BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk menggali seoptimal mungkin sumber-sumber keuangannya seperti:pajak,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memiliki batas-batas wilayah yuridiksi, berwewenang untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. tekhnologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. pembangunan. Oleh karena itu peran masyarakat dalam Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya diatur dalam undangundang.

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1979 bercorak sentralistik. Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 32 Tahun

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

KEPALA DESA LEMPUYANG KABUPATEN SERANG PERATURAN DESA LEMPUYANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUBU RAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN KECAMATAN KARANGGAYAM DESA LOGANDU

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 15 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2007 SERI E =================================================================

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU Jl. Soekarno Hatta No. 17 Telp (0426) Kode Pos Mamuju

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR : 10 TAHUN 2000 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA DI WILAYAH KABUPATEN CIAMIS

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

BUPATI BENGKULU TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2007 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN SUMBER PENDAPATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 13 TAHUN 2001 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG SUMBER SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 26 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 9 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. dan pemerataan pembangunan di masyarakat, pemerintah telah menetapkan

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SUMBER PENDAPATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

P E R A T U R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia saat ini di dasarkan pada Undang-Undang

BUPATI BOMBANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG BAGI HASIL PAJAK KABUPATEN KEPADA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 14/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab warga negara dan masyarakatnya. Kaitannya dengan

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BUPAT1BANYUMAS PROVWS1JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3i TAHUN2016 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH NOMOR : 13 TAHUN 2000 SERI : NOMOR : 13 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 14 TAHUN 2000

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bagian terkecil dari struktur pemerintahan yang ada di dalam struktur

BAB I INTRODUKSI. Bab I berisi mengenai introduksi riset tentang evaluasi sistem perencanaan

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 19 TAHUN 2OOO TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR : 6 TAHUN 2008

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 26

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO 3

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 20 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2007

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan secara umum diartikan sebagai suatu usaha untuk lebih meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang dimiliki oleh suatu negara berupa sumber daya alam sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Dengan demikian pembangunan pada dasarnya dapat dikatakan usaha dasar untuk mengubah masa lampau yang buruk menjadi zaman baru yang lebih baik untuk mewariskan masa depan kepada generasi yang akan datang. Untuk melaksanakan pembangunan yang berkesinambungan maka daerah/kota lebih dituntut untuk menggali seoptimal mungkin sumber-sumber keuangannya seperti:pajak, retribusi atau pungutan yang merupakan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah, seperti yang tertuang dalam undang-undang Nomor 32 tahun 2004. Pemberian Otonomi Daerah dimaksud untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mengatur dan mengurus daerahnya sendiri, terutama dalam membiayai pembangunan dewasa ini.dengan diberikan hak kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tanpa campur tangan pihak lain adalah sangat tepat karena dengan demikian sudah memiliki kekuatan hukum untuk menentukan kebijakan dalam pengelolaan daerahnya, meskipun pada dasarnya tetap dikoordinir oleh pemeritah pusat. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, bahwa: Hal hal yang mendasarkan Undang-Undang ini adalah untuk mendorong

memberdayakan masyrakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Oleh sebab itu Undang-Undang ini menempatkan Otonomi Daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan kota. Retribusi Daerah selain sebagai salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah daerah juga merupakan faktor yang dominan peranannya dan kontribusinya untuk menunjang pemerintah daerah. Sedangkan lokasi peneliti akan berada didesa maka kita perlu melihat pengertian Desa menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004. Yang dimaksud dengan Desa atau disebutdengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yuridiksi,berwewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan dibentuk dalam pemerintahan Nasional dan berada di kabupaten kota, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara RI. Landasan pemikiran mengenai Desa adalah keanekaragaman, Partisipasi, Otonomi asli, Demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Selain itu juga pengertian desa menurut Undang-Undang tentang Desa Nomor 6 Tahun 2014 Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian diatas menunjukan bahwa undang-undang ini mengakui adanya otonomi yang dimiliki oleh Desa dan Kepada Desa melalui pemerintahan Desa dapat diberikan penugasan atau pendelegasian dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu, otonomi yang di miliki oleh desa adalah otonomi

