Pengembangan padi gogo merupakan usaha. Hasil Padi Gogo dari Dua Sumber Benih yang Berbeda. Sri Wahyuni

dokumen-dokumen yang mirip
Pengembangan padi gogo merupakan usaha

IDENTIFIKASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL PADI GOGO DI ACEH BESAR. The Identification Some Upland Rice Superior Varieties in Aceh Besar

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam,

III. BAHAN DAN METODE

Sumber : Nurman S.P. (

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

Pengaruh Pupuk NPK Tunggal, Majemuk dan Pupuk Daun Terhadap Peningkatan Produksi Padi Gogo Varietas Situ Patenggang

BAB III METODE PENELITIAN Ketinggian tempat ± 90 m dpl, jenis tanah latosol.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

Pengaruh Aplikasi Pupuk Kandang dan Sistim Tanam Terhadap Hasil Varietas Unggul Padi Gogo Pada Lahan Kering Masam di Lampung

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

Padi hibrida merupakan tanaman F1 yang berasal dari

Pengaruh Pupuk NPK Tunggal, Majemuk, dan Pupuk Daun terhadap Peningkatan Produksi Padi Gogo Varietas Situ Patenggang

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

Budidaya Padi Organik dengan Waktu Aplikasi Pupuk Kandang yang Berbeda dan Pemberian Pupuk Hayati

III. METODE PENELITIAN

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

Uji Multilokasi Galur Harapan Padi Gogo

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Juni sampai

UJI ADAPTASI VARIETAS UNGGUL DAN GALUR HARAPAN PADI UMUR SANGAT GENJAH PADA MUSIM KEMARAU DAN MUSIM HUJAN DI KABUPATEN SRAGEN, JAWA TENGAH

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI VARIETAS MEKONGGA TERHADAP KOMBINASI DOSIS PUPUK ANORGANIK NITROGEN DAN PUPUK ORGANIK CAIR

TATA CARA PENELITIAN

PENGARUH AKSESI DAN KEPADATAN POPULASI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

Oleh: Totok Agung Dwi Haryanto Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto (Diterima: 25 Agustus 2004, disetujui: 27 September 2004)

III. MATERI DAN METODE. Laboratorium Agronomi. Waktu penelitian dilakaukan selama ± 4 bulan dimulai

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

Tantangan pengadaan pangan nasional ke depan

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI LAMPUNG SELATAN

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kuningan

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN DAN KOMBINASI PUPUK NITROGEN ANORGANIK DAN NITROGEN KOMPOS TERHADAP PRODUKSI GANDUM. Yosefina Mangera 1) ABSTRACK

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

SKRIPSI OLEH : FRISTY R. H. SITOHANG PEMULIAAN TANAMAN

PENGUJIAN TOLERANSI BEBERAPA GENOTIPE PADI PADA LAHAN SAWAH YANG MENGALAMI CEKAMAN KEKERINGAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Padi Gogo di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan

BAB III METODE PENELITIAN

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA

Key words: upland rice local varieties, fertilization N, upland

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Maret 2014 di

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

PENAMPILAN DELAPAN GALUR PADI DI LAHAN LEBAK TENGAHAN PADA MUSIM KEMARAU ABSTRAK

PENGARUH KOMBINASI DOSIS PUPUK MAJEMUK NPK PHONSKA DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L) VARIETAS IR 64

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

PENGARUH KERAPATAN DAN KEDALAMAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.)

Keragaan Beberapa VUB Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Mendukung Swasembada Pangan

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN KOMPONEN HASIL EMPAT VARIETAS UNGGUL BARU PADI INPARA DI BENGKULU ABSTRAK

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

STUDI TINGGI PEMOTONGAN PANEN TANAMAN UTAMA TERHADAP PRODUKSI RATUN. The Study of Cutting Height on Main Crop to Rice Ratoon Production

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

UJI ADAPTASI GALUR HARAPAN/ VARIETAS PADI GOGO PADA EKOSISTEM DATARAN RENDAH DI KABUPATEN DELI SERDANG

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

PENGARUH PUPUK MAJEMUK PELET DARI BAHAN ORGANIK LEGUM COVER CROP (LCC) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI VARIETAS IR 64 PADA MUSIM PENGHUJAN

