BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA

BAB VII HARAPAN MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kerangka Sampling Masyarakat Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Jenis Kelamin

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN

PERTEMUAN KE 7 POKOK BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

2. Macam-Macam Norma. a. Norma Kesusilaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang berlaku, akan kesulitan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

PERILAKU MENYIMPANG: DEFINISI PENYIMPANGAN

I. PENDAHULUAN. dilaksanakan secara tertib dan terencana yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lain atau disebut manusia sebagai makhuk sosial. Semua itu didapatkan melalui

BAB VI RESPON MASYARAKAT LOKAL ATAS DAMPAK SOSIO-EKOLOGI HADIRNYA INDUSTRI PENGOLAHAN TAHU

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB IV KESIMPULAN. tidak terjadinya masalah-masalah yang dapat menyebabkan kekacauan atau

Dinamika Pelanggaran Hukum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI KECAMATAN ROGOJAMPI KEPALA DESA GINTANGAN

C. Perilaku sesuai dengan Norma dalam Kehidupan Sehari-hari

A.n. WALIKOTA YOGYAKARTA

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V PENUTUP. Pengkajian uraian dari berbagai aspek historis tentang tarian Deo Tua dalam upacara minta

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEAMANAN DAN KETERTIBAN

95 Tabel 6.2 Pengetahuan Warga Mengenai Akibat Membuang Sampah Secara Sembarangan Sebelum Adanya Kelembagaan Partisipatoris, Sub DAS Cikapundung, Band

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Pengertian Kode Etik

BAB IV. A. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat dalam Mencegah dan. Menanggulangi Pencemaran Air Akibat Limbah Industri Rumahan sesuai

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN NYANDUNG WATANG DI DESA NGUWOK KECAMATAN MODO KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

berjalan, mungkin karena posisi memboncengnya atau bagaimana. Motor yang dikendarai mengalami kecelakaan setelah menabrak sebuah mobil di tengah

MATERI 9 PERILAKU MENYIMPAG SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN TERHADAP NILAI DAN NORMA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam budaya yang berbeda-beda, namun saling

dengan penuh hormat. rumah. mata.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

ANGKET RESPONDEN. 1. Identitas Responden Nama :.. Kelas :.. Jenis Kelamin : Usia :..

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan

SOENARJO-ALI MASCHAN MUSA (SALAM): Sebuah Desa yang Teratur

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya. Ikatan suci ini adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT

2 Kebiasaan (Folksway) Norma yang menunjukan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual


PENGARUH EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI, SOSIAL DAN EKONOMI DI KAMPUNG BATUSUHUNAN, SUKABUMI

BAB II KAJIAN TEORI. "Adat" berasal dari bahasa Arab,عادات bentuk jamak dari عاد ة (adah), yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

KARAKTERISTIK INDIVIDUAL ANGGOTA MASYARAKAT

BAB IV ANALISIS POLA PENDIDIKAN KEAGAMAAN ANAK DI KELUARGA RIFA IYAH DESA PAESAN KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN

DISIPLIN DAN TATA TERTIB MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

I. PENDAHULUAN. Kehidupan era Globalisasi ini, remaja sering kali diselingi hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik. daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu.

BAB IV ANALISIS. Malang Press, 2008, hlm Ahmad Khalili, M.Fiil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, UIN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

LEMBAGA KEMASYARAKATAN (LEMBAGA SOSIAL)

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG SOAL UTS GANJIL TAHUN PELAJARAN 2008/2009

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pekanbaru, terdiri atas 65 RW dan 318 RT. Luas wilayah Kecamatan Tampan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS PSIKOLOGI BANDUNG. Kata Pengantar

BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

SWT. Kehidupan beragama identik dengan kerukunan, akan tetapi tidak dapat

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

Transkripsi:

36 BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 5.1 Gambaran Sosial-Budaya Masyarakat Lokal Masyarakat Kampung Batusuhunan merupakan masyarakat yang identik dengan agama Islam dikarenakan semua masyarakatnya memeluk agama Islam. Meskipun masyarakat Kampung Batusuhunan 100 persen beragama Islam, akan tetapi masyarakat sangat menghargai dan mentoleransi agama lain selain Islam. Mazhab Islam yang dijadikan pedoman oleh masyarakat ialah Islam yang dibawa oleh Wali Songo. Hal ini dikarenakan pada jaman dahulu, Kampung Batusuhunan dijadikan tempat pertemuan para Wali Songo dan menurut tokoh adat yang dijadikan informan kunci, di Kampung Batusuhunan juga terdapat makam salah satu Wali Songo yang menjadikan Kampung Batusuhunan sudah dikenal masyarakat luas sejak dahulu karena banyak orang yang berziarah ke makam tersebut. Hal ini diutarakan oleh tokoh adat Kampung Batusuhunan (HBY/70 tahun). disini terdapat makam salah satu Wali Songo. Oleh karena itu memang sudah sejak dulu Kampung Batusuhunan dikenal masyarakat luas karena banyak yang sering datang ziarah kesini Kampung Batusuhunan sendiri sebenarnya merupakan nama lain dari RT 14. Setiap RT di Kelurahan Surade memiliki nama sendiri-sendiri yang membedakannya dengan RT lain. Pemimpin di Kampung Batusuhunan ialah seorang Kepala RT. Selain Kepala RT, tokoh berpengaruh lainnya di Kampung Batusuhunan adalah tokoh adat/tokoh agama yang mengaku sebagai keturunan langsung dari Prabu Siliwangi. Tokoh adat sangat dipercaya oleh masyarakat setempat dalam setiap pengambilan keputusan. Sebelum adanya pengembangan lokasi Ekowisata Islami Curug Cigangsa, Kampung Batusuhunan merupakan wilayah yang paling kurang terlihat perkembangannya di Kelurahan Surade. Hal ini dapat disebabkan lokasi Kampung Batusuhunan yang paling jauh dari pusat Kelurahan Surade. Masyarakat setempat merupakan masyarakat asli yang masih kental dengan adat istiadat setempat. Akan tetapi, hal ini tidak menjadikan masyarakat Kampung Batusuhunan menutup diri

37 terhadap modernitas. Masyarakat sangat menyambut dengan baik segala perubahan dan kemajuan yang datang dari luar, selama hal itu tidak keluar dari prinsip-prinsip Islam. Gaya hidup dan pergaulan masyarakat Kampung Batusuhunan sangat berpedoman dengan kaidah-kaidah Islam. Pergaulan antar lawan jenis, gaya berpakaian, gaya hidup, dan hal-hal lainnya sangat berpedoman pada ajaran Islam. Dengan ciri sosial-budaya yang demikian, maka dalam penelitian ini akan dideskripsikan bentuk-bentuk norma dan mitos yang dianut dan dilestarikan di Kampung Batusuhunan juga akan dianalisis persepsi dan penerimaan masyarakat terhadap pengembangan ekowisata. 5.2 Bentuk-bentuk Norma dan Mitos di Kampung Batusuhunan Data kualitatif di lapangan menunjukkan masyarakat Kampung Batusuhunan merupakan masyarakat Islam yang menjunjung tinggi kaidah-kaidah Islam dan menerapkan dalam kesehariannya. Norma-norma dan mitos-mitos yang dipercaya dan diyakini masyarakat bersifat turun-temurun diperoleh dari para nenek moyang yang ada di Kampung Batusuhunan. Masyarakat yang mendiami Kampung Batusuhunan merupakan masyarakat asli yang sudah dari dulu mendiami kawasan tersebut, sehingga segala peraturan, norma dan mitos yang ada juga bersifat turuntemurun dan mendarah daging dalam diri masyarakat. Norma-norma yang dianut dan dilestarikan di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa ditaati masyarakat karena sejalan dengan aturan-aturan yang diajarkan oleh agama Islam. Norma-norma tersebut antara lain: 1. Norma untuk tidak membuang sampah sembarangan baik di Kampung Batusuhunan maupun Curug Cigangsa. 2. Norma yang melarang menebang pohon sembarangan. 3. Norma yang melarang meminum minuman keras/alkohol. 4. Norma yang melarang untuk menggunakan narkotika. 5. Norma yang melarang wanita dan pria yang bukan muhrim berdua-duaan di lokasi ekowisata. 6. Norma yang melarang untuk membuat bangunan mencurigakan di lokasi ekowisata.

