BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajer diberi kepercayaan oleh para pemegang saham untuk mengelola, menjalankan perusahaan dan mengatasi berbagai hambatan untuk dapat mencapai tujuan. Dalam mengelola perusahaan manajer membutuhkan dana untuk mendanai kegiatan operasionalnya. Salah satu cara untuk memperoleh dana adalah dengan cara menaikkan hutang (Yeniatie dan Nicken, 2010). Salah satu tujuan perusahaan adalah memaksimalkan kemakmuran pemegang saham, sedangkan manajer perusahaan bisa saja tidak bertindak untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham tetapi memaksimumkan kemakmuran mereka sendiri. Masalah inilah yang akan muncul dan disebut masalah keagenan (agency problem). Masalah ketidak percayaan pemegang saham terhadap manajer perusahaan. Untuk meyakinkan bahwa manajer bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan pemegang saham, maka pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang disebut agency cost yang meliputi antara lain: pengeluaran untuk memonitor kegiatan manajer, pengeluaran untuk membuat suatu struktur organisasi yang meminimalkan tindakan-tindakan manajer yang tidak diinginkan, serta opportunity cost yang timbul akibat kondisi dimana manajer tidak dapat segera mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang saham (Syahyunan, 2012 : 142). 1
Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost, yaitu : pertama, dengan cara meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Kedua, mekanisme pengawasan dalam perusahaan. Ketiga, dengan meningkatkan dividend payout ratio. Dan keempat, dengan meningkatkan pendanaan dengan hutang (Wahidahwati, 2001). Peningkatan hutang akan menurunkan konflik keagenan yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan oleh manajemen. Pada dasarnya akan sangat ideal apabila perusahaan dapat menggunakan pendanaan dari dalam perusahaan untuk melakukan investasi, namun banyak perusahaan yang melakukan investasi dengan membutuhkan dana yang jumlahnya besar maka pendanaan di dalam perusahaan tidak mencukupi untuk membiayai investasi tersebut. Dengan demikian perusahaan harus mencari sumber dana dari luar perusahaan untuk dapat digunakan dalam menambah aktiva yang di perlukan dalam rangka mewujudkan pencapaian suatu target laba bersih yang besar. Keputusan dalam menentukan pendanaan diluar perusahaan termasuk dalam keputusan kebijakan hutang. Kewajiban tersebut harus dibayarkan kembali pada waktu tertentu disertai dengan sejumlah bunga yang ditetapkan sendiri oleh pihak kreditur. Besar kecilnya hutang yang akan digunakan untuk mendanai perusahaan diputuskan oleh pihak manajer melalui kebijakan hutang. Kebijakan hutang merupakan cara bagaimana perusahaan memanfaatkan fasilitas pendanaan dari luar (hutang) agar jumlah penggunaanya dapat meminimalisir besarnya risiko yang harus di tanggung perusahaan (Gusti, 2013). Kebijakan hutang dapat diputuskan dengan mempertimbangkan beberapa hal, 2
diantaranya seperti kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, dan kebijakan dividen. Kebijakan pendanaan dengan meminjam modal kepada kreditor (hutang) dianggap lebih menguntungkan bagi perusahaan karena kreditor tidak akan mengganggu hak kepemilikan perusahaan dan pembagian keuntungan yang diperoleh perusahaan. Perusahaan juga lebih cenderung memilih untuk menerbitkan hutang daripada menerbitkan saham baru dengan alasan jika menerbitkan saham baru, maka pemegang saham lama akan merasa bahwa dengan adanya penerbitan saham baru yang dilakukan oleh perusahaan akan mengurangi hak pemegang saham lama dan mereka harus membagi hak dengan pemegang saham baru. Pihak perusahaan harus mengelola hutang dengan hati-hati karena semakin tinggi level hutang suatu perusahaan maka akan semakin tinggi resiko keuangan yang dihadapi oleh perusahaan. Perusahaan perkebunan dipilih sebagai subyek dari penelitian ini karena keberadaan perusahaan perkebunan diperlukan dalam perekonomian Indonesia. Komoditi kelapa sawit merupakan salah satu andalan komoditi perkebunan di Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat. Devisa yang dihasilkan dari ekspor produk kelapa sawit tahun 2014, mencapai US$ 19,56 miliar atau setara dengan Rp 250 triliun. Salah satu hasil olahan kelapa sawit adalah minyak sawit mentah atau Crude plam Oil (CPO). Data Kementerian Pertanian (Kemtan) mengungkapkan luas areal perkebunan kelapa sawit hingga tahun 2015, sebesar 11,3 juta hektar. Itu baru 48,6 persen potensi lahan yang bisa dimanfaatkan, yaitu 23,25 juta hektar. 3
