BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Salah satu tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai mana telah tertulis di dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945, maka dari itu negara bertanggung jawab memenuhi hak masyarakatnya untuk mendapatkan pendidikan seluas - luasnya. Di negara - negara yang sedang berkembang pendidikan tidak bisa dipisahkan dari proses pembangunan, jumlah penduduk yang terlalu banyak dan tidak terkendali disertai dengan kualitas hidup yang rendah akan senantiasa menjadi beban pembangunan dan akan menjadi beban suatu negara dalam menjalankan peran dan fungsinya. Demi tercapainya kualitas hidup yang lebih baik di butuhkan upaya-upaya dari berbagai elemen pemerintahan, salah satunya adalah perguruan tinggi, dimana dalam sektor pendidikan perguruan tinggi merupakan elemen penting dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Mengingat pendidikan sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, berbagai progam di berlakukan pemerintah dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, salah satunya dengan rumusan baru perguruan tinggi yang pada akhirnya di rumuskan dalam PP 60 dan 61 1999 yang mengatur tentang otonomi kampus agar perguruan tinggi bisa mengatur rumah tangganya sendiri tanpa intervensi dari pemerintah, sesuai dengan PP yang telah di keluarkan paradigma Perguruan Tinggi Negri (PTN) mengalami pergeseran, paradigma PTN yang pada awalnya memiliki konsep sentralisasi secara perlahan bergeser menjadi desentralisasi, yang mengisyaratkan perlunya dilakukan otonomi bagi setiap perguruan tinggi negeri yang ada. Geliat otonomi kampus di berbagai PTN semakin hari juga semakin terlihat, di antaranya dengan adanya penetapan perubahan paradigma Perguruan
Tinggi yang mengacu kepada keluarnya PP 152-155 tahun 2000 yang menetapkan 4 Perguruan Tinggi di Indonesia sebagai pilot project dengan status baru perguruan tinggi negeri menjadi badan hukum milik negara (BHMN). Keempat universitas tersebut adalah Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Institut Tekhnologi Bandung (ITB). Sejak berstatus BHMN, keempat PTN ini secara perlahan-lahan diarahkan untuk dapat menjadi mandiri dalam mencari dana. Sebab pemberian status BHMN itu juga berarti tidak mendapat subsidi lagi dari pemerintah. Dengan kata lain, PTN yang bersangkutan memiliki kebebasan sendiri untuk mencari dana operasional pendidikannya masing-masing sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003, Dimana dalam UU No. 20 Tahun 2003 tersebut secara terang-terangan telah melegalkan pengalihan tanggung jawab negara atas pendidikan kepada masyarakat, yang notabene adalah masyarakat yang memiliki uang. Hal ini jelas tercantum dalam Pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan, (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 9). Sejak di tetapkan nya undang-undang tersebut banyak pro dan kontra yang terjadi di berbagai PTN yang ada di Indonesia, namun hal tersebut tetap tidak berpengaruh karena secara serentak PTN yang ada di Indonesia menerapkan nya, salah satunya adalah (USU). Alasan pemerintah untuk memberikan status BHMN kepada USU dan beberapa perguruan tinggi ternama lainnya yang ada di Pulau Jawa adalah terkait dua hal yaitu, pertama mutu pendidikan dan yang kedua adalah pembiayaan pendidikan tersebut. Dengan asumsi dasar bahwa untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas dibutuhkan biaya yang besar dan mahal. Sehingga pemerintah menganggap bahwa merubah status USU menjadi BHMN merupakan sebuah langkah awal bagi USU untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas. (http://www.hukumpedia.com/ham/kecacatan-sistem-dalam-uang-kuliah-tunggal,diakses