38 7. Norma yang melarang untuk berada di lokasi Curug Cigangsa setelah pukul 5 sore. 8. Norma yang melarang untuk merusak/mengotori kawasan Curug Cigangsa. Kesemua norma tersebut ditaati dan dijadikan pedoman masyarakat dalam pengembangan lokasi ekowisata Curug Cigangsa. Norma-norma yang ada di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa dibuat berdasarkan kaidah-kaidah Islam dan aturan-aturan yang diajarkan oleh Islam. Norma-norma itu sendiri bermanfaat bagi kelestarian lingkungan Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa, dan juga bermanfaat untuk melestarikan kebudayaan masyarakat yang terkenal Islami dan masih menjunjung tinggi ajaran-ajaran leluhur. Masyarakat Kampung Batusuhunan sendiri tidak ada yang keberatan dengan norma-norma yang telah ada sejak jaman dahulu tersebut. Masyarakat menganggap bahwa norma-norma yang telah ada merupakan hal baik dan harus terus dilestarikan. Hal-hal yang dilarang dalam norma dan dijadikan mitos tersebut merupakan hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam. Sehingga alasan mengapa norma dan mitos itu ada ialah karena masyarakat Kampung Batusuhunan mentaati, menghormati dan ingin menjalankan ajaran Islam. Norma-norma yang dianut dan dilestarikan di Kampung Batusuhunan merupakan norma-norma yang sudah ada sejak jaman leluhur. Norma-norma tersebut diturunkan kepada generasi-generasi selanjutnya melalui nasihat-nasihat yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya. Norma-norma tersebut ditegakkan melalui pemberian sanksi kepada masyarakat yang melanggarnya. Sampai saat ini belum pernah ada masyarakat yang melanggar norma tersebut, tetapi melalui wawancara dengan informan kunci, bentuk sanksi yang akan diberikan kepada masyarakat jika ada yang melanggar antara lain ditegur, dinasihati dan bahkan ada yang akan dilaporkan pada pihak yang berwajib. Pengembangan kawasan Curug Cigangsa menjadi lokasi ekowisata juga semakin membuat masyarakat melestarikan norma-norma yang ada. Normanorma yang telah disebutkan di atas tadi, juga ditunjang oleh beberapa mitos yang dipercaya masyarakat sekitar. Mitos ini sudah berkembang sejak jaman leluhur. Mitos-mitos yang dipercaya masyarakat antara lain:

39 1. Terdapat mitos yang mengatakan bahwa apabila ada yang berenang di Curug Cigangsa tanpa menggunakan pakaian, maka akan celaka. 2. Terdapat mitos yang mengatakan bahwa apabila mengambil foto secara sembarangan, maka akan muncul sosok anak kecil di dalam foto tersebut. 3. Terdapat mitos yang mengatakan, sering terdengar suara adzan dari lokasi Curug Cigangsa. 4. Terdapat mitos yang mengatakan bahwa apabila kita sembarangan bicara, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. 5. Terdapat mitos yang mengatakan, apabila ada yang ingin meminum minuman keras di Curug Cigangsa, maka botol minuman tersebut akan jatuh dengan sendirinya. 6. Terdapat mitos yang mengatakan, batu yang ada di Batu Masigit, akan jatuh dan naik dengan sendirinya apabila di kawasan tersebut dijadikan tempat yang tidak sesuai dengan kaidah Islam. Kesemua mitos tersebut sudah ada sejak jaman leluhur. Mitos-mitos tersebut dipercaya oleh masyarakat setempat dan diwariskan turun-temurun melalui pembicaraan dari mulut ke mulut antara orangtua kepada anaknya, antar tetangga, antar teman, dan lain-lain. Masyarakat setempat mempercayai adanya mitos ini dikarenakan sudah ada beberapa bukti nyata. Saat ini, berdasarkan mitos-mitos dan norma yang sudah ada, dapat dilihat bahwa kehidupan bermasyarakat yang terjadi di Kampung Batusuhunan tidak terlepas dari ajaran Islam. Semua norma dan mitos dibuat dan ada sesuai dengan ajaran-ajaran Islam yang menjadi pedoman bagi masyarakat. Masyarakat mempercayai norma dan mitos tersebut, karena sejalan dengan keinginan mereka dan kepercayaan mereka. Kampung Batusuhunan sendiri merupakan kampung dimana para Wali Songo sering melakukan pertemuan. Pertemuan dilakukan di lokasi Batu Masigit. Oleh sebab itu, Batu Masigit dianggap keramat oleh masyarakat sekitar. Berikut penuturan salah satu warga (APS/49 tahun) dahulu pernah Batu Masigit ada yang jatuh. Tidak terdengar bunyinya sama sekali tetapi tiba-tiba sudah ada di bawah. Keesokan harinya sudah naik lagi ke atas. Tidak ada yang tahu tiba-tiba sudah ada di atas lagi. Itu terjadi ketika Curug Cigangsa baru akan dibuka menjadi kawasan ekowisata

40 Selain mempercayai norma dan mitos yang ada, masyarakat juga akan memberikan sanksi terhadap masyarakat Kampung Batusuhunan yang melanggar norma dan mitos tersebut. Terutama norma dan mitos yang berhubungan dengan kaidah Islam. Penegakan peraturan ini dilakukan oleh para tokoh-tokoh masyarakat yang terdapat di Kampung Batusuhunan. Norma dan mitos tersebut semakin dilestarikan sebagai pendukung konsep Ekowisata Islami yang dijadikan konsep dalam kegiatan ekowisata yang ada di Curug Cigangsa. Adanya norma-norma dan mitos tersebut, diharapkan dapat mencegah dampak negatif yang mungkin muncul dari pengembangan kawasan ekowisata di Curug Cigangsa. 5.3 Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Mitos dan Norma 5.3.1 Pengetahuan Masyarakat terhadap Mitos dan Norma Kampung Batusuhunan merupakan kampung yang masih menjunjung tinggi kearifan lokal berupa norma-norma dan mitos-mitos yang menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya norma dan mitos, maka masyarakat lokal akan mampu meredam dampak negatif yang mungkin hadir dengan adanya ekowisata di Curug Cigangsa. Pada sub bab ini, dilihat hubungan antara karakteristik responden dengan tingkat pengetahuan masyarakat akan mitos dan norma yang dianut dan dilestarikan di Kampung Batusuhunan. Dengan asumsi bahwa adanya tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mitos dan norma, maka diharapkan masyarakat mampu dan siap terhadap datangnya ekowisata di Kampung Batusuhunan. Responden yang diteliti dibagi ke dalam tiga tingkat usia berdasarkan Havighurst (1950) dalam Mugniesyah (2006) dan berdasarkan jenis kelamin. Pembagian tersebut antara lain golongan usia muda yang berkisar antara usia 18 tahun-30 tahun, golongan umur menengah antara 31 tahun-50 tahun, dan golongan umur tua, yaitu lebih dari 51 tahun. Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dibagikan, maka dapat dilihat bahwa setiap tingkatan usia dan jenis kelamin memiliki pengetahuan yang tinggi terhadap mitos dan norma yang terdapat di lokasi ekowisata Curug Cigangsa. Untuk lebih jelasnya, data dan persentase responden dapat dilihat pada Tabel 3.

