ABSTRAK. Kata kunci: Dwelling Time, Kelengkapan Administrasi, Kepemimpinan Pemerintahan

dokumen-dokumen yang mirip
I.1 Latar Belakang Perusahaan petikemas di dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mengeliminasi inefisiensi atau pemborosan.

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

PANDANGAN DWELLING TIME BERDASARKAN PRE-CLEARANCE, CUSTOMS CLEARANCE DAN POST CLEARANCE

Kebijakan Bea dan Cukai Menghadapi ASEAN Economic Community 2015

Pesawat Polonia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan. Tahun 2015 merupakan tahun diimplementasikanya Asean Economic

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi

Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor. Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Adanya perbedaan kekayaan alam serta sumber daya manusia

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal

TINDAKAN KARANTINA terhadap MP OPTK/HPHK di TPK

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Nanda Nurridzki

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

PROSES BISNIS KEPABEANAN DAN PEMANFAATAN INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

ZONASI KAWASAN PABEAN. di PELABUHAN TANJUNG PRIOK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIPAPARKAN DALAM:

2017, No Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makassar; c. bahwa berdasarkan pertimbangan

EASE OF DOING BUSINESS Indikator Perdagangan Lintas Negara (Trading Across Border) From serving to driving Indonesia's growth

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013

STRATEGI PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MULTIMODA. Sekretaris Badan Litbang Perhubungan KEMENTERIAN PERHUBUNGAN Jakarta, Februari 2013

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Belawan International Container Terminal (BICT) sebagai unit usaha PT.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

ANALISIS PENGARUH DWELLING TIME TERHADAP PENDAPATAN (Studi pada PT. Terminal Petikemas Semarang tahun )

National Single Window;

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

BAB V ANALISA HASIL. mengetahui kondisi perusahaan dari waktu ke waktu selama pengukuran

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi telah digunakan secara meluas di segala bidang, seperti

Paket Kebijakan Ekonomi 9: Pemerataan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan stabilisasi harga daging hingga ke desa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) SEBAGAI TOOLS DALAM DEREGULASI / DEBIROKRATISASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT. Definisi dan Persyaratan Hub Port

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Economics Development Analysis Journal

BAB 1 PENDAHULUAN I E X P O R T , , , , ,5 1, , ,3-14,32

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan

Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan yang memiliki wilayah laut seluas 5,8 juta km 2 yang terdiri dari wilayah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

BAB III OBJEK PENELITIAN Sejarah Singkat PT. Lentera Buana Jaya. PT. Lentera Buana Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang

PERAN PP-INSW SESUAI AMANAT PERPRES 76/2014 DAN PAKET KEBIJAKAN EKONOMI. Hotel Sahid Jakarta, 17 November 2016

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dari analisa tersebut

Stimulus kegiatan Industri Logistik dan kendaraan niaga di Indonesia

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah


1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang rendah dalam melakukan muat-bongkar barang dan upah. terciptanya peti kemas (container) (Amir MS, 2004:111).

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan

[ U.30 ] PENELITIAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA ARUS DISTRIBUSI BARANG PADA TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE BANDUNG

PERNYATAAN ORISINALITAS...

BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW

PERAN PENYEDIA JASA LOGISTIK DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL

Depo Petikemas Pengawasan Pabean (DP3) (Oleh : Syaiful Anwar / Widyaiswara Utama)

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

BAB V PENUTUP. rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan

2016, No turunannya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Me

2017, No Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina di Tempat Pemeriksaan Karantina; Mengingat : 1. Undang-Undang Nom

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat

LAPORAN ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG BERMASALAH DI PELABUHAN

PAKET KEBIJAKAN EKONOMI XI

Paket Kebijakan Ekonomi XI: Meningkatkan Daya Saing Nasional Dalam Pertarungan Ekonomi Global

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

Pendahuluan. Poin Penting dari Tahun Sebelumnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

