Srie Juli Rachmawatie, Tri Rahayu Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Islam Batik Surakarta

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Padi. L.) merupakan tanaman pangan golongan Cerealia

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

III. METODE PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini bagian dari kegiatan SLPHT kelompok tani Sumber Rejeki yang

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

bahasa Perancis dinamakan Le Syst me de Riziculture Intensive disingkat RSI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification

PENGELOLAAN TERPADU PADI SAWAH (PTPS): INOVASI PENDUKUNG PRODUKTIVITAS PANGAN

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

BAB VI ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3.

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification)

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

Sumber : Nurman S.P. (

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies

Cara Penggunaan Pupuk Organik Powder 135 untuk tanaman padi

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 SET A. INDIVIDU PETANI

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

III. BAHAN DAN METODE

1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Kelompok tani sehamparan

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur

Cara Menanam Cabe di Polybag

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

J u r n a l A g r o h i t a V o l u m e 1 N o m o r 2 T a h u n

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135

ARTUKEL ILMIAH TEKNOLOGI INFORMATIKA PENGENDALIAN HAMA TERPADU. Dosen pebimbing : Bpk. Anton Muhibuddin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Efektivitas Aplikasi Beauveria bassiana sebagai Upaya

commit to users I. PENDAHULUAN

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

1 SET B. KELOMPOK TANI SEHAMPARAN

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

Implementasi Budidaya Tanaman Padi. Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu. Oleh : ASEP FIRMANSYAH

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Juni sampai

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 10. HAMA DAN PENYAKIT TANAMANlatihan soal 10.1

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut:

Pupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super TUGAMA)

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

I. TINJAUAN PUSTAKA A. Padi

TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAMAH IKLIM Climate Smart Agriculture. Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Hijau

DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1)

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau

III. BAHAN DAN METODE

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - IRIGASI Individu petani

Transkripsi:

KAJIAN PERBEDAAN UMUR TANAM PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS MEKONGGA TERHADAP POPULASI WERENG COKLAT DI DESA DALANGAN KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO Srie Juli Rachmawatie, Tri Rahayu Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Islam Batik Surakarta Email: ulimaputri@yahoo.co.id ABSTRAK Keterbatasan lahan pertanian, terutama lahan sawah yang ditanami padi, menurunnya kesuburan tanah, dan sulitnya tenaga kerja di bidang pertanian merupakan isu yang sampai saat ini terus-menerus dicari solusinya. IRRI menyebutkan bahwa kecenderungan pemakaian alat atau mekanisasi pertanian dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi. Penggunaan mekanisasi pertanian merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah tenaga kerja sehingga teknologi yang ramah lingkungan dapat dikembangkan untuk menuju good farming practice. Salah satu upaya untuk swasembada pangan adalah dengan ditetapkannya Desa Dalangan Kecamatan Tawang sari menjadi pilot proyek modernisasi pertanian dan konsolidasi lahan. Dalam hal modernisasi lahan maka dapat diterapkan mekanisasi maka tidak mungkin dengan lahan sempit (berpetak-petak). Oleh karena itu diadakan sekaligus penataan kembali (konsolidasi) lahan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan faktorial bersarang (nested), dimana dalam luasan lahan tertentu dibagi ke dalam sarang dan anak sarang. Sebagai sarang adalah tipe pengelolaan (tanpa mekanisasi M0 dan dengan Mekanisasi M1). Sedangkan, sebagai anak sarang adalah saat transplanting, yaitu saat umur bibit 17 hari (S1), saat umur bibit 21 hari (S2), dan saat umur bibit 23 hari (S3). Pengambilan sampel dilakukan dengan cara ubinan, yaitu setiap anak sarang dibuat petak seluas 2 meter persegi dengan jumlah tanaman sekitar 49 tanaman. Kemudian dari satu petak sampel tersebut diambil lima tanaman secara acak yang digunakan sebagai data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan unur bibit yang ditanam dengan mesin transplanter (mekanisasi) tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap populasi wereng coklat. Populasi wereng coklat lebih tinggi pada penanaman secara konvensional dibanding penanaman mesin transplanter. Perlakuan dengan mekanisasi pertanian (mesin transplanter) dapat menekan pertumbuhan populasi wereng coklat. Kata Kunci: wereng coklat, mekanisasi pertanian, konsolidasi lahan, transplanter PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal) merupakan salah satu hama padi yang paling berbahaya dan banyak merugikan, terutama di Asia Tenggara dan Asia Timur. Seperti jenis wereng lainnya, wereng batang coklat, menjadi parasit dengan menghisap cairan tumbuhan yang mengakibatkan perkembangan tumbuhan menjadi terganggu bahkan mati. Wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stal) juga menjadi vektor (organisme penyebar penyakit) bagi penularan Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 31

