Kecernaan Lemak Kasar dan Energi Metabolis pada Itik Magelang jantan yang Diberi Ransum dengan Level Protein dan Probiotik Berbeda

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM SITRAT DALAM RANSUM SEBAGAI ACIDIFIER TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN BOBOT BADAN AKHIR PADA ITIK JANTAN LOKAL

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013.

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

PENGARUH PENAMBAHAN JERUK NIPIS

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

PENGARUH PENGGUNAAN KUNYIT DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS AYAM PEDAGING

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap

III. MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

BAB III MATERI DAN METODE

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

PENGARUH PENAMBAHAN BAKTERI ASAM LAKTAT DAN VITAMIN E DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN, RETENSI KALSIUM DAN FOSFOR PADA AYAM KEDU

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

PENGARUH PENAMBAHAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit...Rafinzyah Umay Adha

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27

PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH PENGALENGAN IKAN DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BROILER. Arnold Baye*, F. N. Sompie**, Betty Bagau**, Mursye Regar**

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Performan Ayam Pedaging yang Diberi Probiotik dan Prebiotik dalam Ransum (Performances of Broilers That Given Probiotics and Prebiotics in the Ration)

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM SITRAT DALAM RANSUM SEBAGAI ACIDIFIER TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN BOBOT BADAN AKHIR ITIK JANTAN LOKAL SKRIPSI.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGGUNAAN PRODUK FERMENTASI DAN KUNYIT DALAM PAKAN TERHADAP PERFORMAN AYAM PEDAGING DAN INCOME OVER FEED AND CHICK COST

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

PENGARUH PENUNDAAN PENANGANAN DAN PEMBERIAN PAKAN SESAAT SETELAH MENETAS TERHADAP PERFORMANS AYAM RAS PEDAGING ABSTRACT

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

PENGARUH PENAMBAHAN JENIS PROBIOTIK TERENKAPSULASI TERHADAP KONSUMSI PAKAN, PRODUKSI TELUR DAN EFISIENSI PAKAN BURUNG PUYUH

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

MATERI DAN METODE. Materi

PENGARUH SUBTITUSI MINYAK SAWIT OLEH MINYAK IKAN LEMURU DAN SUPLEMENTASI VITAMIN E DALAM RANSUM AYAM BROILER TERHADAP PERFORMANS.

Pengaruh Pemeraman Ransum dengan Sari Daun Pepaya terhadap Kecernaan Lemak dan Energi Metabolis Ayam Broiler

MATERI DAN METODE. Materi

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

PENGARUH PENUNDAAN PENANGANAN DAN PEMBERIAN PAKAN SESAAT SETELAH MENETAS TERHADAP PERFORMANS AYAM RAS PEDAGING ABSTRACT

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 9 17 Online at :

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

PENGARUH PENGGUNAAN LEMAK SAPI DALAM RANSUM SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN ENERGI JAGUNG TERHADAP BERAT BADAN AKHIR DAN PROSENTASE KARKAS ITIK BALI

MATERI DAN METODE. Materi

PENGARUH PENGGUNAAN DAUN MURBEI (Morus alba) SEGAR SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN RANSUM TERHADAP PERFORMANS BROILER

Pengaruh Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) dalam Ransum Babi Starter terhadap Kecernaan Energi dan Protein. Samosir, Jerisco, M

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh PenambahanProbiotik Rhizopus oryzae

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016.

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

PENGARUH PEMBERIAN PROTEIN KASAR DENGAN TINGKAT YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMAN AYAM KAMPUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

Efisiensi penggunaan protein pada puyuh periode produksi yang diberi ransum mengandung tepung daun Kayambang (Salvinia molesta)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 24 Juli 2014 di kandang

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KETELA RAMBAT (Ipomea Batatas L) SEBAGAI SUMBER ENERGI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING FASE FINISHER

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

Penggunaan kadar protein berbeda pada ayam kampung terhadap penampilan produksi dan kecernaan protein

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

Transkripsi:

On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj Kecernaan Lemak Kasar dan Energi Metabolis pada Itik Magelang jantan yang Diberi Ransum dengan Level Protein dan Probiotik Berbeda (Extract Ether Digestibility and Metabolic Energy in Magelang Male Ducks Given Ration With Protein and Probiotics Different Level) A. Pramudia, I. Mangisah dan B. Sukamto Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas DiponegoroSemarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis ransum.manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi dalam penggunaan level protein dan probiotik yang tepat dalam ransum itik. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2x3 dengan 6 perlakuan dan 5 ulangan. Faktor pertama adalah level protein ransum yaitu ransum standar dengan PK 18% (T 1 ) dan ransum sub optimal dengan PK 16% (T 2 ), faktor kedua adalah level penambahan probiotik yaitu 0% (V 0 ), 1,5% (V 1 ) dan 2% (V 2 ). Parameter yang diamati adalah konsumsi ransum, kecernaan lemak kasar, energi metabolis serta pertambahan bobot badan harian (PBBH). Materi penelitian adalah 150 ekor Itik Magelang jantan yang berumur 2 minggu dengan bobot badan awal rata-rata 191,63±3,65 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada interaksi nyata (p<0,05) antara level protein dan probiotik terhadap semua parameter penelitian. Level protein ransum tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap konsumsi ransum. Level protein tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kecernaan lemak kasar dengan T1 dan T2 secara berturut-turut sebesar 69,69% dan 67,62%. Level protein nyata (p<0,05) meningkatkan energi metabolis dengan T1 2858,39 kkal/kg lebih tinggi dibandingkan T2 2570,31 kkal/kg dan pertambahan bobot badan harian T1 19,01 g/ekor lebih tinggi daripada T2 16,07 g/ekor. Level probiotik memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap semua parameter. Kata kunci : protein; probiotik; kecernaan lemak kasar; energi metabolis; itik magelang ABSTRACT This study aimed to determine the effect of probiotics on the protein level and ration magelang male duck grower period for crude fat digestibility and metabolizable energy ration. The benefits of this research are as in the use of information and probiotic protein level in the ration ducks right. Research using completely randomized design (CRD) 2x3 factorial with 6 treatments and 5 replications. The first factor is the level of protein feed ration that is standard with PK 18% (T1) and sub optimal rations with PK 16% (T2), the second factor is the addition of probiotic levels of 0% (V0), 1.5% (V1) and 2 % (V2). Parameters measured were feed consumption, extract ether digestibility, metabolizable energy 148

and daily weight gain (ADG). The research material is 150 Magelang duck tailold male 2 weeks early weighing an average of 191.63 ± 3.65 g. The results showed that there was interaction (p<0.05)between the level of protein and probiotics for all study parameters. Ration protein level was not significantly (p>0.05) on feed consumption.protein levels had no significant effect (p>0.05) on the digestibility of extract ether T1 69.69% and T2 67.62%. Protein levels significantly (p<0.05) increase metabolic energy by T1 2858.39 kcal/kg higher than T2 2570.31 kcal/kg and daily body weight gain T1 19.01 g/ekor higher than T2 16.07 g/ekor levels probiotics significant effect (p<0.05) for all parameters. Keywords : protein; probiotics; extract ether digestibility; metabolizable energy; magelang dukcs PENDAHULUAN Ransum merupakan campuran dari beberapa bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan ternak salama 24 jam. Kualitas ransum yang diberikan sangat menentukan kualitas ternak. Kandungan protein ransum sangat menentukan kualitas ransum tersebut. Kandungan protein yang sesuai dengan kebutuhan ternak akan berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan dan produktivitas ternak. Sebaliknya, apabila kandungan protein kurang dari kebutuhan pertumbuhan dan produktivitas ternak akan menurun. Akan tetapi, kandungan protein ransum menjadi kendala peternak saat ini, karena bahan pakan yang mengandung protein tinggi memiliki harga yang mahal. Kandungan protein ransum ini sering dikurangi oleh peternak padahal protein merupakan nutrien yang berperan untuk kebutuhan hidup pokok, memperbaiki jaringan yang rusak, pertumbuhan jaringan baru dan pertumbuhan bulu. Upaya untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi disamping memilih bahan pakan yang murah dengan penurunan konsentrasi nutrien khususnya protein disebut ransum sub optimal. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ransum sub optimal adalah pengaturan penggunaan protein ransum harus berpatokan pada kemampuan ternak untuk mencerna nutrien tersebut. Guna meningkatkan kecernaan nutrien dapat dilakukan dengan penambahan aditif yang mampu membantu menciptakan suasana yang optimal untuk pencernaan yaitu probiotik. Probiotik adalah suatu bahan yang mengandung mikroba hidup yang digunakan untuk mengatur keseimbangan mikroba di dalam saluran pencernaan. 149