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang

PENGARUH DOSIS BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS PADI. The Effect of Bokashi Dosages on Growth and Yield of Three Varieties of Rice

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

Volume 2 No. 3 Juli September 2013 ISSN :

KAJIAN PUPUK MAJEMUK NPK (30-6-8) DAN PUPUK ORGANIK KUJANG PADA PADI SAWAH VARIETAS INPARI 13 DI DAERAH PENGAIRAN SETENGAH TEKNIS DI PURWAKARTA

PENGARUH JARAK TANAM DAN JUMLAH BENIH PER LUBANG TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI GOGO (Oryza sativa L.) KULTIVAR INPAGO 6

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit

POTENSI PRODUKSI VARIETAS UNGGUL BARU KACANG TANAH PADA WILAYAH PENGEMBANGAN DI KABUPATEN NABIRE

PERANAN UREA TABLET DAN VARIETAS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Transkripsi:

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 3 2008 Hasil Padi Gogo dari Dua Sumber Benih yang Berbeda Sri Wahyuni Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya 9 Sukamandi, Subang, Jawa Barat ABSTRACT. Upland Rice Grain Yield Using Two Different Seed-Sources. One option to improve seed yield and seed quality of upland rice is by producing the seed in the dry season. An experiment to study the influence of seed-source to grain yield of upland rice was carried out at the Indonesian Centre for Rice Research in Sukamandi, Subang in 2005-2006. Rice seeds of ten varieties from two seed-sources i.e. produced in wet season of 2004/2005 in the upland and in dry season of 2005 in the lowland, were planted as an upland on the dryland intercropping with youngteak trees during wet season of 2005/2006 in Indramayu. Variables to be evaluated consisted of quality of seeds before planting, plant growth, diseases incidence, yield components and grain yield. Upland rice seeds produced during the dry season of 2005 had higher seed quality that those produced during the wet season of 2004/2005. Seeds produced in the wet season of 2004/2005 which was packed properly in plastic bag 0.8 mm indicated high germination percentage (> 88%) with medium seedling vigour (> 82%) until the next planting season. Rice crop planted from both seeds-sources looked uniform and there was no significant different in diseases incidence, yield component and grain yield. Grain yield differences were attributable to varieties. Limboto variety showed the highest grain yield in wet season of 2005/2006, while the local variety Cipeundeuy produced the lowest yield. Keywords: Upland rice, seed yield, seed quality ABSTRAK. Salah satu cara untuk meningkatkan hasil dan mutu benih padi gogo adalah dengan memproduksi benih di lahan sawah pada musim kemarau. Penelitian dilaksanakan di Indramayu pada MH 2005/06. Benih 10 varietas padi gogo yang berasal dari hasil panen MH 2004/05 di lahan kering dan MK 2005 di lahan sawah ditanam di lahan kering secara tumpang sari dengan tanaman jati muda. Variabel yang diamati meliputi mutu benih sebelum tanam, pertumbuhan tanaman, keberadaan penyakit, komponen hasil dan hasil gabah. Mutu benih