BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa. 1 Lebih dari 90% kondiloma genital disebabkan oleh tipe 6 dan 11, namun dapat juga disebabkan oleh tipe lain seperti tipe 16, 18, 31, 33 dan 35. 2-4 Setidaknya terdapat 40 dari 100 lebih tipe HPV yang menginfeksi epitel genital. 1,4,5,6,7 World Health Organization (WHO) menyatakan lebih dari 1 juta kasus Infeksi menular seksual (IMS) terjadi setiap harinya di seluruh dunia. 8 Di Amerika Serikat, data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tercatat lebih dari 19,7 juta kasus baru IMS setiap tahunnya, dan 14,1 juta kasus merupakan infeksi HPV. 9 Di Indonesia, dari data yang diambil dari beberapa RS bervariasi, di poliklinik IMS Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, kondiloma akuminata menduduki peringkat pertama kasus baru IMS pada periode 2008-2011 dengan angka kejadian berkisar antara 20,5% sampai 26% dari seluruh IMS. 10 Di poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof. DR.R.D. Kandou Manado periode Januari 2012-Desember 2012 terdapat 27 kasus baru KA (2,46%). 11 Di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 didapatkan IMS yang paling sering adalah KA yaitu sebanyak 20 kasus KA. 12 Sedangkan pada periode Januari 2008-Desember 2011 tercacat 76 kasus KA. 13 Pada tahun 2012, di RSU dr. Pirngadi Medan ada 6
kasus KA (8,6%) dari 70 kasus IMS. 14 Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soetomo Surabaya, angka kesakitan KA tahun 2006 adalah 1,7% dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 1,9%. 15 HPV bersifat epiteliotropik yang dapat menyebabkan lesi kulit dan mukosa. Masing-masing tipe memiliki tropisme spesifik terhadap lokasi anatomi tertentu yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang berbeda-beda, misalnya, HPV 2 dan HPV 4 sering terdeteksi pada kutil di tangan, HPV 6 dan HPV 11 paling sering terdeteksi pada kondiloma akuminata dan HPV 16 dan HPV 18 terdeteksi dalam presentasi yang tinggi dari kanker invasif anogenital. 4 Respon imun berperan penuh dalam membersihkan HPV dari tubuh. Bila sistem imun tidak berhasil membersihkan atau mengendalikan infeksi, maka akan terjadi infeksi persisten dan penyakit berkembang lebih lanjut hingga terjadi manifestasi klinis. Sistem imun adaptif baik imunitas seluler maupun humoral berperan dalam mengatasi infeksi HPV. 16 Bukti empiris pentingnya imunitas seluler dalam mengontrol infeksi HPV berasal dari banyaknya literatur yang mencatat peningkatan prevalensi infeksi HPV pada populasi imunosupresi, yaitu imunosupresi iatrogenik seperti penerima transplantasi ginjal dan individu dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Bukti yang paling meyakinkan mengenai adanya hubungan defek imunitas seluler dan infeksi HPV yaitu pada orang yang terinfeksi HIV, dimana individu tersebut menunjukkan peningkatan prevalensi infeksi HPV anogenital dan dengan periode persistensi HPV yang lama. Selain itu, infeksi dengan tipe HPV multipel dan dengan tipe onkogenik umum dijumpai. 17
Hal tersebut diatas mengindikasikan pentingnya imunitas seluler terhadap infeksi HPV yang diperankan oleh aktivitas limfosit T CD4 + /T helper/ (Th) dan limfosit T CD8 + /T cytotoxic (Tc). 4,16,18 Sel natural killer (NK) berfungsi melihat perubahan sel, apakah berubah bentuk ataupun terinfeksi oleh virus, bakteri, atau parasit. Patogen ini kemudian dibunuh secara langsung melalui perofrin/granzymeatau Fas/Fasl ligand-dependent mechanisms atau secara tidak langsung melalui sekresi sitokin (misalnya, interferon-γ (IFN-γ)). 19 Interleukin-2 (IL-2) dapat mengaktivasi sel NK dan menstimulasi proliferasi sel T teraktivasi. IL-2 merupakan produk sel T teraktivasi, dan interleukin-2 receptor (IL-2R) secara luas terbatas pada sel limfoid. 19 Kadar sitokin tipe T helper 1 (Th1) yaitu IL-2, interleukin-12 (IL-12) dan IFN-γ, secara nyata berkurang pada pasien KA dibandingkan dengan subjek sehat; namun, kadar Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) meningkat. Selain itu, sitokin tipe T helper2 (Th2), interleukin-4 (IL-4) dan interleukin-10 (IL-10), meningkat pada pasien KA dibandingkan kontrol, dan kadar interleukin-6 (IL-6) menurun. Penurunan keseluruhan pada sitokin tipe Th1 dan peningkatan sitokin tipe Th2 mengindikasikan supresi imunitas selular pada pasien KA. 20 Saat ini telah banyak yang melaporkan manfaat penggunaan IL-2 dalam terapi KA seperti pada penelitian Nambudirri dan Yi-Xuan, namun belum ada persetujuan Food and Drug Administration (FDA) mengenai penggunaan IL-2 sebagai terapi KA. 21,22 Hal ini menunjukkan bahwa IL-2 berperan penting pada KA. Pada penelitian yang dilakukan oleh Qifeng et al, Yating et al, Guangwen et al, Zhou-jin et al serta Ning et al menunjukkan bahwa kadar IL-2 serum yang rendah signifikan pada pasien
KA. Namun sebaliknya pada penelitian oleh Ji Feng menunjukkan kadar IL-2 yang tinggi signifikan pada pasien KA. 23-29 Dari paparan-paparan diatas, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar interleukin 2 pada pasien KA dan bukan pasien KA di divisi IMS SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) RSUP H. Adam Malik Medan dan Klinik IMS Veteran Medan. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana perbandingan antara kadar interleukin-2 serum pasien KA dan bukan pasien KA? 1.3 Hipotesis Kadar interleukin 2 serum pasien KA lebih rendah dibandingkan bukan pasien KA. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum Untuk mengetahui perbedaan antara kadar interleukin-2 serum pasien KA dan bukan pasien KA. 1.4.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui kadar interleukin-2 serum pasien KA 2. Mengetahui kadar interleukin-2 serum bukan pasien KA 3. Mengetahui karakteristik demografi pasien KA (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status pernikahan). 4. Mengetahui kadar interleukin-2 pada pasien KA dan bukan KA berdasarkan karakteristik demografi (usia dan jenis kelamin).
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bidang akademik/ilmiah: Membuka wawasan mengenai peranan interleukin-2 serum sebagai faktor resiko tambahan dalam patogenesis KA. 1.5.2 Pelayanan masyarakat Menjadi landasan untuk pendekatan terapi KA di masa yang akan datang terutama mengenai penggunaan interleukin-2 terhadap pasien KA. 1.5.3 Pengembangan penelitian: Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan teori bagi penelitian-penelitian selanjutnya.