PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pendahuluan Lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang mediasi, masuk dalam proses beracara dipersidangan Pengadilan Agama. Peranan mediasi adalah upaya untuk mengakhiri persengketaan dalam proses persidangan di Pengadilan Agama sangat dibutuhkan bagi masyarakat pencari keadilan, karena menggunakan waktu yang relatif lebih cepat, biaya yang lebih murah, terlebih lagi jika memilih mediator dari Hakim yang telah disiapkan dari Pengadilan Agama karena tidak dipungut biaya. Selain itu, mediasi berfungsi untuk member kepuasan terhadap para pihak dalam mencari solusi yang terbaik. Mengapa masyarakat pencari keadilan membutuhkan mediasi? Apakah putusan perdamaian melalui mediasi dapat dilaksanakan sesuai keinginan para pihak? Masyarakat membutuhkan mediasi yang tetap dalam kerangka penyelesaian di Pengadilan karena peran Pengadilan masih sangat dibutuhkan, terutama pada sengketa yang menyangkut status hukum dan adanya hal-hal khusus yang bersifat kewenangan yang dimiliki lembaga Peradilan. Mediasi dibutuhkan masyarakat pencari keadilan yang pasti waktu penyelesaian sengketa lebih cepat dan biaya yang dibutuhkan lebih murah. selanjutnya putusan perdamaian melalui mediasi tentu sesuai dengan keinginan para pihak karena pada dasarnya hasil kesepakatan perdamaian itu disusun oleh para pihak itu sendiri. Sedangkan mediator hanya sebagai katalisator dan fasilitator yang pada akhirnya putusan perdamaian itu Hakim menjatuhkan putusan berdasarkan isi kesepakatan perdamaian kedua belah pihak dan menghukum para pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut. Mahkamah Agung mengeluarkan Perma Nomor 1 Tahun 2008 sebagai upaya mempercepat, mempermurah dan mempermudah penyelesaian sengketa serta memberikan akses yang lebih besar kepada pencari keadilan. Manfaat yang didapat para pihak dari penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah sebagai berikut: 1. Menghindari biaya tinggi, antara lain biaya tersebut terdiri dari:
a. Biaya proses b. Biaya panggilan para pihak c. Biaya panggilan menghadirkan para saksi d. Biaya pemeriksaan setempat e. Biaya penyitaan f. Biaya pemebritahuan isi putusan g. Biaya eksekusi h. Biaya lain-lain. 2. Menghindari berlarut-larutnya waktu Putusan Majelis Hakim tidak seluruhnya diterima oleh para pihak begitu saja, kadang mereka menggunakan upaya hukum: a. Upaya hukum Banding b. Upaya hukum Kasasi c. Upaya hukum Peninjaun Kembali. 3. Menghindari ketidakpastian hukum Kendatipun perkara telah diputus dan telah Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) namun kenyataannya masih sangat sulit untuk dapat dilaksanakan eksekusi. 4. Silahturahmi kedua belah pihak tidak putus apalagi jika yang bersengketa itu mantan suami dengan mantan istri yang mempunyai anak, sehingga tidak ada hambatan untuk saling mencurahkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya. 5. Penyelesaian sengketa dapat tuntas karena putusan diambil atas dasar kesepakatan bersama, secara sukarela, tidak ada paksaan satu sama lain, jadi sama-sama diuntungkan (win-win solution). 6. Obyek yang disengketakan dapat diutarakan secara terbuka karena melalui mediator sebagai penengah bagi kedua belah pihak. Sebagaimana uraian diatas bahwa Perma Nomor 1 Tahun 2008 dalam proses beracara di Pengadilan maka masuk sebagai hukum formil yang apabila dilanggar oleh Hakim dapat mengakibatkan putusan Hakim batal demi hukum. Untuk itu sudah seharusnya para Hakim memahami dan mencermati isi dan makna dari pasal-pasal Perma dimaksud.
Dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008, sekilas atau seakan-akan mewajibkan setiap perkara perdata wajib mediasi. Padahal kalau kita cermati secara mendalam tidak demikian, ternyata ada perkara yang wajib dimediasi dan ada perkara yang tidak mungkin dimediasi. 1. Perkara yang wajib dimediasi: a. Perkara perdata yang mengandung sengketa (Pasal 4 Perma Nomor 1 Tahun 2008). Teks selengkapnya adalah: Kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Isi pasal tersebut jelas dan tegas bahwa perkara yang wajib dimediasi adalah perkara perdata yang mengandung sengketa atau perkara contentiosa yang terdiri dari kedua belah pihak, yakni pihak penggugat dan pihak tergugat. b. Perkara perdata yang dalam persidangan pertama dihadiri oleh kedua belah pihak (Pasal 7 ayat 1 dan Pasal 11 ayat 1). Teks selengkapnya adalah: - Pasal 7 ayat 1 Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, Hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. - Pasal 11ayat 1 Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, Hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan Hakim. Isi pasal diatas jelas dan tegas bahwa perkara yang wajib dimediasi adalah perkara yang dihadiri oleh kedua belah pihak dan dalam sidang pertama. Persidangan pertama mengandung pengertian bahwa Hakim belum memasuki tahap pemeriksaan pembacaan gugatan. 2. Perkara yang tidak mungkin dimediasi Memahami dan mencermati isi Pasal 4 Perma Nomor 1 Tahun 2008 dan Pasal 7 ayat 1 serta Pasal 11 ayat 1 maka perkara yang tidak mungkin dimediasi sebagai berikut: a. Perkara perdata yang bersifat voluntair. Perkara voluntair dalah perkara yang berbentuk pemohon yang terdiri dari satu pihak tentu tidak mengandung sengketa. b. Perkara yang dalam persidangan tidak dihadiri kedua belah pihak.