Judul : Pengaruh Kelengkapan Administrasi dan Kategori Importir Terhadap Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok Nama : Fidiniyucky Arbaningrum Kusuma NIM : 1306105033 ABSTRAK Dwelling Time adalah waktu berapa lama petikemas (barang impor) ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di pelabuhan sejak dibongkar dari kapal sampai dengan barang impor keluar dari TPS. Dalam rangka mendukung program pemerintah dalam memperlancar arus barang dan menurunkan biaya logistik, perlu dilakukan upaya-upaya yang terpadu dan terarah. Untuk mengukur keberhasilan program pemerintah tersebut Dwelling Time telah dijadikan sebagai salah satu alat ukur keberhasilan oleh pemerintah. Fenomena Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok yang menjadi masalah nasional sejak kunjungan Presiden Joko Widodo ke Pelabuhan Tanjung Priok. Dwelling Time yang dimiliki oleh Pelabuhan Tanjung Priok yang nyatanya masih jauh dari harapan Presiden Joko Widodo. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Untuk menganalisis kecendrungan Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok dari tahun 2014-2017; Untuk mengkaji perbedaan Dwelling Time sebelum dan sesudah pemerintahan Presiden Joko Widodo ; 3) Untuk menganalisis pengaruh Kelengkapan Administrasi dan Kategori Importir terhadap Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah data Dwelling Time tahun 2014-2017 dari lima terminal yang terdapat di Pelabuhan Tanjung Priok. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui teknik observasi, dan wawancara mendalam. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS 13.0 for windows. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji Simultan disimpulkan bahwa Kelengkapan Administrasi dan Kategori Importir berpengaruh negatif terhadap Dwelling Time, dan berdasarkan uji parsial (t) disimpulkan bahwa Kelengkapan Administrasi dan Kategori Importir berpengaruh signifikan terhadap Dwelling time. Selain itu hasil uji beda menyatakan bahwa terdapat perbedaan Dwelling Time sebelum dan sesudah Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Untuk meminimalisir angka Dwelling Time yang tinggi diharapkan pemerintah mampu mengoptimalkan sistem online dalam mengurus Kelengkapan Administrasi pada setiap lembaga yang berhubungan dengan segala perijinan barang impor. Diharapkan semoga untuk penelitian selanjutnya dapat menemukan variabel lain yang mempengaruhi Dwelling Time agar mampu memberikan saran yang bermanfaat bagi pemerintah dalam mengambil keputusan berdasarkan hasil riset. Kata kunci: Dwelling Time, Kelengkapan Administrasi, Kepemimpinan Pemerintahan

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALISTAS... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I BAB II BAB III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Rumusan Masalah Penelitian... 10 1.3 Tujuan Penelitian... 10 1.4 Kegunaan Penelitian... 11 1.5 Sistematika Penulisan... 11 KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Dan Konsep... 13 2.1.1 Pengertian Dwelling Time... 13 2.1.2 Pengertian Pelabuhan... 13 2.1.3 Pengertian Terminal Petikemas... 16 2.1.4 Pengertian Bongkar Muat Barang... 17 2.1.5 Teori Perdagangan Internasional... 18 2.1.5.1 Teori Merkantilisme... 20 2.1.5.2 Teori Keunggulan Mutlak... 21 2.1.5.3 Teori Keunggulan Komparatif... 23 2.1.6 Konsep Impor... 23 2.1.7 Konsep Ekspor... 25 2.1.7 Pengertian Administrasi... 26 2.1.8 Hubungan Antara Kelengkapan Administrasi dengan Dwelling Time... 26 2.1.9 Hubungan Antara Kategori Importir dengan Dwelling Time... 27 2.2 Hipotesis Penelitian... 28 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 29 3.2 Lokasi Penelitian... 30 3.3 Obyek Penelitian... 30 3.4 Identifikasi Variabel... 30 3.5 Definisi Operasional Variabel... 31