Penggunaan probiotik dalam ransum ternyata dapat meningkatkan daya cerna sehingga nutrien lebih banyak diserap oleh tubuh untuk pertumbuhan maupun produksi. Hal ini dapat mengurangi pembuangan nutrien yang tidak tercerna dalam ekskreta. Pemberian probiotik menyebabkan penurunan ph pada saluran pencernaan, sehingga bakteri patogen berkurang dan bakteri baik akan bertambah. Pemberian protein kasar ransum yang tepat jika dikombinasikan dengan penambahan probiotik diharapkan dapat meningkatkan kecernaan nutrien (protein, lemak dan serat kasar) dan meningkatkan pemanfaatan nutrien dalam tubuh. Meningkatnya kecernaan serat kasar, lemak kasar dan protein kasar dapat meningkatkan energi metabolis, karena nutrien-nutrien tersebut merupakan penghasil energi. MATERI DAN METODE Materi penelitian adalah 150 ekor Itik Magelang jantan yang berumur 2 minggu dengan bobot badan awal rata-rata 191,63±3,65g. Bahan pakan yang digunakan dalam menyusun ransum adalah bekatul, jagung kuning, nasi aking, bungkil kedelai, tepung ikan, premiks mineral dan probiotik. Komposisi ransum dapat dilihat pada Tabel 1. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2x3 dengan 6 perlakuan dan 5 ulangan. ransum dengan PK 18% (T 1 ) tanpa probiotik (V 0 ), ransum dengan PK 18% (T 1 ) dan probiotik 1,5% (V 1 ), ransum dengan PK 18% (T 1 ) dan probiotik 2% (V 2 ), ransum dengan PK 16% (T 2 ) tanpa probiotik (V 0 ), ransum dengan PK 16% (T 2 ) dan probiotik 1,5%(V 1 ), ransum dengan PK 16% (T 2 ) dan probiotik 2% (V 2 ). Metode penelitian dimulai dari pmeliharaan itik Magelangjantan umur 2 minggu yang dibagi dalam 30 unit kandang masing-masing berisi 5 ekor. Minggu pertama dilakukan adaptasi perlakuan dan memberi vaksin ND. Pada umur 3 minggu itik diberi ransum perlakuan sampai umur 7 minggu. Ransum diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Air minum diberikan secara adlibitum. Selama tahap perlakuan dilakukan pengambilan data yang meliputi : data konsumsi ransum yang diukur tiap hari, penimbangan bobot badan itik dilakukan setiap minggu untuk mengetahui pertambahan bobot badan harian. Tahap total 150