sejumlah penyakit tumbuhan yang diakibatkan oleh virus bahkan menyebabkan tungro (Kasumbogo Untung, 1996). Wereng coklat menjadi hama padi yang paling berbahaya dan paling sulit dikendalikan apalagi dibasmi. Sulitnya memberantas hama padi ini karena wereng batang coklat mempunyai daya perkembangbiakan yang cepat dan cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan. Hama wereng batang coklat hidup pada pangkal batang padi. Serangga ini mempunyai siklus hidup antara 3-4 minggu yang dimulai dari telur (selama 7-10 hari), Nimfa (8-17 hari) dan Imago (18-28 hari). Saat menjadi nimfa dan imago inilah wereng batang coklat menghisap cairan dari batang padi (Baehaki, 1992). Di sisi lain, ketersediaan pangan yang selalu harus terpenuhi mendorong adanya berbagai teknologi baru untuk meningkatkan produksi tanaman pangan terutama padi. Teknologi yang saat ini dikembangkan adalah modernisasi pertanian, dimana untuk menanam padi tidak lagi menggunakan tenaga manusia tetapi menggunakan mesin transplanter. Ada kelemahan dan kelebihan dengan penggunaan alat ini. Penggunaan alat ini pun disertai dengan penataan lahan kembali (konsolidasi lahan) sehingga areal tanam tidak lagi dalam petakanpetakan tetapi dalam area yang sangat luas. Desa Dalangan Kecamatan Tawangsari merupakan salah satu desa di Indonesia yang dijadikan sebagai pilot project dalam teknologi ini. Perubahan lingkungan, seperti perubahan pola tanam dan penggunaan mesin transplanter dalam penanaman, yang terjadi di Desa Dalangan tersebut tentu sangat mempengaruhi perkembangan populasi hama pengganggu tanaman, terutama wereng coklat yang memiliki daya adaptasi luas. Oleh karena itu, perlu dikaji seberapa besar dampak penggunaan mesin dan perubahan pola tanam (dengan umur bibit yang berbeda) terhadap perkembangan populasi organisme pengganggu tanaman khususnya wereng coklat ini. B. Rumusan Masalah 1. Pola tanam yang manakah yang lebih mempengaruhi perkembangan populasi wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal)? 2. Penanaman pada umur bibit yang manakah yang lebih mempengaruhi perkembangan populasi wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal)? Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 32

C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh pola tanam yang terhadap perkembangan populasi wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal). 2. Untuk mengetahui pengaruh penanaman pada umur bibit yang berbeda terhadap perkembangan populasi wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal) D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat teoretis: Menjadi bahan acuan untuk pembaharuan konsep atau metode pengendalian wereng coklat 2. Manfaat praktis: Sebagai bahan acuan bagi pemangku kebijakan untuk membuat rekomendasi yang paling sesuai terhadap metode pengendalian wereng coklat akibat adanya modernisasi pertanian. E. Target Luaran Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipublikasikan dalam jurnal lokal ber ISSN atau jurnal nasional yang terakreditasi. Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat mengikuti proseding pada seminar ilmiah yang berskala nasional. TINJAUAN PUSTAKA A. Wereng Coklat (Nilaparvata lugens S.) Klasifikasi wereng coklat adalah sebagai berikut. Kerajaan : Animalia Filum : Arthropoda Upafilum : Hexapoda Kelas : Insecta Ordo : Homoptera Famili : Delphacidae Genus : Nilaparvata Spesies : Nilaparvata lugens Stall Wereng coklat adalah hama yang mampu beradaptasi dengan berbagai lingkungan pada waktu yang cepat bahkan bisa menghasilkan populasi baru Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 33

