BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semester ganjil tahun pelajaran pada mata pelajaran matematika,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Qori Magfiroh, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB II LANDASAN TEORITIS. tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

PENGGUNAAN PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Matematika di Sekolah Dasar. termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas.

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan perkembangan mutu pendidikan yang baik, haruslah ditunjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

Efektivitas Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Masalah pada Perkuliahan Kapita Selekta Matematika Pendidikan Dasar

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

Pernyataan ini juga di ungkapkan oleh Bambang R (dalam Rbaryans, 2007) yang menyatakan bahwa :

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

2015 PENERAPAN MOD EL MEANINGFUL INSTRUCTIONAL D ESIGN BERBANTUKAN MULTIMED IA GAME UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN BASIS D ATA SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II Kajian Pustaka

I. PENDAHULUAN. Matematika berperan sebagai induk dari semua mata pelajaran dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan Queen and Servant of Science, maksudnya

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Kemampuan pemahaman konsep matematika

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB II KAJIAN TEORETIS

43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan pondasi atau gerbang menuju pendidikan formal yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Pemahaman Matematis, Metode Pembelajaran Buzz. Group, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. lambang yang formal, sebab matematika bersangkut paut dengan sifat-sifat struktural

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya

HAKIKAT PENDIDIKAN MATEMATIKA. Oleh: Nur Rahmah Prodi Pendidikan Matematika Jurusan Tarbiyah STAIN Papopo

Transkripsi:

7 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Dalam mendukung dan memfasilitasi peserta didik untuk belajar diperlukan proses yang dapat mengatur, membimbing, mengawasi, dan memfasilitasi peserta didik agar kegiatan belajarnya dapat dilakukan dengan secara sistematis, terarah dan pada akhirnya dapat menghasilkan sesuatu yang berguna bagi peserta didik itu sendiri. Proses inilah yang disebut Pembelajaran. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas pasal 1 ayat 20 mengatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pedidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pendapat yang sejalan diungkapkan sudjana (2009, hlm. 43) pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (fasilitator belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan. Berbeda dengan pendapat sebelumnya, menurut Bettencourt sebagaimana dikutip oleh Partini dan Rosita (2002, hlm. 18) pembelajaran bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya. Jadi, tugas pendidik adalah membantu peserta didik agar mampu mengkonstrusikan pengetahuannya sesuai dengan situasi yang kongkret. Pembelajaran pada dasarnya adalah proses kegiatan guru yang ditujukan pada siswa dalam menyampaikan pesan berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilan serta membimbing dan melatih siswa agar belajar, dengan demikian guru harus menciptakan suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi edukatif dua arah, timbal balik antara dua unsur yaitu siswa yang belajar dan guru sebagai fasilitator, interaksi ini berlangsung dalam suatu ikatan untuk mencapai tujuan tetentu.

8 2. Matematika Menurut Johnson dan Rising (Suherman, 2003, hlm. 30), mengungkapkan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis. Matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan secara cermat, jelas, dan akurat. Ruseffendi (1988, hlm. 23) mengungkapkan bahwa matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil dimana dalil yang telah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Jadi, dapat disimpulkan bahwa matematika meliputi definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil yang telah dibuktikan kebenarannya, serta menuntut pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis. 3. Pembelajaran Matematika Menurut Muhsetyo (2008, hlm. 26), pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi. Kebenaran dalam matematika sesuai dengan stuktur deduktif aksiomatik. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah kegiatan belajar dan mengajar yang mempelajari ilmu matematika sesuai dengan stuktur deduktif aksiomatik dengan tujuan membangun pengetahuan matematika agar bermanfaat dan mampu mempraktekkan hasil belajar matematika dalam kehidupan sehari-hari. 4. Aspek Pembelajaran Matematika Terdapat tiga aspek yang dapat digunakan pendidik untuk mengukur sejauh mana peserta didik mampu menyerap materi. Aspek pengukuran ini meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif, afektif dan psikomotorik merupakan pengklasifikasian perilaku individu menurut Blomm. Aspek Kognitif dalam pembelajaran matematika mencakup perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual seperti kemampuan matematis (mathematical

