PROSPEK PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KARO SKRIPSI. Diajukan Oleh : LUHUT HAMONANGAN EKONOMI PEMBANGUNAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II URAIAN TEORITIS. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja, meratakan pendapatan dan meningkatkan hubungan antara daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan yang penting dalam pembangunan ekonomi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

KATA PENGANTAR. ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa untuk

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBANGUNAN PERTANIAN & KEBIJAKAN PEMERINTAH

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

10Pilihan Stategi Industrialisasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan ekonomi di antaranya adalah untuk. meningkatkan pertumbuhan ekonomi, disamping dua tujuan lainnya yaitu

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

Transkripsi:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI MEDAN PROSPEK PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KARO SKRIPSI Diajukan Oleh : LUHUT HAMONANGAN 050501124 EKONOMI PEMBANGUNAN Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Medan 2009

ABSTRACT The main purpose of this research is to analyze the prospect agriculture development of Karo Regency North Sumatera. Productivity of agriculture is important to increase the growth of economy. The result sector of agriculture observed by volume of export and the value still increase. Data employed in this research are data primer and sekunder from 1999 2008. The method used by analyze descritip. The result shows that the region which in Kawasan Agribisnis Holtikultura Sumatera (KAHS) have a competitive potential in international trade, especially commodity of vegetables. Keywords : volume of export, land, out put sector of agriculture

ABSTRAK Tujuan utama Penelitian ini adalah untuk menganalisis prospek pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Produksi hasil pertanian menjadi faktor penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian ini dapat dilihat dari volume dan nilai ekspor hasil pertanian yang terus meningkat. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yakni pada tahun 1999-2008. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai daerah yang termasuk dalam Kawasan Agribisnis Holtikultura Sumatera (KAHS) memiliki keunggulan kompetitif dalam perdagangan internasional, khususnya komoditi sayur mayur yang telah lama menjadi andalan komoditi ekspor. Kata kunci: Volume Ekspor, Luas Lahan, dan Pendapatan Sektor Pertanian

KATA PENGANTAR Puji dan Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Tuhan Yesus Kristus sebagai sumber segala hikmat yang telah melimpahkan berkat dan karunianya sejak masa awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Adapun guna penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Adapun Skripsi ini berjudul Prospek Pembangunan Sektor Pertanian di Kabupaten Karo dimana isi dan materi skripsi ini didasarkan pada studi lapangan dan literatur dengan menganalisis data-data primer dan sekunder yang diperoleh dari para petani di Kecamatan Tiga Panah, Kecamatan Kabanjahe, Kecamatan Simpang Empat, dan Kecamatan Berastagi serta di masing-masing Kantor Kecamatan. Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, memberikan bimbingan, saran, dan dorongan moril baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, antara lain : 1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Arifin Siregar, MSp sebagai dosen wali saya yang telah memberikan arahan-arahan selama masa perkuliahan.

4. Bapak Prof. Dr Sya ad Afifuddin, SE, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan-arahan selama masa perkuliahan dan meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran, dan bimbingan guna penyelesaian skripsi ini mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini. 5. Bapak Dr. Sirojuzilam, SE selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 6. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, Msi selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 7. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan. 8. Seluruh petani di Kecamatan Tiga Panah, Kabanjahe, Simpang Empat dan Berastagi Kabupaten Karo yang telah bersedia di wawancarai dalam pengambilan data primer skripsi ini. 9. Seluruh staf di Kantor Kecamatan Tiga Panah, Kabanjahe, Simpang Empat dan Berastagi Kabupaten Karo yang telah banyak membantu dalam memberikan data yang berhubungan dengan skripsi ini. Seluruh staf pegawai Badan Pusat Statistik Tingkat I Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo yang telah banyak membantu dalam memperoleh data yang berhubungan dengan skripsi ini. 10. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Albert Manalu dan Rince Ria Situmeang Spd, yang telah mengasuh, telah bersabar mendidik saya yang

banyak kesalahan, memberikan nasihat serta motivasi baik moril maupun materi, juga kepada Saudara-saudariku tercinta (Kak Tiur Nismawati, adik saya Daniel Andreo dan Veronica Adelina) yang telah banyak memberikan motivasi dan sabar menghadapi saya. 11. Kepada sahabat-sahabat EP 05 terspesial Punguan EPOS dan kelompok PA saya, anak-anak mukondo, MP4, anak-anak PORKIS, teman-teman satu atap dan seluruh angkatan di Ekonomi Pembangunan atas kebersamaan kita selama ini dan juga motivasi serta bantuan ide yang diberikan oleh (B Viktor, B Sepin, Lisna, Manchon, Sonder, Lae Franky, Ito Fitri), sahabat dan teman lama yang telah memberikan doa dan semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Medan, 11 Maret 2009 Penulis LUHUT HAMONANGAN

DAFTAR ISI ABSTRACT... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 6 1.3. Tujuan Penelitian... 7 1.5. Manfaat Penelitian... 7 BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi 2.1.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi... 8 2.1.2. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi... 10 2.2. Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi... 13 2.2.1. Kontribusi Ekonomi Sektor Pertanian... 13 2.2.2. Keterkaitan Ekonomi Terhadap Sektor Pertanian... 16 2.2.3. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Pengolahan... 16 2.2.4. Pertanian Sebagai Sektor Pemimpin... 18 2.3. Pembangunan Pertanian 2.3.1. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian... 19 2.3.2. Syarat-syarat Pembangunan Pertanian... 24 2.3.3. Pendekatan-pendekatan Pembangunan Pertanian... 25

2.3.4. Tujuan Pembangunan Pertanian... 32 2.4. Ekspor 2.4.1. Teori Mengenai Ekspor... 32 2.4.2. Ekspor Hasil Pertanian... 33 2.5. Pengeluaran Pemerintah 2.5.1. Teori Pengeluaran Pemerintah... 36 2.5.2. Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah... 39 2.5.3. Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pertanian... 41 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian... 43 3.2. Jenis dan Sumber Data... 43 3.3. Teknik Pengumpulan Data... 44 3.4. Metode Analisis... 45 3.5. Defenisi Operasional... 45 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Dekriptif Daerah Penelitian 4.1.1. Geografis Daerah... 46 4.1.2. Kondisi Iklim dan Topografi... 47 4.1.3. Kondisi Demografi... 48 4.1.4. Potensi Wilayah... 49 4.2. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karo... 49 4.3. Perkembangan Sektor Pertanian Kabupaten Karo... 55 4.3.1. Gambaran Sektor Kehutanan Kabupaten Karo... 65 4.4. Perkembangan Ekspor Hasil Pertanian Kabupaten Karo... 66

4.5. Program-program Pembangunan Sektor Pertanian... 76 4.5.1. Program Pengembangan Agribisnis... 76 4.5.2. Pengembangan Agribisnis Melalui Pendekatan Kawasan.. 77 4.5.3. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan... 81 4.5.4. Program Peningkatan Ketahanan Pangan... 82 4.5.5. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani... 83 4.5.6. Program Pengembangan Pertanian Organik... 88 4.6. Langkah Strategis Memanfaatkan Keunggulan Komparatif... 90 4.7. Perkembangan Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian... 91 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 93 5.2 Saran... 94 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian yang artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja dan bergantung pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian ini memberi arti bahwa di masa yang akan datang sektor ini masih perlu terus dikembangkan. Sektor ini telah menyumbang penerimaan devisa 26,45% dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sebesar 24,69% pada tahun 2005.Sektor pertanian juga merupakan faktor penting khususnya bagi sektor industri sebagai penyedia bahan baku. Sekarang ini sektor pertanian tidak dipandang sebagai sektor yang pasif yang mengikuti sektor industri, tetapi sebaliknya. Pembangunan pertanian didorong dari segi penawaran dan dari segi fungsi produksi melalui penelitian-penelitian, pengembangan, teknologi pertanian yang terus-menerus, pembangunan prasarana sosial dan ekonomi di pedesaan dan investasi oleh negara dalam jumlah besar. Pertanian kini dianggap sektor pemimpin (leading sektor) yang diharapkan mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya. Keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat atau pra-kondisi yang untuk tiap-tiap daerah berbeda-beda. Pra-kondisi itu meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, sosial budaya dan lain-lain. Di Jepang pra kondisi itu, sebagian besar berasal dari sektor pertanian sendiri berupa dana-dana yang

digunakan untuk mengembangkan sektor industri. A.T. Mosher dalam bukunya Getting Agrculture Moving (1965) - yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia telah menganalisa syarat-syarat pembangunan pertanian di banyak negara dan menggolong golongkannya menjadi syarat mutlak dan syarat pelancar. Menurut Mosher ada lima syarat yang mutlak harus ada dalam mendukung pembangunan pertanian. Apabila salah satu syarat tersebut tidak ada, maka terhentilah pembangunan pertanian; pertanian dapat berjalan terus tetapi statis. Syarat syarat mutlak itu menurut Mosher adalah: 1. Adanya pasar untuk hasil hasil usaha pertanian. 2. Teknologi yang senantiasa berkembang. 3. Tersedianya bahan bahan dan alat alat produksi secara lokal. 4. Adanya perangsang produksi bagi petani. 5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan berkelanjutan. Disamping syarat syarat mutlak itu Mosher juga menjelaskan syarat syarat pelancar yang dapat mendorong pembangunan pertanian, yaitu: 1. Pembangunan pendidikan. 2. Kredit produksi. 3. Kegiatan gotong royong petani. 4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian. 5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian. Saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997, yang dampaknya terlihat pada tahun 1998 dimana secara langsung mempengaruhi struktur perekonomian Indonesia. Hampir semua sektor cenderung menurun kecuali sektor pertanian yang

tumbuh sebesar 2,48 persen sehingga sektor pertanian menjadi salah satu tumpuan yang positif untuk perbaikan ekonomi. Sumatera Utara sebagai salah satu propinsi di Indonesia dimana sektor pertanian merupakan penyumbang nilai tambah yang potensial bagi PDRB Sumatera Utara. Dan jika berbicara mengenai kesempatan kerja, maka sebagian besar penduduk Sumatera Utara bekerja pada sektor pertanian sebesar 66,88 %, pada sektor industri sebesar 4,77 %, pada sektor perdagangan sebesar 8,57 % dan sektor lain-lain sebesar 7,93 %. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama dalam perekonomian Sumatera Utara. Melihat pentingnya sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi, tiap-tiap daerah meningkatkan pembangunan di sektor ini seperti di daerah Kabupaten Karo. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Karo hingga saat ini. Peranan sektor ini terhadap PDRB Karo dalam harga berlaku tercatat sebesar 67,57% pada tahun 2000 dan 59,58% pada tahun 2006, sedangkan dalam harga konstan tahun 2000 ialah 65,40% dan 59,53% pada tahun 2006. Hal tersebut dapat dipahami karena Kabupaten Karo adalah daerah pertanian dataran tinggi. Adapun jenis tanaman yang dibudidayakan di Kabupaten Karo ialah jenis tanaman umbi umbian, sayur sayuran, buah buahan dan tanaman padi. Dari jenis tanaman umbi umbian, tanaman jagung adalah tanaman yang paling dominan dimana pada tahun 2006 produksi jagung sebesar 171.016 ton dengan luas panen sebesar 50.182 Ha. Hal ini menjadikan Kabupaten Karo sebagai penghasil jagung terbesar kedua setelah Kabupaten Simalungun yaitu 204.196 ton dengan luas panen 59.604 Ha. Jenis tanaman ini adalah jenis tanaman terluas dalam tanaman

umbi umbian di Karo. Kabupaten Karo juga cukup terkenal sebagai penghasil sayur sayuran di Provinsi Sumatera Utara bahkan termasuk dalam komoditi ekspor sejak tahun 2000 sampai dengan sekarang. Jenis sayur sayuran yang dihasilkan dari Kabupaten Karo ialah bawang, kentang, sawi, kubis, wortel, tomat, dan buncis. Jenis tanaman lainnya yang juga cukup banyak dihasilkan petani di Kabupaten Karo adalah tanaman buah buahan seperti jeruk, alpukat, mangga, sawo, durian, pepaya, dan nenas. Sebagai gambaran dari keberhasilan pembangunan pertanian yakni, volume dan nilai ekspor hasil pertanian terus meningkat. Berdasarkan keunggulan kompetitif dalam perdagangan internasional, produk hasil pertanian merupakan andalan negara Indonesia dan bahkan Sumatera Utara mengingat corak kehidupannya masih bersifat agrikultur. Hal ini menjadi keunggulan bagi Kabupaten Karo yang memiliki potensi khususnya komoditi tanaman muda atau sayur-sayuran. Nilai FOB ekspor hasil pertanian Sumatera Utara mengalami pertumbuhan 14,38% pada tahun 2003, 49,88% tahun 2004, dan tahun 2005 sebesar 18,73%. Realisasi ekspor Kabuapen Karo pada umumnya meningkat setiap tahunnya, namun ada beberapa komoditi yang tidak lagi diekspor yang dulunya masih termasuk komoditi yang memiliki prospek. Hal ini menjadi tugas berat bagi pemerintah untuk membenahi kembali yang pernah dicapai. Ketika diambil kebijaksanaan untuk mengekspor hasil pertanian bukan berarti mengabaikan permintaan dalam negeri namun dilakukan peningkatan jumlah produksi dan yang terpenting adalah daya saing produk agar dapat menghadapi era glogalisasi dan liberalisme perdagangan. Kualitas produk tentu harus tetap dijaga dan ditingkatkan.

