

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

2015 PENGEMBANGAN PROGRAM PUSAT SUMBER (RESOURCE CENTER) SLBN DEPOK DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

I. PENDAHULUAN. usaha di negara lain. Untuk menghadapi era globalisasi ini diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan, bidang sosial dan lain sebagainya, sehingga memberikan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Karena keberhasilan pendidikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran penting bagi manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayu Dwi Sulistiyo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang sistem pendidikan nasional dalam bab II pasal 3 tentang fungsi dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diperolehnya seorang warga negara dapat mengabdikan diri

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

I. PENDAHULUAN. watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

K UNIVERSITAS SEBELAS MARET

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. 1. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional, bab IV ayat 5 yang menyebutkan : Setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat telah membawa konsekuensi bagi dunia pendidikan agar segera

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. diperlukan suatu tujuan pendidikan sebagaimana yang telah tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ghea Anggraini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

PEMBINAAN DISIPLIN ANAK TUNA GRAHITA DI SEKOLAH. (Studi Kasus di SLB Pelita Bangsa Kesamben Jombang) SKRIPSI

2014 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL PADA KETERAMPILAN MEMBUAT SPAKBOR KAWASAKI KLX 150 MENGGUNAKAN FIBERGLASS DI SMALB-B

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat saling mengisi dan saling membantu satu dengan yang lain.

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

umum yang muncul adalah rendahnya mutu kegiatan belajar siswa seperti adanya siswa yang ingin mencapai target hanya sekedar lulus dalam sekolah,

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga yang mencetak tenaga kerja mempunyai tanggung jawab dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya. Pada hakekatnya setiap anak yang dilahirkan didunia ini merupakan makhluk suci, bersih, dan baik. Setiap anak yang lahir didunia ini bagaikan kertas kosong yang siap menerima isi berupa tulisan-tulisan bernama ilmu yang dapat mereka pelajari selama kehidupan mereka dan berguna bagi kehidupan mereka dimasa-masa selanjutnya. Keberadaan anak dalam kehidupan baik sebagai sosok individu maupun sebagai makhluk sosial pastilah memiliki perbedaan yang sangat mendasar antara satu anak dengan anak lainnya. Berkaitan dengan derajat perbedaan antar individu tersebut perlu diingat bahwa perbedaan tersebut masuk dalam segi kualitas atau ciriciri yang dimana aspek-aspek tingkah laku tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dan bukan merupakan perbedaan secara absolute. Namun derajat perbedaan tersebut dikarenakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kualitas seorang anak. Faktor tersebut bisa berupa faktor eksternal (lingkungan sosial, keluarga, dsb) maupun oleh faktor internal (intelegensi, kognitif, motivasi diri, dsb). Apalagi didalam diri anak / individu sendiri ada bermacam-macam aspek perbedaan dalam diri mereka, sedangkan tidak ada aspek yang bisa berdiri sendiri. Maka berfungsinya satu sifat pada anak akan dapat mempengaruhi berfungsinya sifatsifat yang lainnya serta sifat tesebut akan membentuk pola tingkah laku anak tersebut sebagai seorang individu, perbedaan individual tersebut dapat dikategorikan dalam aspek-aspek 1) Perbedaan fisik : usia, tingkat dan berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan, kemampuan bertindak 2) Perbedaan sosial termasuk status ekonomi, agama, hubungan keluarga, suku 3) Perbedaan kepribadian termasuk watak, motif, minat dan sikap 4) Perbedaa intelegensi dan kemampuan dasar 5) Perbedaan commit 1 to user