41 Tabel 3. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan terhadap Mitos dan Norma di Kampung Batusuhunan, Tahun 2012 Karakteristik Jenis Kelamin Tingkat Usia Tingkat Pengetahuan terhadap Mitos dan Norma Total (%) Rendah (%) Tinggi (%) Pria 0 100,0 100,0 Wanita 0 100,0 100,0 Muda 0 100,0 100,0 Menengah 0 100,0 100,0 Tua 0 100,0 100,0 Tingkat pengetahuan akan dikatakan tinggi apabila jumlah skor yang dihasilkan responden berkisar antara angka 16-20, sedangkan tingkat pengetahuan akan dikatakan rendah apabila jumlah skor yang dihasilkan responden berkisar antara angka 10-15. Skor tersebut ditentukan melalui perhitungan nilai maksimum dan minimum berdasarkan jawaban responden. Sebanyak 100 persen responden dari tiap tingkatan usia dan jenis kelamin memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mitos dan norma yang ada di Curug Cigangsa. Data tersebut menunjukkan sebanyak 100 persen responden sangat mengetahui mengenai norma-norma dan mitos yang terdapat di Kampung Batusuhunan dan lokasi ekowisata Curug Cigangsa. Tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mitos dan norma disebabkan beberapa hal, antara lain: 1. Responden merupakan masyarakat asli Kampung Batusuhunan, sehingga responden sangat mengetahui mengenai norma-norma dan mitos-mitos yang terdapat di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa. 2. Norma-norma dan mitos-mitos yang ada sangat berkaitan dengan aturan dan ajaran yang ada dalam agama Islam, sehingga responden yang 100 persen beragama Islam sudah sangat mengenal norma-norma tersebut sejak kecil. 3. Sebelum berkembang menjadi kawasan ekowisata, responden (masyarakat) Kampung Batusuhunan sudah sepakat akan mengembangkan konsep Ekowisata Islami sebagai bentuk ekowisata Curug Cigangsa. Konsep Ekowisata Islami sendiri akan dapat dilaksanakan apabila norma-norma yang sudah ada semakin dilestarikan dan dikembangkan menjadi aturan-aturan

42 ekowisata di Curug Cigangsa. Oleh sebab itu, responden semakin melestarikan mitos dan norma dalam rangka mengembangkan konsep Ekowisata Islami. 4. Segala bentuk norma dan mitos yang diberikan dalam kuesioner, merupakan norma dan mitos yang sudah ada sejak jaman leluhur, sehingga tingkat pengetahuan responden terhadap norma dan mitos tersebut sangat tinggi karena responden sudah sangat mengenal mitos dan norma tersebut sejak masih kecil. 5. Tingkat kedekatan antara masing-masing warga di Kampung Batusuhunan sangat tinggi, sehinga masing-masing individu sangat mengenal norma dan mitos yang ada melalui pembicaraan sehari-hari antar warga. Berdasarkan data pada Tabel 3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh responden yang merupakan masyarakat asli Kampung Batusuhunan memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mitos dan norma yang terdapat di Kampung Batusuhunan. Data pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa baik jenis kelamin maupun tingkat usia tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap tingkat pengetahuan. 5.3.2 Sikap Masyarakat dalam Menghadapi Kemungkinan Dampak Negatif Masyarakat Kampung Batusuhunan sebagai masyarakat yang mengelola ekowisata di Curug Cigangsa tentu saja memiliki kepentingan terhadap keberlanjutan ekowisata tersebut. Pengembangan ekowisata yang tidak disiapkan dengan matang akan memunculkan dampak negatif. Dampak negatif tersebut merupakan suatu hal yang sebisa mungkin harus dihindari, oleh karena itu dibutuhkan tindakan dari masyarakat sebagai pelaku utama dari kegiatan ekowisata. Sub bab ini melihat sikap apa yang akan ditunjukkan masyarakat ketika dampak negatif dari ekowisata muncul di Ekowisata Islami Curug Cigangsa. Sikap yang ditunjukkan terbagi ke dalam tiga pilihan, antara lain mendukung adanya dampak negatif, diam saja, dan mencari cara untuk meminimalisir dampak negatif. Responden dibagi ke dalam dua karakteristik, yaitu berdasarkan jenis kelamin dan tingkat usia.