Seperti yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Kabupaten Karo termasuk dalam Kawasan Agribisnis Holtikultura Sumatera (KAHS). Secara regional dalam Kawasan Agribisnis Holtikultura Sumatera (KAHS) masih sulit diciptakan keseimbangan keseimbangan antara produksi atau penawaran yang dihasilkan di sentra-sentra produksi dengan permintaaan di pusat-pusat konsumsi sehingga harga produk holtikultura cenderung sangat fluktuatif. Salah satu kebijakan yang dianggap relevan dalam merespon berbagai perubahan tersebut adalah pengembangan agribisnis dengan pendekatan kawasan. Pemerintah juga mempunyai peranan dalam upaya pembangunan pertanian baik dalam kebijaksanaan pertanian, perencanaan pertanian dan pembangunan pertanian. Beberapa program pemerintah dalam membantu peningkatan produksi petani yang telah berjalan seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Koperasi, khususnya dalam Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) yang dicanangkan pemerintah dalam membantu para petani agar dapat lebih mandiri telah berjalan dalam kurun waktu lima tahun terakhir telah memberi dampak yang besar terhadap kesejahteraan para petani dan menjadikan posisi tawar petani lebih baik. Sekarang ini sejauh mana program-program pemerintah tersebut dapat teroptimalisasi khususnya dalam menghadapi ksisis global yang terjadi pada saat ini. Hal ini tidak lepas dari peran para petani sendiri yang tergabung dalam organisasi-organisasi tersebut. Pembiayaan sektor pertanian dan pengairan selalu menempati tiga besar dalam alokasi anggaran pembangunan selama PJP-I dan PJP-II. Anggaran pembangunan ditujukan untuk membiayai program dan proyek pembangunan sektor pertanian.

Adanya program proyek pembangunan sektor pertanian memperluas kesempatan kerja non petani seperti pembangunan jalan, bangunan-bangunan irigasi serta penyuluhan-penyuluhan dan organisasi-organisasi petani yang memperkenalkan penemuan baru. Maka pengeluaran pemerintah tersebut merupakan investasi yang betujuan untuk kekuatan dan ketahanan ekonomi di sektor pertanian pada masa yang akan datang. Dalam pembangunan pertanian, berbagai usaha pengembangan produktivitas dilakukan, dimana usaha pokok mutlak dilakukan dengan intensifikasi pertanian melalui pengadaan sarana produksi yang optimal. Sarana produksi ini mencakup bibit/benih, pupuk dan pestisida. Semua sarana produksi ini memiliki peranan penting dan sangat mempengaruhi dalam proses produksi. Pemerintah harus mampu membantu petani dalam menyediakan dan menyalurkan sarana tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul Prospek Pembangunan Sektor Pertanian di Kabupaten Karo. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah prospek pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo dalam mencapai pembangunan ekonomi Kabupaten Karo. 2. Apakah ada pengaruh pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo terhadap perekonomian masyarakat Kabupaten Karo.

3. Bagaimana pengaruh kebijakan sektor pertanian terhadap posisi tawar petani di Kabupaten Karo. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui seberapa besar prospek pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo dalam mencapai pembangunan ekonomi Kabupaten Karo. 2. Untuk mengetahui pengaruh pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo terhadap tingkat kesejahteraan masyarakakat Kabupaten Karo. 3. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan pemerintah terhadap posisi tawar petani di Kabupaten Karo. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya. 2. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni. 3. Sebagai masukan atau bahan kajian bagi kalangan akademis dan peneliti yang tertarik membahas topik yang sama.

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi 2.1.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kesejahteraan meningkat. Setiap periode kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan ini disebabkan karena factor-faktor produksi akan selalu mengalami peningkatan dalam jumlah dan kualitas. Menurut Kuznets (Todaro, 2000:163), perumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka pajang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Adapun komponen yang terkandung dalam defenisi diatas adalah sebagai berikut: Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau perwujudan dari apa yang disebut pertumbuhan ekonomi sedangkan kemampuan ekonomi menyediakan berbagai jenis barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi (economy maturity) di suatu negara bersangkutan.

Perkembangan teknologi merupakan dasar atau prakondisi bagi berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, tetapi tidak cukup itu saja masih dibutuhkan faktor-faktor lain. Guna mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung di dalam teknologi, maka perlu diadakan serangkaian penyesuaian kelembagaan, sikap dan teknologi. (Todaro, 2000:144). Ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, yaitu: 1. Akumulasi modal, meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia. 2. Pertumbuhan penduduk, yang berapa tahun selanjutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja. 3. Kemajuan teknologi. Petumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Dimana pertumbuhan ekonomi ini menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimilki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga meningkat.

Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan bila seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya ( Hera Susanti, dkk, 1995, hal : 23). Isilah pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi sebenarnya mempunyai arti yang berbeda, dimana keduaduanya menerangkan mengenai perkembangan ekonomi yang berlaku. Pertumbuhan selalu digunakan sebagai ungkapan umum yang menggambarkan tingkat perkembangan suatu negara yang diukur melalui pertambahan (persentase pertambahan) dari pendapatan nasional riil. Sedangkan istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. 2.1.2. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi 1. Teori David Ricardo David Ricardo mengungkapkan pandangannya mengenai pembangunan ekonomi dengan cara yang tidak sitematis dalam bukunya The Principles of Political Ecnomy and Taxation. David Ricardo mengungkapkan bahwa faktor yang penting dalam pertumbuhan ekonomi adalah buruh, pemupukan modal, dan perdagangan luar negeri. Seperti ahli ekonomi modern, teori Ricardo menekankan pentingnya tabungan bagi pembentukkan modal. Dibanding pajak, Ricardo lebih menyetujui pemupukan modal melalui tabungan. Tabungan dapat dibentuk melalui penghematan pengeluaran, memproduksi lebih banyak, dan dengan meningkatkan keuntungan serta mengurangi harga barang. Semakin banyak tabungan berarti semakin banyak pula pemupukan modal bagi

kegiatan penanaman modal berikutnya. Selain itu, Ricardo juga memberikan tekanan khusus pada perdagangan luar negeri sebagai sarana memperbaiki perekonomian, sebab perdagangan luar negeri akan menyebabkan pemanfaatan sumber daya secara maksimum dan meningkatkan pendapatan. 2. Teori Keynes Teori Keynes didasarkan pada adanya pengangguran siklis yang terjadi akibat depresi ekonomi. Menurut Keynes pengangguran merupakan akibat dari kurangnya permintaan efektif, dan untuk mengatasinya Keynes menyarankan agar memperbesar pengeluaran konsumsi dan non konsumsi. Dalam hal ini maka Keynes menganjurkan adanya campur tangan pemerintah melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang dapat mempengaruhi permintaan. Dalam teorinya, Keynes menganggap tabungan sebagai sifat sosial yang buruk karena kelebihan tabungan menyebabkan terjadi kelebihan supply sehingga produsen dapat merugi yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran yang menciptakan suatu kondisi ekonomi yang buruk. Oleh karena itu maka Keynes merasa pemerintah perlu mempengaruhi tingkat suku bunga yang berkorelasi langsung dengan jumlah uang beredar yang dapat meningkatkan permintaan 3. Teori Harord-Domar Teori ini dikembangkan secara terpisah dalam periode yang bersamaan oleh E.S. Domar dan R.F. Harord. Keduanya melihat pentingnya investasi terhadap pertumbuhan ekonomi, sebab investasi akan meningkatkan stok barang modal yang memungkinkan peningkatan output. Sumber dana domestik untuk keperluan investasi berasal dari bagian produksi ( pendapatan nasional ) yang ditabung.

4. Teori Schumpeter Schumpeter berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh komponen kewirausahawan. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha yang mempunyai kemampuan dan keberanian mengaplikasikan penemuan-penemuan baru dalam aktivitas produksi. Dalam teori ini kemajuan perekonomian kapitalis disebabkan karena diberinya keleluasaan untuk para entrepreneurship. Sayangnya keleluasaan tersebut cenderung menjadi monopoli kekuatan pasar. Monopoli inilah yang akhirnya memunculkan masalah-masalah non ekonomi, terutama sosial politik, yang akhirnya menghancurkan sistem kapitalis itu sendiri. 5. Teori Neo-Klasik Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori-teori Neo-Klasik sebelumnya, yang dikembangkan oleh Solow. Teori ini terfokus pada pembahasan pertumbuhan ekonomi dimana akumulasi stok barang modal dan keterkaitannya dengan keputusan masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi. Teori ini menggambarkan suatu tingkat output tertentu dapat dicapai dengan menggunakan berbagai kombinasi atau gabungan modal dan tenaga kerja. Oleh sebab itu dengan tenaga kerja yang tetap akan tetapi dengan tambahan modal maka output akan dapat ditingkatkan. Hal ini umumnya berlaku pada industri padat modal dan dengan kemajuan teknologi canggih.

2.2. Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi 2.2.1. Kontribusi Ekonomi Sektor Pertanian Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1974), pertanian di negara-negara sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut: a. Kontribusi Produk Dalam hipotesisnya, Kuznets melihat bagaimana keterkaitan antara pangsa output dari sektor pertanian di dalam pertumbuhan relatif dari produk-produk netto pertanian dan non pertanian. Dalam suatu perekonomian yang sedang berkembang dimana pendapatan meningkat, pertumbuhan output di sektor pertanian dapat diharapkan lebih rendah dibandingkan pertumbuhan output di sektor non pertanian dikarenakan oleh tiga alasan. Pertama, elastisitas pendapatan dari permintaan makanan dan produk-produk pertanian lainnya pada umunya lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan dari permintaan produk-produk non pertanian sesuai efek Engel. Kedua, sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian, petani-petani menjadi semakin tergantung pada input-input yang dibeli dari sektorsektor ekonomi non pertanian, ini disebut efek perubahan struktural sumber daya dari pertanian. Ketiga, karena permintaan terhadap jasa-jasa pemasaran di luar permintaan terhadap produk-produk pertanian meningkat, pengeluaran pangsa petani untuk makanan pada harga eceran menurun seiring waktu (disebut efek urbasisasi). b. Kontribusi Pasar

Negara Indonesia dengan populasi peratanian yang tinggi memiliki potensi pertumbuhan pasar dalam negeri bagi sektor-sektor non pertanian, khususnya industri. Pengeluaran petani untuk produk-produk industri baik barang-barang konsumsi maupun barang-barang produsen memperlihatkan suatu aspek dari kontribusi pasar sektor pertanian terhadap pembangunan ekonomi. Terdapat dua faktor penting yang dianggap sebagai prasyarat sektor pertanian lewat kontribusi pasarnya terhadap deversifikasi dan pertumbuhan. Pertama, dampak dari keterbukaan ekonomi dimana pasar domestik tidak hanya diisi oleh barang-barang buatan dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Dalam suatu sistem ekonomi tertutup kebutuhan petani akan barang-barang non makanan harus dipenuhi oleh industri dalam negeri. Jadi secara teoritis (dengan asumsi bahwa faktor-faktor lain mendukung), efek dari pertumbuhan pasar domestik dari pertumbuhan pasar domestik terhadap perkembangan dan pertumbuhan industri domestik lebih terjamin daripada dalam suatu sistem ekonomi terbuka. Sedangkan dalam sistem ekonomi terbuka, industri dalam negeri menghadapi persaingan dari barang impor. Dengan kata lain, pertumbuhan konsumsi yang tinggi dari petani tidak menjamin adanya pertumbuhan yang tinggi di sektor-sektor non pertanian dalam negeri. Kedua, teknologi yang digunakan di sektor pertanian menentukan tinggi rendahnya tingkat mekanisasi atau modernisasi sektor tersebut. Permintaan terhadap barangbarang produksi dari sektor pertanian tradisional lebih kecil dibandingkan permintaan sektor pertanian modern.

c. Kontribusi Faktor-faktor Produksi Faktor produksi yang dapat dialihkan dari sektor pertanian ke sektor-sektor non pertanian tanpa harus mengurangi produktivitas di sektor pertanian adalah tenaga kerja. Secara teoritis banyaknya tenaga kerja di sektor pertanian tidak akan menurun sampai suatu titik dimana laju pertumbuhan tenaga kerja di sektor non pertanian melewati tingkat pertumbuhan tenaga kerja (titik balik). d. Kontribusi Devisa Kontribusi sektor pertanian suatu negara terhadap pendapatan devisa adalah lewat pertumbuhan ekspor dan pengurangan impor negara tersebut atas komoditi-komoditi pertanian. Kontribusi sektor itu terhadap ekspor juga bersifat tidak langsung, misalnya lewat peningkatan ekspor atau pengurangan impor produk-produk berbasis pertanian, seperti makanan, minuman, tekstil dan produk-produknya, barang-barang dari kulit, ban mobil, obat-obatan dan lain-lain. Namun peranan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan devisa dapat berlawanan dengan perannya sebagai kontributor terhadap pasar domestik. Suplai dari pertanian ke pasar domestik bisa kecil karena sebagian besar dari hasil produksi sektor tersebut diekspor. Dengan kata lain usaha untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu faktor penghambat bagi pertumbuhan ekspor. Untuk menghindari gejala trde-off ini, maka ada dua hal yang perlu dilakukan di sektor pertanian, yakni menambah kapasitas produksi di satu pihak dan meningkatkan daya saing produkproduknya di pihak lain.