(biotipe) dalam waktu singkat. Wereng coklat juga mampu melemahkan kerja insektisida yang dianggap ampuh mengatasi hama ini sebelumnya. Dengan sifatsifat yang dimilikinya, hingga kini tidak mudah untuk mengatasinya. Pola perkembangan hama ini bersifat Biological Clock, artinya, wereng coklat dapat berkembang biak dan merusak tanaman padi disebabkan lingkungan yang cocok, baik dimusim hujan maupun musim kemarau. Metode pengendalian hama wereng coklat menggunakan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) atau Management Pest Control, yaitu suatu metode pengendalian hama yang menggabungkan atau mengintegrasikan berbagai teknik pengendalian yang kompatibel dan berkesinambungan. Teknik-teknik pengendalian yang digunakan dalam PHT yaitu teknik pengendalian dengan: a. budidaya tanaman (cultural practices), antara lain penggunaan varietas tahan, penentuan waktu tanam, rotasi tanaman b. teknik pengendalian secara fisik/mekanik (physical control), antara lain pemungutan kelomppok telur, penggunaan perangkap c. secara biologis (biological control), antara lain menggunakan predator atau musuh alami hama d. teknik pengendalian dengan kimia (pesticide control), antara lain menggunakan pestisida Dalam penerapannya, teknik-teknik tersebut bisa dilakukan sendiri-sendiri maupun bersamaan tergantung situasi pertanaman, tingkat serangan dan populasi musuh alami. B. Botani Tanaman Padi Padi merupakan tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan di Indonesia.Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut. Kingdom : Plantae Divisi/Filum : Spermatophyta Subdivisi/Subfilum : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Graminales/Poales Famili : Graminiae/Poaceae Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 34

Genus : Oryza Spesies : Oryza sativa Berbagai jenis padi yang dibudidayakan meliputi padi sawah (memerlukan banyak air dan dibudidayakan di sawah), padi kering atau padi ladang yang dibudidayakan di tanah hutan yang baru dibuka, padi tegalan yang dibudidayakan di tegalan, dan padi gogo rancah yang dibudidayakan di tegalan, tetapi setelah ada hujan tanaman padi itu digenangi air seperti padi sawah. Berbagai macam jenis padi sudah dihasilkan dari perkawinan silang antara jenis padi yang memiliki sifat-sifat baik sehingga diperoleh padi varietas unggul. Kriteria padi varietas unggul antara lain memiliki produksi tinggi, umur tanam pendek, tahan terhadap hama dan penyakit, tahan rebah dan tidak mudah rontok, mutu beras baik, serta rasanya enak (Sugeng, 2001). C. Budidaya Tanaman Padi 1. Penanaman Padi secara Manual Secara garis besar budidaya padi secara konvensional meliputi: a. Pesemaian. Penyiapan tanah untuk pesemaian dikerjakan 50 hari sebelum penanaman. Oleh karena itu, pesemaian pada system konvensional ini memerlukan waktu yang lama dan membutuhkan air yang banyak untuk penggenangan. b. Pengolahan tanah. Pengolahan tanah sudah harus disiapkan dua bulan sebelum penanaman, dan dapat dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan alat sederhana seperti bajak maupun dengan cara modern, yaitu dengan mesin. c. Penanaman. Penanaman diawali dengan pencabutan bibit dari pesemaian setelah berumur 25 40 hari, berdaun 5 7 helai, tinggi kurang lebih 25 cm, batangnya besar dan kuat, serta bebas dari hama dan penyakit. d. Pengairan. Pengairan merupakan kebutuhan pokok dalam budidaya padi karena air sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman padi. Oleh karena itu, system irigasi perlu diperhatikan, terutama pada saat mulai penanaman (padi berumur 0 hari) hingga umur 45 hari. Air ini diperlukan untuk pembentukan anakan dan pembentukan bulir padi. Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 35