2 kecakapan atau kepandaian di sekolah. Garry & Oxendine (dalam Chasiyah, dkk: 2009) Perbedaan diatas memang wajar terjadi pada setiap anak yang ada di dunia ini, namun perbedaan ini mengisyaratkan bahwa apabila anak diberikan stimulus serta pendidikan yang baik serta tepat sesuai dengan bakat, minat serta kemampuan anak maka bisa dipastikan anak mampu mengembangkan kemampuan dirinya secara optimal baik dari sisi kognitif, afektif maupun motorik. Hal ini tentu dapat dicapai jika keadaan anak adalah normal dengan kata lain anak tidak mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan dalam segala aspek kehidupan anak. Sebaliknya jika anak mengalami hambatan atau gangguan perkembangan baik secara fisik maupun mental sudah dapat dipastikan mereka akan sulit mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki, jika penangananya disamakan dengan anak normal pada umumnya. Anak dengan hambatan perkembangan dan pertumbuhan baik dari segi fisik maupun mental ini sering disebut dengan anak berkebutuhan khusus/anak luar biasa/penyandang cacat. Yaitu setiap orang yang mempunyai kelainan atau penyimpangan fisik dan atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan untuk melakukan sesuatu aktifitas secara selayaknya. Penyimpangan yang dimaksud dapat terletak pada aspek fisik / kondisi fisik, mental / kemampuan mental, dan emosi / sosial. Kelainan fisik yang ada pada penyandang cacat dapat meliputi (a) tunanetra, (b) tunarungu dan wicara, dan (c) tunadaksa. Sedangkan kelainan mental / kemampuan mental dapat bersifat (a) di atas normal, (b) di bawah normal, penyimpangan di atas normal terjadi pada mereka yang memiliki kemampuan yang luar biasa seperti mereka yang gifted,talented, dan superior, sementara penyimpangan mental yang bersifat di bawah normal ialah yang termasuk mereka yang memiliki kemampuan mental rendah. (Salim, 2007) Anak Berkebutuhan Khusus ini membutuhkan penanganan yang berbeda dengan anak-anak normal lainnya. Bukan hanya penanganan untuk mengatasi

3 gangguan yang dimiliki namun juga penanganan dalam hal pendidikan yang harus disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan, serta bakat anak. Sehingga apa yang ada pada anak dapat dikembangkan secara optimal untuk bekal anak dalam menghadapi kehidupan sosial secara mandiri. Pendidikan adalah salah satu modal utama seseorang dalam mencapai setiap tujuan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana dengan tujuan untuk mewujudkan suasana belajar yang mengembangkan potensi peserta didik secara aktif. Pengembangan potensi secara optimal akan membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Artinya adalah, akan terbentuk sumber daya manusia yang produktif yaitu mampu menghasilkan karya secara mandiri. Pendidikan merupakan hak asasi setiap individu, hal ini telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Indonesia sendiri merupakan salah satu Negara berkembang yang sangat memperhatikan pendidikan, hal ini ditunjukan dengan adanya peraturan wajib belajar 9 tahun bagi seluruh warga negara Indonesia. Negara Indonesia telah merumuskan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 3 dimana dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sejalan dengan peraturan di atas, maka munculah paradigma baru dalam dunia pendidikan, yaitu setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan warga disini terlepas dari mereka yang normal maupun mereka yang memiliki keterbatasan atau kebutuhan khusus. Setiap orang memerlukan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan diri sesuai bakat dan minat setiap peserta didik.

4 Istilah ini lebih dikenal dengan istilah pendidikan untuk semua atau (Education For All). Education For All berarti pendidikan yang tidak memandang batas usia, tingkat ekonomi, etnis budaya, agama, bahasa, serta kondisi jasmani dan rohani peserta didik. Paradigma tersebut mengemban visi tentang pemerataan pendidikan, serta proses pendidikan yang terbuka dan demokratis. Secara global visi tersebut menjadi bagian dari berbagai hal yang dideklarasikan pada skala internasional. Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dan ditegaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 5 Tentang Pendidikan Khusus, bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang memiliki hambatan maupun kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Dengan adanya perubahan pandangan mengenai pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus (ABK), baik dari segi fisik, emosional, sosial, sensoris dan inteligensi maka menunjukkan bahwa mereka juga memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan yang layak seperti anak normal pada umumnya di sekolah reguler. Hal ini biasa dikenal dengan istilah pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak dengan kebutuhan khusus dapat dilayani di sekolah-sekolah terdekat, dikelas regular bersama teman-teman seusianya. Oleh karena itu ditekankan adanya restrukturisasi sekolah sehingga menjadi komunitas pendukung pemenuhan kebutuhan khusus bagi setiap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Artinya dalam pendidikan inklusi dibutuhkan dukungan dari semua pihak meliputi para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat disekitar lingkungan pendidikan. Melalui pendidikan inklusi anak berkebutuhan khusus di didik bersama dengan anak normal lainnya untuk mengoptimalkan kemampuan serta potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak

5 normal dan anak berkebutuhan khusus yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komponen yang membentuk komunitas bernama masyarakat. Masalah yang mulai muncul dari berjalannya sistem inklusi ini adalah tidak semua guru reguler pada sekolah inklusi memiliki pemahaman mengenai ABK. Kurang pahamnya guru dalam hal ini dikarenakan guru di sekolah reguler umumnya tidak belajar mengenai Pendidikan Luar Biasa (PLB) dan mereka merupakan guru yang berasal dari disiplin ilmu lain selain PLB. Selain itu sekolah reguler juga pada awalnya tidak dipersiapkan untuk menerima anak berkebutuhan khusus. Keadaan ini jelas berpengaruh terhadap kurangnya kemampuan guru regular dalam membuat kurikulum yang berdiferensiasi dalam bentuk program-program pembelajaran yang didasarkan atas kebutuhan individu siswa tanpa kecuali bagi siswa berkebutuhan khusus.(arum dalam Nurmayanti, 2007) Perubahan pandangan tersebut berdampak luas terhadap lembaga pendidikan terutama perguruan tinggi yang memiliki tanggung jawab dalam mencetak seorang pendidik terutama tenaga pendidik yang dapat ditempatkan di sekolah inklusi yang ditugaskan untuk membantu serta membimbing ABK yang belajar di sekolah inklusi sehingga mampu mengembangkan kemampuan yang dimiliki secara optimal. Salah satunya Program Studi Pendidikan Luar Biasa (PLB). Pendidikan Luar Biasa ialah cabang ilmu pendidikan yang berkonsentrasi terhadap penanganan serta pengajaran bagi ABK. Lulusan PLB ini biasanya mengajar di Sekolah Luar Biasa ( SLB ), namun seiring munculnya paradigma pendidikan inklusi di Indonesia maka keterlibatan guru PLB sebagai tenaga pengajar sekarang tidak hanya berkecimpung di SLB namun dituntut pula untuk mampu menjalankan profesinya diluar SLB salah satunya di sekolah reguler atau lembaga penyelenggara pendidikan inklusif. Hal ini dikarenakan Pendidikan Luar Biasa (PLB) memiliki dasar ilmu yang relevan dengan kebutuhan peserta didik sehingga pelayanan pendidikan yang diberikan bisa sesuai dengan kebutuhan setiap siswa. Oleh karena itu PLB menjadi sangat penting keberadaannya dalam mendukung program penyelenggaran pendidikan inklusi di sekolah reguler. Karena

6 itu hendaknya sekolah regular penyelenggara pendidikan inklusi juga menjalin kerjasama dengan pihak SLB sebagai pusat sumber (resource center). Keterlibatan guru PLB sebagai pendukung terselenggaranya pendidikan inklusif melahirkan satu profesi baru yang dikenal dengan Guru Pembimbing Khusus (GPK). Guru pembimbing khusus bukan merupakan guru kelas, bukan guru mata pelajaran, bukan guru pembimbing dan penyuluh. GPK adalah guru yang memiliki kualifikasi atau latar belakang pendidikan luar biasa yang bertugas menjembatani kesulitan ABK dan guru kelas atau mapel dalam proses pembelajaran serta melakukan tugas khusus yang tidak dilakukan oleh guru pada umunya. Tugas khusus tersebut adalah tugas yang berkaitan dengan kebutuhan khusus ABK. Dalam konsep penyelenggaraan sistem pendidikan inklusif peran GPK sangat penting. Mereka berfungsi membantu guru-guru di sekolah umum tentang bagaimana berinteraksi dengan siswa berkebutuhan khusus, serta membantu guru kelas serta pihak sekolah dalam menentukan pelayanan dan deferensiasi kurikulum yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan khusus siswa didik. Dukungan dalam tersedianya tenaga GPK dalam penyelenggaraan layanan pendidikan inklusif ditunjukan dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tercantum pada pasal 10 Permendiknas 70 tahun 2009 bahwa pemerintah kabupaten/ kota wajib menyediakan paling sedikit 1 (satu) orang pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Hasil studi terdahulu menunjukkan bahwa di beberapa kota yang mencanangkan pendidikan inklusi masih terdapat keberagaman pemahaman dalam implementasi pelayanan yang diberikan oleh guru pembimbing khusus baik dari jenjang SD hingga SMA, seperti keberagaman dalam kegiatan untuk identifikasi dan asessmen siswa di awal masuk sekolah hingga implementasi dalam pelayanan pendidikan khususnya untuk anak berkebutuhan khusus yang berada di sekolah inklusi itu sendiri serta adanya tuntutan dalam penguasaan seluruh materi pembelajaran dari jenjang SD hingga SMA.