2.2.2. Keterkaitan Terhadap Sektor Pertanian Keterkaitan produksi antara sektor pertanian dengan sektor-sektor lain dapat dianalisis dengan memakai metodologi input-output (I-O). Keterkaitan produksi menunjukkan ketergantungan dalam proses produksi antara satu sektor dengan sektor lain. Dalam bentuk keterkaitan ekonomi, sektor pertanian mempunyai tiga fungsi utama. Pertama, sebagai sumber investasi di sektor-sektor non pertanian. Surplus uang di sektor pertanian menjadi sumber dana investasi di sektor-sektor lain. Kedua, sebagai sumber bahan baku atau input bagi sektor-sektor lain, khususnya agroindustri dan sektor perdagangan. Ketiga, melalui peningkatan permintaan di pasar output dimana output pertanian sebagai sumber diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Berdasarkan uraian ini dapat diprediksi apabila sektor pertanian mengalami stagnasi, kerugian yang dihadapi ekonomi domestik akan sangat besar akibat industri dan sektor lain yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pertanian juga mengalami stagnasi karena tiga fungsi dari pertanian tersebut. 2.2.3. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Pengolahan Ada beberapa alasan kenapa sektor pertanian yang kuat sangat esensial dalam proses industrialisasi di negara Indonesia, yakni: 1. Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin, dan ini merupakan salah prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa terus berlangsung. Ketahanan pangan juga berarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin kestabilan sosial dan politik.

2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan pertanian yang baik membuat tingkat pendapatan riil perkapita di sektor tersebut tinggi merupakan salah satu sumber permintaan terhadap barang-barang non makanan, terutama produk-produk industri. Ini merupakan keterkaitan konsumsi atau peningkatan pendapatan di sektor pertanian membuat permintaan akhir terhadap output di sektor industri juga meningkat. 3. Dari sisi penawaran agregat, pembangunan di pertanian merupakan salah satu sumber input bagi industri pengolahan. 4. Masih dari sisi penawaran agregat, pembangunan di pertanian dapat menghasilkan surplus uang (MS) di sektor tersebut yang bisa menjadi sumber investasi di sektor lain, terutama industri pengolahan. Ini disebut keterkaitan investasi, pertumbuhan output pertanian menghasilkan dana investasi bagi sektorsektor lain. Pembahasan teori mengenai keterkaitan ekonomi antar pertanian dan industri, dan studi-studi kasus di negara-negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin yang membuktikan betapa pentingnya pertanian bagi pertumbuhan produksi di industri. Studi tersebut menunjukkan bahwaketerkaitan antar kedua sektor tersebut didominasi oleh efek keterkaitan pendapatan, bukan efek keterkaitan produksi, dan sangat sedikit bukti mengenai keterkaitan investasi. Oleh karena itu pertanian memerankan suatu peranan penting dalam pertumbuhan output di industri.

2.2.4. Pertanian sebagai Sektor Pemimpin Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional tidak hanya diukur dari kontribusinya terhadap pertumbuhan PDB atau pendapatan nasional, kesempatan kerja, dan salah satu sumber pendapatan devisa negara, tetapi potensinya juga harus dilihat sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan output dan diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Dalam hal ini pertanian disebut sektor pemimpin. Artinya semakin besar ketergantungan dari pada pertumbuhan output di sektor-sektor ekonomi lain terhadap pertumbuhan output di sektor pertanian semakin besar pula peran peran pertanian sebagai sektor pemimpin. Konsep dasar dari pentingnya pertanian sebagai sektor pemimpin di dalam pembangunan ekonomi nasional dapat dilihat dalam pernyataan dari Simatupang dan Syafa at (2000) sebagai berikut: Sektor andalan perekonomian adalah sektor yang memiliki ketangguhan dan kemampuan tinggi. Sektor andalan merupakan tulang punggung (backbone) dan mesin penggerak perekonomian (engine of growth) sehingga dapat pula disebut sebagai sektor kunci atau sektor pemimpin (leading sector) perekonomian nasional. Menurut mereka ada lima syarat yang harus dilihat sebagai kriteria dalam mengevaluasi pertanian sebagai sektor kunci dalam perekonomian nasional. Kelima syarat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Strategis, dalam arti esensial dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaransasaran dan tujuan dari pembangunan nasional, seperti pertumbuhan ekonomi

(PDB), kesempatan kerja, peningkatan devisa negara, pembangunan ekonomi daerah, dan sebagainya. 2. Tangguh, yang berarti unggul dalam persaingan baik dalam negeri maupun di pasar global dan mampu menghadapi gejolak ekonomi, politik maupun alam. Pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki keunggulan kompetitif, berbasis pada kemampuan sendiri (domestik) atau kemandirian dan dapat menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan strategis (sosial, ekonomi, politik, alam). 3. Artikulatif, yang artinya pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki kemampuan besar sebagai dinamisator dan fasilitator bagi pertumbuhan output di sektor-sektor ekonomi lainnya dalam suatu spektrum yang luas. 4. Progresif, yang berarti pertanian dapat tumbuh secara berkelanjutan tanpa menimbukan efek-efek negatif terhadap kualitas lingkungan hidup. Hanya jika output pertanian tumbuh positif dan berkelanjutan, sektor tersebut dapat berfungsi sebagai motor pertumbuhan bagi perekonomian nasional. 5. Responsif, yang berarti pertanian sebagai sektor andalan mampu memberi respons yang cepat dan besar terhadap setiap kebijaksanaan pemerintah. 2.3. Pembangunan Pertanian 2.3.1. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian Paradigma dalam pembangunan pembangunan pertanian pada masa mendatang ini dan yang perlu mendapatkan perhatian para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian adalah sebagai berikut: a. Dari Sentralisasi ke Desentralisasi

Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian di daerah perlu diberikan wewenang yang lebih luas dalam merencanakan daerahnya, karena mereka lebih mengetahui potensi dan kendala daerahnya. Karena aparat perencana di daerah ini umumnya relatif masih lemah, maka bantuan tenaga ahli perguruan tinggi sebaiknya perlu dilibatkan. Untuk menguatkan pendapat ini tampaknya peranan instansi di daerah sudah waktunya mulai diperbesar. Misalnya paket Kebijaksanaan Penerintah Tanggal 23 Oktober 1993 tentang ekspor-impor, tarif bea masuk dan tata niaga impor, penanaman modal, perizinan, dan AMDAL. b. Pendekatan Komoditas ke Sumber Daya Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian sekarang sebaiknya tidak boleh lagi berpikir parsial tetapi harus berpikir holistik. Pendekatannya bukan bagaimana semata-semata produksi komoditas pertanian tertentu harus dicapai (misalnya pendekatan target produksi) tetapi harus pula memikirkan pengaruh kenaikan produksi tersebut ke aspek kehidupan lainnya misalnya bagaimana pengolahannya, pemasarannya, pengaruhnya terhadap eksistensi komoditas lain, multiplier effect-nya terhadap smber daya setempat dan sebagainya. Oleh karena itu pendekatan sumber daya ini pada sasarannya diarahkan pada bagaimana optimalisasi pemanfaatan sumber daya agar pembangunan pertanian dapat berhasil bersamaan dengan pembangunan sektor ekonomi yang lain. Berdasarkan konsep ini, maka pendekatan agribisnis perlu dikembangkan. Dengan dibentuknya Badan Agribisnis di Departemen Pertanian diharapkan pendekatan agribisnis ini dapat dikembangkan dengan baik. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya ini baik itu inefisiensi di bidang teknis, harga maupun ekonomi.

c. Berasal Dari Peningkatan Pendapatan Petani ke Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan Pendapatan petani kecil juga berasal dari kegiatan non pertanian dan karena pendapatan masyarakat pedesaan sebagian besar juga didasarkan pada pendapatan yang berkaitan dengan kegiatan di sektor pertanian dan sejenisnya, maka orientasi pembangunan pertanian tidak lagi memperhatikan petani saja tetapi juga perlu memperhatikan mesyarakat pedesaan secara luas. Karena petani di pedesaan khususnya petani kecil sangat bergantung dari pendapatan di sektor non pertanian sehingga kaitan keberhasilan sektor pertanian dan sektor non pertanian di pedesaan menjadi sangat kental, maka memperhatikan petani tanpa memperhatikan masyarakat di sekitarnya adalah kurang seperti yang diharapkan. d. Berasal Dari Pendekatan Skala Subsistensi ke Skala Komersil Pembangunan pertanian perlu memperhatikan skala usaha. Petani kecil perlu diarahkan berusaha tani pada skala usaha yang menguntungkan (Soekartawi, 1989c, 1991c). Membahas pengertian sakala ekonomi, baik skala usaha besar seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau perusahaan swasta berskala besar, maupun skala usaha kecil seperti kebanyakan usaha tani rakyat di Imdonesia, tentu tidak terlepas dari kaidah efisiensi. Secara makro, pengertian efisiensi dikaitkan dengan efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi. Sedangkan secara mikro, efisiensi dapat dibedakan menjadi efisiensi antar sektor yaitu bagaimana sumber daya pertanian dan non pertanian dapat dialokasikan sedemikian rupa sehingga optimal dan efisiensi dalam sektor yaitu bagaimana

mengalokasikan sumber daya yang optimal dalam sektor pertanian itu sendiri (Johnson, 1998). e. Dari Pendekatan Padat Karya ke Penggunaan Alat atau Mesin Selama ini perlunya penggunaan pendekatan padat karya selalu dijadikan alasan dalam kegiatan agribisnis agar kegiatan tersebut dapat menyerap tenaga kerja. Namun tidak disadari bahwa padat karya saja tanpa menggunakan alat atau mesin, maka agribisnis tersebut tidak akan menghasilkan produk yang mempunyai keunggulan komparatif. Oleh karena itu perlu dicari bagaimana alat dan mesin yang dipakai dan sekaligus masih mampu menyerap tenaga kerja. Teknologi yang dipilih tentunya harus mempunyai persyaratan tertentu dan tidak asal alat atau mesin, yang diharapkan adalah teknologi yang memenuhi beberapa hal seperti: mampu menghemat sumber daya, mampu menghemat penggunaan sarana produksi, mampu meningkatakan produktivitas kerja, dan mampu memperbaiki efisiensi pemasaran. f. Dari Pendekatan Komoditi Primer ke Komoditi yang Mempunyai Nilai tambah Tinggi Salah satu cara untuk menigkatkan nilai tambah adalah melaksanakan diversifikasi. Untuk itu aspek diversifikasi menjadi penting, apakah itu diversifikasi horizontal atau vertikal. Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian perlu bekerka keras untuk menganjurkan komoditi apa yang mempunyai nilai tambah lebih itu. Perlu diingat karena produk pertanian itu spesifik, maka perwilayahan komoditi yang disesuaikan dengan daya dukung sumber daya yang ada. Diversifikasi vertikal dapat diartikan sebagai upaya penganekaragaman produk pertanian dari hasil olahan produk tersebut. Sedangkan diversifikasi horizontal pada

dasarnya adalah penganekaragaman usaha tani dengan cara mengintrodusir berbagai cabang usaha tani agar produknya mempunyai nilai tambah yang tinggi. g. Dari Pendekatan Tarik Tambang ke Dorong Gelombang PERHEPI (1989a&b) pernah melontarkan gagasan pendekatan ini. Selama PJP-I teori tarik tambang ini populer sekali, yaitu investasi diarahkan di daerah yang mempunyai potensi, dikembangkan sehingga muncul daerah tertentu yang berkembang cepat tetapi daerah lain tertinggal. Model ini akhirnya justru ditengarai memperlebar ketimpangan dan karena pendekatan tersebut, perlu diikuti dengan kebijakan investasi dorong gelombang yang maksudnya daerah tertinggal perlu didorong untuk berkembang agar dapat mengikuti daerah yang lebih maju. Dengan cara investasi dorong gelombang diharapkan pendapatan masyarakat antar daerah atau antar lapisan masyarakat menjadi lebih baik. Dengan pendekatan ini, maka setiap tempat baik itu daerah yang mempunyai potensi tinggi, sedang atau kurang, memperoleh kesempatan yang sama untuk dikembangkan bersama-bersama. h. Dari Pendekatan Peran Pemerintah yang Dominan ke Peran Masyarakat yang Lebih Besar Partisipasi masyarakat perlu terus ditingkatkan pada proyek-proyek pembangunan pertanian pada masa mendatang. Bila pendekatan ini berhasil, maka beban pemerintah dalam pembangunan akan semakin berkurang. Jika diperhatikan, maka terlihat bahwa memang diperlukan reorientasi pendekatan pembangunan pertanian. Perubahan dari agraris menjadi industri sudah kian menjadi kenyataan. Konsep perubahan ini telah banyak diulas oleh peneliti-peneliti, antara lain Malasis (1975) atau Soekartawi (1990f). Perubahan ini tidak dapat dihindarkan

