BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi sebuah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. Kemandirian keuangan daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi,

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk dikembalikan ke masyarakat walaupun tidak dapat dirasakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada Undang-Undang. Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

Isfatul Fauziah Achmad Husaini M. Shobaruddin

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan. nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah di daerah, dapat diperoleh dari hasil penerimaan suatu daerah atau dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang. Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian kewenangan otonomi daerah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri termasuk dalam mengelola keuangan daerahnya. Dengan diberlakukannya Undangundang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyerahan sumber keuangan daerah baik berupa pajak daerah dan retribusi daerah maupun berupa dana perimbangan merupakan konsekuensi dari adanya penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah yang diselenggarakan berdasarkan asas otonomi. Peranan pemerintah daerah dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensi daerah untuk meningkatkan penerimaan menentukan kemandirian daerahnya. Kemandirian suatu daerah dapat dilihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin tinggi PAD suatu daerah maka ketergantungan terhadap pemerintah pusat semakin berkurang karena PAD yang merupakan salah satu sumber penerimaan daerah ini digunakan untuk membiayai kebutuhan daerahnya sendiri. Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Komponen penyusun PAD menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 1

2014 pasal 285 terdiri dari Daerah; Retribusi Daerah; Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan; dan Lain-lain PAD yang Sah. daerah yang merupakan salah satu komponen penyusun PAD adalah jenis penerimaan yang paling potensial. Undang- undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Daerah dan Retribusi Daerah menjelaskan bahwa pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Menurut UU 28 Tahun 2009 tentang PDRD, daerah terbagi menjadi dua, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten kota. Sumber- sumber pajak daerah jenis pajak provinsi terdiri dari : (a). Kendaraan Bermotor, (b). Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, (c). Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, (d). Air Permukaan, (e). Rokok, sedangkan sumber-sumber pajak daerah jenis pajak kabupaten/ kota terdiri dari : (a). Hotel, (b). Restoran, (c). Hiburan, (d). Reklame, (e). Penerangan Jalan, (f). Mineral bukan Logam dan Batuan, (g). Parkir, (h). Air Tanah, (i). Sarang Burung Walet, (j). Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, (k). Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman tentang Daerah, pungutan pajak di kabupaten ini hanya berlaku untuk 10 jenis pajak yaitu : a. pajak hotel; b. pajak restoran; 2

c. pajak hiburan; d. pajak reklame; e. pajak penerangan jalan; f. pajak mineral bukan logam dan batuan; g. pajak parkir; h. pajak air tanah; i. bea perolehan hak atas tanah dan bangunan; dan j. pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan. Kabupaten Sleman merupakan pusat pertumbuhan ekonomi di Daerah Istimewa Yogyakarta karena Kabupaten Sleman menjadi kontributor terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2011 hingga tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi wilayah kabupaten/kota di DIY dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut : Tabel 1.1 Kategori Pertumbuhan Kabupaten/Kota di DIY Tahun 2011-2015 Rata-rata Kategori Pertumbuhan (%) Kab/Kota sedang berkembang 1. Kabupaten Sleman 5,60 2. Kabupaten Bantul 5,23 3. Kabupaten Gunung Kidul 4,79 Kab/Kota yang cenderung berpotensi 1. Kota Yogyakarta 5,33 Kab/Kota mempunyai daya saing lemah 1. Kulon Progo 4,61 Sumber : BKAD Kabupaten Sleman, 2017 Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa Kabupaten Sleman berada pada kategori kabupaten yang sedang berkembang yang memiliki pertumbuhan tertinggi dari kabupaten/kota lainnya yang ada di DIY dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5.60 persen. Selain memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik potensi pengembangan investasi di Kabupaten Sleman juga sangat besar, karena Kabupaten Sleman 3