asli karena berdasarkan asal-usul dan adat istiadat yang berlaku sejak lahirnya sebuah desa adat. Sebagai Desa yang memiliki otonomi,maka ada beberapa kewenangan desa dalam urusan pemerintah seperti yang diatur dalam pasal 206 undang-undang No. 6 Tahun 2014 Kewenangan Desa meliputi: a) Kewenangan berdasarkan hak asal usul; b) Kewenangan lokal berskala Desa; c) Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan d) Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Urusan pemerintah yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa antara lain berhak memilih kepala desanya sendiri,berhak mengelola keuangan desanya melalui penetapan APBDesa,berhak menetapkan peraturan desa dan lain-lain. Agar dapat melaksanakan hak dan kewenangan sebagai desa otonomi maka pemerintah desa dalam hal ini kepala desa danperangkat-perangkatnya harus membangun kerja sama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk menetapkan keputusankeputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Desa. Dalam kaitan dengan pembangunan Desa maka pelaksanaan pembangunan dewasa ini lebih diarahkan untuk mewujudkan kemandirian masyarakat dalam

membangun desanya,termasuk dalam mengelola sumber-sumber kekayaan desa untuk meningkatkan pendapatan asli desa. Bantuan-bantuan yang diberikan selama ini seharusnya sebagai perangsang untuk mendorong prakarsa dan kreativitas pemerintah desa dalam menggali sumber pendapatan asli desa. Ada beberapa sumber pendapatan asli desa yang diatur dalam Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari: (a). Pendapatan Asli Desa (b). Bagi hasil pajak daerah dan retribusi Kabupaten/Kota. (c). Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan Daerah yang diterimah oleh kabupaten/kota. (d). Bantuan dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/kota. (e). Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga. Salah satu sumber pendapatan desa yang dikaji dalam rencana penelitian ini adalah pendapatan asli Desa yang dikelola oleh pemerintah Desa didesa Mataru Barat kecamatan Mataru kabupaten Alor. Berdasarkan Perda Kabupaten Alor No.4 Tahun 2006 pasal 68 yang mengatur tentang pendapatandesa yang terdiri atas: a. Hasil usaha Desa b. Hasil kekayaan Desa c. Hasil swadaya dan partisipasi, d. Hasil gotong royong, e. Dan lain-lain pendapatan desa yang sah. Sumber-sumber pendapatan Desa diatas sudah dikelola antara lain: 1. Pungutan pengurusan Administrasi Kependudukan 2. Pungutan penyelesaian Masalah 3. Iuran Air minum

4. Hasil sewa kursi Desa 5. Hasil swadaya dan parisipasi masyarakat. 6. Hasil gotong royong masyarakat Dari sekian banyak sumber pendapatan desa tersebut diatas, sumber pendapatan asli desa merupakan hal yang paling penting, mengingat pendapatan asli desa merupakan indikator utama kemampuan desa untuk membiayai penyelenggaraan kewenangan otonomi yang diterima oleh desa. Kemampuan pemerintah desa terlihat dari kemampuannya untuk membiayai seluruh kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan masyarakat demi mencapai masyarakat desa yang adil makmur dan sejahterah lahir batin. Konsekuensi logis dari tujuan dan cita-cita pemerintah dan masyarakat diatas, pemerintah desa harus mampu menggali, mengelola dan mengembangkan sumbersumber pendapatan asli desa sehingga dapat meningkatkan pendapatan asli desa. Dari sekian banyak pendapatan asli desa yang ada, pendapatan desa yang bersumber dari retribusi merupakan salah satu sumber pendapatan asli desa yang potensial, karena retribusi diperoleh setiap saat dan dapat dilakukan pungutan secara berulang kali serta memiliki jumlah dan jenis obyek pungutan yang banyak. Dengan demikian sudah sepatutnya pemerintah desa mengusahakan dan melaksanakan pungutan retribusi seefektif mungkin, sehingga dapat menghasilkan keuangan yang cukup bagi pemerintah desa agar semakin mandiri dan mampu menyelenggarakan otonomi yang diembannya.