karena konsekuensi logis dari derasnya industrialisasi. Pengalaman di negara maju pun serupa, hanya saja yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai perubahan yang terjadi ini menjadi pembangunan di masing-masing sektor menjadi stagnasi. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya khusus untuk mengantisipasinya. Reorientasi pembangunan pertanian yang didasarkan pada paradigma pembangunan ini perlu dilakukan secara bertahap dan berencana. 2.3.2. Syarat-syarat Pembangunan Pertanian Untuk keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat atau pra-kondisi yang untuk tiap-tiap negara atau daerah berbeda-beda. Pra-kondisi ini meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, social budaya dan lain-lain. Tetapi sector industry secara simultan memproduksi sarana-sarana produksi serta alat-alat untuk meningkatkan produksi pertanian. Peningkatan hasil-hasil produksi pertanian mendapat pasaran baik di kota. Pemerintah disamping mengadakan investasiinvestasi dalam prasarana berupa jalan-jalan ekonomi dan bangunan-bangunan irigasi memberikan pula penyuluhan-penyuluhan kepada petani dan organisasi-organisasi petani mengenai berbagai penemuan teknologi baru. Dengan demikian maka iklim yang baik diciptakan untuk merangsang kegiatan membangun seluruh sector pertanian. Dalam buku A.T Mosher analisa lebih mendalam atas sepuluh syarat-syarat mutlak dan syarat-syarat pelancar berdasarkan pengalaman pembangunan pertanian di negara kita, membawa kita pada kesimpulan bahwa sebenaranya iklim pembangunan yang merangsang bagi pembangunan pertanian telah dapat tercipta

dengan pelaksanaan Repelita mulai 1969/1970 yang secara tegas member prioritas pada sektor pertanian. 2.3.3. Pendekatan-pendekatan Pembangunan Pertanian Ada beberapa pendekatan yang dilakukan dalam upaya pelaksanaan pembangunan pertanian, yakni: a) Program Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Sektor Pertanian Bagi Negara-negara sedang berkembang, pembangunan pertanian pada abad-21 bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan juga harus mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan menunjang sistem tersebut. Peningkatan sumber daya manusia disini tidak dibatasi maknanya dalam artian peningkatan produktivitas mereka saja, namun yang tidak kalah penting adalah untuk meningkatkan kemampuan para petani agar dapat lebih berperan dalam berbagai proses pembangunan. Selama ini masalah produktivitas pertanian di negara-negara sedang berkembang selalu didekati dengan pendekatan ekonomi. Berbagai program, misalnya program kredit bagi petani, telah diciptakan oleh pemerintah negara-negara yang sedang berkembang untuk mendorong petani agar meningkatkan produktivitas mereka. Akan tetapi, program-program itu belum mampu memecahkan masalah tersebut secara tuntas. Produktivitas petani tetap rendah, dan kalaupun meningkat maka peningkatan tersebut relatif kecil.

Hal ini menyebabkan orang meragukan pendapat yang menyederhanakan masalah produktivitas hanya sebagai masalah insentif. Di samping merupakan masalah insentif ekonomi, masalah rendahnya produktivitas juga merupakan masalah kurangnya insentif politik dalam artian tersumbatnya partisipasi petani dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pembangunan nasional pada umunya, dan pembangunan pertanian disebabkan oleh tidak adanya suatu organisasi yang memiliki kekuatan politik untuk memperjuangkan kepentingan petani di forum nasional, di negara-negara yang sedang berkembang. Di samping itu, rendahnya produktivitas juga disebabkan oleh adanya ketimpangan dalam pemilikan tanah. Atas dasar pertimbangan di atas, maka peningkatan sumber daya manusia dalam sektor pertanian tidak hanya diarahkan pada peningkatan produktivitas petani, namun harus diarahkan pula pada peningkatan partisipasi politik petani dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka, melalui organisasi petani yang mandiri. Dengan kata lain, suatu sistem pertanian yang berkelanjutan harus didukung sebuah organisasi petani yang mandiri dan mempunyai kekuatan politik yang dapat memperjuangkan aspirasi kaum tani. Hal ini berarti bahwa pembangunan harus pula mengemban misi mendemokratisasikan lingkungan sosial, politik, dan ekonomi nasional pada umunya, khususnya pada tingkat masyarakat pertanian. Dalam kaitannya dengan demokratisasi sistem politik, sosial, dan ekonomi tersebut, maka land reform merupakan bagian integeral dari suatu model pembangunan pertanian pada abad-21. a. Peranan Pemernitah dalam Pembangunan Pertanian

Peranan pemerintah dalam pembangunan pertanian menyangkut hal-hal sebagai berikut: 1. Kebijaksanaan Pertanian Kebijaksanaan pertanian yang lebih spesfik meliputi berbagai bidang yang penting diantaranya adalah: a) Kebijaksanaan harga Kebijaksanaan harga ini merupakan kebijaksanaan terpenting di banyak negara dan biasanya digabung dengan kebijaksaan pendapatan sehingga disebut kebijaksanaan harga dan pendapatan (price and income policy). Segi harga dari kebijaksanaan itu bertujuan untuk mengadakan stabilisasi harga, sedangkan dari segi pendapatannya bertujuan agar pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi dari musim ke musim dan dari tahun ke tahun. Kebijaksanaan harga dapat mengandung suatu pemberian suatu penyangga (support) atas harga-harga hasil pertanian supaya tidak terlalu merugikan petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi tertentu bagi petani. Secara teoritis kebijaksanaan harga dapat dipakai mencapai tiga tujuan yaitu: 1. Stabilisasi harga hasil-hasil pertanian terutama pada tingkat petani 2. Meningkatkan pendapatan petani melalui perbaikan dasar tukar (term of trade) 3. Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi

b) Kebijaksanan pemasaran Untuk melindungi petani produsen, pemerintah dapat mengeluarkan kebijaksanaankebijaksanaan khusus dalam kelembagaan perdagangan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan tekanan pada perubahan mata rantai pemasaran dari produsen ke konsumen, dengan tujuan utama untuk memperkuat daya saing petani. Masalah yang dihadapi di negara kita adalah kurangnya kegairahan berproduksi pada tingkat petani, tidak ada keinginan untuk mengadakan penanaman baru dan usaha-usaha lain untuk menaikkan produksi karena persentase harga yang diterima oleh petani relatif rendah dibandingkan dengan bagian yang diterima golongan-golongan lain. Badan-badan pemasaran yang dibentuk dimaksudkan untuk memberikan jaminan harga minimum yang stabil pada petani. c) Kebijaksanaan struktural Kebijaksanaan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki struktur produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan pengusahaan alat-alat pertanian yang baru dan perbaikan prasarana pertanian pada umumnya baik prasarana fisik maupun sosial ekonomi. Kebijaksanaan struktural ini hanya dapat terlaksana dengan kerjasama yang erat dari beberapa lembaga pemerintah. Perubahan struktur yang dimaksud disini tidak mudah mencapainya dan biasanya memakan waktu yang lama karena sifat usaha tani yang tidak saja merupakan unit usaha ekonomi tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan petani dengan segala aspeknya.

2. Diversifikasi Pertanian Pada dasarnya yang dimaksud dengan diversifikasi atau penganekaragaman pertanian adalah usaha untuk mengganti atau meningkatkan hasil pertanian yang monokoultur (satu jenis tanaman) ke arah pertanian yang bersifat multikultur (banyak macam). Diversifikasi yang demikian disebut diversifikasi horizontal. Disamping itu dikenal pula diversifikasi vertical yaitu usaha untuk memajukan industri-industri pengolahan hasil-hasil pertanian yang bersangkutan. Salah satu pertimbangan utama dari usaha diversifikasi adalah stabilisasi dalam pendapatan pertanian dan menghindarkan ketergantunagan pada satu atau dua jenis komoditi saja. Keputusan untuk mengadakan diversifikasi harus didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan harapan harga, permintaan, dan penawaran. Keputusan untuk mengadakan diversifikasi memerlukan perhitungan untung-rugi yang tidak mudah. Keuntungan-keuntungan yang mungkin didapat dari diversifikasi dapat dibagi empat yaitu dari segi permintaan, penawaran, nutrisi, dan tujuan pembangunan. Dari segi permintaan, kenaikan dapat diharapkan baik dalam negeri maupun luar negeri selama tanaman diversifikasi benar-benar mempunyai elastisitas pendapatanyang lebih besar. Dari segi penawaran, diversifikasi dapat mendatangkan kenaikan pendapatan pada petani karena sistem tumpang sari atau pertanian campuran semuanya dapat dilakukan pada tanah yang sama. Juga bagi pemerintah diversifikasi dapat mengurangi beban untuk mengadakan pengawasan produksi atas komoditi yang berlebihan. Pada waktu yang bersamaan produksi tanaman-tanaman yang mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi akan terdorong sehingga kesehatan

penduduk dapat naik. Akhirnya dari segi tujuan pembangunan pembangunan ekonomi keseluruhan, diversifikasi sangat bermanfaat. 3. Perencanaan Pembangunan Perencanaan pertanian adalah proses memutuskan apa yang hendak dilakukan oleh pemerintah mengenai tiap kebijaksanaan dan kegiatan yang mempengaruhi pembangunan pertanian selama jangka waktu tertentu. Perencanaan pertanian yang dilakukan pemerintah adalah menyangkut rencana kebijaksanaan produksi yang berhubungan dengan kebijaksanaan pertanian serta perencanaan nasional bidang pertanian dengan memperhatikan kondisi daerah. b) Agribisnis dan Agroindustri Agribisnis mampu dipakai sebagai salah satu pendekatan dari pembangunan pertanian di Indonesia yang disebabkan karena peran agribisnis yang mampu meningkatkan pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja, ekspor, pertumbuhan industry yang lain, dan meningkatkan nilai tambah. Disamping itu juga memiliki keterkaitan tehadap pengembangan sumber daya manusia (SDM), pembangunan berwawasan lingkungan, serta wilayah pembangunan pertanian. Agroindustri adalah suatu satu cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian. Apabila pertanian diartikan sebagai proses yang menghasilkan produk petanian di tingkat primer, maka kaitannya dengan industri dapat berkaitan ke belakang (backward linkage) maupun (fordward linkage).

Beberapa pengelompokan peranan agroindustri dalam proses pembangunan nasional dapat diuraikan sebagai berikut: (Soeharjo, 1991) 1. Agrobisnis sebagai pioner yang didukung oleh sektor pertanian; 2. Agroindustri sebagai pendorong ekspor hasil pertanian; 3. Agroindustri untuk subsitusi impor; 4. Pemanfaatan potensi permintaan keluarga tani; 5. Penyesuaian peawaran sektor pertanian; 6. Pengembangan agroindustri sebagai penampung diversifikasi dan transformasi struktur perekonomian; 7. Agroindustri penggerak pembangunan desa. c) Orientasi Ekspor Sektor Pertanian Dalam setiap perencanaan tentang pembangunan, pertanian selalu ditekankan baik oleh pemerintah maupun pakar ekonomi pertanian di negara-negara berkembang. Salah satu alasan adalah sektor pertanian harus mampu menyumbang devisa negara. Selain itu terdapat suatu asumsi bahwa ekspor dapat meningkatkan kehidupan petani. Namun dalam era liberisasi ekonomi, masalahnya tidak sesederhana yang digambarkan di atas. Kuatnya teori atau logika yang mendasari pendapat bahwa sektor pertanian harus mampu menyumbang devisa, menurut Vandana Shiva (1996) dapat mengarah pada suatu keharusan bagi negara-negara yang sedang berkembang untuk sekaligus juga mengekspor ecological capital yang dilestarikan selama ini.