koleksi dilakukan setelah itik mencapai umur 7 minggu dengan cara diambil secara acak dari tiap unit percobaan masing-masing 1 ekor untuk pengukuran kecernaan lemak kasar dan energi metabolis. Itik ditempatkan di kandang batterydan dilakukan penampungan ekskreta menggunakan nampan plastik yang diletakkan di bawah kandang battery pada masing-masing perlakuan. Ekskreta yang terkumpul ditimbang berat basahnya kemudian dikeringkan lalu ditimbang berat keringnya, digiling sampai halus kemudian dianalisis proksimat untuk mengetahui bahan kering, kadar lemak kasar dan mengukur energi bruto. Model linier yang menjelaskan nilai pengamatan sesuai RAL faktorial yang disusun sebagai berikut: Y ijk = µ + α i + β j + (αβ) ij + ε ijk Keterangan: Y ijk = hasil pengamatan pengaruh perlakuan penurunan level protein ransum ke-i, level probiotik ke-j dan ulangan ke-k µ = nilai rata-rata umum α i = pengaruh perlakuan penurunan level protein ransum ke-i = ransum dengan protein 18% dan ransum dengan protein 16% β j = pengaruh penggunaan level probiotik ke-j = 0%, 1,5% dan 2% (αβ) ij = pengaruh kombinasi perlakuan penurunan level protein ransum ke-i dan level ke-j ε ijk = galat percobaan akibat perlakuan penurunan level protein ransum ke-i dan level probiotik ke-j dan ulangan ke-k Hipotesis Statistik H 0 : α 1 β 1 =α 1 β 2 =...=α 2 β 3 = α n β n Tidak terdapat interaksi antara level protein ransum dan level probiotik ransum terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis pada itik magelang jantan periode grower. H1 : paling sedikit ada satu α 1 β 1 α n β n Terdapat interaksi antara level protein ransum dan level probiotik ransum terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis pada itik magelang jantan periode grower. 151

Data hasil penelitian diolah secara statistik dengan analisis ragam dan dilakukan uji wilayah ganda Duncan pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1993). Tabel 1. Komposisi dan Kandungan Ransum Perlakuan Bahan pakan Ransum standar Ransum sub optmal Nasi aking 15 16 Tepung ikan 10 7,5 Bungkil kedelai 17 12,5 Jagung kuning 19 22,5 Bekatul 38 40,5 Premiks mineral 1 1 Total 100 100 Kandungan nutrisi Energi metabolis (kkal/kg) b 3091,82 2969,55 Protein kasar (%) a 18,22 16,00 Serat kasar (%) a 10,80 11,35 Lemak kasar (%) a 3,26 3,37 Ca (%) b 0,92 0,86 P (%) b 0,52 0,50 Keterangan : a Hasil Analisis Laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pangan UGM. b Hasil Analisis Laboratorium Biokimia Nutrisi UNDIP. Kecernaan lemak kasar (%) = A x B - (C x D) (A x B) x 100% Keterangan : A = Konsumsi bahan kering ransum (g) B = kandungan lemak kasar dalam ransum (%) C = bahan kering ekskreta (g) D = kandungan lemak kasar dalam ekskreta (%) Energi metabolis semu (GE pakan x konsumsi pakan ) (GE ekskreta x ekskreta dikeluarkan ) EMS = konsumsi pakan Keterangan : GE pakan GE ekskreta = energi bruto yang ada dalam pakan (kkal/kg) = energi bruto yang ada dalam ekskreta (kkal/kg) Pertambahan bobot badan harian dihitung dengan cara selisih antara bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal dibagi dengan lama pemeliharaan. 152

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara level protein dan probiotik (p<0,05) terhadap semua parameter penelitian. Level protein ransum tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap konsumsi ransum dan kecernaan lemak kasar, tetapi level protein memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap energi metabolis dan pertambahan bobot badan. memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap semua parameter. Tabel 2. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum (g/ekor) Level protein (T) Level probiotik Level probiotik (V) 0% (V0) 1,5% (V1) 2% (V2) Rerata ----------------------------------(g/ekor)----------------------------------- 18% (T1) 58,98 b 67,76 a 66,98 a 64,57 a 16% (T2) 59,74 b 62,26 b 68,15 a 63,38 a Rerata 59,36 b 65,01 ab 67,57 a 63,98 Keterangan : superskrip yang berbeda pada nilai rerata menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) Pemberian ransum dengan protein 18% dan 16% dengan penambahan probiotik 2% (T1V2 dan T2V2) menunjukkan nilai konsumsi ransum yang sama dengan perlakuan ransum berprotein 18% dan penambahan probiotik 1,5% (T1V1), sedangkan ransum dengan protein 18% dan probiotik 1,5% (T1V1) nyata lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan dengan level protein 16% dan penambahan probiotik 1,5% (T1V1) dan protein 16% dan tanpa penambahan probiotik (T1V0) dan T2V0). Penambahan probiotik dalam ransum sangat berpengaruh terhadap konsumsi ransum, hal tersebut terbukti dengan penambahan level probiotik dalam ransum yang meningkat, semakin meningkat pula konsumsi ransumnya. Probiotik mengandung bakteri asam laktat yang menyebabkan suasana asam atau ph yang menurun dalam saluran pencernaan, sehingga pertumbuhan bakteri patogen dapat ditekan dan membuat itik menjadi sehat. Kompiang (2009) menjelaskan bahwa probiotik sebagai mikroba hidup atau sporanya yang dapat hidup atau berkembang dalam usus, dan dapat menguntungkan inangnya baik secara langsung maupun tidak langsung dari hasil metabolitnya. Probiotik dapat 153

