BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. Proses evaluasi implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan pada. 52 Laporan Keuangan SKPD dilakukan dengan membandingkan LK SKPD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI PENUTUP. terlambat dan terkesan terlalu lama dalam proses pengaktivasiannya. Sehingga

BAB 3 PERUMUSAN INDIKATOR - INDIKATOR BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISIS AKSES TERDEKAT DAN JUMLAH PERGERAKAN PENDUDUK MELEWATI JALUR EVAKUASI DI KOTA PADANG

Prosiding Seminar ACE 22-23

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EVALUASI EXISTING BUILDING DAN PEMBUATAN PETA EVAKUASI VERTIKAL TERHADAP TSUNAMI DI KOTA PADANG. Fauzan 1 ABSTRAK

STUDI TINGKAT AKSESIBILITAS MASYARAKAT MENUJU BANGUNAN PENYELAMATAN (SHELTER) PADA DAERAH RAWAN TSUNAMI (STUDI KASUS: KOTA PAINAN, SUMATERA BARAT)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

EVALUASI KAPASITAS SHELTER EVAKUASI UNTUK BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

MODEL GEOSPASIAL POTENSI KERENTANAN TSUNAMI KOTA PADANG

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian khusus dalam hal perlindungan terhadap bencana karena

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

PENANGANAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR DI DAERAH BENCANA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

Powered by TCPDF (

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

Rancangan QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 15 TAHUN 2011

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

PEMERINTAH KOTA PADANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 72 TAHUN 2010 TENTANG

KEPALA BADAN KEPALA PELAKSANA JABATAN FUNGSIONAL SUB BAGIAN PROGRAM SUB BAGIAN KEUANGAN BIDANG KEDARURATAN DAN LOGISTIK

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PEMERINTAHAN KOTA PADANG

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerusakan. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan bumi yang

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN. subduksi yaitu pertemuan Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng

TUGAS POKOK & FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD) PROVINSI SUMATERA BARAT

PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PADANG (Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1980 Tanggal 21 Maret 1980)

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

L/O/G/O.

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar Lampung adalah

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

No Jenis/Series Arsip Retensi Keterangan

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGANBENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan pergerakan orang dan atau barang. Penyediaan dan pengelolaan

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

RINGKASAN REVISI RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TANGERANG PERIODE

No.1087, 2014 BNPB. Badan Penanggulangan Bencana. Daerah. Pembentukan. Pedoman KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 39 TAHUN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA

BUPATI BENER MERIAH QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun Rencana Tahun 2015 Kebutuhan Dana/ Pagu Indikatif (Rp.

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

RENCANA AKSI PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN SUMBAWA ( 2016 S/D 2021 )

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam yang terjadi tidak bisa diprediksi dengan pasti. Diperlukan perencanaan tanggap darurat untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana yang muncul. Undang-Undang Nomor 24 Pasal 5 tahun 2007 menyebutkan bahwa penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah yang meliputi bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penanggulangan bencana menurut Undang-undang No. 24 tahun 2007 diantaranya adalah pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan, dan pembangunan berkelanjutan. Fase tanggap darurat merupakan fase yang sangat penting karena fase ini merupakan kegiatan pertama yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan oleh bencana. Tanggap darurat bencana meliputi beberapa kegiatan diantaranya yaitu penyelamatan dan evakuasi korban dan pengurusan tempat penampungan sementara yang layak. Lokasi-lokasi yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal sementara ataupun shelter yaitu bangunan umum seperti masjid, sekolah, pasar atau perkantoran pemerintah yang tidak memiliki tingkat kerahasiaan tinggi. Tanggap darurat bencana dilakukan sebagai upaya dalam menanggulangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam dan juga membantu meringankan korban bencana. Baemon dan Balcik (2008) mengatakan t ujuan dari tanggap darurat bencana yakni agar dapat memberikan bantuan (makanan darurat, air, obat-obatan, tempat tinggal, dan perlengkapan) secara cepat dan tepat untuk daerah yang terkena keadaan darurat berskala besar, sehingga dapat meminimalkan penderitaan manusia dan bahkan angka kematian. Menurut Mitsotakis dan Kassaras (2010) respons pemberian bantuan harus diterima korban