2.3.4. Tujuan Pembangunan Pertanian Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dijelaskan bahwa pembangunan pertanian diarahakan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien, dan tangguh. Pengertian maju, efisien, dan tangguh dalam ekonomi pertanian mencakup konsepkonsep mikro dan makro yaitu bagi sektor pertanian sendiri maupun dalam hubungannya dengan sektor-sektor lain di luar pertanian, misalnya industri, transportasi, perdagangan, dan keuangan. Selanjutnya pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, peternak, nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan kerja, menunjang pembangunan industri serta meningkatkan ekspor. Untuk itu semua dilanjutkan dan ditingkatkan usahausaha diversifikasi, intensifikasi, dan enkstensifikasi, serta rehabilitasi tanah-tanah kritis. 2.4. Ekspor 2.4.1. Teori Mengenai Ekspor Ekspor adalah barang-barang atau komoditi yang diperdagangkan di luar negeri dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing juta Dollar US. Ekspor merupakan salah satu elemen Neraca Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran yang selalu diikuti dengan perkembangan impor yakni barang-barang atau komoditi dari luar negeri yang diperdagangkan di dalam negeri. Aktivitas ekspor maupun impor timbul karena adanya perbedaan produktivitas dalam suatu negara, maka spesialisasi dan perdagangan akan semakin

menguntungkan. Perdagangan internasional memungkinkan spesialisasi dan pembagian kerja yang lebih efisisen disbanding dengan hanya mengandalkan produktivitas domestik saja. Diversifikasi atau keanekaragaman kondisi produksi merupakan alasan mendasar setiap negara untuk terlibat dalam perdagangan internasional. Sementara alasan yang paling utama dalam perdagangan internasional adalah prinsip keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo. Prinsip tersebut mengatakan bahwa perdagangan antar dua wilayah secara absolut lebih produktif atau kurang poduktif dibanding wilayah lain pada suatu komoditi. Keunggulan yang besar akan diperoleh bila suatu negara berspesialisasi pada bidang yang mempunyai keunggulan komparatif, mengekspor produk tersebut dan menukarkannya dengan produk negara lain yang di negaranya mempunyai keunggulan komparatif. Prinsip keunggulan komparatif juga dapat diterapkan pada banyak barang atau banyak negara. 2.4.2. Ekspor Hasil Pertanian Setelah krisis minyak melanda perekonomian dunia pada dekade 1970-1980an, maka pemerintah Indoesia berusaha untuk keluar dari krisis tersebut. Berbagai cara telah dilakukan diantaranya melalui kebijaksanaan yang lebih dikenal dengan istilah deregulasi dan debirokratisasi. Di bidang industri (khususnya industri yang berorientasi ekspor) juga dilaksanakan penyesuaian-penyesuaian yaitu dari strategi industri substitusi impor menuju strategi industri yang berorientasi pada pasar global. Setelah dikeluarkan kebijaksanaan di kegiatan perbankan, maka seterusnya berbagai perangkat kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi telah dikeluarkan

oleh pemerintah. Hasilnya dapat dilihat dari naiknya nilai ekspor dan bergesernya posisi ekspor minyak dan gas (migas) yang semula mendominasi nilai ekspor Indonesia digantikan oleh ekspor non-migas sejak tahun 1986/1987. Ekspor nonmigas yang cemerlang sejak tahun 1986/1987 terus diikuti dengan terus menaiknya jumlah nilai ekspor yang berasal dari produk pertanian. Seperti dijelaskan sebelumnya, volume dan nilai ekspor hasil pertanian terus meningkat. Bila ekspor hasil pertanian diperinci menurut subsektor, maka ekspor hasil perkebunan menduduki urutan pertama yang diikuti ekspor hasil perikanan, tanaman pangan dan peternakan. Beberapa variabel penting yang erat berpengaruh terhadap masa depan ekspor hasil pertanian adalah: a) Situasi ekonomi internasional. Akibat situasi yang kurang stabil di Timur Tengah dan Eropa mendorong pasar dunia beralih ke kawasan Asia Pasifik. b) Proteksionisme dari negara-negara maju. Karena volume ekspor Indonesia untuk tiap komoditi adalah relatif kecil, maka pemerintah perlu berhati-hati dalam mengantisipasi gejala proteksionisme negara-negara maju. c) Perubahan kebijaksanaan organisasi perdagangan dunia seperti ICO (kopi), ICCO (cacao), termasuk pemanfaatan perundingan GATT dan sebagainya. d) Sistem globalisasi yang timbul karena pengaruh semakin majunya teknologi informasi cenderung memperpendek jarak antar suatu bangsa dan lainnya, antara satu sistem perdagangan dengan yang lain. Konsekuensi bagi negara berkembang

adalah perlunya profesionalisme dan meningkatkan daya saing produk-produk dalam negeri. Disamping masalah-masalah internasional yang mempengaruhi peluang ekspor hasil pertanian, maka variabel yang berasal dari dalam negeri juga tidak kalah pentingnya, antara lain: 1) Situasi politik dan keamanan yang stabil. Kondisi politik dan keamanan yang stabil akan mendorong situasi yang kondusif untuk melakukan ekspor. 2) Produktivitas nasional yang semakin baik. Bila produktivitas nasional meningkat maka produksi meningkat dan peluang ekspor dimungkinkan terus meningkatkan. 3) Deregulasi dan debirokratisasi. Sektor-sektor ekonomi yang belum tersentuh oleh kebijaksanaan ini masih memungkinkan untuk memberikan peluang meningkatkan ekspor. 2.5. Pengeluaran Pemerintah 2.5.1. Teori Pengeluaran Pemerintah Teori makro mengenai pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu: a. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Model ini dikembangkan oleh W.W. Rostow dan R.A. Musgrave yang menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi

yang dibedakan atas tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah darus menyediakan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menegah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar data tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin penting. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, hal ini berkaitan dengan peranan swasta yang semakin besar banyak menimbulkan kegagalan pasar sehingga pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap GNP semakin besar dan persentase investasi pemerintah dalam persentase GNP akan semakin kecil. Teori perkembangan peranan pemerintah yang dikemukakan oleh Musgrave dan Rostow adalah suatu pandangan yang ditimbulkan dari pengamatan berdasarkan pembangunan ekonomi yang dialami oleh banyak negara, tetapi tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu. Selain itu tidak jelas apakah tahap petumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap atau beberapa tahap dapat terjadi secara simultan. b. Hukum Wagner Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase GNP yang juga didasarkan pada pengamatan di

negara-negara Eropa, Amerika, dan Jepang pada abad-19. Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum, akan tetapi dalam pandangan tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam pengertian pertumbuhan secara relatif ataukah absolut. Apabila yang dimaksud Wagner adalah perkembangan pengeluaran pemerintah secara relatif sebagaimana teori Musgrave, maka hukum Wagner adalah sebagai berikut: Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan antara industri dengan industri, hubungan industri dengan masyarakat dan sebagainya semakin rumit dan kompleks. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Kelemahan hukum Wagner adalah hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organisasi mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya. c. Teori Peacock dan Wiseman Peacock dan Wiseman mengemukakan pendapat lain dalam menerangkan perilaku perkembangan pemerintah. Mereka mendasarkan pada suatu analisis dialetika

penerimaan-pengeluaran. Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan dari pajak. Padahal masyarakat tidak menyukai pembayaran pajak yang kian besar. Menurut kedua ahli ini, perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak meningkat meskipun tarif pajaknya mungkin tidak berubah, pada gilirannya mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat pula. Dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan nasional menaikkan pula baik penerimaan maupun pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan normal terganggu, katakanlah karena perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan dimaksud. Konsekuensinya, timbil tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian (displacement effect). Ponsulat yang berkenaan dengan efek ini menyatakan gangguan sosial dan perekonomian menyebabkan aktivitas swasta digantikan oleh aktivitas pemerintah. Pengatasan gangguan acapkali tidak cukup dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah mungkin harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi, muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah pun kian membengkak karena kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut ialah pajak tidak turun kembali ke tingkat semula meskipun ganguan telah usai. Jika pada saat terjadi gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek penggantian, maka sesudah gangguan berakhir timbul pula efek lain yang disebut efek inspeksi (insfection effect). Postulat efek ini menyatakan bahwa gangguan sosial

menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh pemerintah sesudah gangguan sosial tersebut. Kesadaran semacam ini menggugah kesediaan masyarakat untuk membayar pajak lebih besar, sehingga memungkinkan pemerintah beroleh penerimaan yang lebih besar juga. Inilah yang dimaksud dengan analisis dialetika penerimaan-pengeluaran pemerintah. Suatu hal yang perlu dicatat dari teori Peacock dan Wiseman adalah bahwa mereka mengemukakan adanya toleransi pajak, yaitu suatu limit perpajakan, akan tetapi mereka tidak menyatakan pada tingkat berapakah toleransi pajak tersebut. 2.5.2. Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah Penegeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi (Suparmoko, 1996: 47-48): 1. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa-masa yang akan datang. 2. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat. 3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang. 4. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas. Di Indonesia pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menurut dua klasifikasi yaitu (Dumairy, 1996:145):

a. Pengeluaran Rutin Merupakan pengeluaran untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi belanja pegawai; belanja barang; berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang); angsuran dan bunga utang pemerintah; serta sejumlah pengeluaran lainnya. Anggaran belanja rutin memegang peranan yang penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran pemerintah perlu dilakukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Hal ini diupayakan melalui pinjaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen/ lembaga non-departemen, dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap. b. Pengeluaran Pembangunan, Yaitu pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik dan non-fisik. Dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai programprogram pembangunan, sehingga dananya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai prioritas yang telah direncanakan.

2.5.3. Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pertanian Pengeluaran pemerintah di sektor pertanian diarahkan sebagai anggaran pembangunan pertanian. Anggaran pembangunan sektor pertanian ditujukan untuk pembiayaan program dan proyek pembangunan sektor pertanian yang bertujuan sebagai upaya pembangunan pertanian rakyat terpadu, program pembangunan usaha tani, program diversifikasi pangan dan gizi, program pengembangan sumber daya, sarana dan prasarana pertanian, program pengembangan koperasi, program pembinaan daerah pantai, program pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup, program pendidikan kedinasan, program peranan wanita, program teknik produksi, program penguasaan teknologi, program pengkajian dan penelitian ilmu pengetahuan terapan, program inventarisasi dan evaluasi potensi kelautan, program pemanfaatan sumber daya kelautan, program penyempurnaan dan pengembangan statistik, program pendidikan dan pelatihan aparatur negara, serta program pendayagunaan sistem dan pelaksanaan pengawasan. Pengeluaran pemerintah di sektor pertanian dinilai sebagai investasi untuk tujuan kekuatan dan ketahanan ekonomi sektor pertanian di masa yang akan datang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk menyusun skripsi ini, metode penelitiannya adalah sebagai berikut: 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di kecamatan-kecamatan penghasil komoditi yang diekspor yaitu Kecamatan Tiga Panah, Kecamatan Kabanjahe, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. 3.2. Jenis dan Sumber Data 3.2.1. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama yang menjadi objek penelitian. Data Primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dan pengisian kuisioner terhadap para petani dan peternak di Kabupaten Karo yang dijadikan sampel penelitian. b. Data Sekunder Data Sekunder yaitu data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain.

3.2.2. Sumber Data Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen-dokumen Dinas Pertanian, Bappeda, BPS Kabupaten Karo, serta beberapa sumber seperti, studi kepustakaan, penelusuran internet, serta sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Data primer diperoleh dari hasil kuisioner. 3.3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, diantaranya yaitu: a. Observasi Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti, dalam hal ini adalah petani atau peternak di Kabupaten Karo. b. Wawancara Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data dan informasi dengan mengadakan tanya jawab dengan para petani atau peternak, pemerintah daerah Kabupaten Karo. c. Kuisioner adalah suatu teknik pengumpulan data atau informasi dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tulis yang berkaitan dengan penelitian, yang diajukan kepada responden yaitu para petani atau peternak di Kabupaten Karo. d. Teknik Studi Kepustakaan

Dalam teknik studi kepustakaan ini, penulis mencatat dan mengumpulkan data atau literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang ada di dalam penelitian ini, yaitu diperoleh dari buku-buku, artikel, tulisan-tulisan ilmiah, koran, dan jurnal. 3.4. Metode Analisis Data yang diperoleh dari poin diatas akan dianalisis dengan analisa deskriptif dengan menghubungkan teknik pengumpulan data baik library reseach maupun field research. Disamping itu juga dilakukan secara kualitatif. 3.5. Defenisi Operasional 1. Prospek Pembangunan Sektor Pertanian merupakan suatu potensi pertanian yang memiliki nilai dalam mendukung pembangunan ekonomi. 2. Pembangunan Ekonomi menunjuk pada peningkatan pemanfaatan sumber daya yang ada secara efisien. 3. Pengeluaran Pembangunan di Sektor Pertanian adalah biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan program dan proyek pembangunan di sektor pertanian daerah Kabupaten Karo yang dinyatakan dalam milyar Rupiah.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskriptif Daerah Penelitian 4.1.1. Geografis Daerah Secara geografis daerah Kabupaten Karo terletak antara 02 0 50-03 0 19 LU dan 97 0 55-98 0 38 BT. Daerah Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi bukit barisan dengan total luas administrasi 2.127 km 2 atau 212.725 ha. Wilayah Kabupaten Karo berbatasan dengan: a. Kabupaten Langkat dan Deli Serdang dibagian Utara, b. Kabupaten Simalungun dibagian Timur, c. Kabupaten Dairi dibagian Selatan, dan d. Propinsi Nanggro Aceh Darusalam dibagian Barat. Ibukota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe yang terletak sekitar 76 km sebelah selatan kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo yang secara administratif dibagi atas 17 (tujuh belas) kecamatan, tujuh belas kecamatan tersebut terdiri dari 248 (dua ratus empat puluh delapan) desa dan 10 (sepuluh) kelurahan.