BAB IV BAB V 3.6 Jenis Dan Sumber Data... 32 3.6.1 Data Kualitatif... 32 3.6.2 Data Kuantitatif... 32 3.7 Titik Data Pengamatan... 33 3.8 Metode Pengumpulan Data... 34 3.9 Teknik Analisis Data... 35 3.9.1 Pengujian Hipotesis Antar Variabel... 36 3.9.1.1 Uji Asumsi Klasik... 36 3.9.1.2 Uji F (Serempak)... 38 3.9.1.3 Uji t (parsial)... 39 3.9.2 standardized coefficients beta... 42 3.9.3 Uji Normalitas...... 42 3.9.4 Uji Beda Sample Dependent... 43 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Pelabuhan Tanjung Priok..... 45 4.1.1 Sejarah Pelabuhan Tanjung Priok..... 45 4.1.2 Kegiatan Usaha dan Fasilitas di Pelabuhan Tanjung Priok...... 52 4.1.3 Gambaran Umum Pelindo II... 56 4.1.4 Gambaran Umum Dwelling Time Di Pelabuhan Tanjung Priok... 58 4.2 Pembahasan Hasil Peneltian... 60 4.2.1 Hasil Analisis Pengaruh Kelengkapan Administrasi dan Kategori Importir Terhadap Dwelling Time... 60 4.2.2 Uji Asumsi Klasik... 61 4.2.2.1 Uji Normalitas... 61 4.2.2.2 Uji Multikolinieritas... 63 4.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas... 64 4.2.3 Uji Signifikansi...... 65 4.2.3.1 Uji F (Serempak)... 65 4.2.3.2 Uji t (Parsial)... 66 4.2.4 Analisis Koefisien Berganda (R 2 )...... 66 4.2.5 Standardized Coefficients Beta... 67 4.2.6 Uji Beda Berpasangan... 68 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan...... 70 5.2 Saran... 71 DAFTAR RUJUKAN......... 72 LAMPIRAN-LAMPIRAN...... 76

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Posisi Indonesia masih jauh tertinggal dari beberapa negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina dalam kinerja logistik. World Bank menyebutkan bahwa kinerja logistik Indonesia diukur dari komponen Logistics Performance Index (LPI) masih belum efisien. Berdasarkan enam kategori dalam LPI, kinerja Indonesia lebih buruk dibandingkan kelima negara tersebut hampir dalam semua kategori kecuali ketepatan waktu (timeliness). Pada kategori kepabeanan (customs) dan infrastruktur merupakan dua kategori dengan nilai terendah untuk kinerja logistik Indonesia. Menurut Logistics Performance Index (LPI), permasalahan utama tingginya biaya logistik nasional disebabkan dari masalah infrastruktur yang berkontribusi terhadap kelancaran barang di pelabuhan. Hal ini merupakan hambatan di bidang logistik Indonesia yang berdampak pada melemahnya daya saing nasional (Utami,2015). Permasalahan sistem transportasi logistik nasional seperti infrastruktur, mekanisme kepabeanan, biaya dan efisiensi menjadi perhatian utama. Negara kepulauan seperti Indonesia, sistem transportasi laut yang efisien dan terkelola dengan baik merupakan komponen penting dalam persaingan ekonomi khususnya kompetensi industri logistik serta integritas nasional suatu bangsa. (Utami, 2015). Pembangunan sistem logistik yang efisien diproyeksikan akan menjadi kata kunci dalam meningkatkan daya saing ekonomi bagi suatu bangsa, utamanya dalam memenangkan persaingan dalam perdagangan global. Sistem logistik yang efisien memiliki peran strategis dalam mensinkronkan dan menyelaraskan kemajuan antar sektor ekonomi, antar wilayah, yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif, menjaga kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional (national economic authority and security). Perbaikan manajemen sistem logistik semakin diperlukan