merupakan wilayah yang memiliki beragam objek wisata, kabupaten ini juga memiliki infrastruktur berupa sarana dan prasarana publik yang sangat lengkap dan dapat diakses dengan lebih dekat dan mudah. Secara geografis, wilayah Kabupaten Sleman di sebelah barat berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta, sedangkan di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Hal ini menyebabkan Kabupaten ini memiliki daya tarik bagi para pebisnis baik dalam mengembangkan usaha atau investasi maupun dalam melakukan promosi dan periklanan. Dewasa ini, reklame merupakan pilihan yang banyak diminati bagi pebisnis maupun masyarakat umum untuk melakukan kegiatan promosi dan periklanan berbagai macam produk. Selain dapat dengan mudah memperkenalkan produk kepada konsumen, penggunaan reklame juga dapat menarik konsumen pada regional tertentu khususnya pada wilayah dimana reklame tersebut ditempatkan. Berikut data pertambahan objek pajak reklame dalam lima tahun terakhir (2012-2016) di Kabupaten Sleman : Tabel 1.2 Jumlah Pertambahan Objek Reklame Tahun 2012-2016 Tahun Objek 2012 537 2013 719 2014 767 2015 619 2016 1120 Sumber : BKAD Kabupaten Sleman, 2017 Pada tabel 1.2 di atas dapat dilihat selalu terdapat objek pajak baru yang terdaftar sebagai objek pajak reklame setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan adanya penambahan potensi penerimaan pajak reklame setiap tahunnya. Apabila 4

pajak reklame dikelola dengan baik, maka penerimaan dari pajak ini juga akan optimal. Jika dibandingkan dengan jenis pajak lainnya, realisasi pajak reklame cenderung masih kecil. Pada tahun 2014 dan tahun 2016 pajak reklame berada pada urutan keempat yang memiliki jumlah penerimaan terendah diantara 10 jenis pajak lainnya, sedangkan pada tahun 2011, tahun 2012, tahun 2013 dan tahun 2015 pajak reklame berada pada urutan kelima dengan realisasi jumlah penerimaan terendah. Realisasi pajak daerah per jenis pajak dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut : Tabel 1.3 Realisasi Daerah per Jenis Tahun 2011-2016 Jenis 2012 (Rp) 2013 (Rp) 2014 (Rp) 2015 (Rp) 2016 (Rp) Hotel 32.216.986.820 41.502.758.586 49.800.597.181 52.305.963.907 67.278.001.147 Restoran 16.758.882.196 21.044.463.951 27.979.616.224 39.132.497.134 51.190.737.213 Hiburan 3.804.493.162 4.910.550.640 5.652.846.661 8.688.347.301 13.503.081.110 Reklame 11.340.140.023 12.152.054.610 11.367.611.231 9.245.264.673 9.393.637.031 PJU 41.545.531.319 49.413.858.615 60.121.472.627 70.792.410.428 78.405.985.505 Parkir 856.018.282 1.046.226.931 1.265.723.054 1.659.044.300 3.111.294.730 Air 1.872.945.478 2.026.756.685 2.042.167.036 2.291.706.278 2.406.673.095 Tanah MBLB 8.020.160.325 9.319.498.650 12.205.938.250 5.803.326.075 4.860.191.276 PBB 57.609.592.471 59.617.670.782 63.111.572.726 67.891.906.085 BPHTB 61.420.703.546 82.359.380.085 95.980.352.191 120.107.635.248 112.415.067.167 Sumber : BKAD Kabupaten Sleman, 2017 Pada tabel 1.3 di atas dapat diketahui jenis pajak yang memiliki sumbangan tertinggi setiap tahun terhadap pajak daerah adalah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan yang memiliki sumbangan terendah setiap tahunnya 5

adalah pajak parkir namun pada tahun 2016 pajak air tanah merupakan jenis pajak dengan sumbangan paling rendah. reklame merupakan salah satu jenis pajak yang sedang mendapat perhatian untuk dilakukan upaya optimalisasi. Berdasarkan kajian potensi pajak reklame tahun 2016 yang dikaji oleh Badan Keuangan dan Aset Daerah, pajak reklame dianggap memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah karena mempunyai potensi serta prospek yang cerah melihat perkembangan berbagai macam produk yang semakin bertambah dan meningkatnya kebutuhan perusahaan untuk mengiklankan produknya menjadi salah satu faktor penyebab pajak reklame dikatakan potensial. Realisasi pajak reklame selalu melebihi target setiap tahunnya. Hingga tahun 2014, realisasi pajak reklame melebihi Rp10 Miliar, namun pada tahun 2015 pajak reklame mengalami penurunan. Realisasi pada tahun 2015 hanya sebesar Rp9.245.264.673 atau mengalami penurunan sebesar Rp2.122.346.558 dari tahun 2014 dengan realisasi sebesar Rp11.367.611.231. Target dan realisasi pajak reklame dalam lima tahun terakhir (2012-2016) dapat dilihat pada tabel 1.4 berikut: Tabel 1.4 Target dan Realisasi Reklame di Kabupaten Sleman Tahun 2012-2016 Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) 2012 9.000.000.000 11.340.140.023 2013 9.000.000.000 12.152.054.610 2014 10.000.000.000 11.367.611.231 2015 8.500.000.000 9.245.264.673 2016 8.500.000.000 9.371.207.781 Sumber : BKAD Kabupaten Sleman, 2017 Dari tabel 1.4 di atas dapat dilihat realisasi penerimaan pajak reklame pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan walaupun penerimaan pajak reklame 6