mempengaruhi densitas dan panjang villi pada usus, luas permukaan usus untuk menyerap nutrien lebih luas sehingga meningkatkan jumlah konsumsi ransum. Pemberian probiotik 2% (V2) pada ransum menunjukkan nilai rerata konsumsi ransum nyata lebih tinggi dari pada tanpa penambahan probiotik 0% (V0), sedangkan penambahan level probiotik sebesar 1,5% (V1) menunjukkan hasil rerata konsumsi ransum yang sama dengan ransum V0 dan V2. Peningkatan konsumsi ransum dikarenakan probiotik mengandung bakteri baik yang menjaga keseimbangan mikroba di saluran pencernaan, sehingga mikroba yang terdapat di saluran pencernaan adalah mikroba baik yang dapat menyebabkan proses penyerapan nutrien menjadi lebih tinggi sehingga laju pengosongan saluran pencernaan lebih cepat. Laju pengosongan saluran pencernaan merangsang pusat lapar yang berada di hipotalamus melalui syaraf otonom yang terdapat di permukaan usus. Hidayat et al. (2010) menyatakan bahwa, adiposa menghasilkan hormon dengan nama leptin yang mempengaruhi sensasi lapar. Leptin kemudian memberikan pesan ke hipotalamus dan dilanjutkan ke duodenum untuk mensekresikan hormon cholecystokinin (CCK). Hormon CCK berfungsi untuk menstimulasi sekresi pankreas dan empedu, sebagai proses regulasi pengosongan lambung sehingga mempengaruhi nafsu makan. Pemberian level protein yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap konsumsi ransum. Hal ini dapat dilihat dari nilai rerata konsumsi ransum dengan PK 18 % (T1) dan ransum dengan PK 16% (T2) yang tidak jauh berbeda (Tabel 1). Kedua ransum (T1 dan T2) pada penelitian ini, memiliki nilai energi metabolis yang hampir setara sehingga itik mengkonsumsi ransum dalam jumlah yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahju (2004) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum bergantung dari kandungan energi metabolis dalam ransum. Ternak cenderung meningkatkan konsumsinya bila diberi ransum dengan kandungan energi yang rendah, dan sebaliknya ternak akan menghentikan konsumsinya bila kebutuhan energinya untuk beraktivitas telah terpenuhi. 154

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Lemak Kasar Level protein (T) Level probiotik (V) 0% (V0) 1,5% (V1) 2% (V2) Rerata ----------------------------------(%)----------------------------------- 18% (T1) 65,49 b 74,19 a 69,39 b 69,69 a 16% (T2) 63,56 b 72,06 a 67,25 b 67,62 a Rerata 64,53 b 73,3 a 68,32 b 68,66 Keterangan : superskrip yang berbeda pada nilai rerata menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) Pemberian ransum dengan level protein 18% dan 16% dengan penambahan probiotik 1,5% (T1V1 dan T2V1) nyata paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Kompiang (2009) menjelaskan bahwa probiotik dapat mempengaruhi densitas dan panjang villi pada usus, luas permukaan usus untuk menyerap nutrien lebih luas sehingga meningkatkan jumlah konsumsi ransum. Konsumsi yang meningkat berarti meningkat pula konsumsi lemak, hal ini berarti lemak yang terabsorbsi lebih banyak sehingga kecernaan lemak yang semakin meningkat. Berdasarkan hasil perhitungan uji wilayah Duncan, penambahan probiotik 1,5% (V1) menunjukkan nilai rerata kecernaan lemak kasar yang lebih tinggi dari pada penambahan probiotik 0% (V0) dan 2% (V2), sedangkan penambahan probiotik sebesar 2% (V2) tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan penambahan probiotik 0% (V0). Hal ini disebabkan tingkat pemberian probiotik yang berbeda. Ransum perlakuan dengan kandungan 18% (T1) dan 16% (T2) dengan penambahan probiotik 1,5% (V1) mempunyai nilai kecernaan lemak kasar yang lebih baik dibandingkan dengan penambahan 0% (V0) dan 2% (V2). Probiotik yang berlebihan dapat bersifat toksik dan dapat menimbulkan penyakit pada ternak sehingga jumlah pemberian probiotik harus disesuaikan. Menurut Ratnaningsih (2000), pemberian Saccharomyces cereviceae yang berlebihan dalam ransum dapat menimbulkan penyakit Saccharomikosis. Berdasarkan uji wilayah Duncan, pemberian level protein yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kecernaan lemak kasar itik. Ransum dengan PK 18% (T1) memiliki nilai rerata kecernaan lemak kasar 155