yang berasal dari pertanaman MK 2005 lebih tinggi daripada MH 2004/05. Meskipun demikian, benih hasil panen MH 2004/05 yang disimpan dalam kantung plastik dengan ketebalan 0,08 mm dan dikelim rapat masih mempunyai daya berkecambah yang tinggi (> 88%) dengan vigor menengah (> 82%) sampai musim tanam tahun berikutnya. Untuk varietas yang sama, pertumbuhan padi gogo dari dua sumber benih yang berbeda seragam dan tidak berbeda nyata untuk penyakit, komponen hasil, dan hasil gabah. Hasil gabah lebih dipengaruhi oleh varietas. Hasil tertinggi diperoleh dari varietas Limboto, sedangkan hasil terendah dari varietas lokal Cipeundeuy. Kata kunci: Padi gogo, hasil benih, mutu benih Pengembangan padi gogo merupakan usaha komplementer dalam meningkatkan ketahanan pangan. Hingga saat ini masih terdapat senjang hasil yang besar antara produktivitas padi gogo nasional dengan di petak penelitian. Secara nasional, produktivitas padi gogo di Indonesia rendah, berkisar antara 1,68-2,96 t/ha dengan rata-rata 2,58 t/ha (BPS 2005). Sebagian besar petani menanam padi gogo varietas lokal dengan teknik budi daya yang belum optimal (Wahyuni et al. 1999 dan Toha et al. 2001). Dengan penggunaan varietas unggul, teknik budi daya optimal, dan pengendalian hama dan penyakit secara baik, produktivitas padi gogo dapat mencapai 5,4-6,8 t/ha (Permadi dan Toha 1996; Guswara et al. 1998). Selain karena penggunaan varietas lokal yang berdaya hasil rendah dan teknik budi daya yang belum optimal, rendahnya produktivitas padi gogo juga disebabkan oleh rendahnya mutu benih yang ditanam. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sebagian besar petani gogo menggunakan benih produksi sendiri yang berasal dari hasil panen musim hujan tahun sebelumnya dan disimpan dengan cara yang kurang baik, sehingga mutunya rendah (Nugraha et al. 1997; Wahyuni et al. 1999). Pengamatan terhadap mutu benih padi gogo yang digunakan petani menunjukkan hanya 50% yang mempunyai mutu yang baik (daya berkecambah > 80% dan vigor > 70%). Sampel benih padi gogo tersebut telah terinfeksi oleh tiga jenis cendawan gudang dengan tingkat infeksi 2,5-20% dan tujuh cendawan terbawa benih. Hasil penelitian Wahyuni et al. (2007) menunjukkan bahwa penanganan benih yang baik dapat menekan persentase benih terinfeksi menjadi lebih rendah (di bawah 10%). Hal tersebut menunjukkan perlunya perbaikan sistem penanganan dan penyimpanan benih padi gogo yang di tingkat petani (Wahyuni et al. 2007). Salah satu cara untuk meningkatan hasil benih (seed yield) dan mutu benih padi gogo adalah melalui produksi benih pada musim kemarau di lahan sawah (Wahyuni et al. 2004, 2005). Namun, ada anggapan dari sebagian besar petani bahwa benih padi gogo yang diproduksi di lahan sawah tidak dapat tumbuh serempak dan produksinya kurang optimal setelah ditanam di lahan kering. Oleh karena itu, anggapan tersebut perlu diklarifikasi. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui mutu benih, keragaman pertumbuhan, dan hasil padi gogo dari dua sumber benih yang berbeda pada pertanaman tumpang sari dengan tanaman jati muda. 135