Kemudian, dari areal seluas 11,3 juta hektar tersebut, mampu dihasilkan 31 juta ton Crude Palm Oil (CPO). Investasi pada perusahaan perkebunan terus mengalami peningkatan dan perusahaan membutuhkan dana yang besar baik untuk tanaman (biological assets) maupun aset non tanaman. Oleh karena itu manajemen perusahaan perkebunan dituntut untuk melakukan keputusan pendanaan yang salah satunya ditunjukkan melalui penggunaan hutang. Tabel 1.1 Total Hutang Beberapa Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2014 (dalam Jutaan Rupiah) Nama Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014 PT. BW PLANTATION 1.525.905 2.163.128 3.246.802 4.789.012 9.433.149 Tbk PT. SAMPOERNA 716.581 911.515 1.470.791 1.814.018 2.449.533 AGRO Tbk PT. SALIM IVOMAS 11.324.638 10.339.209 10.482.468 11.957.032 14.189.000 PRATAMA Tbk PT. SINAR MAS AGRO RESOURCES AND 6.499.996 7.386.347 7.308.000 11.896.213 13.346.851 TECHNOLOGY Tbk PT BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS 9.954.999 9.644.732 11.068.929 13.148.137 13.287.430 Tbk Sumber: idx.co.id Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa penggunaan hutang pada kelima perusahaan perkebunan cendrung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ini mengindikasikan bahwa penggunaan hutang merupakan alternatif yang dipilih perusahaan untuk mencari sumber pendanaan. 4
Adanya kepemilikan manajerial (managerial ownership) dapat mempengaruhi kebijakan suatu perusahaan. Kepemilikan manajerial merupakan persentase kepemilikan saham dimana pihak manajemen perusahaan memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain pihak manajemen perusahaan tersebut sekaligus sebagai pemegang saham pada perusahaan tersebut. Dengan adanya kepemilikan manajerial, pihak manajer perusahaan akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan dalam kebijakan pendanaan perusahaan karena manajer akan menanggung resiko dari keputusan yang diambilnya. Penelitian mengenai pengaruh hubungan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang perusahaan telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti dan menemukan hasil penelitian yang berbeda. Dalam penelitian Faisal (2004) dan Siswandi (2011) menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan, dan berbeda dengan hasil penelitian Pithaloka (2009) dan penelitian Damayanti (2006) yang menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan. Ukuran perusahaan (size) juga diperkirakan dapat mempengaruhi kebijakan pendanaan pada perusahaan. Perusahaan yang semakin besar akan lebih banyak membutuhkan modal untuk menjalankan operasinya dan ketika dana yang berasal dari internal perusahaan tidak mencukupi kebutuhan perusahaan sehingga memerlukan tambahan modal yang bersumber dari eksternal perusahaan yaitu dengan meminjam modal kepada kreditor atau menerbitkan saham. Kutipan Pithaloka (2009) dengan pendekatan Pecking Order Theory menyatakan bahwa 5
