II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk tanaman monokotil tidak

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa

TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza adalah simbiosis mutualistik, hubungan antara fungi dan akar

TINJAUAN PUSTAKA. dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007).

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza merupakan asosiasi mutualistik antara jamur dengan akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) merupakan asosiasi antara fungi tertentu

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Mykes (cendawan) dan Rhiza (akar). Kata mikoriza pertama kali dikemukakan

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular merupakan suatu bentuk asosiasi antara fungi dan akar

I. PENDAHULUAN. Sektor perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula, etanol, vetsin dan

TINJAUAN PUSTAKA. dirusak, baik melalui penebangan pohon, perladangan berpindah maupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia),

TINJAUAN PUSTAKA. ini kemudian disepakati oleh para pakar sebagai titik awal sejarah mikoriza.

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit termasuk tanaman tahunan yang mulai menghasilkan pada umur 3

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

I. PENDAHULUAN. Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan bulan-bulan kering untuk pembungaannya. Di Indonesia tanaman kopi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

TINJAUAN PUSTAKA. dapat bersimbiosis dengan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). Namun pada

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lamtoro atau yang sering disebut petai cina, atau petai selong adalah

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditi yang sangat

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosales, Famili: Leguminosae, Genus: Glycine, Species: Glycine max (L.) Merrill

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum. L) dimanfaatkan sebagai bahan baku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

MIKORIZA DAN PERANANNYA MIKORIZA LABORATORIUM PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT BANYUMAS

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia modern saat ini tidak terlepas dari berbagai jenis makanan

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

Ni Kadek Marina Dwi Cahyani

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu primadona tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Penggunaan pupuk anorganik telah menjadi tradisi pada sistem. pertanian yang ada pada saat ini. Hal ini mulai dilakukan sejak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nama mikoriza pertama kali digunakan oleh Frank pada tahun 1885 untuk menunjukkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DI LAHAN GAMBUT DESA AEK NAULI, KECAMATAN POLLUNG, KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Lahan Gambut. beserta vegetasi yang terdapat diatasnya, terbentuk di daerah yang topografinya

TINJAUAN PUSTAKA. berubah kembali ke asal karena adanya tambahan substansi, dan perubahan bentuk

I. PENDAHULUAN. Rhizobium sp. merupakan hal yang penting dalam bidang pertanian saat ini. Salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

MIKORIZA & POHON JATI

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas tanaman ditentukan oleh interaksi antara lingkungan dan

POTENSI PEMANFAATAN MIKORISA VESIKULAR ARBUSKULAR DALAM PENGELOLAAN KESUBURAN LAHAN KERING MASAM

Kompos, Mikroorganisme Fungsional dan Kesuburan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MIKORIZA MATERI KULIAH BIOLOGI TANAH UPNVY. Mikoriza (Mycorrhizae): Oleh: Ir. Sri Sumarsih, MP.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patologi hutan dari Jerman (Handayanto & Hairiah, 2007). dikelompokkan menjadi ektomikoriza (ECM) dan endomikoriza/arbuscular

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat. Tetapi

I. PENDAHULUAN. Berbagai upaya perbaikan tanah ultisol yang mendominasi tanah di Indonesia

RESPON TANAMAN RAMI (Boehmeria nivea L.Gaud) TERHADAP PEMBERIAN BEBERAPA DOSIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) PADA ULTISOL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza berasal dari bahasa Yunani yang secara harfiah berarti fungi akar

TINJAUAN PUSTAKA. perkebunan. Karena Mucuna bracteata memiliki kelebihan dibandingkan dengan

Gambar 2. Centrosema pubescens

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Botanis Tanaman Pinus (Pinus merkusii) P. merkusii Jungh et De Vriese pertama kali ditemukan dengan nama

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat mencapai cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