WAHYUNI: HASIL PADI GOGO DARI DUA SUMBER BENIH YANG BERBEDA BAHAN DAN METODE Sepuluh genotipe padi gogo digunakan sebagai bahan percobaan, yaitu Situ Patenggang, C 22, Way Rarem, Gajah Mungkur, Jatiluhur, Limboto, Danau Gaung, TB 203-Cky-1-13, Hawara (lokal) dan Cipeundeuy (lokal). Dua set benih yang masing-masing berasal dari dua sumber benih yang berbeda ditanam di lahan kering secara tumpang sari dengan tanaman jati muda umur 3 tahun. Dua sumber benih tersebut adalah: (1) hasil panen dari tanaman di lahan kering pada MH 2004/2005 yang kemudian dikemas dalam kantong plastik yang memiliki ketebalan 0,8 mm yang dikelim rapat dan disimpan dalam kondisi kamar, yang selanjutnya disingkat MH, lahan kering, dan (2) hasil panen dari tanaman di lahan sawah pada musim kemarau 2005, disimpan dengan cara yang sama, yang disingkat MK, lahan sawah. Perlakuan disusun secara faktorial yang terdiri atas dua faktor, yakni varietas dan asal benih, sedangkan penataan petak percobaan di lapangan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Percobaan dilakukan pada MH 2005/2006, padi gogo ditumpangsarikan dengan tanaman jati muda di daerah hutan industri jati muda di Bantar Waru, Indramayu. Tanah diolah kering dengan cara dicangkul. Bersamaan dengan pengolahan tanah diberikan pupuk kandang 2 t/ha. Penanaman dilakukan dengan cara memasukkan 4-5 benih ke lubang tanam yang telah ditugal dengan jarak tanam legowo, 20-30 cm antarbaris dan 10 cm dalam barisan. Tanaman dipupuk dengan urea, SP36 dan KCl dengan takaran masing-masing setara dengan 90 kg N/ ha, 36 kg P 2 O 5, dan 60 kg K 2 O/ha. Seluruh pupuk P dan K serta setengah takaran pupuk N diaplikasikan pada 14 hari setelah tanam (HST), sedangkan sisa pupuk N diberikan pada saat tanaman berumur 30 HST. Pemeliharaan tanaman dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan sebaik mungkin untuk mendapatkan pertanaman yang sehat dan tumbuh optimal. Variabel yang diamati meliputi mutu benih (daya berkecambah dan vigor) sebelum tanam, penampilan tanaman (tinggi tanaman dan jumlah anakan), keberadaan penyakit di pertanaman, komponen hasil (jumlah malai, jumlah gabah isi, persentase gabah isi), dan hasil gabah. Analisis daya berkecambah benih mengikuti metode ISTA (2006) dengan modifikasi substrat menggunakan kertas merang dan analisis vigor dengan metode AAT (accelerated ageing test) mengikuti metode AOSA (1991). Pengamatan terhadap penyakit dilakukan dua kali yaitu pada saat tanaman dalam fase generatif awal (primordia bunga) dan fase generatif akhir (dua minggu sebelum panen). Tiap petak diamati sebanyak 20 rumpun yang diambil secara acak sistematis. Pengamatan (skoring) dan penghitungan intensitas penyakit berdasarkan standar IRRI (1996). Data dianalisis (keragaman) dan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan s Multiple Range Test) pada taraf 5% untuk mengetahui beda nyata antarperlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Mutu Benih Sebelum Tanam Mutu benih (daya berkecambah dan vigor benih) bervariasi antarvarietas dan antar sumber benih, namun pengaruh interaksi antara varietas dan sumber benih tidak nyata (Tabel 1). Daya berkecambah benih hasil panen MH 2004/05 di lahan kering berkisar antara 88-93%. Daya berkecambah tertinggi diperoleh dari varietas Limboto dan Gajah Mungkur. Daya berkecambah terendah ditunjukkan oleh varietas Hawara. Benih hasil panen musim kemarau di lahan sawah (MK, lahan sawah) mempunyai daya berkecambah yang lebih tinggi daripada benih hasil panen MH 2004/05, berkisar antara 93-97% (Tabel 2). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu bahwa benih padi gogo yang diproduksi pada musim kemarau di lahan sawah mempunyai mutu awal yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diproduksi di lahan kering pada musim hujan (Wahyuni et al. 2004). Perbedaan tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan produksi yang berbeda, di mana benih yang diproduksi pada musim hujan umumnya mengalami deteriorasi prapanen karena suhu dan kelembaban yang tinggi; yang mengakibatkan perbedaan mutu benih awal. Perbedaan mutu benih juga disebabkan oleh perbedaan umur benih (lama penyimpanan benih). Benih hasil panen MH 2004/05 telah mengalami penyimpanan selama 7 bulan, sedangkan benih hasil panen MK 2005 baru disimpan 1 bulan. Cara penanganan benih yang optimal yakni benih dibersihkan, dikeringkan sampai kadar air di bawah 12%, dan disimpan dalam kantung plastik dengan ketebalan 0,08 mm yang dikelim rapat. Benih padi gogo yang telah tersimpan lama (7 bulan) dalam kondisi kamar masih mempunyai mutu yang cukup tinggi (Tabel 2). Oleh karena itu, perbaikan cara penanganan benih padi gogo memberi peluang bagi petani untuk mendapatkan benih yang bermutu tinggi sampai musim tanam tahun berikutnya. Sejalan dengan daya berkecambah, vigor benih hasil panen MH 2004/05 di lahan kering juga lebih rendah dibandingkan dengan benih hasil panen pada MK 2005 136