yang sama daripada ransum dengan PK 16% (T2) (Tabel4). Ransum perlakuan T1 (PK 18%) memiliki kandungan protein yang tinggi dari pada T2 (PK 16%). Pemanfaatan nutrien yang lebih banyak (protein) juga lebih banyak ransum dengan PK 18% (T1) (T1 7,34 g) dibandingkan ransum dengan PK 16% (T2) (T2 5,69 g). Pearce (1984) menyatakan bahwa lemak dicerna dalam usus halus yang memerlukan adanya garam empedu. Garam empedu yang dihasilkan oleh hati dan disimpan dalam kantung empedu yang dilepaskan bila kantung empedu dirangsang oleh adanya ransum. Garam empedu membantu menetralisir keasaman ransum dan mengemulsikan lemak, kemudian lemak ini dihidrolisa oleh enzim lipase pankreas menjadi asam lemak bebas, gliserol dan monogliserida yang akhirnya diabsorbsi usus. Tabel 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis Level protein (T) Level probiotik (V) 0% (V0) 1,5% (V1) 2% (V2) Rerata ----------------------------------(kkal/kg)--------------------------------- 18% (T1) 2789,67 b 2851,72 a 2874,39 a 2858,39 a 16% (T2) 2494,87 d 2615,52 c 2600,53 c 2570,31 b Rerata 2642,27 b 2733,62 a 2737,46 a 2714,35 Keterangan : superskrip yang berbeda pada nilai rerata menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) Ransum dengan protein 18% dan penambahan probiotik 2% (T1V2) nyata paling tinggi (p<0,05) dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan ransum dengan protein 16% tanpa penambahan probiotik (T2V0) menunjukkan hasil yang paling rendah. metabolis. meningkat. Penambahan probiotik terbukti dapat meningkatkan energi pertumbuhan bakteri patogen sehingga konsumsi ternak semakin Kompiang (2009) menjelaskan bahwa probiotik sebagai mikroba hidup atau sporanya yang dapat hidup atau berkembang dalam usus, dan dapat menguntungkan inangnya baik secara langsung maupun tidak langsung dari hasil metabolitnya. Meningkatnya konsumsi ternak berarti semakin banyak asupan nutrien yang dimanfaatkan untuk menjadi energi sehingga energi metabolis ternak menjadi meningkat. 156