pada tanggal 26 April 2014). Inilah cikal bakal awal pemerintah menyusun Undang-Undang No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU PT). UU PT adalah reinkarnasi dari UU BHP, semangat neoliberalisasi pendidikan menjelma dalam UU tersebut. Dalam pasal 62, diatur bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi untuk menyelenggarakan sendiri kampusnya. Masih sama dengan konsep UU BHP. Pada tahun 2013 pemerintah kembali membuat rumusan program pendidikan untuk perguruan tinggi yang merupakan buah hasil dari perubahan status PTN, seluruh bentuk rumusan mengenai PTN termaktub dalam program UANG KULIAH TUNGGAL (UKT) sesuai dengan peraturan kementrian pendidikan dan kebudayaan (PERMENDIKBUD) no. 55 tahun 2013. Kebijakan UKT ini pada dasarnya merupakan implementasi dari Undang- Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Undang Undang Perguruan Tinggi (UU PT) yang terbit pada Agustus 2012. Salah satu bukti kuat bahwa UKT merupakan implementasi dari UU PT adalah tentang perumusan penentuan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang dipengaruhi oleh indeks yang tertuang pada Pasal 88 ayat 1yang menyatakan BKT merupakan nominal biaya kuliah (sebenarnya) yang diperoleh dari rata-rata unit cost Perguruan TinggiNegeri (PTN) dikalikan dengan K1, K2, dan K3yang masing-masing merupakan indeks dari capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis program studi (prodi), dan tingkat kemahalan wilayah. Diberlakukannya UKT di maksudkan untuk ditetapkannya standart satuan biaya operasional pendidikan tinggi dengan mempertimbangkan capaian standart nasional pendidikan tinggi, jenis program studi dan indeks kemahalan wilayah. Dalam program ini juga menerapkan subsidi silang, prinsip subsidi silang UKT adalah pada jenjang UKT yang didasarkan atas kondisi sosial ekonomi orang tua/wali mahasiswa. Sedangkan pada sistem lama, subsidi silang didasarkan pada jalur masuk, yang niatan nya orang tua wali dapat memprediksikan berapa besaran pembiayaan pendidikan tinggi dari awal hingga jenjang wisuda.
(http://www.undip.ac.id/aapa-itu-uang-kuliah-tunggal,diakses pada tanggal 26 April 2014). Padahal pada jalur SNMPTN tidak semua mahasiswa adalah tidak mampu. Demikian juga pada jalur SBMPTN dan UM, tidak semua mahasiswa adalah dari kalangan ekonomi kuat. Secara umum tujuan program UKT ialah memberikan kemudahan untuk memprediksi pengeluaran biaya kuliah mahasiswa tiap semester dan dipastikan tidak ada biaya tambahan lain-lain lagi seperi praktikum, KKN dan Wisuda. Hal ini menjadi tantanggan tersendiri bagi PTN di seluruh Indonesia untuk menerapkannya, Pemberlakuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada tahun ajaran 2013/2014 bukan tanpa masalah. Setidaknya, terdapat banyak tantangan yang harus diselesaikan bersama oleh pihak-pihak terkait, mulai dari sivitas perguruan tinggi hingga pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Masalah-masalah tersebut antara lain terkait pencairan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan validitas data ekonomi mahasiswa yang dirasa masih tidak sesuai. Bila diperhatikan dengan seksama, pemberlakuan UKT sangatlah bergantung pada keberadaan BOPTN. Padahal, pencairan dana BOPTN seringkali terlambat hingga berimbas pada buruknya pengelolaan operasional perguruan tinggi. Apabila dibiarkan berlarut-larut, keterlambatan ini juga akan berpengaruh pada pelaksanaan UKT. Mahasiswa bersama perguruan tinggi haruslah mampu mendorong pemerintah untuk melakukan transparansi serta menghindari prosedur administratif birokratis yang panjang dan berbelit-belit. Di sini pula, niat baik pemerintah dalam menyediakan pendidikan terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia dapat teruji. Tantangan lainnya yang mesti dihadapi bersama adalah memastikan jumlah UKT yang dibayarkan mahasiswa sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka masing-masing. Bercermin pada pelaksanaan program bidikmisi yang telah berjalan selama ini, selalu ada peluang terjadinya pelaksanaan UKT yang tidak tepat sasaran. Untuk itu, perlu ada kejelasan mengenai parameter-parameter yang digunakan dalam mengukur kemampuan ekonomi orangtua mahasiswa. Selain parameter, hal lain yang tidak