perusahaan lebih cenderung memilih sumber pendanaan yang berasal dari internal perusahaan daripada sumber eksternal perusahaan, sehingga level hutang perusahaan dikatakan kecil. Hal tersebut tidak mendukung penelitian Jaggi dan Gul (1999), Faisal (2004) dan penelitian Pithaloka (2009) yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan. Kebijakan dividen dalam suatu perusahaan merupakan hal yang kompleks karena melibatkan kepentingan berbagai pihak seperti pemegang saham, manajer, kreditor dan pihak eksternal lain yang memiliki kepentingan terhadap informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan. Pembagian dividen menyebabkan berkurangnya laba ditahan sehingga perusahaan membutuhkan tambahan dana dari sumber eksternal. Penambahan dana bisa dilakukan dengan menerbitkan saham baru atau mengajukan pinjaman kepada kreditor. Kreditor memerlukan informasi tentang kebijakan dividen suatu perusahaan untuk menilai dan menganalisa tentang kemungkinan return yang akan ia peroleh apabila memberikan pinjaman kepada suatu perusahaan. Penelitian Manan (2004) menunjukkan bahwa dividend payout ratio secara parsial tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan, namun terjadi perbedaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniati (2007) yang menunjukkan bahwa dividen memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap kebijakan hutang. Investment Opportunity Set atau set kesempatan investasi juga dapat mempengaruhi kebijakan pendanaan perusahaan. Smith dan Watts (1992) yang dikutip dalam Faisal (2004) secara empiris menemukan adanya bukti bahwa pada 6
perusahaan yang mempunyai kesempatan untuk lebih besar mempunyai rasio Debt to Equity Ratio (DER) yang lebih rendah dalam kebijakan struktur modalnya. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang besar akan menghasilkan profit yang tinggi, dengan demikian akan dapat meminimalkan level hutang perusahaan tersebut dan perusahaan tersebut akan mengutamakan sumber pendanaan yang berasal dari internal perusahaan sebagai biaya investasi mereka. Sedangkan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah akan menghasilkan profit yang rendah juga, sehingga perusahaan tersebut akan menggunakan sumber pendanaan tambahan yang berasal dari eksternal perusahan dengan penggunaan hutang sebagai biaya investasinya. Penelitian ini menggunakan variabel moderating karena adanya ketidak konsistenan hasil dari penelitian sebelumnya. Dalam penelitian Jaggi dan Gul (1999) menunjukkan bahwa investment opportunity set tidak memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan, dan berbeda dengan hasil penelitian Faisal (2004) yang menunjukkan hasil bahwa set kesempatan investasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang dan Damayanti (2006) yang menunjukkan bahwa set kesempatan investasi memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. Dari berbagai penelitian diatas terdapat perbedaan dari masing-masing penelitian hal ini menunjukkan bahwa adanya ketidak konsistenan hasil penelitian, maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut dengan judul Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan, dan Kebijakan 7
Dividen terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan, dan Kebijakan Dividen secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap Kebijakan Hutang? 2. Apakah Investment Opportunity Set memoderasi Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan, dan Kebijakan Dividen terhadap Kebijakan Hutang? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui secara simultan dan parsial pengaruh Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan, dan Kebijakan Dividen terhadap Kebijakan Hutang. 2. Untuk mengetahui hubungan pengaruh Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan, dan Kebijakan Dividen terhadap Kebijakan Hutang yang dimoderasi oleh Investment Opportunity Set. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan, serta menjadi kesempatan yang baik dalam mengaplikasikan teori 8
yang didapat ke dalam masalah-masalah praktis khususnya mengenai kebijakan hutang. 2. Bagi pihak perusahaan, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan dalam pengambilan keputusan pendanaan dan memberikan pemahaman bagi manajer agar dapat membuat kebijakan keuangan yang baik dalam hal kebijakan utang. 3. Bagi investor, hasil penelitian ini mampu memberikan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan investor terkait dengan pengambilan keputusan investasi. 4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dasar perluasan penelitian dan penambahan wawasan dan pengembangan. 9