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 3 2008 Tabel 1. Analisa ragam berbagai peubah. Sumber keragaman F-hitung CV Blok Varietas (V) Asal benih (A) V X A (%) Mutu benih awal tanam Daya berkecambah 1,54 ns 11,05 ** 3,55 * 1,98 ns 5,4 Vigor 2,36 ns 14,12 ** 4,32 * 2,02 ns 7,8 Tinggi tanaman 4 MST 3,76 * 19,1 ** 1,55 ns 2,08 ns 7,4 Tinggi tanaman 6 MST 4,72 * 11,09 ** 0,28 ns 0,44 ns 11,4 Tinggi tanaman 8 MST 7,51 ** 19,11 ** 0,20 ns 0,88 ns 7,2 Jumlah anakan/rumpun 4 MST 0,91 ns 3,15 ** 0,12 ns 1,32 ns 12,8 Jumlah anakan/rumpun 6 MST 3,06 ns 12,21 ** 1,86 ns 1,01 ns 12,9 Jumlah anakan/rumpun 8 MST 1,66 ns 4,24 ** 2,55 ns 2,36 ns 11,7 Keberadaan penyakit di lapangan Blas daun saat primordia 1,60 ns 83,08 ** 3,04 ns 0,95 ns 11,5 Blas daun saat pengisian biji 2,46 ns 3,97 ** 1,11 ns 0,55 ns 20,5 Blas leher 0,30 ns 9,18 ** 1,58 ns 1,50 ns 20,9 Hawar daun bakteri 22,22 ** 10,55 ** 0,06 ns 1,05 ns 25,4 Komponen hasil dan hasil Panjang malai 0,82 ns 5,11 ** 2,60 ns 0,90 ns 8,2 Jumlah malai/m 2 0,65 ns 8,77 ** 0,40 ns 0,52 ns 12,7 Hasil gabah (GKP) 2,38 ns 18,49** 1,39 ns 0,88 ns 11,1 Tabel 2. Mutu benih sebelum tanam dari dua sumber berbeda. Varietas/galur Daya berkecambah (%) Vigor AAT (%) MH 2004/05, MK 2005, MH 2004/05, MK 2005, lahan kering Lahan sawah lahan kering Lahan sawah C 22 92 a 97 a 90 a 95 a Danau Gaung 92 a 97 a 91 a 95 a Gajah Mungkur 93 a 96 a 91 a 95 a Jati Luhur 92 a 93 b 89 a 93 b Limboto 93 a 95 ab 91 a 95 a Situ Patenggang 92 a 97 a 88 a 94 b Way Rarem 92 a 95 ab 90 a 94 b TB 203-Cky-1-13 91 ab 95 ab 91 a 94 b Cipeundeuy (lokal) 90 ab 97 a 90 a 96 a Hawara (lokal) 88 b 96 a 82 b 94 b Angka selajur yang diikuti dengan huruf yang berbeda tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT di lahan sawah, dan tampak beragam antarvarietas pada kondisi lingkungan produksi yang sama. Benih hasil panen MH 2004/05, yang telah mengalami penyimpanan selama 7 bulan, masih mempunyai daya berkecambah > 90%, kecuali untuk varietas Jatiluhur (89%), Situ Patenggang (88%), dan Hawara (82%). Benih hasil panen MK 2005 di lahan sawah masih mempunyai vigor di atas 90%. Kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang secara normal setelah masa penyimpanan (daya simpan benih) antara lain dipengaruhi oleh mutu benih pada awal simpan, cara penyimpanan, jenis kemasan, dan jenis varietas (Agrawal 1981). Meskipun demikian, data vigor ini mengindikasikan bahwa dengan teknik penanganan yang baik, benih padi gogo yang telah mengalami masa simpan 7 bulan masih mempunyai daya berkecambah dan vigor yang cukup tinggi, sehingga layak digunakan sebagai bahan pertanaman. Penampilan Tanaman di Lapangan Pertumbuhan tanaman di lapangan tidak berbeda antarsumber benih, namun beragam antarvarietas (Tabel 1). Varietas lokal Cipeundeuy mempunyai batang tanaman tertinggi, sedangkan terendah ditunjukkan oleh varietas C 22. Perbedaan jumlah anakan nyata dipengaruhi oleh perbedaan varietas. Sebaliknya sumber benih tidak memberi pengaruh yang nyata. Varietas C 22 mempunyai jumlah anakan (12 anakan/rumpun), sedangkan varietas 137