Pengelolaan retribusi diatas, berdasarkan peraturan Desa Mataru Barat No.1 Tahun 2008 tentang penerimaan pendapatan asli Desa. Untuk mengetahui sejauh mana pengelolaannya maka dapat diuraikan pada tabel berikut ini Tabel 1: Pengelolaan Retribusi Berdasarkan Perdes No.1 Tahun 2008 di desa Mataru Barat Kecamatan Mataru Kabupaten Alor No. Jenis Pungutan Besar pungutan Tahun 2012 Tahun 2013 1. Pungutan administrasi kependudukan Rp. 5.000-50.000/ eks tergantung jenis surat Rp. 570.000 Rp. 840.000 2. Pungutan penyelesaian Rp. 50.000 Rp. 50.000 masalah 25.000 3. Pungutan iuran air minum Rp. 1.500.000 Rp. 1.500.000 145 KK x Rp. 100x12 4. Sewa kursi Desa Rp. 50.000 Rp. 50.000 5. Hasil swadaya dan partisipasi masyarakat Rp.6.750.000 Rp. 6.750.000 6. Hasil gotong royong Rp. 4.500.000 Rp. 4.500.000 masyarakat Jumlah Rp. 13.600.000 Rp. 13.870.000 Sumber : Kantor Desa Mataru Barat tahun 2013 Bersadarkan tabel di atas maka dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pungutan administrasi kependudukan menglami peningkatan yaitu dari Tahun 2012 sebesar Rp.570.000 menjadi Rp.840.000 pada Tahun 2013 karena terjadi peningkatan dalam pengurusan administrasi kependudukan masyarakat didesa Mataru Barat.

2. Pungutan penyelesaian masalah tidak terjadi perubahan dari Tahun 2012 ke Tahun 2013 karena masih lemahnya perangkat Desa dalam mendata ulang administrasi Desa. 3. Pungutan penyelesaian masalah dari Tahun 2012 ke Tahun 2013 tidak mengalami perubahan itu juga disebabkan karena masih lemahnya perangkat Desa dalam menyusun dan mengelolah administrasi desa di desa Mataru Barat. 4. Sewa kursi dari tahun 2012 ke tahun 2013 juga tidak mengalami peningkatan dalam meningkatkan pendapatan desa itu juga disebabkan oleh lemahnya aparat desa dalam mendata ulang administrasi desa setiap tahun. 5. Hasil swadaya dan partisipasi masyarakat juga tidak mengalami perubahan dari Tahun 2012 ke Tahun 2013 itu terjadi karena dalam melaksanaakan kegiatan didesa selalu disesuaikan dengan aktifitas masyarakat desa tersebut. 6. Hasil gotong royong masyarakat juga tetap pada angka yang sama setiap tahun karena setiap kegiatan di desa tersebut disesuaikan dengan aktifitas masyarakat sehingga tidak bisa dipaksakan untuk meningkatkan pendapatan desa setiap tahun. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin mengkaji lebih jauh permasalahan tersebut melalui penelitian yang berjudul: STUDI TENTANG PENGELOLAAN RETRIBUSI DESA SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DESA BERDASARKAN PERDES NOMOR 01 TAHUN 2008 DI DESA MATARU BARATKECAMATAN MATARU KABUPATEN ALOR B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka yang menjadi masalah pokok penulisan ini adalan bagaimanakah pengelolaan retribusi desa sebagai sumber pendapatan asli Desa berdasarkan Perdes No.01 Tahun 2008 di Desa mataru Barat kecamatan Mataru Kabupaten Alor? C. TUJUAN DAN KEGUNAAN 1. Tujuan Untuk menggambarkan pengelolaan retribusi desa sebagai sumber pendapatan asli Desa berdasarkan Perdes No. 01 Tahun 2008 di Desa Maratu Barat Kecamatan Mataru Kabupaten Alor. 2. Kegunaan a. Sebagai sumber informasi bagi pemetintah Kabupaten, Kecamatan untuk mengetahui pelaksanaan pengelolaan pendapatan asli desa di Desa Mataru Barat b. Sebagai bahan informsai bagi pihak yang membutukan,terutama peneliti lain yang hendak melakukan penelitian lebih lanjut.