kalah penting adalah peran mahasiswa dalam membantu kevalidan data yang diisikan calon mahasiswa baru. Pada akhirnya, keberhasilan UKT tidak bisa lepas dari peran masing-masing pihak yang terlibat dalam penerapan program UTK ini baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pemerintah bertugas merumuskan kebijakan, perguruan tinggi melakukan tugasnya sebagai pelaksana kebijakan dan mahasiswa mengawasi jalannya kebijakan. Kerja sama dan niat baik dari pihak-pihak tersebut merupakan kunci keberhasilan penerapan program Uang Kuliah Tunggal (UKT). Di sendiri program ini baru di berlakukan pada tahun ajaran baru 2013, Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 97/E/KU/2013 tertanggal 5 Februari 2013, menginstruksikan kepada seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia untuk melakukan dua hal yakni menghapus uang pangkal serta menetapkan dan melaksanakan tarif Uang Kuliah Tunggal bagi mahasiswa baru S1 dan D3 Reguler mulai tahun akademik 2013/2014. Yang artinya mahasiswa baru yang lulus di PTN ini akan dikenakan program akademik baru yaitu UKT. Pemberlakuan Uang Kuliah Tunggal merupakan kebijakan Menteri Pendidikan Nasional yang mulai berlaku tahun 2013 (PERMENDIKBUD no. 55 Tahun 2013). Sehingga uang kuliah mahasiswa tidak sama antara satu mahasiswa dengan mahasiswa yang lainnya. Ada beberapa indikator menjadi sumber penilaian penentuan besar kecilnya uang kuliah para mahasiswa. Misalnya mahasiswa harus melampirkan penghasilan orang tua, data pajak kendaraan bermotor, data besaran rekening listrik yang dibayarkan orangtua per bulannya. Sistem Uang Kuliah Tunggal merupakan sistem penetapan uang kuliah yang akan langsung menggabungkan semua biaya yang akan dikeluarkan mahasiswa selama kuliah. Kebijakan ini diyakini akan memudahkan orangtua untuk menyusun anggaran pendidikan anak. Bagaimana penilaian orang tua mahasiswa dengan pemberlakukan Uang Kuliah Tunggal. pemberlakuan Uang Kuliah Tunggal diberlakukan Universitas Sumatera Utara pada mahasiswa baru lebih untuk azas keadilan dan membantu orangtua. Sistem uang
kuliah tunggal ini akan menentukan uang kuliah berdasarkan penghasilan orangtua mahasiswa. Sehingga menurut Sahril Pasaribu, mahasiswa yang berasal dari keluarga mampu akan membayar lebih banyak dari mahasiswa yang berasal dari keluarga tidak mampu. (http://kissfmmedan.com/news,diakses pada tanggal 26 April 2014). Penerapan UKT di USU juga bukan tanpa masalah terjadi banyak penolakanpenolakan yang terjadi dari berbagai pihak, baik dari para orang tua yang mau mendaftarkan anaknya di PTN tersebut juga dari para mahasiswa lama yang sedang menimba ilmu di USU. Aksi-aksi pun dilakukan di beberapa tempat oleh para mahasiswa sebagai bentuk upaya penolakan mereka yang menganggap bahwasanya penerapan UKT tidak transparan dan hanya menguntungkan beberapa pihak. Salah satunya aksi di pintu I USU sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (HMI FISIP USU) menolak diberlakukannya uang kuliah tunggal (UKT) kepada mahasiswa baru tahun ajaran 2013-2014. Dalam orasinya, Ketua HMI Fisip USU, Ari menyebutkan pemberlakuan UKT kepada para mahasiswa baru dinilai sebagai pembodohan terhadap mahasiswa dan akan menguntungkan pihak rektorat USU. "UKT diberlakukan untuk membodohi mahasiswa, dan menguntungkan USU, dan kami secara tegas menolak pemberlakuan UKT tersebut," teriak Ari dalam orasinya di pintu I kampus tersebut. para mahasiswa juga mempertanyakan pembagian kategori penerapan UKT di USU yang dibagi atas tujuh kategori dengan uang kuliah terendah sebesar Rp 500.000 dan tertinggi Rp 6.000.000. Parahnya, untuk menentukan kategori mahasiswa baru harus mengisi formulir dan menjawab sejumlah pertanyaan, dimana pertanyaan tersebut menggiring mahasiswa menuju uang kuliah tingkat menengah keatas. "Bayangkan, dari hasil laporan mahasiswa baru yang telah mengisi formulir pendaftaran, menyebutkan hanya akan ada lima orang mahasiswa setiap kelas yang mendapatkan uang kuliah terendah, selebihnya uang kuliah menengah hingga yang paling mahal,".