dalam era integrasi pasar ASEAN dan perdagangan global, yang menjadikan semakin tingginya mobilitas perdagangan barang melalui ekspor impor. Demikian pula aktivitas perdagangan di lingkup kawasan ASEAN, berdasarkan prediksi Frost & Sullivan, pertumbuhan ekonomi perdagangan di negara ASEAN diproyeksikan rata-rata sebesar 7,9 persen, di mana ekspor memainkan peran yang lebih besar, di samping permintaan domestik. Bagi Indonesia, peningkatan aktivitas ekonomi dan perdagangan tersebut sudah barang tentu perlu diikuti dengan perbaikan sistem logistiknya, mengingat masih tingginya biaya logistik di Indonesia, yang ditengarai menjadi penyebab titik lemah daya saing ekonomi nasional Index (LPI), yang mencerminkan tingkat efisiensi logistik di suatu negara, indeks kinerja logistik secara keseluruhan dapat dicermati dari setidaknya 6 (enam) indikator, yaitu: (1) bea cukai, (2) infrastruktur, (3) pengapalan internasional (international shipment), (4) kualitas dan kompetensi logistik, (5) pelacakan dan pencatatan (tracking and tracing), dan (6) ketepatan waktu (dwelling time) (http://setkab.go.id). LPI Indonesia masih menunjukkan kondisi yang belum kondusif dalam meningkatkan daya saing ekonomi, merujuk pada Laporan The Logistics Performance Index and Its Indicators oleh Word Bank tahun 2014, memposisikan Indonesia di urutan ke-53 dari 163 negara dan merupakan peringkat ke-5 di antara Negara-negara ASEAN. Hal tersebut sejatinya menunjukkan masih rendahnya daya saing ekonomi karena biaya logistik di Indonesia masih sangat mahal, bahkan menjadi yang paling mahal di ASEAN. Biaya logistik yang mahal ini jelas tidak efisien dan karena itu menjadikan industri di dalam negeri tidak memiliki daya saing. Sebuah survei yang dilakukan oleh Bank Dunia mendapati bahwa pembeli dari luar negeri tidak terlalu memperhatikan harga produk dari Indonesia. Sebaliknya, perhatian terbesar mereka adalah ketepatan waktu (pengiriman)/dwelling time dan keterandalan (standar dan pengendalian kualitas).

Pelabuhan Tanjung Priok merupakan tempat dimana terjadi banyak transaksi, namun juga merupakan tempat paling banyak terjadinya perlambatan pengiriman barang. Ketidaksiapan Pelabuhan Tanjung Priok dalam mengantisipasi pertumbuhan arus barang dikarenakan infrastruktur belum mengalami perbaikan sehingga dapat memperburuk situasi bottleneck. Kemacetan di sekitar kawasan Pelabuhan Tanjung Priok masih akan terus berlangsung, hal ini meresahkan kalangan pengusaha karena tidak adanya kepastian bagi pemilik barang terkait proses pengeluaran barang yang memakan waktu cukup lama. Kasus Dwelling Time di pelabuhan memanas sejak Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan pertama ke Pelabuhan Tanjung Priok. Beliau menargetkan lama Dwelling Time dapat dipercepat dari yang semula 6 hari lebih menjadi 4,7 hari dengan rincian: pre-custom clearance selama 2,7 hari, custom clearance selama 0,5 hari, dan post-custom clearance selama 1,5 hari. Namun ternyata target tersebut gagal dipenuhi pada saat beliau melaksanakan kunjungan kedua ke Pelabuhan Tanjung Priok. Kegagalan tersebut disebabkan karena adanya banyak faktor dan kepentingan yang berpengaruh terhadap komponen Dwelling Time. (sumber: bisnis.liputan6.com). Dwelling Time pelabuhan dapat diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan bagi kontainer (barang impor) untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (TPS)/ container yard di wilayah/ area pelabuhan, dihitung sejak barang impor dibongkar dari kapal sampai dikeluarkan dari TPS. Oleh karena itu, setiap masalah yang terjadi pada komponen Dwelling Time berpotensi untuk meningkatkan Dwelling Time di pelabuhan. Negara kepulauan seperti Indonesia, sistem transportasi laut yang efisien dan terkelola dengan baik merupakan komponen penting dalam persaingan ekonomi khususnya kompetensi industri logistik serta integritas nasional suatu bangsa. Permasalahan High Cost Economy saat ini membelit pelabuhan di Indonesia dikarenakan kualitas pelayanan rendah serta kurangnya sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai sehingga mengakibatkan