4.1.2. Kondisi Iklim dan Topografi Tipe iklim daerah Kabupaten Karo adalah E2 menurut klasifikasi Oldeman dengan bulan basah lebih tiga bulan dan bulan kering berkisar 2-3 bulan atau A menurut Koppen dengan curah hujan rata-rata di atas 1.000 mm/ tahunn dan merata sepanjang tahun. Curah hujan tahunan berkisar antara 1000-4000 mm/ tahun, dimana curah hujan terbesar terjadi pada bulan basah yaitu Agustus sampai dengan Januari dan bulan Maret sampai dengan Mei. Ditinjau dari kondisi topografinya, wilayah Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah +140 m diatas permukaan laut (Paya lah-lah Mardingding) dan tertinggi ialah + 2.451 m diatas permukaan laut (Gunung Sinabung). Daerah Kabupaten Karo yang berada di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan kondisi topografi yang berbukit dan bergelombang, maka wilayah ini ditemui banyak lembah-lembah dan alur-alur sungai yang dalam dan lereng-lereng bukit yang curam/ terjal. Sedangkan besar (90%) wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian/ elevasi + 140 m- 1400 m diatas permukaan laut. Pada wilayah Kabupaten Karo terdapat dua hulu daerah aliran sungai (DAS) yang besar yakni DAS sungai Wampu dan DAS sungai Lawe Alas. Sungai Wampu bernuara ke Selat Sumatera dan Sungai Renun (Lawe Alas) bermuara ke Lautan Hindia.

Peta Prakiraan Sifat Hujan Kabupaten Karo 4.1.3. Kondisi Demografi Ditinjau dari segi etnis, penduduk Kabupaten Karo mayoritas adalah suku Karo, sedangkan suku lainnya seperti suku Batak Toba, Mandailing, Jawa, Simalungun dan suku lainnya hanya sedikit jumlahnya (di bawah 5%). Jumlah penduduk Karo jika dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Karo yakni 2.127,25 km2 maka kepadatan penduduk Kabupaten Karo akhir tahun 2008 adalah 161,03 jiwa/km2. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Karo pada periode tahun 2002-2008 adalah sebesar 3.19% per tahun.

Komposisi penduduk berdasarkan agama yang dianut memperlihatkan bahwa penganut agama Kristen merupakan yang terbanyak baru disusul oleh pemeluk agama Islam dan agama lainnya. 4.1.4. Potensi Wilayah Wilayah Kabupaten Karo memiliki potensi lahan yang sangat luas dan potensial yang dapat dikembangkan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Sebagian besar wilayah ini merupakan areal pertanian, oleh karena itu kegiatan terpenting perekonomian masih mengandalkan sektor pertanian. Disamping itu danau dan sungai tidak kalah pentingnya, ini digunakan sebagai potensi perikanan dan pehubungan sedangkan keindahan alamnya merupakan potensi energik untuk pengembangan industri, perdagangan dan lain-lain. Daerah ini juga merupakan salah satu tujuan wisata yang utama di Provinsi Sumatera Utara serta sudah banyak dikenal baik domestik maupun mancanegara. Hal ini didukung oleh panorama yang indah dengan alam/ udara pegunungan yana sejuk dan dekat dengan kota Medan sebagai salah satu pintu gerbang ke dunia internasional di Provinsi Sumatera Utara. 4.2. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karo Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pembagunan yang dilaksanakan, khususnya bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan perubahan jumlah produksi yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung, hal ini merupakan

gambaran tingkat perubahan ekonomi yang terjadi di suatu daerah. Bagi suatu daerah indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan yang dicapai dan juga berguna untuk menentukan arah kebijakan pembangunan yang akan datang. Untuk melihat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat dilihat melalui perubahan PDRB atas dasar harga konstan, dimana pada tahun 2007 kegiatan perekonomian di Kabupaten Karo mengalami peningkatan sebesar 5,13%. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan pada tahun 2006 sebesar 4,96%. Pertumbuhan tersebut didukung oleh semua sektor perekonomian di Kabupaten Karo, seperti terlihat dari tabel dimana pada tahun 2007 semua sektor mengalami pertumbuhan positif yang menunjukkan semua sektor mengalami peningkatan. Tabel 4.1. Perkembangan PDRB Kabupaten Karo Tahun 2000-2007 Tahun Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Nilai (Rp) Pertumbuhan Nilai (Rp) Pertumbuhan 2000 2.104.374,02-2.104.374,02-2001 2.467.302,96 17,25 2.217.015,11 5,35 2002 2.710.285,82 9,85 2.283.135,69 2,98 2003 2.996.488,40 10,56 2.403.876,36 5,29

2004 3.270.304,48 9,14 2.483.643,38 3,32 2005 3.683.020,64 12,62 2.600.529,76 4,71 2006 3.978.802,62 8,03 2.729.610,27 4,96 2007 4.483.323,77 12,68 2.869.736,96 5,13 Pembangunan ekonomi dapat menumbuhkan kegiatan-kegiatan sektor lapangan usaha sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui usaha-usaha sektor informal maupun formal. Pada prinsipnya pembangunan ekonomi itu sendiri merupakan rangkaian usaha yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dan memperluas lapangan kerja, pemerataan pendapatan masyarakat dan peningkatan hubungan ekonomi regional dalam peningkatan investasi daerah sehingga dapat menggairahkan lapangan usaha dengan sektor-sektor ekonomi yang ada di Kabupaten Karo. Struktur dan perkembangan perekonomian Kabupaten Karo dari tahun 2000-2006 dapat diketahui dari data distribusi Produk Domestik Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku dan harga konstan Kabupaten Karo seperti diperlihatkan pada Tabel 4.2 dan 4.3.

Tabel 4.2. Persentase Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993 No Jenis Sarana 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 01 Pertanian 65,40 64,33 63,49 63,15 64,63 60,09 59,53 02 Penggalian 0,11 0,12 0,12 0,12 0,29 0,32 0,32 03 Industri 1,50 1,59 1,68 1,75 1,82 0,79 0,81 04 Listrik, gas dan Air Bersih 0,48 0,51 0,54 0,56 0,46 0,31 0,30 05 Bangunan 1,91 1,99 2,12 2,30 2,90 3,49 3,59 06 Perdagangan/Hotel dan Restoran Angkutan dan 13,53 14,22 14,71 14,99 14,35 13,79 13,95 07 Komunikasi 5,62 5,78 6,01 6,12 3,97 9,51 9,58 08 Bank/Lembaga Keuangan 3,34 3,43 3,47 3,41 2,23 1,45 1,47 09 Jasa-jasa 8,10 8,02 7,86 7,59 9,34 10,26 10,46 Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 Sumber : BPS Kabupaten Karo 2007 Tahun 2000 2006 (persen)

Tabel 4.3. Persentase Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 2006 (persen) No Jenis Sarana 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 01 Pertanian 65,57 66,26 65,75 65,25 62,58 60,55 59,58 02 Penggalian 0,29 0,30 0,30 0,30 0,29 0,29 0,29 03 Industri 1,46 1,63 1,73 1,76 2,05 0,80 0,85 04 Listrik, gas dan Air Bersih 0,36 0,39 0,41 0,44 0,53 0,42 0,40 05 Bangunan 2,17 2,21 2,35 2,64 2,71 3,66 3,72 06 Perdagangan/Hotel dan Restoran Angkutan dan 12,06 12,90 13,39 13,75 15,47 12,05 12,11 07 Komunikasi 3,75 3,87 4,02 4,02 4,68 9,18 9,15 08 Bank/Lembaga Keuangan 2,25 2,39 2,39 2,29 2,49 1,66 1,66 09 Jasa-jasa 10,10 10,05 9,66 9,54 9,21 11,39 12,24 Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 Sumber : BPS Kabupaten Karo 2007

Laju pertumbuhan PDRB kabupaten Karo merupakan indikator pertumbuhan ekonomi makro Kabupaten Karo yakni menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Indikator ini bisa digunakan sebagai parameter penilaian sampai sejauh mana keberhasilan pembangunan di suatu daerah dalam periode tertentu, sedangkan petumbuhan tersebut merupakan rangkuman laju pertumbuhan seluruh sektor ekonomi. Tabel 4.2 memperlihatkan perkembangan PDRB Kabupaten Karo periode 2000-2006 dalam harga konstan. Berdasarkan harga konstan, dengan menggunakan harga dasar tahun 2000 PDRB Karo juga mengalami kenaikan dari sebesar 2,6 milyar pada tahun 2005 menjadi 2,729 milyar pada tahun 2006. Adapun berdasarkan harga berlaku, PDRB Karo juga mengalami pertumbuhan, yakni dari 3,683 milyar pada tahun 2005 menjadi 3,978 milyar pada tahun 2006. Dalam hal ini mengalami peningkatan sebesar 8,03%. Dari data tersebut diketahui bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karo periode 2000-2006 secara umum meningkat sebesar 4,96%. Baik dalam harga berlaku maupun dalam harga konstan 2000 kontribusi sektor pertanian adalah yang terbesar. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB dalam harga berklaku tercatat sebesar 67,57% pada tahun 2000 dan 59,58% pada tahun 2006, sedangkan dalam harga konstan tahun 2000 ialah sebesar 65,40% pada tahun 2000 dan 59,53% pada tahun 2006. Melihat besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Karo dapat menggambarkan bahwa sektor pertanian masih tetap menjadi andalan dalam menopang perekonomian daerah di Kabupaten Karo, hal ini sesuai

dengan karakteristik daerah dengan hamparan pertanian yang luas serta masyarakat yang dikenal sebagai petani yang tangguh dan ulet. Dari sisi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Karo dapat dilihat berdasarkan indikator pertumbuhan Pruduk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk harga berlaku dimana pada tahun 2000 sebesar Rp. 1.730.902.070.000,- dan pada tahun 2006 meningkat menjadi sebesar Rp. 3.978.802.620.000,- atau meningkat rata-rata 16,66% per tahun. Pendapatan per kapita Kabupaten Karo berdasarkan harga berlaku mengalami peningkatan dari Rp. 6.671.418,- pada tahun 2001 menjadi Rp. 11.615.077,- pada tahun 2006, atau rata-rata kenaikan per tahun 12,35%. Pertumbuhan ekonomi meningkat dari 5,35% pada tahun 2001 menjadi 4,71% pada tahun 2006, atau meningkat rata-rata 4,36% per tahun. 4.3. Perkembangan Sektor Pertanian Kabupaten Karo Sektor pertanian adalah penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Karo hingga saat ini. Hal tersebut dapat dipahami karena daerah Kabupaten Karo merupakan daerah pertanian dataran tinggi. Perkembangan ini dapat dilihat pada tabel 4.4 dimana pendapatan sektor pertanian setiap tahunnya mengalami peningkatan dari tahun 2000 sampai 2007.

Tabel 4.4. Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Karo Tahun 2000-2007 Tahun Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 2000 1.393.107,08 1.393.107,08 2001 1.606.114,21 1.426.895,90 2002 1.722.479,32 1.447.069,23 2003 1.857.921,06 1.483.479,31 2004 1.999.807,24 1.515.066,51 2005 2.230.136,59 1.562.732,43 2006 2.370.583,64 1.624.938,75 2007 2.681.189,58 1.694.608,66 Sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar dalam perekonomian Kabupaten Karo tidak lepas dari komoditi pertanian yang menjadi andalan. Adapun jenis tanaman yang dibudidayakan di Kabupaten Karo adalah jenis tanaman umbi-umbian, sayursayuran, buah-buahan, dan tanaman padi. Sebagai gambaran atas kegiatan pertanian di Kabupaten Karo, perkembangan kegiatan pertanian dari tahun 2000-2006 adalah diuraikan seperti berikut ini. Dari jenis tanaman umbi-umbian, tanaman jagung adalah merupakan tanaman yang paling dominan dimana pada tahun 2000 luas pertanaman jagung tercatat 64.859

ha, dan pada tahun 2006 seluas 50.135 ha. Walaupun terlihat adanya fluktuasi luas pertanaman jagung dari tahun 2000 hingga tahun 2006 namun jenis tanaman adalah tetap sebagai jenis tanaman terluas dalam tanaman umbi-umbian. Perkembangan luas dan produksi tanaman umbi-umbian dimaksud selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5. Luas Tanam (Ha) dan Produksi Palawija (Ton) Kabupaten Karo Tahun 2000-2006 No Uraian 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 01 Luas Panen Jagung 64.859 48.733 49.854 52.997 43.959 39.805 50.135 02 Luas Panen Ketela Pohon 6 18 3 5 0 0 0 03 Luas Panen Ketela Rambat 636 563 473 1.028 816 540 210 04 Luas Panen Kacang Tanah 615 608 283 603 737 542 218 05 Luas Panen Kacang Hijau 147 111 43 99 15 17 79 06 Produksi Jagung 370.546 293.594 295.830 323.122 275.053 244.583 318.579 07 Produksi Ketela Pohon 112 166 54 90 0 0 0 08 Produksi Ketela Rambat 6230 5.550 4760 18.319 13.485 9.434 3.699 09 Produksi Kacang Tanah 788 1.321 476 1.206 1.414 882 547 10 Produksi Kacang Hijau 191 140 73 220 53 51 158 Sumber : BPS Kabupaten Karo 2005 Perkembangan produksi jagung di Kabupaten Karo adalah sebagai berikut: pada tahun 2000 produksi jagung adalah sebesar 370.546 ton, pada tahun 2001 sebesar 293.594 ton, tahun 2002 sebesar 295.830 ton, tahun 2003 produksi jagung sebesar 323.122 ton, dan pada tahun 2004, 2005, dan 2006 berturut-turut adalah 275.053 ton, 244.583 ton, dan 318.579 ton. Produksi jagung terlihat fluktuatif sesuai dengan fluktuasi luas penanamannya dan kondisi musim. Bila dilihat dari