Berdasarkan uji wilayah Duncan, pemberian level protein yang berbeda berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap energi metabolis itik magelang jantan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rerata energi metabolis ransum T1 (18% PK) lebih tinggi dibandingkan dengan ransum T2 (16% PK). Tingginya energi metabolis pada ransum perlakuan T1 dikarenakan konsumsi ransum yang lebih banyak. Sebaliknya, rendahnya nilai energi metabolis T2 dikarenakan konsumsi ransum yang lebih sedikit. Hal ini juga didukung oleh hasil kecernaan lemak kasar, kecernaan protein kasar (T1 74,94% dan T2 71,59%) yang meningkat, sehingga kebutuhan energi di dalam tubuh itik terpenuhi maka energi metabolis juga meningkat. Rerata energi metabolis ransum dengan penambahan probiotik sebesar 1,5% dan 2% (V2) sama, tetapi berbeda nyata (p<0,05) dengan ransum tanpa penambahan probiotik 0% (V0). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan probiotik pada ransum dapat meningkatkan energi metabolis ransum. Energi metabolis ransum dipengaruhi oleh meningkatnya kecernaan lemak kasar, kecernaan protein kasar dan kecernaan serat kasar yang merupakan sumber energi. Hal ini sesuai dengan pendapat Samadi (2007) menyatakan bahwa pemberian probiotik dapat menjaga keseimbangan komposisi mikroorganisme dalam sistem pencernaan ternak, berakibat meningkatnya daya cerna nutrien dan menjaga kesehatan ternak. Manfaat probiotik sebagai pakan aditif ditunjukkan dengan meningkatnya ketersediaan lemak (V0 1,94; V1 73,3; V2 68,32) dan protein bagi ternak. Level protein (T) Tabel 5. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Harian Level probiotik 0% (V0) 1,5% (V1) 2% (V2) Rerata ----------------------------------(g/ekor)----------------------------------- 18% (T1) 15,87 c 19,02 b 22,15 a 19,01 a 16% (T2) 12,53 d 18,64 b 17,05 c 16,07 b Rerata 14,2 b 18,83 a 19,60 a 17,54 Keterangan : superskrip yang berbeda pada nilai rerata menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) 157

Perlakuan ransum dengan protein 18% dan probiotik 2% (T1V2) nyata paling tinggi (p<0,05) dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Perlakuan ransum dengan protein 16% tanpa penambahan probiotik (T2V0) menunjukkan nilai pertambahan bobot badan paling rendah. Pemberian ransum dengan protein 18% dan tanpa probiotik (T1V0) menunjukkan nilai pertambahan bobot badan sama dengan ransum berprotein 16% dan probiotik 2% (T2V2), tetapi lebih rendah dibandingkan dibandingkan dengan T1V1 dan T2V1. Penambahan probiotik yang semakin meningkat walaupun dengan protein yang rendah dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, hal tersebut terbukti pada perlakuan T2V2. Ini berbanding terbalik pada ransum perlakuan dengan protein yang rendah (16%) dan tanpa pemberian probiotik (T2V0) menunjukkan nilai pertambahan bobot badan paling rendah. Penambahan probiotik dalam ransum menyebabkan bakteri asam laktat yang meningkat dan ph yang menurun sehingga dapat menurunkan bakteri paktogen daam saluran pencernaan. Watkins dan Miller (1983) menyatakan bahwa, Lactobacillus acidophilus mempunyai kemampuanmerombak karbohidrat sederhana menjadi asam laktat. Seiring dengan meningkatnya asam laktat, ph lingkungan menjadi rendah dan menyebabkan mikroba lain tidak tumbuh. Berdasarkan perhitungan uji wilayah Duncan menunjukkan bahwa perbedaan level protein berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Ransum dengan PK 18% (T 1 ) memiliki nilai rerata 19,01 g/ekor lebih besar dibandingkan ransum dengan PK 16% (T 2 ) yang memiliki nilai rerata 16,07 g/ekor. Nilai rerata PBB yang berbeda, disebabkan oleh konsumsi ransum yang berbeda, sehingga kecernaan lemak kasar, kecernaan protein kasar dan energi metabolis juga berbeda. Ransum dengan PK 18 % (T 1 ) memiliki nilai rerata yang lebih tinggi, dikarenakan oleh konsumsi ransum, kecernaan lemak kasar dan energi metabolis lebih tinggi dari pada ransum dengan PK 16 % (T 2 ). Ransum dengan PK 18% (T1) memiliki kandungan asam amino lebih tinggi dari pada ransum dengan PK 16% (T2). Ransum T1 mengndung asam amino lisin sebesar 1,285, arginin sebesar 1,355, methionin 0,424 sedangkan ransum dengan PK 16% (T2) mengandung asam amino lisin sebesar 1,069, arginin sebesar 1,01, methionin 158