WAHYUNI: HASIL PADI GOGO DARI DUA SUMBER BENIH YANG BERBEDA Tabel 3. Intensitas penyakit pada pertanaman padi gogo yang ditumpangsarikan dengan tanaman jati muda, Bantar Waru, Indramayu, MH 2005/06. Intensitas penyakit (%) Varietas/galur Fase generatif awal Fase generatif akhir Blas daun Blas daun Blas leher Hawar daun bakteri C 22 21,5 a 15,9 b 11,0 b 15,7 c Danau Gaung 7,6 c 30,7 a 9,7 bc 13,1 c Gajah Mungkur 6,8 c 16,5 b 7,0 c 41,3 ab Jati Luhur 6,3 c 21,5 b 8,5 bc 13,0 c Limboto 6,1c 19,6 b 6,8 c 13,2 c Situ Patenggang 6,2 c 18,9 b 8,1 bc 18,7 c Way Rarem 6,7 c 31,7 a 8,8 bc 21,0 c TB 203-Cky-1-13 15,6 b 20,6 b 15,2 a 15,8 c Cipeundeuy (lokal) 6,6 c 17,5 b 8,5 bc 48,8 a Hawara (lokal) 6,9 c 14,0 b 3,6 d 36,3 b Angka selajur yang diikuti dengan huruf yang berbeda tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT lokal Cipeundeuy mempunyai jumlah anakan paling sedikit (8 anakan/rumpun). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan mutu benih sebelum tanam yang disebabkan oleh perbedaan asal benih (Tabel 2) tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun). Intensitas Penyakit di Pertanaman Perbedaan sumber benih tidak berpengaruh terhadap intensitas penyakit pada tanaman. Persentase tanaman yang terinfeksi berbeda nyata antarvarietas. Interaksi antara sumber benih dan varietas juga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap intensitas penyakit (Tabel 1). Pada fase primordia bunga (generatif awal) pertanaman tertular oleh blas daun, sedangkan pada fase pengisian biji (generatif akhir) terlihat adanya gejala penularan blas daun, blas leher, dan hawar daun bakteri (Tabel 3). Pada fase generatif awal, infeksi blas daun relatif rendah dibandingkan dengan infeksi penyakit tersebut pada fase generatif akhir (Tabel 3). Pada fase generatif awal, intensitas penyakit blas daun tertinggi (21,5%) pada varietas C 22, kemudian diikuti oleh galur TB 203-Cky-1-13 (15,6%), sedangkan pada varietas lainnya lebih rendah. Intensitas penyakit blas leher tertinggi terjadi pada pertanaman galur TB 203-Cky-1-13, sedangkan terendah pada varietas lokal Hawara (3,6%). Sementara itu, intensitas penyakit hawar daun bakteri tertinggi terjadi pada varietas lokal Cipeundeuy (48,8%), diikuti Gajah Mungkur (41,3%), dan varietas lokal Hawara (36,3%). Pada varietas unggul baru lainnya, intensitas penyakit hawar daun bakteri di bawah 20% (Tabel 3). Meskipun varietas lokal Hawara menunjukkan intensitas hawar daun bakteri yang relatif tinggi, namun relatif tahan terhadap blas leher. Komponen Hasil dan Hasil Gabah Sumber benih tidak nyata mempengaruhi jumlah malai per rumpun dan hasil gabah. Pengaruh interaksi antara varietas dan asal benih juga tidak nyata (Tabel 1). Namun, jumlah malai per rumpun dan hasil gabah nyata dipengaruhi oleh varietas yang ditanam. Pada pertanaman yang benihnya berasal dari hasil panen MH 2004/05, varietas lokal Cipeundeuy mempunyai jumlah malai paling sedikit rata-rata 5,2 malai/ rumpun, disusul oleh varietas lokal Hawara rata-rata 6,4 malai/rumpun, sedangkan varietas unggul menghasilkan malai yang lebih banyak. Kecenderungan yang sama terlihat pada tanaman yang menggunakan benih hasil panen MK 2005, varietas lokal juga mempunyai jumlah malai sedikit. Malai terpanjang ditunjukkan oleh varietas lokal Hawara disusul oleh varietas lokal Cipeundeuy (Tabel 4). Hasil gabah menunjukkan kecenderungan yang sama dengan jumlah malai (Tabel 4). Padi gogo varietas lokal (Cipeundeuy dan Hawara) dari sumber benih yang berbeda memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas unggul. Jumlah malai yang sedikit pada varietas lokal berdampak terhadap rendahnya hasil. Hasil varietas Limboto lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya. Varietas Limboto mempunyai malai terpanjang yang ditunjang oleh jumlah malai yang banyak dan jumlah gabah yang banyak pula, sehingga secara serempak menjadikan varietas tersebut memiliki 138