produktivitas jagung per unit luas lahan tanaman maka terlihat adanya peningkatan produksi yakni pada tahun 2000 produksi rata-rata per hektar adalah 5.71 ton/ha, pada tahun 2001 menjadi 6.02 ton/ha, dan pada tahun 2006 menjadi 6.35 ton/ha. Jenis tanaman lainnya yang juga cukup banyak dihasilkan petani di Kabupaten Karo ialah tanaman buah-buahan seperti jeruk, alpokat, mangga, sawo, durian, papaya, nenas dan lain sebagainya. Perkembangan produksi buah-buahan di Kabupaten Karo dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6. Perkembangan Produksi Buah-buahan (Ton) Kabupaten Karo Tahun 2000-2006 No Uraian 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 01 Alpukat 567,92 632,15 615,60 883,15 647,25 477,40 755,40 02 Jeruk 350.154,75 337.143,60 372.695,80 377.212,10 472.222 542.237 588.706 03 Mangga 1.117,61 245,84 206,20 1.105,50 3.054 1.218 3.019 04 Sawo 393,00 33,45 85,07 282,18 518,60 557,70 819,24 05 Durian 317,84 371,81 1.404,75 1.552,50 1.050 530 1.442,10 06 Jambu Biji 142,94 91,51 58,12 47,45 32,30 27,70 37,37 07 Papaya 20,95 75,65 11,33 29,60 28 23,55 41,72 08 Pisang 1.366,14 1.993,72 3.334,00 10.004,60 834,40 8.406,38 6.223,45 09 Nenas 219,29 59,65 41,00-185,16 535,30 246,40 10 Kesemek 15,00-5,46 46,10 11 8,40 14,70 11 Marquisa 14,951,52 11.889,00 11.572,76 2.728,20 4.628,20 5.933,80 8.595,90 Sumber : BPS Kabupaten Karo 2005 Dari tabel 4.6 dapat dilhat bahwa produksi buah-buahan dari tahun ke tahun ada kecenderungan peningkatan, khususnya produksi buah jeruk peingkatannya cukup

signifikan yakni meningkat dari 350.154,75 ton pada tahun 2000 menjadi 337.143,60 ton pada tahun 2001, 372.695,80 ton pada tahun 2002 adalah 494.994 ton, pada tahun 2003 sebesar 472.222 ton, tahun 2004, 2005, dan 2006 secara berturut-turut adalah 542.237 ton, 588.706 ton, dan 588.823 ton. Kabupaten Karo juga cukup terkenal sebagai penghasil sayur-sayuran di Propinsi Sumatera Utara bahkan menjadi andalan ekspor sebagai sumber devisa. Jenis sayur-sayuran yang dihasilkan dari Kabupaten Karo antara lain adalah bawang, kentang, sawi, kubis, wortel, tomat, buncis, dan lain sebagainya. Perkembangan produksi sayur-sayuran di Kabupaten Karo dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 selengkapya dapat dilihat pada tabel 4.7. Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa produksi sayur-sayuran di Kabupaten Karo dari tahun 2000 hingga tahun 2006 berfluktuasi yakni pada tahun 2000 produksi bawang merah sebesar 3.560 ton, tahun 2001 menurun menjadi 2.628 ton, tahun 2002 meningkat kembali menjadi 3.409 ton, tahun 2003 menjadi 1.647 ton dan pada tahun 2004 menurun menjadi 767 ton, pada tahun 2005 turun menjadi 657 ton dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 1.069 ton. Kecenderungan penurunan produksi sayur-sayuran disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya penyakit dan kondisi iklim serta kondisi pasar.

Tabel 4.7. Perkembangan Produksi Sayur-sayuran (Ton) Kabupaten Karo Tahun 2000-2006 No Uraian 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 01 Bawang Merah 3.560 2.628 3.409 1.647 767 657 1.069 02 Bawang Putih 119 45 10 16 32 18 29 03 Bawang Daun/ Pere 21.014 15.889 11.629 20.106 32.397 21.258 20.450 04 Kentang 155.800 78.244 59.077 78.172 61.971 55.445 42.201 05 Kol 189.991 151.869 158.382 147.853 136.685 123.638 82.865 06 Petsai/ Sawi 70.543 50.063 57.968 66.197 56.117 53.989 41.467 07 Wortel 68.875 69.145 56.259 77.454 56.557 65.174 66.141 08 Cabe/ Lombok 62.800 60.576 34.054 44.886 28.701 31.386 27.677 09 Tomat 95.090 79.417 85.198 90.122 48.876 55.864 64.035 10 Buncis 28.752 67.109 25.119 40.150 29.512 26.671 19.251 11 Lobak 21.166 16.380 18.665 26.824 21.717 28.206 23.858 12 Labu Siam - 8.037 1.390 1.870 125 170-13 Arcis - 3.577 2.204 2.791 2.072 1.884 907 Sumber : BPS Kabupaten Karo 2007 Kabupaten Karo termasuk daerah yang swasembada beras hingga saat ini. Namun demikian ada kecenderungan akan terancam akibat pertambahan jumlah akibat terjadinya pengurangan kapasitas sumber daya air irigasi. Perkembangan luas tanam dan produksi padi ladang dan padi sawah di Kabupaten Karo terhitung mulai dari tahun 2000 hingga tahun 2006 ialah seperti diperlihatkan pada tabel 4.8.

Tabel 4.8. Luas Tanam dan Produksi Padi Ladang dan Sawah (Ha/ Ton) Kabupaten Karo Tahun 2000-2006 No Uraian 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Luas panen 1 2 3 padi ladang Luas panen padi sawah Produksi padi 12.344 10.003 7.583 9.686 9.859 9.436 7.825 14.954 12.123 13.475 12.582 10.335 8.529 10.617 44.020 38.638 29.571 40.885 27.455 34.697 30.064 Sumber: BPS Kabupaten Karo 2007

4 ladang Produksi padi sawah 83.492 69.700 74.369 67.318 59.320 47.272 59.852 TOTAL 154.810 130.464 124.998 130.471 116.969 99.934 108.358 Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa luas tanam padi ladang dari tahun 2000 sampai dengan 2006 ada kecenderungan penurunan yang diikuti dengan jumlah produksi padi sawah hingga tahun 2005 dan pada tahun 2006 meningkat, yakni 59.852 ha. Untuk produktivitas padi ladang dapat dilihat berturut-turut dari tahun 2000 sampai dengan 2006 adalah 44.020 ton/ha; 38.638 ton/ha; 29.571 ton/ha; 40.885 ton/ha; 37.455 ton/ha; 34.697 ton/ha; 30.064 ton/ha. Sementara itu produktivitas padi sawah berturut-turut dari tahun 2000 sampai dengan 2006 adalah 83.492 ton/ha; 69.700 ton/ha; 74.369 ton/ha; 67.318 ton/ha; 59.320 ton/ha; 47.272 ton/ha; 59.852 ton/ha. Dari perkembangan produktivitas tersebut di atas dapat dilihat bahwa ada terjadi peningkatan produktivitas yang merefleksikan adanya pengaruh keterampilan petani dalam budidaya tanaman padi. Dalam rangka meningkatkan konsumsi protein hewani yang bersumber dari ternak dan hasil ikutannya di Kabupaten Karo, pemerintah daerah selalu berusaha meningkatkan produksi ternak baik melalui pembinaan ke lapangan maupun melalui bantuan-bantuan yang telah diberikan kepada masyarakat. Di bawah ini dapat kita lihat populasi ternak di Kabupaten Karo dari tahun 2000 sampai dengan 2006 sebagaimana terlihat pada tabel 4.9. Tabel 4.9. Perkembangan Populasi Ternak Rakyat (Ekor)

Tahun 2000-2006 No Uraian 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 01 Sapi 39.131 28.926 43.592 45.181 45.858 53.020 55.036 Potong 02 Sapi Perah - - 45 96 155 332 476 03 Kerbau 28.879 12.377 21.010 21.609 21.492 24.013 24.168 04 Kuda 216 178 300 311 345 356 357 05 Babi 24.751 21.815 23.873 24.575 25.993 37.538 42.188 06 Kambing 18.792 14.628 15.993 13.993 14.338 18.883 19.327 07 Ayam 1.347.438 507.665 1.302.235 1.340.576 1.344.464 1.382.246 971.572 08 Itik 22.804 13.740 13.051 13.647 14.293 21.589 21.717 Sumber : BPS Kabupaten Karo 2007 Dari tabel 4.9 di atas dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis ternak yaitu Ruminansia Monogastrik dan jenis unggas. Sedangkan Ruminansia dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Ruminansia besar (sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda), Ruminansia kecil (kambing), sedangkan yang masuk Monogastrik adalah ternak babi dan yang termasuk unggas adalah ayam dan itik. Apabila dilihat dari kecenderungan populasi ternak di Kabupaten Karo dari tahun 2000 ke tahun 2001 ada tren penurunan populasi ternak. Populasi ternak Ruminansia sebesar 68.226 ekor pada tahun 2000, sedangkan pada tahun 2001 menjadi 41.481 ekor, akan tetapi mulai tahun2001 sampai dengan tahun 2006 terjadi peningkatan populasi kecuali ternak ayam yang mengalami penurunan sebagai dampak merebaknya penyakit flu burung. Dalam rangka meningkatkan pendapatan dan konsumsi protein hewani yang bersumber dari ikan di Kabupaten Karo telah diupayakan intensifikasi, extensifikasi dan diversifikasi usaha. Perkembangan populasi ikan di Kabupaten Karo dari tahun

2000 hingga tahun 2006 selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.9. Dari tabel 4.9 tersebut di atas dapat dilihat bahwa secara umum produksi ikan di Kabupaten Karo ada kecenderungan menurun, hal ini dapat dilihat dari produksi ikan di jaring apung pada tahun 2000 produksi sebesar 10.50 ton, sedangkan pada tahun 2002 sudah menjadi 336.70 ton. Dari kondisi dapat dilihat bahwa dari semakin intensifnya usaha jaring apung di sekitar Danau Toba meliputi wilayah Desa Tongging, Desa Sibolangit serta Desa Sikodonkodon akan tetapi pada tahun-tahun berikutnya produksi ikan dari usaha jaring apung semakin menurun mengingat adanya wabah penyakit ikan (Herves Coy) yang dipelihara sehingga mengurangi kemauan masyarakat untuk memelihara ikan, disamping itu produksi benih ikan dari Balai Benih Ikan (BBI) Lokal Singgamanik telah menurun mengingat kolam-kolam pemijahan ikan di kolam tersebut sudah kurang mendukung untuk peningkatan produksi, sehingga perlu penanganan rehabilitasi kolam dan monik dengan harapan produksi benih ikan dapat ditingkatkan. Tabel 4.10. Produksi Ikan Menurut Tempat Pemeliharaan (Ton) Tahun 2000-2006 No Uraian 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 01 Kolam 336,00 336,00 325,00 315,00 149,00 145,21 146,00 02 Mina Padi 125,90 125,50 103,40 94,00 98,00 81,40 33,00 03 Keramba/ JA 10,50 10,50 336,70 257,00 250,00 250,00 109,00 Sumber : BPS Kabupaten Karo, 2007

Jumlah petani yang menekuni bidang perikanan cenderung stabil dan pada beberapa jenis usaha ada yang menurun. Jumlah rumah tangga (petani) yang menekuni perikanan terhitung dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 adalah seperti diperlihatkan pada tabel 4.11. Tabel 4.11. Banyaknya Rumah Tangga Perikanan (RTP) Kabupaten Karo Tahun 2000-2006 No Jenis Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 01 Kolam 513 513 513 310 275 268 270 02 Usaha Pembenihan Rakyat 47 47 47 43 43 43 43 03 Sungai 98 98 98 93 53 53 50 04 Danau 115 115 115 115 160 176 176 05 Balai Benih Ikan 1 1 1 1 1 1 1 06 Mina Padi 606 606 606 291 183 152 90 07 Check Dam/ Waduk 78 78 78 72 58 58 50 08 Jaring Apung 36 41 30 46 45 12 12 Jumlah 1.494 1.499 1.488 971 818 763 100 Sumber : BPS Kabupaten Karo 2007