e. Penyulaman dan penyiangan. Penyulaman dilakukan pada tanaman yang berumur tidak lebih dari 10 hari agar bibit yang baru ini pertumbuhannya sama dengan bibit yang ditanam dulu. Sedangkan, penyiangan dilakukan agar tidak ada tanaman liar yang mengganggu pertumbuhan tanaman padi. f. Pemupukan. Pada umumnya pupuk yang diberikan adalah pupuk dasar berupa pupuk kandang, yang diberikan pada saat pengolahan tanah dan pupuk buatan (NPK) yang diberikan sesudah tanam. g. Penyemprotan hama dan penyakit. Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan untuk mengurangi kerugian yang besar pada saat panen padi akibat serangan hama, seperti walang sangit, tikus dan ulat. h. Pemanenan. Pemanenan dilakukan pada saat padi masak mati atau isi gabah sudah keras dan kering. (Sugeng, 2001). 2. Penanaman Padi secara Mekanisasi Budidaya padi dengan mekanisasi pertanian pada prinsipnya sama dengan budidaya padi secara konvensional. Yang membedakan adalah petak pesemaian. Secara umum, budidaya padi dengan transplanter dilakukan sebagai berikut. a. Pesemaian. Benih padi disemaikan pada nampan-nampan. Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang. Proses penanaman benih sebagai berikut: campuran media tanam ditabur pada nampan kemudian benih ditaburkan di atasnya dan ditutup dengan campuran media kembali. b. Penanaman. Penanaman menggunakan transplanter pada umur bibit 15, 17, 21 hari. Penanaman di awai dengan mengambil bibit pada nampan pesemaian kemudian diletakkan pada mesin transplanter. Mesin transplanter diatur lebih dahulu jarak tanamnya sehingga ketika dioperasikan, mesin ini sudah otomatis menanam bibit dengan jarak tanam yang sudah diatur. c. Pengairan. Pengairan dilakukan pada saat mulai penanaman (padi berumur 0 hari) hingga umur 45 hari. Air ini diperlukan untuk pembentukan anakan dan pembentukan bulir padi. Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 36

d. Penyulaman dan penyiangan. Penyulaman dilakukan pada tanaman yang berumur tidak lebih dari 10 hari agar bibit yang baru ini pertumbuhannya sama dengan bibit yang ditanam dulu. Sedangkan, penyiangan dilakukan agar tidak ada tanaman liar yang mengganggu pertumbuhan tanaman padi. e. Pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk menambah zat-zat makanan bagi tanaman. Pada umumnya pupuk yang diberikan adalah pupuk dasar berupa pupuk kandang, yang diberikan pada saat pengolahan tanah dan pupuk buatan (NPK) yang diberikan sesudah tanam. f. Pengobatan/penyemprotan hama dan penyakit. Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan untuk mengurangi kerugian yang besar pada saat panen padi akibat serangan hama, seperti walang sangit, tikus dan ulat. g. Pemanenan. Pemanenan dilakukan pada saat padi masak mati atau isi gabah sudah keras dan kering (Sugeng, 2001). D. Hipotesis Penggunaan mesin transplanter dalam penanaman bibit padi dan saat umur tanam 23 hari setelah tanam menekan perkembangan populasi wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal). METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di Desa Dalangan, Kecamatan Tawang Sari Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. B. Rancangan Percobaan Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan faktorial bersarang (nested), dimana dalam luasan lahan tertentu dibagi ke dalam sarang dan anak sarang. Sebagai sarang adalah tipe pengelolaan (tanpa mekanisasi M0 dan dengan Mekanisasi M1). Sedangkan, sebagai abak sarang adalah saat transplanting, yaitu saat umur bibit 17 hari (S1), saat umur bibit 21 hari (S2), dan saat umur bibit 23 hari (S3). Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 37