selalu melebihi target yang telah ditetapkan. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah karena hilangnya potensi pajak reklame yang selama ini menjadi penyumbang pendapatan pajak reklame itu sendiri. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:20/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-bagian Jalan menjelaskan bahwa konstruksi bangunan iklan dan media informasi tidak boleh berupa portal dan/atau jenis konstruksi lainnya yang melintang di atas jalan, yang khusus dimaksudkan untuk iklan dan media informasi, hal ini berarti tidak dibenarkan memberi izin untuk penyelenggaraan reklame yang bertempat pada median jalan. Dengan adanya peraturan di atas, pemerintah daerah tidak memberikan izin reklame untuk reklame yang tidak memenuhi persyaratan pemasangan reklame termasuk reklame yang ditempatkan pada median jalan yang berarti potensi pajak reklame yang berada pada median jalan tidak mengalami peningkatan atau bahkan hilang. Hal ini menyebabkan berkurangnya jumlah pajak yang dapat dipungut dari wajib pajak. Berdasarkan kajian potensi pajak reklame 2016 di Kabupaten Sleman yang dilakukan pada tiga ruas jalan yang dianggap dapat mewakili ruas jalan lainnya, terdapat potensial tax loss yang sangat tinggi dengan persentase rata-rata tax loss sebesar 78,21 persen atau sebesar Rp6,8 Miliar. Jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan tahun 2016, dari tiga ruas jalan di Kabupaten Sleman diperoleh pendapatan pajak reklame sebesar Rp1,92 Miliar, sedangkan estimasi tax loss mencapai kurang lebih tiga kali lipat dari jumlah penerimaan pajak reklame pada tahun 2016. Tax loss atau kerugian pajak merupakan selisih dari potensi pajak dan 7

realisasi penerimaan pajak. Estimasi potensi tax loss dan realisasi penerimaan pajak reklame pada tiga ruas jalan di Kabupaten Sleman yang menjadi sampel yang dilakukan oleh pihak Badan Keuangan dan Aset Daerah selaku instansi yang mengelola pajak reklame akan dijelaskan pada tabel 1.5 berikut : Tabel 1.5 Estimasi Tax Loss dan Realisasi Penerimaan Reklame di Tiga Ruas Jalan di Kabupaten Sleman Tahun 2016 NO Nama Jalan Collected Tax (Rp) Tax Loss (%) 1 Jalan Magelang 581.454.650 82,31 2 Jalan Kaliurang 351.445.822 85,57 3 Jalan Solo 981.247.962 66,75 Total 1.924.148.434 Rata-rata per Jalan 641.382.811 78,21 Sumber : BKAD Kabupaten Sleman, 2017 Potensi tax loss pada tabel 1.5 masih bersifat estimasian, namun potensi ini digeneralisasikan untuk semua ruas jalan atau dianggap ruas jalan lain akan menghasilkan nilai estimasi tax loss yang relatif sama. Dari tiga ruas jalan di Kabupaten Sleman yang menjadi sampel kajian potensi pajak reklame 2016 ditemukan persentase yang tinggi atas reklame yang didirikan atau dipublikasikan belum terpenuhi kewajiban perpajakannya (kajian memfokuskan pada ada atau tidaknya objek pajak reklame yang belum membayar pajak). Berikut hasil crosscheck pembayaran pajak reklame dari objek pajak hasil survey : Tabel 1.6 Crosscheck Pembayaran dari Objek Reklame Tahun 2016 Belum Nama Jalan Telah Membayar Membayar Persentase Objek Objek % Jalan Magelang 79 183 69,85 Jalan Kaliurang 31 318 91,12 Jalan Solo 68 777 91,05 8