Tujuan mediasi adalah suatu cara untuk mencapai kesepakatan perdamaian kedua belah pihak maka jika salah satu pihak tidak mau hadir dalam persidangan tentu proses perdamaian atau mediasi tidak mungkin untuk dilaksanakan. Sebagai tambahan penjelasan bahwa kehadiran sang mediator dalam proses mediasi dipilih dari kesepakatan kedua belah pihak (Pasal 8 ayat 1 dan Pasal 11 ayat 1 dan 2). Artinya kalau dalam persidangan yang hanya dihadiri satu pihak maka tidak mungkin ada mediator karena tidak ada mediator tentu tidak ada mediasi. B. Eksistensi Perma Nomor 1 Tahun 2008 Eksistensi Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang mediasi adalah sebagai tindak lanjut dan bagian yang tidak terpisahkan dari Pasal 130 HIR/ 154 R.Bg yang mewajibkan bagi Hakim mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara dalam persidangan. Sifat Perma Nomor 1 Tahun 2008 tersebut lebih kepada tindakan operasional melaksanakan upaya perdamaian dengan bantuan seorang mediator dengan harapan agar upaya perdamaian dapat maksimal. Dalam siding pertama ketika dihadiri oleh kedua belah pihak, majelis hakim wajib berupaya mendamaikan kedua belah pihak terlebih dahulu dan tidak dibenarkan majelis hakim secara serta merta melepaskan kewajibannya mendamaikan para pihak kepada mediator jadi tugasnya pertama-tama dalam persidangan pertama yang telah dihadiri kedua belah pihak adalah mendamaikan, kecuali usaha tersebut belum berhasil maka majelis hakim menuju tahap berikutnya yakni menetapkan siapa yang akan menjadi mediator sesuai kesepakatan para pihak. Pada dasarnya upaya perdamaian tetap ada pada majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut, mediator hanya sebagai membantu tugas majelis hakim oleh karena itu ketika mediator telah melaporkan kepada majelis hakim bahwa mediasi gagal mejelis hakim tetap berupaya mendamaikan dalam setiap kali persidangan. Kehadiran Perma Nomor 1 Tahun 2008 mempunyai semangat yang besar ditujukan kepada para hakim agar sungguh-sungguh dalam mendamaikan para pihak artinya tidak sekedar simbolis/ formalistis semata, karena masih ada hakim yang berpendapat bahwa mediasi ini justru menambah panjangnya beracara dengan berbagai macam alasan banyaknya perkara tersebut. Kalau masih ada hakim yang hari ini ditetapkan/ ditunjuk sebagai mediator hari ini pula dilaksanakan mediasi dan hari ini juga dilaporkan hasil mediasinya maka harus
dikatakan bahwa hakim tersebut telah nyata-nyata mengabaikan Perma Nomor 1 Tahun 2008 yang putusannya pantas untuk dinyatakan batal demi hukum. C. Tahapan Mediasi 1. Pemilihan mediator Setelah kedua belah pihak hadir dipersidangan dan Majelis Hakim memerintahkan untuk mediasi dengan memberi kesempatan kepada kedua belah pihak memilih mediator dari daftar mediator yang ada di Pengadilan tersebut. Jadi para pihak yang berhak memilih mediator sesuai dengan Pasal 8 ayat 1 Perma Nomor 1 Tahun 2008. para pihak berunding untuk sepakat memilih mediator dan hasilnya disampaikan kepada Ketua Majelis Hakim sesuai Pasal 11ayat 1 dan ayat 2 Perma Nomor 1 Tahun 2008. 2. Penetapan mediator Mediator hasil pilihan para pihak selanjutnya ditetapkan untuk melaksanakan atau memimpin pelaksanaan mediasi, kecuali para pihak gagal tidak sepakat dalam memilih mediator maka Majelis Hakim menunjuk Hakim yang bukan pemeriksa perkara tersebut sebagai mediator sesuai Pasal 11 ayat 5 Perma Nomor 1 Tahun 2008. 3. Mediator memimpin mediasi Sebelum dilaksanakan mediasi maka terlebih dahulu mediator melalui jurusita memanggil kepada para pihak untuk hadir pada ruang mediasi sesuai tempat dan waktu yang telah ditentukan. Pelaksanaan mediasi secara tertutup. 4. Hasil mediasi Mediator dalam memimpin mediasi akan menghasilkan dua kemungkinan sebagai berikut: a. Mediasi dinyatakan gagal Kegagalan mediasi tersebut disebabkan sebagai berikut: 1). Salah satu pihak/ para pihak tidak menghadiri pertemuan mediasi dua kali berturut-turut tanpa alasan setelah dipanggil secara patut sesuai Pasal 14 ayat 1 Perma Nomor 1 Tahun 2008. 2). Setelah proses mediasi berjalan ternyata diketahui ada pihak lain yang tidak masuk dalam gugatan dan tidak masuk dalam proses mediasi sehingga tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap sesuai Pasal 14 ayat 2 Perma Nomor 1 Tahun 2008.