sering terjadinya keterlambatan pengiriman barang tidak sampai tepat waktu. Kurangnya minat kapal-kapal asing untuk singgah di pelabuhan-pelabuhan utama Indonesia khususnya Tanjung Priok dapat disebabkan oleh beberapa parameter. Dari perspektif ekonomi nasional, transportasi laut memainkan peran yang signifikan ini merupakan fasilitator utama dalam Perdagangan Internasional. Lalu lintas barang dipelabuhan terus meningkat, design kapal semakin besar dan jenis barang yang diangkut bervariasi. Bahkan beberapa kapal dengan ukuran extra large dibangun untuk sarana transportasi masal yang maksimal dan membutuhkan terminal yang sesuai, sehingga butuh banyak waktu yang diperlukan dalam pengurusan secara bersama dan tepat antara kapal dan barang yang diangkut. Dari perspektif internasional, pelabuhan dengan kapasitas besar yang tidak memenuhi standard pengelolaan (dalam hal infrastruktur dan layanan) akan kehilangan daya saing dalam pelayanan transportasi barang (Sarrai dalam Nasser,2013). Pada Prakteknya penggunaan area penumpukan terminal sebagai sarana transit dalam rantai logistik terdapat adanya skema bisnis untuk mengambil keuntungan berlebihan. Berkaitan dengan masalah biaya penimbunan (saat transit), sehingga muncul ide mengoptimalkan kapasitas terminal petikemas merupakan aspek lain yang dibangun (Rafi dan Purwanto,2012). Salah satu parameter yang dijadikan acuan utama dalam suatu pelabuhan adalah import container Dwelling Time. Import container Dwelling Time adalah waktu yang dihitung mulai dari suatu peti kemas (kontainer) dibongkar dan diangkat (unloading) dari kapal sampai peti kemas tersebut meninggalkan terminal melalui pintu utama (World Bank, 2011). Standar Internasional import container dwell time adalah lama waktu peti kemas (kontainer) berada di pelabuhan sebelum memulai pejalanan darat baik menggunakan truk atau kereta api (Nicoll, 2007). Import container Dwelling Time memegang peranan penting karena berhubungan dengan lama waktu yang harus dilalui oleh peti kemas saat masih berada di dalam terminal

untuk menunggu proses dokumen, pembayaran, dan pemeriksaan Bea Cukai selesai, (Artakusuma, 2015). Proses Dwelling Time di pelabuhan terbagi atas tiga tahap, yaitu ; preclearance, customs clearance, dan post-clearance. Tiap tahapan berbeda institusi yang menanganinya. Pre-clearance adalah proses peletakan petikemas di tempat penimbunan sementara (TPS) di pelabuhan dan penyiapan dokumen pemberitahuan impor barang (PIB). Customs clearance adalah proses pemeriksaan fisik petikemas (khusus untuk jalur merah), lalu verifikasi dokumen-dokumen oleh Bea Cukai dan pengeluaran surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB). Kegiatan post clearance adalah saat petikemas diangkut ke luar kawasan pelabuhan dan pihak pemilik petikemas melakukan pembayaran ke operator pelabuhan. Jadi, lamanya Dwelling Time adalah hasil penjumlahan dari komponen pre-clearance, customs clearance, dan post-clearance. Dwelling Time pada industri pengangkutan (carrier) sebetulnya ada dua, yaitu Dwelling Time atas alat angkut (kapal) dan Dwelling Time atas muatan (kargo), tetapi dalam hal ini penulis hanya membicarakan Dwelling Time untuk barang (cargo). Hasil dari Tabel 1.1 menunjukkan bahwa posisi Indonesia terdapat pada posisi yang paling lambat dalam hal Dwelling Time. Dari banyaknya pelabuhan yang terdapat di Indonesia Tanjung Priok mengalami Dwelling Time terlama dari yang sudah ditentukan yakni 3,7 hari, kondisi ini disebabkan karena Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pusat kegiatan ekspor impor dunia yang membuat sibuk lalu lintasnya. Hal lain yang membuat Dwelling Time menjadi lamban antara lain adalah tidak adanya gudang pribadi yang dimiliki importir pembeli barang yang akhirnya memilih meletakkan barangnya dipelabuhan dengan tidak membayar biaya yang seharusnya dibayarkan. Tidak adanya gudang milik pribadi membuat pembeli barang rela membayar denda dari harga gudang yang bersifat progresif. Karena itu pula Pelabuhan Tanjung Priok mengalami over capacity dalam penimbunan barang di gudang pelabuhan.