43 Tabel 4. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Sikap dalam Menghadapi Kemungkinan Dampak Negatif Ekowisata di Kampung Batusuhunan, Tahun 2012 Sikap dalam Menghadapi Kemungkinan Karakteristik Dampak Negatif Ekowisata Mencari Cara Total (%) Mendukung (%) Diam Saja (%) Meminimalisir Dampak Negatif (%) Jenis Pria 0 0 100,0 100,0 Kelamin Tingkat Usia Wanita 0 0 100,0 100,0 Muda 0 0 100,0 100,0 Menengah 0 0 100,0 100,0 Tua 0 0 100,0 100,0 Sebanyak 100 persen masyarakat baik berdasarkan jenis kelamin dan tingkat usia memilih akan mencari cara untuk meminimalisir dampak negatif ketika dampak negatif itu nanti muncul dalam Ekowisata Islami Curug Cigangsa. Hal ini menunjukkan masyarakat sudah memahami bahwa dampak negatif merupakan suatu hal yang dapat mengancam keberlanjutan konsep Ekowisata Islami. Persentase angka 100 persen disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1. Responden tidak ingin konsep Ekowisata Islami tidak mengalami keberlanjutan dan tidak ingin nantinya ekowisata di Curug Cigangsa hanya akan menjadi ekowisata seperti pada umumnya. 2. Responden sudah sangat memahami bahwa dampak negatif merupakan suatu hal yang harus dihindari dan dicari alternatif penyelesaiannya demi keberlanjutan ekowisata di Curug Cigangsa. Masyarakat sebagai aktor utama dalam pengembangan ekowisata sudah menyadari bahwa dampak negatif dari ekowisata harus dicari jalan penyelesaiannya. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat telah bersiap-siap menghadapi dampak negatif yang akan muncul. Mitos dan norma dijadikan salah satu upaya untuk mencegah dampak negatif dari ekowisata. Pada sub bab selanjutnya, akan dibahas mengenai sikap yang akan dilakukan masyarakat terhadap pelanggaran mitos dan norma di Kampung Batusuhunan.

44 5.3.3 Sikap Masyarakat terhadap Pelanggaran Mitos dan Norma Masyarakat Kampung Batusuhunan ialah masyarakat yang mengatur segala kegiatan yang ada di Curug Cigangsa. Hal ini yang menjadikan sikap masyarakat terhadap penegakan mitos dan norma sangat penting. Sikap masyarakat akan menentukan keberlangsungan konsep Ekowisata Islami yang ada di Curug Cigangsa. Pada penelitian ini, selain dilihat hubungan karakteristik masyarakat dengan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap mitos dan norma, juga dilihat hubungan antara karakteristik masyarakat dengan sikap masyarakat terhadap wisatawan yang melanggar mitos dan norma. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dapat dilihat perbedaan jenis kelamin dan tingkat usia dalam memberikan pengaruh terhadap sikap masyarakat terhadap wisatawan yang melanggar mitos dan norma. Masing-masing responden memiliki pendapat sendiri terhadap sikap apa yang akan mereka lakukan terhadap wisatawan yang melanggar norma dan mitos. Seperti yang diutarakan oleh salah satu responden (LUK/18). apabila ada wisatawan yang melanggar norma-norma disini, saya mungkin hanya akan menegur, tetapi kalau sudah kelewatan seperti memakai narkoba, mungkin akan saya laporkan kepada pihak yang berwajib. Kalau hanya cara berpakaian mungkin saya akan diam saja Data dari 30 responden yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini akan disajikan dalam Tabel 5. Dalam tabel akan terlihat bagaimana hubungan jenis kelamin dan tingkat usia dengan sikap yang akan ditunjukkan masyarakat apabila terdapat wisatawan yang melanggar norma dan mitos yang ada. Sebanyak 30 responden telah diberikan kuesioner yang berisi sembilan pertanyaan mengenai sikap apa yang akan responden ambil ketika norma-norma dan mitos-mitos yang ada di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa dilanggar oleh wisatawan. Apabila sikap yang ditunjukkan masyarakat tergolong tinggi, maka masyarakat setempat menganggap mitos dan norma tersebut penting untuk dilestarikan, sedangkan apabila sikap yang ditunjukkan rendah, maka masyarakat setempat belum menganggap bahwa mitos dan norma yang ada di Kampung Batusuhunan penting sebagai salah satu upaya pencegahan dampak negatif.