dalam 72 jam pertama setelah gempa terjadi dan 12 jam pertama merupakan masa kritis yang disebut standard relief time (SRT). Tanggap darurat bencana merupakan salah satu bagian dari fase bantuan bencana. Hal ini didasari pada kerangka rancangan Baemon dan Balcik (2008) yang menyebutkan bahwa tanggap darurat ( response) merupakan fase kedua dalam kerangka rantai pasok bantuan kemanusiaan ( humanitarian relief supply chain). Berikut merupakan kerangka rantai pasok bantuan kemanusiaan. Tabel 1.1 Framework of Humanitarian relief Supply Chain (Baemon dan Balcik, 2008) Fase Aktivitas Pendekatan Strategi Rantai Pasok Elemen Kunci Pengukuran Kinerja Utama Mitigasi 1. Kolaborasi Sebelum Saat Setelah Persiapan Respon Rekonstruksi Kesiapsiagaan Respon Pemulihan Perencanaan Strategi Manajemen proyek jangka pendek Manajemen proyek jangka panjang dan penyelesaian Lean Agile Lean 2. Koordinasi 3. Perencanaan sumber daya 4. Manajemen pengetahuan Resource 1. Manajemen informasi Resource 2. Pengelolaan permintaan Output 3. Manajemen pasokan Fleksibilitas 4. Manajemen pemenuhan 1. Kolaborasi Resource 2. Koordinasi Output 3. Perencanaan sumber daya 4. Manajemen pengetahuan 5. Perbaikan terus-menerus Fleksibilitas Salah satu komponen penting dalam melakukan tanggap darurat bencana yaitu penentuan lokasi fasilitas. Baik lokasi evakuasi maupun lokasi distribusi barang. Lokasi sangat mempengaruhi dampak yang ditimbulkan dari bencana yang ada. Dibutuhkan lokasi yang strategis agar bantuan yang diberikan bisa 2

sampai dengan tepat dan sesuai target yang dituju mulai dari penyimpanan, distribusi hingga sampai ke tujuan. Selain itu, penentuan lokasi strategis juga dimaksudkan untuk lokasi shelter sebagai lokasi evakuasi korban sesaat setelah gempa sehingga mengurangi jumlah korban bencana. Shelter merupakan lokasi yang dapat digunakan sebagai lokasi evakuasi sementara untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dari bencana. Kota Padang yang berada di pantai barat sumatera memiliki resiko terkena dampak tsunami yang tinggi sehingga pemerintah berupaya untuk membangun maupun menyediakan tempat evakuasi baik itu permanen maupun sementara. Salah satu tempat evakuasi sementara yang telah dibangun oleh pemerintah Kota Padang yaitu tempat evakuasi vertikal atau shelter yang berada di zona merah bencana. BPBD sebagai badan penanggulangan bencana daerah telah menentukan lokasi-lokasi shelter yang diperlukan saat fase tanggap darurat. Lokasi tersebut yaitu (BPBD Provinsi Sumatera Barat): Tabel 1.2 Lokasi Shelter Kota Padang NO NAMA SHELTER MESJID KAPASITAS DAYA TAMPUNG ( JIWA ) JARAK DENGAN PANTAI ALAMAT 1 Mesjid Raya Sumatera Barat ± 4.000 ± 2 Km Jln.Khatib Sulaiman 2 Mesjid Nurul Iman Padang ± 2.500 ± 1 Km Jln. MH. Thamrin 3 Jln. Pasir Putih Bungo Mesjid Al Mujahirin Pasir ± 4.000 ± 1 Km Pasang, Kec. Koto Putih Padang Tangah 4 Mesjid Darussalam ± 5.000 ±1 Km Parupuk Tabing, Koto Tangah, Kota Padang, 5 Mesjid Nurul Ha'q ± 4.000 ±1 Km Parupuk Tabing, Koto Tangah, Padang 6 Hotel Grand Zuri Padang ± 3.000 ± 2 Km Jln. MH. Thamrin 7 Hotel Ina Muara Padang ± 4.000 ± 1 Km Jl. Gereja No.34, Belakang Tangsi, 8 Hotel Mercure Padang ± 3.000 ± 270 m Jln. Purus No:4 9 Hotel Ibis Padang ± 3.000 ± 2 Km Jln. Taman Siswa Kantor BPK Perwakilan 10 Sumatera Barat ± 2 Km Jln. Khatib Sulaiman Kantor Kanwil Dirjen 11 Perbendaharaan Negara ± 2.000 ± 2 Km Jln. Khatib Sulaiman 3