Tabel 1.1 : Data Dwelling Time di Negara / Pelabuhan di Dunia Tahun 2012 Faktor lain dapat dilihat dari kinerja sumber daya manusia yang terdapat di Pelabuhan Tanjung Priok, yakni tenaga kerja bongkar muat yang menurut hasil observasi masih terdapat kekurangan dalam pengetahuan mengenai pelabuhan dan produktivitas tenaga kerja yang kurang produktif. Selain itu juga belum lengkapnya administrasi yang dimiliki oleh importir menyebabkan terhambat dalam proses izin pengeluaran barang oleh Bea Cukai yang menyebabkan barang harus tetap tinggal didalam pelabuhan. Tidak lengkapnya administrasi tersebut memperlambat barang keluar dikarenakan tidak lolosnya administrasi dalam proses perizinan, dengan lengkapnya administrasi yang dimiliki oleh importir pastinya akan menurunkan angka Dwelling Time. Kategori Importir seperti importir prioritas dan non prioritas pun dapat menurunkan angka Dwelling Time karena Kategori Importir Prioritas selalu didahulukan dalam proses bongkar muat yang dalam hal ini selalu memiliki administrasi lengkap tanpa masalah. Dampak yang jelas terjadi dengan adanya Dwelling Time pada bongkar muat yakni adalah mengenai cost yang melambung tinggi akibat lama mengendapnya barang di pelabuhan, kedua adalah efisiensi dimana efisiensi dari bongkar muat kurang sempurna

dengan Dwelling Time yang tinggi, ketiga adalah trust yang dimiliki pembeli kepada penjual, dengan adanya Dwelling Time menyebabkan pembeli juga harus menanggung pembayaran tarif progresif dari gudang penyimpanan karena akibat dari penjual sendiri yang belum baik mengurus perizinan barang sehingga hal ini membebankan pembeli barang. Selain itu yakni daya saing yang diatasi dengan cara penyederhanaan perizinan pada pre-custom, custom clereance dan post custom perlu diurai satu persatu sehingga dapat dipetakan masalah utama yang menjadi konstribusi terbesar penyebab kelambanan Dwelling Time. Hal ini sangat diperlukan untuk dicarikan solusinya secara cepat guna menghindari saling menyalahkan antar instansi. Peningkatan kapabilitas koordinasi antar lembaga dan penerapan Indonesia National Single Window (INSW) perlu terus diupayakan, terutama dalam membangun sistem online yang terintegrasi. Masing-masing instansi pemerintah diharapkan dapat mendukung secara optimal implementasinya dengan melakukan pembenahan regulasi masing-masing instansi, dengan menghilangkan ego sektoral guna menghilangkan tumpang tindih dan memangkas mata rantai birokrasi di pelabuhan. Pada dasarnya Dwelling Time merupakan permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia setiap tahunnya. Permasalahan ini mampu menghambat kinerja Perdagangan Internasional, terutama berdampak terhadap harga impor yang masuk ke Indonesia. Oleh karena itu, Dwelling Time dapat dijadikan sebagai ukuran efisiensi sistem logistik nasional untuk meningkatkan kinerja logistik dalam Perdagangan Internasional. Hal ini menunjukkan sektor logistik semakin penting dalam mendukung perkembangan daya saing pelabuhan suatu Negara, dengan dibenahinya sistem perijinan impor yang dimiliki Indonesia mampu menunjang kegiatan Perdagangan Internasional khususnya dalam hal ini Impor dalam upaya mengurangi Dwelling Time kontainer impor. Diperlukan adanya standard operation procedure (SOP) termasuk waktu penyelesaian perizinan barang kategori larangan pembatasan (lartas) oleh instansi terkait