(http://medanbisnisdaily.com/news/read/2013/06/28/37398/mahasiswa_usu_tolak- _pemberlakuan_ukt, Di akses pada tanggal 09 Juni 2014). Tidak hanya sampai di situ beberapa kali sempat diadakan diskusi-diskusi yang dibuat para mahasiswa untuk membahas apakah pemberlakuan UKT tersebut benar-benar dapat membantu mahasiswa yang ekonomi keluarganya menengah ke bawah, selain isu UKT yang hanya menguntungkan beberapa pihak penerapan UKT ini pun dirasa akan membatasi mahasiswa karena akan sangat terlihat bahwasanya ada pengkotak-kotakan mahasaiswa kaya dan mahasiswa miskin dan ini juga bakal ber efek buruk bagi psikologi mahasiswa. Selain mengenai kevalidan data mengenai latar belakang mahasiswa yang dirasa tidak tepat akan sangat berpengaruh kepada jumlah uang yang akan dibayarkan pada PTN justru akan sangat merugikan bagi mahasiswa. Oleh karena itu, kehadiran Uang Kuliah Tunggal (UKT) tentunya diharapkan bisa membantu permasalahan yang ada di berbagai perguruan tinggi negreri ini khususnya sumatera utara. Pelaksanaan ini diharapkan bisa menjadi solusi. Namun dalam penerapan program ini memilki kerancuan, akan banyaknya pro dan kontra tanggapan mahasiswa sebagai objek penerapan Uang Kuliah Tunggal, yang tentunya bisa menjadi kondisi yang akan mempengaruhi penerapan program tersebut sehingga peneliti mengangkat judul : Respon Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Terhadap Program Uang Kuliah Tunggal (UKT) I.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting karena langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah pada hakikatnya merupakan perumusan pertanyaan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian (soehartono,2008:23).
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan, maka masalah penelitian ini di rumuskan sebagai berikut : Bagaimana Respon Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Terhadap Program Uang Kuliah Tunggal (UKT)? I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.3.1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis sistem Program Uang Kuliah tunggal (UKT). 2. Untuk menganalisis Respon Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Terhadap Program Uang Kuliah Tunggal (UKT). I.3.2. Manfaat penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan dan menambah khazanah keilmuan dalam bidang kesejahteraan sosial khususnya yang berkaitan tentang pendidikan. 2. Secara akademik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan secara akademik dan menjadi referensi tambahan dalam kajian keilmuan kesejahteraan sosial khususnya dalam bidang pendidikan. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapan mampu menyumbangkan beberapa masukan dan saran dalam mengembangkan metode dan sistem pendidikan yang efektif khususnya bagi instansi instansi pendidikan.
I.4. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika penulisan. Sistematika penulisan skripsi ini meliputi : BAB I : Pendahuluan Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Pustaka Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan Masalah dan objek yang di teliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional. BAB III : Metode penelitian Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data. BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi Penelitian dan data-data lain yang turut pemperkaya karya ilmiah ini. BAB V : Analisis Data Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya. BAB VI : Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.