45 Tabel 5. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Sikap terhadap Pelanggaran Mitos dan Norma di Kampung Batusuhunan, Tahun 2012 Karakteristik Jenis Kelamin Tingkat Usia Sikap Masyarakat terhadap Pelanggaran Mitos dan Norma Total (%) Rendah (%) Sedang (%) Tinggi (%) Pria 0 93,3 6,7 100,0 Wanita 0 100,0 0 100,0 Muda 0 90,0 10,0 100,0 Menengah 0 100,0 0 100,0 Tua 0 100,0 0 100,0 Data yang telah disajikan dalam Tabel 5 menunjukkan hubungan antara tingkatan usia dan jenis kelamin dengan sikap yang ditunjukkan masyarakat apabila terdapat wisatawan yang melanggar mitos dan norma yang terdapat di Curug Cigangsa yang telah disesuaikan dengan konsep Ekowisata Islami. Sikap masyarakat akan dikatakan rendah apabila skor yang dihasilkan berkisar antara angka 9-15, sedang apabila berkisar antara angka 16-22 dan tinggi apabila berkisar di angka 23-27. Sanksi yang tinggi dapat berupa pelaporan terhadap pihak yang berwajib atau sanksi-sanksi yang berat lainnya. Sikap yang sedang /sewajarnya ialah berupa teguran dan peringatan terhadap wisatawan. Sedangkan sikap rendah ialah ketika masyarakat hanya diam saja ketika ada wisatawan yang melanggar mitos dan norma. Banyaknya persentase sikap sedang menunjukkan bahwa masyarakat Kampung Batusuhunan masih dapat memberikan toleransi terhadap wisatawan yang melanggar mitos dan norma yang berlaku disana. Sikap rendah, sedang dan tinggi yang ditunjukkan oleh responden tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1. Responden yang akan menunjukkan sikap tinggi memiliki tingkat ketakutan yang lebih tinggi akan masuknya pengaruh dari luar ke dalam lingkungan Kampung Batusuhunan dikarenakan responden merasa sikap masyarakat masih dapat berubah-ubah, yang nantinya dianggap akan mempengaruhi kehidupan masyarakat yang sebelumnya sangat Islami. Responden pada golongan usia muda yang akan memberikan sikap tinggi juga memiliki emosi yang masih lebih berapi-api dibandingkan responden yang sudah lebih dewasa dikarenakan masih terbawa jiwa muda, sehingga ketika ditanyakan

46 apa tindakan yang akan diambil apabila terdapat wisatawan yang melanggar, maka responden golongan usia muda tersebut akan memberikan sikap yang lebih tegas kepada para wisatawan. Terdapat angka 6,7 persen yang menunjukkan sikap tinggi pada salah satu responden pria, hal ini disebabkan responden pria memiliki sikap yang lebih tegas dibandingkan dengan responden wanita. Sifat wanita yang lebih mementingkan perasaan seseorang mempengaruhi bentuk tindakan yang diambil ketika terdapat wisatawan yang melanggar norma dan mitos yang ada di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa. 2. Responden yang memberikan sikap yang sedang percaya bahwa masyarakat Kampung Batusuhunan tidak akan dengan mudahnya terpengaruh dengan segala hal negatif yang dibawa oleh wisatawan ke dalam lingkungan mereka karena masyarakat sudah memiliki mitos dan norma yang membentuk prinsip yang kuat. Responden pada golongan usia menengah dan usia tua beranggapan bahwa wisatawan memiliki privasi sendiri dimana masyarakat setempat tidak dapat bertindak dengan cara yang berlebihan (masih ada batasan) ketika wisatawan tersebut melanggar norma dan mitos yang ada di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa. Seperti yang diutarakan oleh salah satu responden (ZAE/63 tahun). saya hanya akan menegur masyarakat apabila ada yang melanggar norma yang ada. Hal ini dikarenakan saya yakin wisatawan akan faham kalau sudah ditegur satu kali, sehingga tidak perlu memberikan sanksi lebih Sikap sedang pada responden wanita juga disebabkan responden wanita masih menghargai wisatawan yang datang dengan segala kebudayaan dan kebiasaannya yang berbeda-beda yang seringkali bertolak belakang dengan norma-norma yang dilestarikan masyarakat setempat. Sehingga sikap yang ditunjukkan masih cenderung wajar yang hanya berupa teguran dan peringatan yang dinilai sudah cukup untuk mencegah pelanggaran mitos dan norma untuk kedua kalinya. 3. Angka 0 persen pada sikap rendah menunjukkan baik pada responden pria dan wanita kemungkinan untuk mengikuti dan terpengaruh oleh sikap-sikap