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara ubinan, yaitu setiap anak sarang dibuat petak seluas 2 meter persegi dengan jumlah tanaman sekitar 49 tanaman. Kemudian dari satu petak sampel tersebut diambil lima tanaman secara acak yang digunakan sebagai data. C. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan : a. Bibit tanaman padi var. Mekongga dengan umur bibit 17, 21, dan 23 hari b. Pupuk dasar: pupuk organik dan kimia (NPK) c. Pestisida 2. Alat : a. Mesin transplanter b. Nampan semai c. Karung goni d. Sprayer e. Alat pertanian: sabit, bambu, rafia f. Alat tulis: penggaris; pensil, spidol g. Timbangan D. Pelaksanaan Penelitian 1. Pembibitan Bibit berasal dari benih padi varietas Mekongga. Tahap-tahap pembibitan secara manual: 1) Benih padi disebar dalam luasan petak tertentu di dalam areal persawahan yang akan ditanami padi 2) Bibit yang sudah sesuai umur tanam untuk penelitian diambil untuk kemudian ditanam di areal persawahan Tahap-tahap pembibitan secara mekanisasi: 1) Benih padi disebar di dalam nampan pesemaian yang sudah diisi dengan media semai (pupuk organik) 2) Nampan pesemaian diletakkan di areal sawah yang akan ditanami. 3) Pengambilan bibit dilakukan dengan mengambil bibit dari nampan semai kemudian digulung ke dalam dan diletakkan di pinggir sawah Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 38

2. Penanaman a) Penanaman secara konvensional dilakukan dengan pola tanam biasa, yaitu memasukkan 1-2 bibit ke dalam setiap lubang tanam. Jarak tanam 25 x 30 cm. b) Penanaman secara mekanisasi dilakukan dengan meletakkan nampan bibit pada mesin transplanter. Mesin transplanter diatur jarak tanamnya (25 x 30 cm) sehingga ketika bibit dimasukkan pada setiap lubang tanam akan terdapat 2-3 batang bibit. 3. Pemeliharaan tanaman a) Pengairan. Pengairan dilakukan dengan mengalirkan air dari selokan (irigasi semiteknis) yang ada di areal persawahan. Pengairan dilakukan secara periodik sesuai dengan umur (masa pertumbuhan) tanaman padi. Pada fase pertumbuhan vegetatif, yaitu pertumbuhan danperkembangan akar, batang, dan daun) diperlukan pengairan yang cukup. Sedangkan pada fase generatif, yaitu pada saat pembentukan malai bunga dan padi mulai berbulir pengairan ditingkatkan sesaat hingga kedalaman 20-25 cm, kemudian air dikurangi secara bertahap. Pada saat pemupukan, diusahakan air tidak mengalir agar pupuk tidak ikut hanyut. Pada saat penyiangan, air diusahakan dalam kondisi macak-macak. b) Pemupukan. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik (pupuk buatan atau pupuk kimia). Pupuk kandang diaplikasikan pada saat pengolahan tanah. Sedangkan, pupuk anorganik (biasanya digunakan pupuk dasar NPK) diaplikasikan 2 sampai 3 kali dalam satu periode tanam. Pupuk urea diberikan saat tanaman berumur lebih kurang 3-4 minggu saat tanaman sedang mengalami pertumbuhan vegetatif dengan cara disebar. c) Penyiangan. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut rumput-rumput yang tumbuh di antara tanaman padi. Penyiangan dilakukan dua kali, yaitu penyiangan pertama pada saat tanaman padi berumur 3 minggu dan penyiangan kedua saat padi berumur 6 minggu. Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 39