4.3.1. Gambaran Sektor Kehutanan Kabupaten Karo Luas wilayah administrasi Kabupaten Karo adalah 212.725 ha dan 99.278,8 ha (46,7%) diantaranya adalah hutan lindung. Kemudian hutan suaka alam ada seluas 7,00 ha, hutan produksi terbatas seluas 11.293 ha, hutan produksi seluas 17.497,6 ha dan luas hutan inliving adalah 2.236,8 ha. Sementara itu ditinjau dari tata guna lahan di lapangan saat ini ternyata luas lahan pertanian (lahan kering dan sawah) mencapai 185.878 ha (87,5%). Dengan demikian berarti bahwa sebagian hutan tersebut di atas telah berubah fungsi menjadi lahan pertanian atau permukiman. 4.4. Perkembangan Ekspor Hasil Pertanian Kabupaten Karo. Perkembangan data komoditi ekspor dari Kabupaten Karo terhitung sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 dari Kabupaten Karo secara garis besar dapat dilihat pada tabel. Tabel 4.12. Realisasi Ekspor Kabupaten Karo Tahun 2000-2002 No Komoditi 2000 2001 2002 VL (TON) NL (US$) VL (TON) NL (US$) VL (TON) NL (US $) 01 Kentang 8.771,06 1.822.622 7.470,89 1.150.955 16.529,21 3.227.289 02 Kol/ Kubis 25.202,88 3.273.341 21.446,17 3.307.050 23.624,92 5.167.855 03 Tomat 11.898,23 1.262.221 11.581,31 1.784.201 439,17 76.002

04 Wortel 113,32 13.238 105,76 16.294 899,65 283.863 05 Bawang Daun 1.178,37 307.171 1.287,21 198.306 - - 06 Bunga Kol 274,17 151.797 297,46 45.827 - - 07 Selada/Sayur pendek 161,22 59.520 173,07 26.663 21,62 2.430 08 Bawang Merah 905,35 181.686 - - 1.468,48 347.520 09 Jeruk Manis 495,30 192.886 - - 1.116,16 338.091 10 Ubi Jalar - - - - 5.668,82 1.269.940 11 Sayur Lainnya 495,30 105.473 1.535,42 236.542 1.808,29 618.862 12 Bibit Bunga - - - 1.444.444 0,45 1.000.000 Jumlah 49.495,20 7.369.995 43.917,29 8.210.282 51.576,77 12.331.852 Sumber : Dinas perindag SUMUT

Tabel 4.13. Realisasi Ekspor Kabupaten Karo Tahun 2003 2004 (Lanjutan) No Komoditi 2003 2004 VL (TON) NL (US$) VL (TON) NL (US$) 01 Kentang 18.182,15 3.550.018 20.373,00 3.834.019 02 Kol/ Kubis 25.987,41 5.568.464 28.586,15 6.013.941 03 Tomat 438,08 85.602 507,24 89.882 04 Wortel 989,61 312.250 1.039,09 334.108 05 Bawang Daun - - - - 06 Bunga Kol - - - - 07 Selada/Sayur Pendek 23,78 2.865 24,97 3.008 08 Bawang Merah 1.615,32 382.272 1.696,07 393.740 09 Jeruk Manis 1.227,78 371.900 - - 10 Ubi Jalar 6.235,70 1.396.935 6.859,27 1.536.629 11 Sayur Lainnya 1.989,12 680.750 2.188,04 721.595 12 Bibit Bunga 0,50 1.115.000 0,55 1.170.750 Jumlah 56.734,45 13.466,056 61.274,38 14.097.672 Sumber : Dinas perindag SUMUT

Tabel 4.14. Realisasi Ekspor Kabupaten Karo Tahun 2005 2006 (Lanjutan) No Komoditi 2005 2006 VL (TON) NL (US$) VL (TON) NL (US$) 01 Kentang 15.512 2.951.012 27.120.150 14.383.682 02 Kol/ Kubis 22.175 4.581.652 46.640.315 8.015.082 03 Tomat 416 84.733 662.420 682.633 04 Wortel 772 250.863 1.305.250 603.012 05 Bawang Daun - - - - 06 Bunga Kol - - 28.500 115.210 07 Selada/Sayur Pendek 20 2.511 110.650 328.178 08 Bawang Merah 1.347 296.763 512.555 343.050 09 Jeruk Manis - - - - 10 Ubi Jalar 5.440 1.154.591 11.050.250 22.206.632 11 Sayur Lainnya 1.776 559.770 2.846 1.153.476 12 Bibit Bunga 0,45 905.551 0,65 1.234.814 Jumlah 47.458,85 10.787446 87.432.936,65 49.065.769 Sumber : Dinas perindag SUMUT

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa volume ekspor pada tahun 2000 sebesar 49.495,20 ton, tahun 2001 sebesar 43.917,29 ton, tahun 2002 adalah 35.047,56 dan pada tahun 2003, 2004, 2005, dan 2006 berturut-turut sebesar 56.734,45 ton, 61.274,38 ton, 47.458,85 ton dan 87.432.936,65 ton. Negara tujuan ekspor sayur-mayur dari Kabupaten Karo adalah ke negara Singapura, Malaysia, dan Jepang, sedangkan untuk tujuan ekspor bibit bunga adalah ke negeri Belanda. Dari tabel realisasi ekspor Kabupaten Karo memperlihatkan perkembangan yang fluktuatif, ada beberapa komoditi yang tidak lagi diekspor ke luar negeri. Hal ini disebabkan menurunnya kualitas produk untuk dapat bersaing di pasar internasional, selain itu krisis ekonomi global juga memberikan dampak yang besar terhadap produktivitas petani karena meningkatnya biaya-biaya produksi seperti pupuk. Komoditi jeruk pada tahun 2000 diekspor sebesar 493,30 ton, kemudian tahun 2001 tidak diekspor, tahun 2002 diekspor kembali sebesar 1.116,16 ton, tahun 2003 sebesar 1.227,78 ton, dan mulai tahun 2004 hingga sekarang komoditi jeruk tidak lagi masuk ke dalam daftar realisasi ekspor Kabupaten Karo. Begitu juga dengan komoditi bawang daun pada tahun 2000 dan 2001 masih diekspor ke negara Singapura, namun sejak tahun 2002 sampai tahun ini komoditi ini tidak lagi diekspor. Hal ini menunjukkan kurangnya perhatian dan keseriusan para petani dan pemerintah dalam membenahi prestasi yang pernah dicapai. Selain itu faktor kurang terbukanya masyarakat terhadap kemajuan teknologi, dimana mereka hanya mengandalkan cara tradisional memperlambat perkembangan produktivitas dari sektor pertanian. Pemerintah sudah banyak mengadakan penyuluhan-penyuluhan pertanian dalam membantu para petani menghasilkan produk

secara maksimal dan memperhatikan faktor kualitasnya. Menurut penelitian para ahli pertanian beberapa komoditi pertanian yang dulunya masih menjadi andalan ekspor tidak dapat diterima di pasar luar negeri karena keseimbangan zat-zat yang terkandung di dalam komoditi tersebut sudah tidak terjamin, hal ini disebabkan penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan kadar yang dibutuhkan berdasarkan luas lahan yang ditanami oleh petani. Sehingaga baik dalam rasa maupun ketahanan produk menurun, belum lagi apabila diperhatikan dari segi kesehatan dari mengkonsumsi komoditi tersebut. Di dalam pasar domestik komoditi ini masih bisa bersaing, namun apabila dilihat dari segi keunggulan komparatif, seharusnya komoditi-komoditi ini dapat menjadi andalan sebagai penyumbang devisa. Sebagai daerah yang memiliki keunggulan yang berpotensi harus dapat memaksimalkan potensi yang ada tersebut agar peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Karo hampir seluruhnya memiliki petensi di sektor pertanian, khususnya dalam menghasilkan komoditi-komoditi ekspor. Adapun daerah penghasil komoditi ekspor di Kabupaten Karo ini antara lain Kecamatan Simpang IV yang selalu menjadi penghasil terbanyak untuk komoditi kentang, kubis, wortel, dan bunga kol, dimana komoditi-komoditi ini merupakan komoditi ekspor. Produksi komoditi ini meningkat setiap tahunnya di kecamatan ini, tahun 2007 produksi kentang sebesar 20.236 ton, produksi kubis sebesar 84.986 ton, produksi wortel 20.723 ton, produksi bunga kol sebesar 13.861 ton. Kemudian kecamatan Kabanjahe yang terkenal dengan sayur-mayurnya juga memberikan kontribusi penting bagi perekonomian Kabupaten Karo. Pada tahun 2007 produksi

kentang di kecamatan ini adalah 2.630 ton, produksi kubis sebesar 6.353 ton, produksi wortel 2.304 ton dan untuk produksi sayur kol adalah 3.390 ton. Walaupun kecamatan Kabanjahe merupakan ibukota Kabupaten tetapi masih memberikan kontribusi penting terhadap pertumbuhan perekonomian daerah. Begitu juga dengan kecamatan Berastagi yang terkenal dengan tempat-tempat wisatanya menghasilkan komoditi-komoditi ekspor yang menjadi andalan. Produksi kentang di kecamatan ini pada tahun 2007 mencapai 1.684 ton, produksi kubis sebesar 4.643 ton, produksi wortel adalah 6.569 ton, dan produksi kol sebesar 2.620 ton. Dari produksi yang dihasilkan ini sudah melebihi kebutuhan daerah ini sendiri sehingga berpeluang besar untuk melakukan perdagangan komoditi ini ke daerah yang membutuhkannya. Selain itu kecamatan Tigapanah juga menjadi daerah yang selalu menghasilkan komoditi pertanian yang dapat diekspor ke manca negara. Dari data yang ada di BPS, kecamatan ini menghasilkan kentang sebesar 3.630 ton pada tahun 2007 dan untuk komoditi kubis, wortel, dan bunga kol pada tahun yang sama berturut-turut adalah sebesar 3.976 ton, 2.575 ton, dan 1.166 ton. Perkembangan teknologi yang semakin maju telah membantu petani dalam meningkatkan produksi komoditi-komoditi pertanian, baik itu berupa mesin-mesin yang mempermudah pengolahan lahan dan produk. Selain itu semakin baiknya fasilitas-fasilitas yang ada baik dari bantuan pemerintah maupun swasta telah memotivasi para petani. Dari seluruh kecamatan di daerah Kabupaten Karo diharapkan telah terjamah teknologi pertanian, dan itu menjadi tujuan pemerintah daerah guna mempertahankan prestasi yang telah dicapai bahkan meningkatkan prestasi tersebut.

Tabel 4.15. Luas Lahan Tanam, Luas Panen, dan Jumlah Produksi Tanaman Pangan dan Holtikultura di Kabupaten Karo Tahun 1999-2007 Tahun Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) 1999 128.917 122.503 1.109.761 2000 128.161 126.620 1.206.999 2001 108.215 106.594 984.783 2002 107.506 100.175 940.475 2003 97.511 133.782 1.048.065 2004 91.057 93.708 898.758 2005 88.150 85.117 846.637 2006 94.841 89.108 809.886 2007 109.790 105.356 907.257 Sumber: BPS Kabupaten Karo 2008 Tabel 4.15 memperlihatkan perkembangan yang berluktuasi antara luas lahan tanam, luas panen, dan jumlah produksi. Luas lahan tanam menurun dari tahun 1999-2006, hal ini disebabkan bergesernya fungsi lahan menjadi daerah pemukiman dan bangunan-bangunan sebagai wujud dari pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Luas lahan produktif sangat menentukan terhadap luas panen dan jumlah produksi. Luas lahan tanam akan sebanding dengan luas panen, apabila luas tanam meningkat

maka luas panen juga akan meningkat dan sebaliknya. Kecuali terjadi faktor-faktor luar yang tidak dapat diperhitungkan seperti bencana alam. Luas lahan tanam dan luas penen juga dapat dijelaskan melalui gambar 4.1. Gambar 4.1. Luas Lahan Tanam dan Luas Panen Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Karo Tahun 1999-2007 Demikian juga dengan jumlah produksi memiliki hubungan searah dengan luas panen. Apabila luas panen meningkat maka jumlah produksi juga meningkat, demikian sebaliknya. Hal ini dapat diperhatikan pada tabel 4.15 yang menunjukkan keadaan yang fluktuatif. Pada tahun 1999 jumlah produksi sektor pertanian 1.109.761 ton, tahun 2000 meningkat menjadi 1.206.999 ton, tahun 2001 dan 2002 jumlah

produksi mengalami penurunan menjadi 984.783 ton dan 940.475 ton. Pada tahun 2003 jumlah produksi sebesar 1.048.065, data ini menunjukkan suatu peningkatan. Tahun 2004, 2005,2006 jumlah produksi sektor pertanian sebesar 898.758 ton, 846.637 ton, 809.886 ton. Penurunan jumlah produksi ini disebabkan oleh krisis ekonomi yang memaksa naiknya biaya produksi dan menurunnya luas tanam serta luas panen. Namun pada tahun 2007 jumlah produksi kembali naik menjadi 907.257 ton. Adanya kebijakan-kebijakan serta langkah-langkah dari pemerintah mendorong petani untuk produksinya. Perkembangan jumlah produksi pertanian Kabupaten Karo ini dapat dilihat pada gambar 4.2 di bawah ini. Gambar 4.2.