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 3 2008 Tabel 4. Komponen hasil dan hasil gabah 10 varietas padi gogo (rata-rata dari dua sumber benih). Varietas/galur Jumlah malai/ Panjang malai Jumlah gabah Bobot 1000 butir Hasil gabah rumpun (cm) per malai (g) (t/ha)* C 22 8,5 a 24,9 de 187,8 c 22,0 c 3,62 b Danau Gaung 7,4 b 27,1 c 199,8 b 26,8 a 3,36 b Gajah Mungkur 6,9 b 27,1 c 184,8 c 24,9 b 3,68 b Jati Luhur 8,3 a 23,3 e 173,1 d 25,5 b 3,45 b Limboto 7,6 ab 28,4 b 234,8 a 28,0 a 4,40 a Situ Patenggang 7,3 b 25,5 d 200,8 b 26,9 a 3,77 ab Way Rarem 7,6 ab 25,2 de 204,4 b 25,7 b 3,31 b TB 203-Cky-1-13 6,9 b 25,4 d 191,5 bc 25,5 b 3,76 ab Cipeundeuy (lokal) 5,6 c 32,1 a 184,2 c 25,9 b 2,34 c Hawara (lokal) 6,2 b 32,8 a 188,2 c 27,6 a 2,51 c Angka selajur yang diikuti dengan huruf yang berbeda tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT produktivitas yang tinggi. Varietas lokal mempunyai malai yang panjang, namun jumlah malai dan jumlah gabah per malai sedikit (Tabel 4) sehingga hasilnya relatif rendah. PEMBAHASAN Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa produksi benih pada musim kemarau menghasilkan benih dengan mutu yang lebih baik, daya berkecambah dan vigor benihnya di atas 90%. Salah satu cara peningkatan hasil benih (seed yield) dan mutu benih padi gogo adalah dengan cara melakukan produksi benih pada musim kemarau dengan cara disawahkan (Wahyuni et al. 2006). Keuntungan lain dari produksi benih pada musim kemarau adalah produsen benih tidak perlu menyimpan benih terlalu lama karena jarak waktu antara panen musim kemarau dengan musim tanam padi gogo hanya sekitar satu bulan. Hasil pengamatan secara visual di lapangan menunjukkan pertumbuhan padi gogo dari dua sumber benih tersebut tidak berbeda. Hal ini didukung oleh hasil analisa varians dan nilai koefisien variasi yang relatif kecil dari data tinggi tanaman dan jumlah anakan (Tabel 1). Demikian juga intensitas penyakit tanaman, tidak ada pengaruh sumber benih terhadap intensitas penyakit. Dengan demikian, anggapan sebagian petani padi gogo yang mengatakan bahwa benih padi gogo yang berasal dari pertanaman di lahan sawah tidak tumbuh serempak dan tidak dapat berproduksi optimal jika ditanam di lahan kering ternyata tidak benar. Hasil gabah (GKP) dalam percobaan ini cukup tinggi, tertinggi dicapai oleh Limboto (4,4 t/ha), tidak berbeda dibandingkan dengan Situ Patenggang dan TB 203-Cky- 1-13 (masing-masing menghasilkan 3,77 dan 3,76 t/ha. Hasil terendah diberikan oleh varietas lokal Hawara (2,51 t/ha) dan Cipeundeuy (2,34 t/ha). Hasil varietas unggul dan galur yang diuji berkisar antara 3,3-4,4 t/ha, cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata hasil nasional padi gogo 2,58 t/ha (BPS 2005). Data penelitian ini mengindikasikan bahwa untuk tujuan komersial, produksi benih padi gogo sebaiknya dilakukan pada musim kemarau di lahan sawah karena memberikan hasil benih dan mutu yang tinggi, dan menghemat biaya penyimpanan. Hal ini sekaligus memberikan klarifikasi bahwa kekhawatiran sebagian petani tentang ketidakseragaman pertanaman padi gogo bila menggunakan benih yang diproduksi pada lahan sawah tidak terbukti. KESIMPULAN Dengan cara penyimpanan yang baik, benih padi gogo yang diproduksi pada musim hujan masih mempunyai daya berkecambah yang tinggi dengan tingkat vigor sedang, sehingga masih layak digunakan sebagai benih pada pertanaman musim hujan tahun berikutnya. Tidak ada perbedaan yang nyata antarvariabel pertumbuhan (tinggi tanaman dan jumlah anakan) maupun komponen hasil (jumlah dan panjang malai) dan hasil gabah dari benih yang berasal dari dua sumber benih yang berbeda (pertanaman di lahan sawah pada musim kemarau dan dari lahan kering pada musim hujan). Pertumbuhan tanaman dan hasil gabah lebih dipengaruhi oleh varietas yang ditanam. Hasil gabah tertinggi pada lahan kering di Indramayu pada MH 2005/06 ditunjukkan oleh varietas Limboto, sedangkan terendah diberikan oleh varietas lokal Cipeundeuy. 139