Total 178 1278 Rata-rata 87,77 Sumber : BKAD Kabupaten Sleman, 2017 Dari tabel 1.6 dapat diketahui rata-rata sebesar 87 persen pajak reklame belum dipungut pada wilayah sampel. Hal ini mengindikasikan bahwa pengelolaan pajak reklame belum optimal. Jika dibandingkan dengan jenis pajak lainnya, pajak reklame bukanlah pajak unggulan di Kabupaten Sleman namun jenis pajak ini sebenarnya memiliki potensi yang lumayan tinggi mengingat selalu terdapat objek pajak baru yang terdafrtar setiap tahunnya. Berdasarkan uraian di atas, ada ketertarikan untuk melakukan kajian terkait dengan efektivitas pajak reklame dan kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah untuk melihat kinerja pengelolaan penerimaan pajak reklame di Kabupaten Sleman. Untuk itu penulis tertarik untuk menghitung Efektivitas Reklame dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah. 1.2 Rumusan Masalah Pada latar belakang, diketahui bahwa pajak reklame merupakan pajak yang berpotensi untuk dikembangkan namun dalam proses pemungutannya terdapat 87 persen objek pajak reklame yang dipublikasikan belum terpenuhi kewajiban perpajakannya, selain itu realisasi pajak reklame mengalami fluktuasi atau ketidakstabilan dan realisasinya lebih kecil dari jenis pajak lainnya. Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka timbul beberapa pertanyaan penelitian yaitu : a. bagaimana tingkat pertumbuhan penerimaan pajak reklame di Kabupaten Sleman? 9

b. bagaimana tingkat efektivitas pajak reklame pada tahun 2007-2016? c. seberapa besar tingkat kontribusi pajak reklame terhadap pajak daerah dan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)? d. upaya apa saja yang telah dilakukan oleh BKAD untuk mengoptimalkan pajak reklame? e. bagaimana proyeksi penerimaan pajak reklame pada tahun 2017-2021? 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pertumbuhan, efektivitas dan kontribusi pajak reklame, upaya-upaya yang dilakukan oleh BKAD untuk mengoptimalkan penerimaan pajak reklame serta proyeksi penerimaan pajak reklame tahn 2017-2021. 1.4 Manfaat Penulisan Manfaat penulisan bagi berbagai pihak, diantaranya : 1. penulisan ini diharapkan dapat membantu instansi pemerintah Kabupaten Sleman untuk mengevaluasi kinerja dan lebih mengoptimalkan kinerja instansi serta dapat dijadikan acuan penetapan target dan pemungutan pajak reklame di masa yang akan datang melalui proyeksi penerimaan pajak reklame yang dihitung dalam penulisan ini; 2. penulisan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mendalami bidang ilmu perpajakan khususnya pajak reklame dan mengetahui kondisi pajak reklame di Kabupaten Sleman. Bagi para pembaca, diharapkan hasil penulisan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca, dan 10

3. hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah referensi kepustakaan dan literatur yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang ingin mempelajari perpajakan khususnya tentang pajak reklame. 1.5 Sistematika Penulisan Dalam penulisan tugas akhir ini akan dibagi menjadi empat bab dengan kerangka penulisan sebagai berikut : 1. BAB I : PENDAHULUAN BAB ini menjelaskan latar belakang yang mendasari munculnya masalah dalam penelitian, rumusan masalah, tujuan serta sistematika penulisan. 2. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB ini menjelaskan tentang keaslian penulisan dan tinjauan pustaka yang menguraikan tentang teori-teori yang melandasi penelitian dan menjadi dasar acuan teori untuk menganalisis serta menjelaskan metodologi atau cara yang digunakan dalam menganalisis data. 3. BAB III : ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB ini menjelaskan tentang deskripsi objek penelitian, analisis data, interprestasi hasil. 4. BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN 11

BAB ini merupakan bagian akhir dalam penelitian yang menjelaskan tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran yang diberikan untuk enelitian selanjutnya. 12