abilities), yaitu pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk dapat melakukan manipulasi matematika dan kemampuan berpikir dalam matematika. Kemampuan matematis tersebut diantaranya adalah kemampuan pemahaman matematis. merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan menyerap dan memahami ide-ide matematika. Indikator kemampuan pemahaman matematis, yaitu: a. Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh. b. Menerjemahkan dan menafsirkan makna simbol, tabel, diagram, gambar, grafik, serta kalimat matematis. c. Memahami dan menerapkan ide matematis. d. Membuat suatu ekstrapolasi (perkiraan). Tabel 2.1 Aspek Kemampuan Matematis 9 Aspek Konsep Mekanikal Rasional Induktif Intuitif Instrumental Relasional Deskripsi Kemampuan yang berkenaan dengan memahami ide-ide matematika yang menyeluruh dan fungsional (Klipatrik et al.,2001). Indikator pemahaman konsep matematis, yaitu: a. Menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari; b. Mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan konsep matematika; c. Menerapkan konsep secara algoritma; d. Memberikan contoh atau kontra contoh dari konsep yang dipelajari; e. Menyajikan konsep dalam berbagai representasi; dan f. Mengaitkan berbagai konsep matematika secara internal atau eksternal. Kemampuan mengingat dan menerapkan notasi, simbol, rumus/formula dalam matematika secara rutin atau melalui perhitungan yang sederhana. Kemampuan membuktikan kebenaran suatu prinsip atau teorema secara matematis. Kemampuan mencoba sesuatu dalam kasus sederhana serta mampu menganalogikannya pada kasus yang serupa. Kemampuan memperkirakan sesuatu tanpa keraguan, sebelum melakukan analisis secara analitik. Kemampuan menghafal dan memahami konsep atau prinsip secara terpisah, menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik. Kemampuan mengaitkan suatu konsep/aturan dengan konsep/aturan lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan.

10 Aspek afektif dalam pembelajaran matematika mencakup perilakuperilaku yang menekankan aspek perasaan, seperti minat, sikap, apresiasi dan cara penyesuaian diri yang ditunjukan selama proses pembelajaran. Aspek afektif dalam pembelajaran matematika salah satunya adalah Productive Disposition. Kilpatrik et al. (2001, hlm. 65) mengemukakan, bahwa Productive Disposition adalah suatu sikap positif serta kebiasaan untuk melihat matematika sebagai sesuatu yang logis dan berguna bagi kehidupan. Indikator Productive Disposition, yaitu: a. Antusias dalam belajar matematika. b. Penuh perhatian dalam belajar matematika. c. Gigih dan tekun dalam menghadapi permasalahan. d. Penuh percaya diri dalam belajar dan menyelesaikan masalah. e. Bersikap luwes dan terbuka. f. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. g. Kemampuan berbagi pendapat dengan orang lain. 5. Model Pembelajaran Meaningful Instruction Design (MID) a. Definisi Model Pembelajaran Meaningful Instruction Design (MID) Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar. Diantara banyak model pembelajaran, salah satunya adalah model pembelajaran Meaningful Instruction Design (MID). Model pembelajaran Meaningful Instruction Design (MID) merupakan strategi dasar dari pembelajaran konstruktivistik. Dalam proses belajarnya mengutamakan kebermaknaan agar peserta didik mudah mengingat kembali materi-materi yang telah di sampaikan oleh guru ataupun materi yang baru disampaikan. Pembelajaran (instruction) di sini tidak hanya merujuk kepada konteks pembelajaran formal di ruang kelas, dimana pemerolehan keterampilan dan konsep tertentu merupakan tujuan sentralnya, tetapi juga mencakup seluruh apa yang terkandung dalam istilah komunikasi, termasuk konteks pembelajaran informal, di mana sikap dan emosi amat diperhatikan. Rancangan (design) ialah proses analisis dan sintesis yang dimulai dengan suatu problem komunikasi dan

11 diakhiri dengan rencana solusi operasional, design pembelajaran juga dapat diartikan dari berbagai sudut pandang misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembangan pembelajaran, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Dengan demikian dapat disimpulkan praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas. Jadi model pembelajaran Meaningful Instruction Design (MID) ini adalah pembelajaran yang mengutamakan kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis. Berikut adalah Langkah-langkah penerapan model pembelajaran Meaningful Instruction Design 1) Lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisis pengalaman, dan konsep-ide. Dimana dalam pembelajaran ini berhubungan dengan pengalaman atau peristiwa maupun fakta-fakta baru kemudian menganalasis pengalaman tersebut dan menghubungkan ide-ide mereka dengan materi atau konsep baru. 2) Reconstruction melakukan fasilitasi pengalaman belajar. Konsep pembelajaran ini adalah menekankan kepada para siswa untuk menciptakan interprestasi mereka sendiri terhadap dunia informasi. Siswa meletakkan pengalaman belajar mereka dengan pengalamannya sendiri.