WAHYUNI: HASIL PADI GOGO DARI DUA SUMBER BENIH YANG BERBEDA UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada teknisi yang sudah membantu penelitian ini: Rasam, SP dan Ahmad Yazid. Juga tak lupa ucapan terima kasih kepada Bpk Suwarji dan Umin Sumarlin yang membantu pengamatan penyakit tanaman di lapang. DAFTAR PUSTAKA Agrawal, R.L. 1981. Seed technology. Oxford and IBH Publ. Co., New Delhi. 318p. Biro Pusat Statistik Indonesia. 2005. Statistik Indonesia tahun 2004. BPS, Jakarta. 152p. Guswara, A., H.M. Toha, dan K. Permadi. 1998. Perbaikan budi daya padi gogo di tingkat petani perhutanan sosial. Laporan Penelitian Kelti Ekofisiologi. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. IRRI. 1996. Standard evaluation system for rice (3 rd ed.). Los Banos Philippines. 54p. Nugraha, U.S., S. Wahyuni, T.S. Kadir, dan B. Nuryanto. 1997. Cara pengelolaan benih padi gogo di tingkat petani dan mutu benih yang dihasilkan. Proseding Konggres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Palembang, 27-29 Oktober 1997. p. 647-651. Permadi, P. dan H.M. Toha 1996. Peningkatan produktivitas padi gogo dengan penanaman kultivar unggul dan pemupukan nitrogen. Jurnal Penelitian Pengembangan Wilayah Lahan Kering 18:27-39. Pirngadi, K., H.M.Toha, K. Permadi dan A.Guswara. 2001. Optimasi hara dalam tanah dan pemacuan penyerapan hara oleh tanaman padi gogo melalui modifikasi cara tanam dan pemupukan. Makalah hasil penelitian 2000. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi 10 p. Wahyuni, S., U.S. Nugraha, dan T.S. Kadir. 1999. Evaluasi teknik pengelolaan dan mutu benih padi gogo di tingkat petani. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 8(1):1-5. Wahyuni, S, U.S. Nugraha, dan T.S. Kadir. 2004. Studi perbaikan hasil dan mutu benih padi gogo. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2003 Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. Wahyuni, S., A. Setyono, T.S. Kadir, dan U.S. Nugraha. 2005. Studi perbaikan hasil dan mutu benih padi gogo. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2004 Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. Wahyuni, S., T.S. Kadir, dan U.S. Nugraha. 2007. Hasil dan mutu benih padi gogo pada lingkungan tumbuh berbeda. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 25(1):30-37. 140