7 Khusus bagi guru Sekolah Dasar (SD) selama ini disiapkan untuk mengajar siswa-siswi yang ada di SD. Pada umumnya para siswa di SD adalah anak-anak normal yang tidak memiliki kelainan/penyimpangan yang signifikan (berarti) baik dalam segi fisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris. Mereka pada umumnya memiliki kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris yang relatif homogeny. Sehingga pada akhirya pemberian pelayan yang bersifat kompesantoris belum optimal diberikan kepada ABK. Bahkan dalam beberapa penelitian terdapat kenyataan bahwa belum semua sekolah yang ditunjuk sebagai penyelenggara pendidikan inklusif menyediakan layanan dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang dianjurkan sebagaimana mestinya. Baik atau kurangnya pelayanan pendidikan ABK di dalam sekolah inklusi tidak lepas dari peran serta guru pembimbing khusus dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Hal ini dikarenakan guru pembimbing khusus (GPK) adalah seseorang yang memiliki peran serta bertanggungjawab sebagai penjembatan antara guru kelas atau guru mata pelajaran serta pihak sekolah reguler yang menyelenggarakan pendidikan inklusi dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) yang berada di sekolah inklusi tersebut. Oleh karena permasalahan tersebut serta sejalan dengan pendeklarasian kota Solo sebgai salah satu kota inklusi. Maka Peneliti tertarik untuk mengambil judul Peran Guru Pembimbing Khusus (GPK) dalam Upaya Meningkatkan Pelayanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Pada Sekolah Dasar Inklusi di Kota Solo Tahun 2014. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat menyajikan bentuk pelaksanaan atas peran GPK dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa berkebutuhan khusus khususnya di beberapa sekolah dasar yang menyediakan layanan inklusi di kota Solo sehingga dapat meningkatkan pelayanan pendidikan bagi ABK di sekolah dasar inklusi hingga tercapai pelayanan pendidikan secara optimal dan sesuai mestinya.

8 B. Rumusan Masalah Sesuai judul dan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana peran GPK dalam upaya meningkatkan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusi di kota Solo? C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : Mengetahui peran GPK dalam implementasi pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus di Sekolah Dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusif sehingga tercapai peningkatan pelayanan yang optimal serta sesuai dengan kebutuhan masing-masing ABK yang berada di sekolah dengan seting inklusif di kota Solo. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis: Hasil dari penelitian ini yaitu dapat memberikan wawasan mengenai tugas serta peran guru pembimbing khusus dalam memberikan layanan kepada siswa berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif sehingga sekolah inklusi dapat meningkatkan layanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus dan diharapkan penelitian ini bisa dijadikan bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi: a. Pakar pendidikan, Guru Reguler, dan GPK 1) Sebagai masukan dalam memperbaiki pola pendidikan inklusif di Indonesia.

9 2) Dapat dijadikan bahan evaluasi kinerja GPK dalam memberikan pelayanan terhadap siswa berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. 3) Dapat menjadi bahan evaluasi bagi guru baik GPK maupun Guru kelas dalam penggunaan metode - metode yang lebih variatif selama proses pengajaran disesuaikan dengan kebutuhan siswa baik siswa normal maupun yang berkebutuhan khusus sehingga mampu meningkatkan pelayanan pendidikan untuk mencapai hasil optimal sesuai tujuan akhir setiap pembelajaran. 4) Dapat meningkatkan pemahaman GPK dalam upaya meningkatkan mutu pribadi dan pelayanan terhadap siswa berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusi. 5) Sebagai bekal dalam mempersiapkan peninjauan kembali kebijakan sistem inklusi dari semua aspek secara matang. b. Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat membantu sekolah dalam memberikan memahami tugas serta peran GPK dalam proses pelayanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus, serta membantu sekolah dalam memberikan pemahaman tentang tugas-tugas seorang GPK dalam pelayanan ABK di sekolah inklusi kepada orang tua, murid, serta masyarakat sekitar. c. Peneliti 1) Dapat memberikan wawasan mengenai tugas serta peran GPK dalam pelayanan yang diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus di sekolah reguler dalam setting inklusi. 2) Dapat menambah pengalaman serta pengetahuan dalam mengetahui peran - peran GPK dalam pemberian pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di beberapa sekolah yang memberlakukan sistem inklusi.