12 3) Roduction melalui ekspresi-apresiasi konsep. Konsep materi pembelajaran yang telah disampaikan kemudian di apresiasi atau diaplikasikan kedalam bentuk nyata. dan membawa alur pembelajaran yang produktif. Sehingga siswa tidak hanya memahami secara konseptual tetapi dapat menciptakan hal baru dari konsep yang difahami. Berikut adalah Kekurangan model pembelajaran Meaningful Instruction Design 1) Model pembelajaran ini belum diketahui banyak pengajar jadi masih jarang digunakan. 2) Menuntut kemampuan guru untuk lebih kreatif supaya bisa membuat suasana dalam proses belajar mengajar menjadi bermakna. Berikut adalah Kelebihan model pembelajaran Meaningful Instruction Design 1) Model pembelajaran ini sangat baik dan efektif untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar. 2) Dapat mendorong aktifitas belajar siswa menjadi aktif. 3) Siswa juga lebih mudah mengingat materi yang disampaikan karena adanya kebermaknaan dalam proses belajar mengajar. 4) Dapat meningkatkan kemampuan siswa. b. Kaitan Antara Model Meaningful Instruction Design, Kemampuan Matematis dan Materi Pola Bilangan a. Bahan Ajar 1) Pengertian Bahan Ajar Bahan ajar merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Ada banyak tokoh yang memberikan defenisi mengenai bahan ajar, pendapat-pendapat tersebut antara lain menurut Muhaimin (2008, hlm. 131) mengungkapkan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sedangkan menurut Majid (2009, hlm. 47), bahan ajar adalah segala bentuk bahan, informasi, alat dan teks yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa tertulis maupun bahan yang tidak tertulis. Bahan ajar atau materi kurikulum (curriculum material) adalah isi atau muatan kurikulum yang harus dipahami oleh siswa dalam upaya mencapai tujuan kurikulum. Dari beberapa

13 uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar dapat tertulis maupun tiak tertulis. 2) Tujuan Bahan Ajar Depdikas (2013) menyebutkan bahwa tujuan penyusunan bahan ajar sebagai berikut: a) Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakter dan lingkungan sosial siswa. b) Membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping bukubuku teks yang terkadang sulit diperoleh. c) Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran. 3) Jenis bahan ajar Menurut Setiawan (2007, hlm. 28) bahan ajar dikelompokan ke dalam dua kelompok besar yaitu bahan ajar cetak dan noncetak. Bahan ajar cetak terdiri dari modul, handout, dan lembar kerja siswa. Bahan ajar noncetak yaitu video, audio, bahan ajar display, dan internet. Sedangkan menurut Mudlofir (2011, hlm. 47) jenis bahan ajar dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu : 1) Bahan ajar cetak : buku, modul, LKS, brosur, dan pamphlet. 2) Audio visual : video/film dan VCD. 3) Audio : radio, kaset, dan CD. 4) Visual : foto, gambar, dan market. 5) Multimedia : internet, CD interaktif dan computer based. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar dikelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu bahan ajar cetak dan noncetak. Masing-masing jenis bahan ajar memiliki kualitas penyampaian yang baik, tapi juga memilki beberapa kelebihan dan kekurangan. Penggunaan bahan ajar cetak bersifat self-sufficient artinya dapat digunakan langsung atau tidak diperlukan alat lain untuk menggunakannya. Bahan ajar cetak juga memiliki beberapa kekurangan yaitu tidak mampu