4. Pemanenan Pemanenan dilakukan jika padi telah masak, yang ditandai antara lain dengan padi sudah menguning, tangkai kelihatan menunduk, gabah sudah berisi dan keras. Pemanenan dilakukan dengan dengan cara ani-ani. E. Pengambilan Data Pengamatan dilakukan pada lima tanaman sampel yang diambil dari petak ubinan. Peubah yang diamati meliputi: a. Tinggi tanaman tiap rumpun (cm) Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun. Untuk tinggi tanaman tiap rumpun dihitung dari permukaan tanah sampai ujung daun tanaman tertinggi di dalam satu rumpun b. Jumlah tunas per rumpun Jumlah malai per rumpun dihitung dari banyaknya malai yang ada (tumbuh) dalam satu rumpun c. Populasi wereng coklat per rumpun Populasi wereng coklat per rumpun dihitung dari banyaknya jumlah wereng coklat yang ada pada setiap rumpun F. Analisis Data Semua data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varian. Apabila ada beda nyata antar perlakuan maka hasil analisis diuji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Tanaman padi selama penelitian menunjukkan pertumbuhan yang baik, baik yang ditanam secara konvensional maupun secara mekanik dengan mesin transplanter. Pembibitan pada nampan semai juga menunjukkan pertumbuhan yang serempak (secara visual). Selama penelitian terdapat tumbuhan pengganggu tetapi tidak terlalu banyak. Gejala penyakit dan hama juga tidak terlalu tampak, baik pada petakan konvensional maupun mekanisasi. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan selama penelitian sebagaimana budidaya tanaman padi, yaitu dengan penggenangan sesuai fase tumbuh tanaman padi, Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 40

penyiangan gulma (terutama rumput pengganggu), dan penyemprotan tanaman dengan pestisida. Tabel 1. Tinggi tanaman per rumpun (cm/tanaman) Sistem Tanam Umur Bibit (hari setelah tanam) Rerata 17 (S1) 21 (S2) 23 (S3) Manual (M0) 111,267 a 110,333 a 113,800 a 111,80 Mekanisasi (M1) 107,133 a 108,267 a 117,333 b 110,91 Keterangan : Angka diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji, Duncan 5%. Tabel 1 menunjukkan bahwa tinggi tanaman padi yang ditanam secara manual tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, baik pada umur bibit 17 hari, 21 hari, maupun 23 hari. Sedangkan, penanaman padi secara mekanisasi pada umur bibit 17 hari (S1) tidak menunjukkan beda nyata dengan penanaman pada umur bibit 21 hari (S2). Penanaman padai secara mekanisasi menunjukkan beda nyata pada umur bibit 21 hari (S2) dan umur bibit 23 hari (S3). Tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada penanaman padi umur bibit 23 hari dengan mekanisasi (mesin transplanter). Padi yang ditanam pada umur bibit 23 hari secara manual dan mekanisasi menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini bisa terjadi karena pada penanaman dengan mekanisasi, akar bibit yang tertanam tidak terlalu dalam dibandingkan jika ditanamn secara manual sehingga pertumbuhan batang tanaman lebih tinggi. Mesin transplanter memiliki keunggulan dalam kedalaman tanam, jarak, keseragaman tanam. Tinggi tanaman merupakan hasil dari pertumbuhan daun pada batang padi. Pertumbuhan daun pada batang padi memerlukan selang waktu 7 hari. Artinya, antara pembentukan daun yang satu ke daun berikutnya mempunyai selang waktu 7 hari (AAK, 1990). Pada bibit umur 23 hari, pertumbuhan daun pada tanaman padi sudah mencapai daun yang ketiga, yaitu daun yang terpanjang, sehingga hal ini menjadikan tinggi tanaman yang lebih tinggi daripada umur bibit yang lain. Burbey (2014) melaporkan bahwa tinggi tanaman padi yang ditanam pada umur bibit 20 hari setelah tanam (hss) lebih tinggi dibanding bibit yang ditanam pada umur 10 hss. Penanaman dengan bibit yang tua tentunya tanaman lebih tinggi dibanding umur yang muda. Di samping itu, penanaman dengan jumlah bibit yang lebih banyak akan mendorong kompetisi inter tanaman sehingga pertumbuhan batang lebih ke atas. Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 41