Tabel 1.2 Lokasi Shelter Kota Padang (Lanjutan) KAPASITAS NAMA SHELTER DAYA NO MESJID TAMPUNG ( JIWA ) Kantor Gubernur Sumatera 12 Barat Kantor Dinas Prasjal & 13 Tarkim Prov. Sumatera Barat Kantor BAPPEDA Prov. 14 Sumatera Barat JARAK DENGAN PANTAI ALAMAT ± 5.000 ± 2 Km Jln. Jend Sudirman ± 5.000 ± 2 Km Jln. Taman Siswa ± 2.000 ± 2 Km Jln. Raden Saleh Gedung DPRD Prov. 15 Sumatera Barat ± 2.000 ± 1 Km Jln. Khatib Sulaiman 16 Gedung Bank Indonesia ± 1. 000 ± 2 Km Jln. Jend Sudirman Gedung Fakultas Olahraga Jln. Dr Hamka, Air 17 ± 2.000 ± 500 m UNP Tawar Gedung Pasca Sarjana 18 Univ. Bung Hatta ± 2.000 ± 2 Km Jln. Khatib Sulaiman 19 Gedung Kesenian UNP ± 2.000 ± 500 m Jln. Dr Hamka, Air Tawar 22 SMP Negeri 25 Padang ± 3.000 ± 2 Km Jln. Belanti 23 SMA Negeri 1 Padang ± 3.000 ± 2 Km Jln. Belanti 24 SD Negeri 24 Purus ± 3.000 ± 1 Km Jln. Purus 25 Shelter Fly-Over Duku ------- ± 6 Km Jln. Raya Padang Pariaman 26 Shelter Villa Hadis Padang ± 2.000 ± 1 Km Jln. Khatib Sulaiman 27 Shelter Mandiri Keluarga ± 3.000 ± 300 M Jln. Purus No:IV Sumber : BPBD Provinsi Sumatera Barat Namun, dengan lokasi yang telah ada, masih belum bisa memenuhi kebutuhan saat ini. Hal ini bias dilihat dari kurangnya jumlah shelter yang tersedia untuk menampung masyarakat yang berada di zona rawan bencana Kota Padang. Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran (BPBD -PK) Kota Padang Rinaldi (2016), Sumatera Barat masih membutuhkan penambahan shelter evakuasi tsunami, karena shelter yang ada belum mencukupi untuk menampung warga di daerah rawan jika terjadi tsunami. Saat ini jumlah shelter di Kota Padang yang telah dibangun oleh Dinas BNPB Pusat hanya tiga, dan shelter tersebut masih dikelola pemerintah pusat. Meskipun 4