3). Tidak tercapai kesepakatan perdamaian walaupun telah dilaksanakan mediasi dan bahkan telah maksimal waktu yang disediakan namun tidak tercapai kesepakatan maka mediasi tersebut dianggap gagal sesuai Pasal 18 ayat 1 Perma Nomor 1 Tahun 2008. b. Mediasi berhasil mencapai kesepakatan perdamaian 1). Kesepakatan perdamaian dibuat secara tertulis ditandatangani para pihak dan mediator. 2). Menyampaikan kesepakatan perdamaian tersebut kepada Majelis Hakim apakah minta dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian atau mencabut gugatan dengan menyatakan perkara telah selesai. 5. Laporan mediator Mediator setelah melaksanakan tugasnya segera melaporkan hasilnya secara tertulis kepada Majelis Hakim. Apabila gagal, laporan tersebut dilampiri dengan pernyataan gagalnya mediasi yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Begitu pula bila mediasi berhasil kesepakatan perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator. D. Hubungan Mediasi dan Letigasi 1. Bila mediasi gagal a. Majelis Hakim melanjutkan proses pemeriksaan perkara sesuai tahapan persidangan sesuai ketentuan Hukum Acara yang berlaku (sesuai Pasal 18 ayat 2 Perma Nomor 1 Tahun 2008). b. Pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lain. c. Catatan mediator wajib dimusnahkan. d. Mediator tidak boleh menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan (lihat Pasal 19 (1), (2) dan (3) Perma Nomor 1 Tahun 2008). 2. Bila mediasi mencapai kesepakatan perdamaian a. Kesepakatan perdamaian yang dibuat oleh para pihak dengan mediator dapat
dimintakan penguatan dengan putusan akta perdamaian Majelis Hakim (sesuai Pasal 17 (5) Perma Nomor 1 Tahun 2008). b. Kesepakatan perdamaian yang dibuat oleh para pihak dengan mediator dapat dipergunakan sebagai alasan untuk mencabut perkara dengan alasan perkara tersebut telah selesai (sesuai Pasal 17 (6) Perma Nomor 1 Tahun 2008). E. Penutup Artikel ini ditulis untuk mempertegas dan memperjelas isi Perma Nomor 1 Tahun 2008 agar tidak terjadi perbedaan pemahaman dan penerapannya dalam penyelesaian perkara di Pengadilan Agama. Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Perkara yang wajib dimediasi adalah: a. Semua perkara perdata yang mengandung sengketa atau disebut perkara contentius (Pasal 4 Perma Nomor 1 Tahun 2008). Bagaimana dengan perkara yang tidak mengandung sengketa? Perkara yang tidak mengandung sengketa atau disebut perkara voluntair tidak mungkin dimediasi. b. Perkara yang pada sidang pertama dihadiri oleh kedua belah pihak (Pasal 7 ayat 1 dan Pasal 11 ayat 1 Perma Nomor 1 Tahun 2008). Bagaimana jika yang hadir sidang hanya satu pihak saja, sedangkan pihak lain tidak pernah hadir dipersidangan? Kalau yang hadir dalam persidangan hanya satu pihak tentu tidak mungkin dimediasi, mau dimediasi dengan siapa lagi? 2. Dalam putusannya yang menyebutkan upaya perdamaian melalui mediasi, Hakim wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan, bila tidak maka putusannya batal demi hukum (Pasal 2 ayat 4 Perma Nomor 1 Tahun 2008). 3. Majelis hakim yang dalam siding pertama dihadiri kedua belah pihak wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak tersebut, dan jika belum berhasil menuju tahap berikutnya menentukan mediator (Hasil Rakernas MARI tahun 2012). 4. Bilamana mediator dalam melaksanakan tugasnya tidak sungguh-sungguh atau sekedar formalitas saja pantas dinyatakan batal demi hukum.