seperti Kemendag, Badan POM, Kementan maupun Badan Karantina yang terkoneksi dengan portal National Single Window (NSW). Berbagai prioritas perbaikan tersebut di atas, diikuti dengan masifnya percepatan pembangunan infrastruktur transportasi yang mendukung sistem transportasi terpadu, diharapkan akan dapat memperpendek jarak transportasi peti kemas dari sentra-sentra produksi ke pelabuhan sehingga dapat memperlancar arus barang, menurunkan dwelling time sehingga dapat meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Bagaimana kecendrungan Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok dari tahun 2014-2017? 2) Adakah perbedaan Dwelling Time antara sebelum dan sesudah pemerintahan Presiden Joko Widodo? 3) Apakah Kelengkapan Administrasi dan Kategori Importir berpengaruh terhadap Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok? 4) Diantara kedua variabel yang dianalisis, variabel manakah yang berpengaruh dominan terhadap Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok? 1.3 Tujuan Penelitian Atas dasar latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk menganalisis kecendrungan Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok dari tahun 2014-2017. 2) Untuk mengkaji perbedaan Dwelling Time sebelum dan sesudah pemerintahan Presiden Joko Widodo.

3) Untuk menganalisis pengaruh Kelengkapan Administrasi dan Kategori Importir terhadap Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok. 4) Untuk menganalisis variabel yang berpengaruh dominan terhadap Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok. 1.4 Kegunaan Penelitian 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini mengacu kepada jurnal yang telah ada sebelumnya yang membahas mengenai Dwelling Time, Konsep Impor, Konsep Ekspor, sehingga penelitian ini diharapkan dapat memperkuat jurnal sebelumnya. Selain itu penelitian ini menjadi wahana metode mengoleksi teori-teori. 2) Kegunaan Praktis Diharapkan dapat diperoleh informasi yang valid dan dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan yang lebih baik agar Dwelling Time dapat diturunkan sebagai semestinya dan tidak mengalami hambatan yang menyebabkan kerugian. 1.5 Sistematika Penulisan Pembahasan skripsi disusun berdasarkan bab secara sistematis, sehingga antara bab yang satu dengan bab yang lainnya mempunyai hubungan yang erat. Adapun sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini akan menguraikan hal-hal yang menyangkut pendahuluan, meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian

Bab ini membahas teori, konsep, dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan Dwelling Time, Pelabuhan, Terminal Peti Kemas, Bongkar muat barang. Bab ini juga akan membahas mengenai teori impor, teori ekspor, pengertian importir, hubungan antara variabel bebas dan terikat, dan rumusan hipotesis yang merupakan dugaan sementara dari rumusan masalah yang sesuai dengan landasan teori. Bab III Metode Penelitian Bab ini memuat cara pemecahan masalah yang diajukan dalam penelitian baik dalam mencari data maupun menganalisa data. Bab ini terdiri dari uraian tentang desain penelitian, lokasi dan ruang lingkup wilayah penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menguraikan tentang gambaran umum masing-masing variabel dan mendeskripsikan hasil analisis uji beda sample dependent. Bab V Simpulan dan Saran Bab ini memuat kesimpulan yang mencakup seluruh hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran-saran yang dipandang perlu dan relevan atas simpulan yang dikemukakan