14 mempresentasikan gerakan, penyampaian materi bersifat linear, dan sulit memberikan bimbingan kepada pembacanya. Bahan ajar noncetak juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Bahan ajar noncetak sekarang mudah dijumpai di pasaran, jadi sangat mudah mendapatkanya, beberapa bahan ajar noncetak mampu melakukan simulasi gerak, dan suara. Namun dalam menggunakannya membutuhkan alat lain untuk menunjang penggunaannya, misalkan internet, harus mempunyai perangkat komputer yang lengkap untuk mengaksesnya. b. Karakteristik Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu materi Pola Bilangan, materi yang diberikan pada kelas VIII semester ganjil terdiri atas 4 subbab pokok, yaitu: 1) Pola Bilangan 2) Pola Geometris 3) Barisan dan Deret Aritmatika 4) Barisan dan Deret Geometri Subbab di atas mengacu pada komptensi dasar yang ada yaitu: 3.1 Menentukan pola pada barisan bilangan dan barisan konfigurasi objek Dengan indikator sebagai berikut. 3.1.1 Mengidentifikasi pola bilangan ganjil, genap, segitiga, persegi, persegi panjang dan segitiga pascal. 3.1.2 Mengidentifikasi aturan pada susunan bilangan. 3.1.3 Mengidentifikasi pengertian barisan aritmatika dan geometri. 3.1.4 Mengidentifikasi jumlah pertama suku barisan aritmatika dan geometri. 3.1.5 Mengidentifikasi pengertian deret aritmatika dan geometri. 3.1.6 Mengidentifikasi jumlah suku pertama deret aritmatika dan geometri. 4.1 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pola pada barisan bilangan dan barisan konfigurasi objek. Dengan indikator sebagai berikut. 4.1.1 Menentukan aturan suatu pola bilangan 4.1.2 Menentukan suku ke barisan aritmetika dan geometri 4.1.3 Menghitung jumlah suku pertama barisan aritmetika dan geometri

15 4.1.4 Menghitung jumlah suku pertama deret aritmetika dan geometri 4.1.5 Menerapkan aturan pola bilangan, barisan dan deret dalam menyelesaikan berbagai permasalahan nyata Selain itu kompetensi dasar serta indikator juga berkaitan dengan indikator kemampuan yang ingin di capai yaitu kemampuan pemahaman matematis diantaranya: a. Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh matematis. b. Menerjemahkan dan menafsirkan makna simbol, tabel, diagram, gambar, grafik, serta kalimat matematis. c. Memahami dan menerapkan ide matematis. d. Membuat suatu ekstrapolasi (perkiraan). c. Strategi Pembelajaran 1) Lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisis pengalaman, dan konsep-ide. Dimana dalam pembelajaran ini berhubungan dengan pengalaman atau peristiwa maupun fakta-fakta baru kemudian menganalasis pengalaman tersebut dan menghubungkan ide-ide mereka dengan materi atau konsep baru. 2) Reconstruction melakukan fasilitasi pengalaman belajar. Konsep pembelajaran ini adalah menekankan kepada para siswa untuk menciptakan interprestasi mereka sendiri terhadap dunia informasi. Siswa meletakkan pengalaman belajar mereka dengan pengalamannya sendiri. 3) Roduction melalui ekspresi-apresiasi konsep. Konsep materi pembelajaran yang telah disampaikan kemudian di apresiasi atau diaplikasikan kedalam bentuk nyata. dan membawa alur pembelajaran yang produktif. Sehingga siswa tidak hanya memahami secara konseptual tetapi dapat menciptakan hal baru dari konsep yang difahami. B. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Hasil penelitianterdahulu yang relevan untuk penulisan skripsi ini adalah penelitian dengan judul Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Metode Meaningful Instruction Design Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 04 Mojogedang Tahun Pelajaran 2011/2012. Penelitian ini dilakukan oleh Sri Sulasri pada tahun 2012 dengan metode penelitian eksperimen. Dalam penelitian ini, Sri

16 menyimpulkan bahwa metode pembelajaran Meaningful Instruction Design dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 04 Mojogedong tahun pelajaran 2011/2012 pada siklus I 72% dan meningkatk pada siklus II sebesar 92%. C. Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Kemampuan Matematis Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Productive Disposition Matematis

17 D. Asumsi dan Hipotesis Penelitian 1. Asumsi a. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa. b. Penyampaian materi dengan model pembelajaran yang tepat akan meningkatkan Productive Disposition siswa dalam.proses pembelajaran. 2. Hipotesis a. Pencapaian kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Meaningful Instruction Design lebih baik daripada siswa yang memperoleh model pembelajaran Discovery Learning. b. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Meaningful Instruction Design lebih baik daripada siswa yang memperoleh model pembelajaran Discovery Learning. c. Pencapaian Productive Disposition siswa yang memperoleh model pembelajaran Meaningful Instruction Design lebih baik daripada siswa yang memperoleh model pembelajaran Discovery Learning.