sebesar 0,26. Hal ini menunjukkan nutrien yang digunakan untuk sintesis jaringan tubuh serta sintesis daging T1 lebih banyak daripada T2 sehingga nilai pertambahan bobot badan T1 lebih tinggi dari T2. Menurut Suprijatna et al. (2005), sintesis protein jaringan tubuh dan telur memerlukan asam amino esensial. Defisiensi asam amino esensial di dalam pakan menyebabkan pembentukan protein jaringan dan tubuh terhambat atau tidak terbentuk. Berdasarkan uji wilayah Duncan penambahan probiotik 2 % (V 2 ) tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan penambahan 1,5 % (V 1 ), tetapi berbeda nyata (p<0,05) dengan penambahan probiotik 0 % (V 0 ). Penambahan probiotik sebesar 0% (V0), 1,5% (V1) dan 2% (V2) menunjukkan pertambahan bobot badan harian itik secara berturut-turut sebesar 14,2 g/ekor, 18,83 g/ekor dan 19,60 g/ekor. Hal ini menunjukkan penambahan probiotik dalam ransum dapat menyehatkan saluran pencernaan sehingga meningkatkan konsumsi ransum dan kecernaan nutrien juga meningkat maka asupan nutrien untuk pembentukan jaringan/daging terpenuhi yang berakibat pertambahan bobot badan juga meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Piao et al. (1999) yang menyatakan bahwa suplementasi probiotik dalam ransum dapat meningkatkan pemanfaatan nutrien serta kecernaan nitrogen dan fosfor sehingga meningkatkan pertambahan bobot badan. SIMPULAN Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah peningkatan level protein dan probiotik tidak secara bersama sama meningkatkan kecernaan lemak kasar dan energi metabolis. Penambahan probiotik sebesar 1,5% memberikan pengaruh yang optimal untuk tingkat konsumsi ransum, kecernaan lemak kasar, energi metabolis dan pertambahan bobot badan. Level protein 18% memberikan pengaruh yang optimal untuk tingkat konsumsi ransum, kecernaan lemak kasar, energi metabolis dan pertambahan bobot badan. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia dalam Angka. (http://www.bps.go.id)diakses pada tanggal 4 Maret 2013 jam 09.00 WIB 159

Barrow, P.A. 1992. Probiotics for Chickens. Chapman and Hall, London. Hal : 225 250. Hidayat, M., M. Sujatno., Nugraha dan Setiawan. 2010. Transduksi sinyal hormone kolesistokinin sebagai target untuk mengatasi obesitas. J. Kedokteran Maranatha (JKM). 9 (2) : 173-182. Kompiang, I.P. 2009. Pemanfaatan Mikroorganisme sebagai Probiotik untuk Meningkatkan Produksi Ternak Unggas di Indonesia. Pengemb. Inovasi Pertanian. 2 (3) : 177-191. Pearce, E. C. 1984. Anatomi dan Fisologi untuk Paramedik. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. (Diterjemahkan oleh Sei Yuliani Handoyo). Piao, X.S., I.K. Han, J.H. kim, W.T. cho, Y.H. Kim and C. Liang. 1999. Effects of kemzyme, phytase and yeast supplementation on the growth performance and pollution reduction of broiler chick. J. Anim Sci12 (1) : 36 41. Ratnaningsih, A. 2000. Pengaruh Pemberian Probiotik Sacharomyces cereviceaedan Bioplus Pada Ransum Ternak Domba Terhadap Konsumsi Bahan Kering, Kecernaan Dan Koversi Rabsum (in vivo). Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung. (Skripsi). Samadi. 2007. Probiotik Pengganti Antibiotik dalam Pakan Ternak. http://www.netfarm.blogspot.com. Diakses 06 Februari 2013 jam 20.00 WIB. Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Cetakan ke-3. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi ke-2. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. (Diterjemahkan oleh B. Sumantri). Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasujdana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Watkins, B. A. And B. F. Miller. 1983. Competitive gut exclusion of avian pathogens by Lactobacillus acidophilus in gnobiotic chicks. J. Poult Sci. 61 : 1772 1779. 160