gedung-gedung bertingkat di Kota Padang dapat digunakan sebagai shelter seperti Kantor Gubernur Sumbar, Masjid Raya Sumbar, dan beberapa hotel, namun jumlahnya belum memadai. Berdasarkan jumlah penduduk dari data BPS tahun 2015, terdapat perbedaan populasi yang signifikan jika dibandingkan dengan kapasitas tampung shelter yang tersedia. Berikut ini merupakan data jumlah penduduk pada tahun 2015 (BPS Kota Padang): Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Padang Tahun 2015 No Kecamatan Jumlah 1 Bungus Teluk Kabung 24,408 2 Lubuk Kilangan 53,651 3 Lubuk Begalung 117,321 4 Padang Selatan 59,287 5 Padang Timur 79,151 6 Padang Barat 45,907 7 Padang Utara 70,444 8 Nanggalo 60,157 9 Kuranji 141,343 10 Pauh 68,448 11 Koto Tangah 182,296 Total 902,413 Sumber : Statistik Daerah Kota Padang 2016 Oktiari (2010) menyebutkan bahwa lokasi yang memiliki potensi resiko dampak bencana yang tinggi berada di sebagian kecil kecamatan Koto Tangah, kecamatan Padang utara, kecamatan Padang Barat, kecamatan Padang Timur, dan sebagian kecil Padang Selatan berdasarkan. Gambar 1.1 menunjukkan peta Zona rawan tsunami Kota Padang (Oktiari, 2010): Berdasarkan uraian diatas, jika dilihat perbandingan antara jumlah populasi di daerah rawan tsunami dengan kapasitas shelter yang tersedia, maka jumlah shelter yang ada masih belum memadai untuk menampung jumlah populasi yang ada di daerah rawan tsunami. Untuk mencegah hal itu, maka BPBD Kota Padang selaku penanggungjawab di dalam tanggap darurat bencana untuk Kota Padang sudah membuat daftar lokasi-lokasi yang bisa dijadikan sebagai titik yang berpotensial untuk dijadikan sebagai shelter. Hanya saja, penentuan lokasi 5

poetnsial ini baru sebatas pada lokasi yang memiliki ketinggian diatas ketinggian maksimum gelombang tsunami yang timbul dan berada di daerah dengan jumlah populasi yang banyak. Maka dari itu, untuk menentukan lokasi-lokasi yang tepat sebagai shelter, diperlukan suatu metode untuk menentukan prioritas lokasi mana yang bisa diprioritaskan sebagai shelter terlebih dahulu. Oleh Karena itu, peneliti merasa perlu untuk menentukan metode terkait pemilihan lokasi yang tepat dalam penentuan lokasi shelter untuk Kota Padang dalam fase tanggap darurat untuk meminimalisir jumlah korban yang ditimbulkan akibat bencana dan penggunaan shelter lebih optimal. Gambar 1.1 Peta Zona rawan tsunami Kota Padang. (Oktiari, 2010) 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana memperoleh prioritas lokasi evakuasi sementara (shelter) dalam fase tanggap darurat bencana untuk mengoptimalkan evakuasi korban bencana. 6

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah mengembangkan model prioritas lokasi evakuasi sementara (shelter) dalam fase tanggap darurat bencana untuk mengurangi jumlah korban apabila terjadi bencana. 1.4 Batasan Penelitian Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Shelter dalam penelitian ini hanya berlaku pada bencana tsunami. 2. Lokasi penelitian terbatas pada zona merah bencana di Kota Padang. 3. Lokasi potensial shelter terbatas hanya pada gedung yang sudah ada. 1.5 Sistematika Penulisan BAB I : BAB II : BAB III : BAB IV PENDAHULUAN Berisikan mengenai latar belakang dari tugas akhir, perumusan masalah yang diambil, batasan masalah, dan tujuan penelitian dari tugas akhir. STUDI LITERATUR Bab ini berisikan tentang srudi literature yang sesuai dengan masalah yang akan dibahas. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang kerangka penelitian yang akan dilakukan nantinya, data yang dikumpulkan maupun metode yang digunakan dalam perhitungan maupun analisis PENGOLAHAN DATA Bab ini berisikan pengumpulan data dan tahapan-tahapan dalam pengolahan data mengenai penentuan prioritas lokasi shelter. Tahapan yang dilakukan yaitu merumuskan kriteria, validasi kriteria, menentukan bobot dari masing-masing kriteria dan sub 7

BAB V BAB VI kriteria, meranking kandidat lokasi potensial dan analisis sensitivitas. ANALISIS Bab ini berisikan analisis terhadap kriteria yang digunakan dalam penentuan prioritas lokasi shelter, bobot dari masing-masing kriteria, dan hasil dari perankingan lokasi. PENUTUP Bab ini berikan kesimpulan yang didapatkan dari penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya. 8