II. TNJAUAN PUSTAKA. klasifikasinya termasuk famili Meliaceae. Ada dua spesies yang cukup dikenal yaitu:

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA Serapan Hara

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman kelapa sawit menurut Pahan (2012):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai keunggulan nyata dibandingkan dengan pupuk kimia. Pupuk organik dan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk tanaman monokotil tidak bercabang dan tidak mempunyai kambium. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang terus tumbuh membentuk daun seirama dengan ketinggian batang. Diameter batang kelapa sawit dapat mencapai 90 cm. Kelapa sawit yang dibudidayakan mencapai ketinggian 15 18 m, tetapi tanaman kelapa sawit liar dapat mencapai ketinggian 30 m (Vademicum, 1993). Akar merupakan organ penting untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Akar berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara serta membantu memperkokoh struktur tanaman. Arsitektur akar merupakan aspek penting dalam produktivitas tanaman (Lynch, 1995). Arsitektur perakaran menjadi lebih penting pada keadaan marjinal seperti kandungan dan ketersediaan hara yang kompleks (Atkinson, 2000). Akar tanaman kelapa sawit tumbuh ke bawah dan ke samping. Akar-akar serabut yang tumbuh pertama kali adalah akar primer, selanjutnya dari akar primer akan tumbuh akar sekunder, testier, dan kuarterner. Fungsi akar primer adalah menyanggah bagian atas tanaman, dan akar-akar cabang (sekunder, tertier, dan kuarterner) yang ditumbuhi bulu-bulu akar berfungsi sebagai penyerap air dan unsur hara dari dalam tanah (Fauzi et al., 2005).

2.1.1 Pembibitan Kelapa Sawit Pada umumnya tanaman kelapa sawit di Indonesia berasal dari bibit yang dikembangbiakkan dengan cara generatif, yaitu dengan biji. Ada dua sistem pembibitan yaitu sistem pembibitan ganda (double stage system) dan sistem pembibitan tunggal (single stage system). Pada penerapan sistem tahap ganda, penanaman bibit dilakukan sebanyak dua kali. Tahap pertama disebut pembibitan pendahuluan, yaitu kecambah ditanam dengan menggunakan plastik polibag kecil sampai bibit berumur 3 bulan, kemudian tahap kedua bibit tersebut ditanam ke pembibitan utama yang menggunakan plastik polibag besar selama 9 bulan (Fauzi et al., 2005). Sistem pembibitan tahap tunggal, bibit langsung ditanam di dalam plastik polibag besar hingga berumur 12 bulan tanpa harus ditanam di dalam plastik polibag kecil. Pada prinsipnya, sistem manapun yang dipilih tujuannya sama, yaitu untuk menghasilkan bibit yang berkualitas dengan daya tahan tinggi dan kemampuan adaptasinya yang besar. Sehingga faktor kematian bibit di pembibitan dan setelah dilapangan dapat ditekan (Fauzi et al., 2005). 2.1.2 Iklim Kelapa Sawit Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari luar maupun faktor dari tanaman kelapa sawit itu sendiri. Dalam menunjang pertumbuhan kelapa sawit faktor tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh

dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lintang utara-selatan 12 derajat pada ketinggian 0 500 m dpl. Beberapa unsur iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembaban udara, dan angin (Fauzi et al., 2005). Curah hujan optimum yang diperlukan kelapa sawit rata-rata 2.000 2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Curah hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit. Sinar matahari sangat berkaitan dengan curah hujan. Sinar matahari diperlukan untuk membentuk karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah. Oleh karena itu, intensitas, kualiatas, dan lama penyinaran amat berpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5 7 jam/hari (Fauzi et al., 2005). Selain curah hujan dan sinar matahari, tanaman kelapa sawit juga membutuhkan suhu optimum sekitar 24 28º C untuk tumbuh dengan baik. Meskipun demikian, tanaman masih dapat tumbuh pada suhu terendah yaitu 18º C dan tertinggi 32º C. Beberapa faktor yang mempengaruhi suhu adalah lama penyinaran dan ketinggian tempat. Kelembaban udara juga menjadi bagian dari faktor iklim tanaman kelapa sawit. Kelembaban optimum yang dibutuhkan kelapa sawit adalah 80%. Faktorfaktor yang mempengaruhi kelembaban adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan dan evapotranspirasi (Fauzi et al., 2005).

2.2 Sterilisasi Tanah dan Mikroba Tanah Sterilisasi tanah biasanya digunakan sebagai pengahapusan faktor biologis di dalam tanah. Faktor biologis yang dapat dihilangkan dalam sterilisasi tanah diantaranya adalah biji gulma, nematode, jamur, bakteri, dan patogen penyebab penyakit tanaman. Ada beberapa cara sterilisasi yang lazim dilakukan yaitu melalui proses autoklav, iradiasi, fumigasi kloroform, ultraviolet, dan iradiasi gelombang mikro. Masing-masing proses sterilisasi mempunyai dampak yang berbeda-beda terhadap kondisi tanah yang disterilisasi (Santoso, 2006). Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara, kurang lebih 74% kandungan udara adalah N, namun tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. Nitrogen harus ditambat atau difiksasi oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (Leguminose). Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum dan Azotobacter. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman Leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman (Madjid, 2009).

Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfor (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Disinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P salah satunya adalah fungi mikoriza arbuskular (FMA) (Madjid, 2009). 2.3 Fungi Mikoriza Arbuskular Fungi Mikoriza Arbuskular merupakan jenis mikoriza yang tersebar sangat luas dan ada pada sebagian besar ekosistem yang menghubungkan antara tanaman dengan rizosfer. Simbiosis terjadi dalam akar tanaman dimana FMA mengolonisasi apoplast dan sel korteks untuk memperoleh karbohidrat dari hasil fotosintesis tanaman. Fungi mikoriza arbuskular termasuk fungi divisi Zygomicetes, famili Endogonaceae yang terdiri dari genus Glomus, Entrophospora, Acaulospora, Archaeospora, Paraglomus, Gigaspora dan Scutellospora (Madjid, 2009). Genera FMA tersebut dibedakan berdasarkan ciri-ciri sporanya dan hubungan spora dengan hifa asosiasinya yang mencerminkan cara spora dihasilkan oleh masing-masing genera/kelompok, kecuali untuk genus Scutellospora yang dibedakan dengan genus Gigaspora berdasarkan karakter dinding sel dan karakter alat-alat bantu sel. Genus Gigaspora jarang membentuk vesikula, sporanya terbentuk dari bulbous, seperti suspensor di ujung hifa (Paul dan Clark,1989).

2.3.1 Biologi Fungi Mikoriza Arbuskular Fungi Mikoriza Arbuskular ini membentuk spora di dalam tanah dan dapat berkembang biak jika berassosiasi dengan tanaman inang. Spora FMA sangat bervariasi dari sekitar 30 µm sampai 600 µm. Oleh karena ukurannya yang cukup besar inilah maka spora ini dapat dengan mudah diisolasi dari dalam tanah dengan menyaringnya. Fungi mikoriza arbuskular membentuk organ-organ khusus dan mempunyai perakaran yang spesifik. Organ khusus tersebut adalah arbuskul, vesikel dan spora (Pattimahu, 2004). Vesikel merupakan struktur fungi yang berasal dari pembengkakan hifa internal secara terminal dan interkalar yang berisi banyak senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan dan pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk mempertahankan kehidupan fungi (Pattimahu, 2004). Tipe FMA yang bervesikular memiliki fungsi yang paling menonjol dari tipe fungi mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan karena kemampuannya dalam berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman, sehingga dapat digunakan secara luas untuk meningkatkan ketahanan tanaman (Brundrett, 2004). Arbuskula merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon di dalam sel inang. Arbuskul merupakan percabangan hifa yang masuk kedalam sel tanaman inang. (Pattimahu, 2004).

Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis funginya. Perkecambahan spora tergantung dari kandungan logam berat di dalam tanah dan juga kandungan Alumunium (Al), kandungan Mangan (Mn) juga mempengaruhi pertumbuhan miselium. Spora dapat hidup di dalam tanah beberapa bulan sampai beberapa tahun (Mosse, 1981). 2.3.2 Manfaat Fungi Mikoriza Arbuskular Fungi mikoriza arbuskular tidak memiliki inang yang spesifik. Fungi yang sama dapat mengolonisasi tanaman yang berbeda, tetapi kapasitas fungi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman bervariasi. Satu spesies fungi dipertimbangkan efisien ketika pada beberapa kondisi lingkungan yang berbeda: 1) dapat mengolonisasi akar secara cepat dan ekstensif, 2) mampu berkompetisi dengan mikroorganisme yang lain untuk tempat menginfeksi dan mengabsorpsi nutrisi, 3) segera membentuk miselium secara ekstensif dan ekstraradikal, 4) mengabsorpsi dan mentransfer nutrisi ke tanaman, dan 5) meningkatkan keuntungan non nutrisi kepada tanaman, seperti agregasi dan stabilisasi tanah (Sagin Junior dan Da Silva, 2006 yang dikutip oleh Madjid, 2009). Fungi mikoriza arbuskular yang menginfeksi tanaman akan membantu tanaman dalam penyerapan unsur hara sehingga tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa mikoriza. Penyebab utama adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara baik unsur hara makro maupun mikro. Selain itu, akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman (Anas, 1999).

Tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dari pada yang tidak bermikoriza. Rusaknya jaringan korteks akibat kekeringan dan matinya akar tidak akan permanen pengaruhnya pada akar yang bermikoriza. Setelah periode kekurangan air (water stress), akar yang bermikoriza akan cepat kembali normal. Hal ini disebabkan karena hifa fungi mampu menyerap air yang ada pada poripori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air. Penyebaran hifa yang sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air yang diambil meningkat (Anas, 1997). Penggunaan mikoriza lebih menarik ditinjau dari segi ekologi karena aman dipakai dan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Bila mikoriza tertentu telah berkembang dengan baik di suatu tanah, maka manfaatnya akan diperoleh untuk selamanya. Mikoriza juga membantu tanaman untuk beradaptasi pada ph yang rendah. Demikian pula vigor tanaman bermikoriza yang baru dipindahkan ke lapang lebih baik dari tanaman tanpa mikoriza (Anas, 1997). 2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan FMA Keberadaan FMA dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti : 1. Cahaya. Adanya naungan yang berlebihan terutama untuk tanaman yang senang cahaya dapat mengurangi infeksi akar dan produksi spora, selain itu respon tanaman terhadap fungi mikoriza akan berkurang. Hal ini disebabkan adanya hambatan pertumbuhan dan perkembangan internal hifa dalam akar yang berakibat terbatasnya perkembangan eksternal hifa pada rizosfer (Setiadi, 2001).

2. Suhu. Suhu berpengaruh terhadap infeksi yakni pada perkembangan spora, penetrasi hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar. Semakin tinggi suhu semakin besar terbentuknya kolonisasi dan meningkatnya produksi spora. Schenk dan Schroder (1974) menyatakan bahwa suhu terbaik untuk perkembangan FMA yakni pada suhu 30º C tetapi untuk koloni miselia terbaik berada pada suhu 28 34º C, sedangkan perkembangan bagi vesikula pada suhu 35º C. 3. Kandungan air tanah. Kandungan air tanah dapat berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung terhadap infeksi dan pertumbuhan fungi mikoriza. Pengaruh secara langsung tanaman bermikoriza dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air. Sedangkan untuk pengaruh tidak langsung karena adanya miselia eksternal menyebabkan FMA efektif dalam mengagregasi butir-butir tanah, sehingga kemampuan tanah menyerap air meningkat. Penjenuhan air tanah yang lama berpotensi mengurangi pertumbuhan dan infeksi FMA karena kondisi yang anaerob. Daniels dan Trappe (1980) menyatakan bahwa Glomus epigaeum yang dikecambahkan pada lempung berdebu pada berbagai kandungan air, ternyata perkecambahannya paling baik pada kandungan air di antara kapasitas lapang dan kandungan air jenuh. 4. ph Tanah. Fungi mikoriza abrbuskuar pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan ph tanah. Meskipun demikian adaptasi masing-masing spesies FMA terhadap ph tanah berbeda-beda, karena ph tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman (Maas dan Nieman, 1978). ph optimum untuk perkembangan FMA

berbeda-beda tergantung pada adaptasinya terhadap lingkungan. ph dapat berpengaruh langsung terhadap aktivitas enzim yang berperan dalam perkecambahan spora FMA. Misalnya Glomus mosseae biasanya pada tanah alkali dapat berkecambah dengan baik pada air atau pada soil extract agar pada ph 6-9. Spora Gigaspora coralloidea dan Gigaspora heterogama dari jenis yang lebih tahan asam dapat berkecambah dengan baik pada ph 4-6. Glomus epigaeum perkecambahannya lebih baik pada ph 6-8. 5. Bahan organik. Bahan organik merupakan salah satu komponen didalam tanah yang penting selain air dan udara. Jumlah spora FMA berhubungan erat dengan kandungan bahan organik dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2% sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5% kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001). 6. Logam berat dan unsur lain. Adanya logam berat dalam larutan tanah dapat mempengaruhi perkembangan mikoriza. Beberapa spesies mikoriza arbuskular diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies mikoriza peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula jenis-jenis FMA tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al, dan Na yang tinggi (Janouskuva et al., 2006).