Tabel 2. Jumlah tunas per rumpun Sistem Tanam Umur Bibit (hari setelah tanam) Rerata 17 (S1) 21 (S2) 23 (S3) Manual (M0) 22,00 a 18,53 a 20,20 a 20,24 Mekanisasi (M1) 15,26 a 16,66 a 20,66 b 17,33 Keterangan : Angka diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji, Duncan 5%. Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah tunas tanaman padi yang ditanam secara manual pada umur bibit yang berbeda tidak berbeda nyata. Sedangkan, jumlah tunas tanaman padi yang ditanam secara mekanisasi menunjukkan beda nyata pada umur bibit 21 hss (S2) dan 23 hss (S3). Penggunaan bibit tanaman padi umur muda menyebabkan bibit tersebut lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan tumbuh, mempunyai perakaran yang lebih baik dan dalam, sehingga lebih efektif memanfaatkan hara dan dapat tumbuh lebih baik. Lebih lanjut Balitpa Sukamandi (2003) juga melaporkan bahwa penggunaan bibit padi sawah umur muda (10-12 hari) akan mendorong pertumbuhan akar lebih dalam sehingga tanaman tahan rebah dan tahan kekeringan. Penanaman pada umur bibit 23 hss secara mekanisasi menunjukkan beda nyata dengan penanaman secara manual. Hal ini dapat terjadi karena pada penanaman dengan transplanter memungkinkan 2-3 bibit tertanam, sehingga pembentukan tunas juga akan lebih banyak daripada jika ditanam dengan satu lubang 1-2 bibit. Tabel 3. Populasi wereng coklat per rumpun Sistem Tanam Umur Bibit (hari setelah tanam) Rerata 17 (S1) 21 (S2) 23 (S3) Manual (M0) 2,555 c 2,017 b 1,377 a 1,98 Mekanisasi (M1) 0,801 a 0,707 a 0,707 a 0,738 Keterangan : Angka diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji, Duncan 5%. Tabel 3 menunjukkan bahwa populasi wereng coklat pada penanaman yang dilakukan secara manual berbeda nyata pada setiap umur bibit padi yang ditanam. Populasi tertinggi terdapat pada tanaman padi yang ditanam pada umur muda yaitu 17 hari setelah tanam. Hal ini sangat mungkin terjadi karena hama wereng coklat ini akan Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 42

hidup pada setiap fase pertumbuhan tanaman. Artinya, semakin muda bibit tanaman padi yang ditanam kemungkinan populasi yang ada makin besar. Pada tanaman padi yang ditanam dengan sistem mekanisasi tidak menunjukkan beda nyata. Hal ini berarti pada umur bibit yang muda atau tua, tidak memberikan pengaruh pada keberadaan wereng coklat. Alat transplanter memungkinkan kedalaman tanam tidak terlalu dalam sehingga wereng yang bisa hidup mulai dari permukaan tanah lebih terkendali atau dapat diminimalisasi. Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 43

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Penanaman padi dengan alat transplanter dapat menekan pertumbuhan populasi wereng coklat 2. Penanaman padi secara manual pada umur bibit 23 hari setelah tanam dapat menekan pertumbuhan populasi wereng coklat B. SARAN 1. Perlu penelitian lebih lanjut terkait dengan organisme musuh alami yang digunakan sebagai indikator apakah keberadaan wereng coklat juga dipengaruhi oleh organisme musuh alami 2. Perlu dilakukan penelitian analisis usaha tani terkait dengan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk penghematan tenaga kerja dan penggunaan saprodi Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 44

DAFTAR PUSTAKA Baehaki. 1992. Berbagai Hama Seranga Tanaman Padi. Bandung: Angkasa Djafaruddin. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman (Umum). Jakarta: Bumi Aksara Kevin Gallagher. T.th. Pengendalian Hama Terpadu untuk Padi. Suatu Pendekatan Ekologi. Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu. Jakarta Nyoman Oka, Ida. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Soesanto, Lukas. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Jakarta: Rajawali Press Untung, Kasumbogo. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Baehaki. 2011. Strategi Fundamental Pengendalian Hama Wereng Batang Coklat dalam Pengamanan Produksi Padi Nasional. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1) 2011: 63-75 Agronomika Vol 10, No.2, Agustus 2015 Januari 2016 45