47 wisatawan yang tidak sesuai dengan kebudayaan dan kebiasaan sekitar memiliki kemungkinan yang sangat kecil dikarenakan responden yakin akan prinsip masing-masing yang masih sangat menjunjung tinggi norma yang ada. Sikap responden akan tergolong rendah apabila responden diam saja dan bahkan mengikuti ketika wisatawan bertindak sesuatu yang tidak sesuai dengan peraturan dan kebiasaan masyarakat setempat. Hal ini seperti yang diutarakan oleh salah satu responden (DAS/35 tahun). kalau kami mengikuti tingkah laku wisatawan yang buruk, itu tidak akan mungkin. Hal ini dikarenakan masyarakat setempat masih menjunjung tinggi norma-norma yang dilestarikan selama ini Berdasarkan data pada Tabel 5, dapat disimpulkan bahwa sikap yang akan ditunjukkan masyarakat setempat apabila terdapat wisatawan yang melanggar mitos dan norma yang ada sudah cukup tegas karena sebagian besar masyarakat akan memberikan teguran terhadap wisatawan yang melanggar mitos dan norma. Hal ini cukup memperlihatkan bahwa masyarakat sudah menganggap pelanggaran mitos dan norma itu merupakan hal yang penting untuk ditegakkan. 5.4 Ikhtisar Pengembangan suatu kawasan menjadi kawasan ekowisata akan memberikan banyak dampak. Dampak tersebut disebabkan masuknya pengaruh dari luar ke dalam lingkungan masyarakat setempat. Dampak positif merupakan hasil yang diharapkan dari pengembangan kawasan ini, akan tetapi dampak negatif juga memiliki kemungkinan untuk muncul apabila masyarakat sekitar tidak siap dan tidak memiliki penangkal dampak negatif tersebut. Norma dan mitos dapat dijadikan salah satu cara untuk mencegah dampak negatif dari kegiatan ekowisata. Tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap mitos dan norma akan menentukan keberlangsungan mitos dan norma tersebut sebagai landasan konsep Ekowisata Islami. Berdasarkan data yang ada, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Masyarakat Kampung Batusuhunan sangat menghargai dan menghormati segala norma-norma dan mitos-mitos yang ada di Kampung Batusuhunan dan juga Curug Cigangsa. Norma-norma dan mitos-mitos sudah ada sejak jaman leluhur dan semakin dilestarikan ketika Curug Cigangsa dibuka menjadi

48 kawasan ekowisata. Hal ini disebabkan masyarakat lokal tidak menginginkan terjadinya perubahan budaya akibat datangnya wisatawan. 2. Tingkatan usia dan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan terhadap mitos dan norma. Hal ini dikarenakan seluruh masyarakat Kampung Batusuhunan sangat memahami dan mengetahui normanorma dan mitos-mitos yang ada di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa. Norma-norma dan mitos yang sudah ada sejak jaman dahulu dijadikan pedoman dalam bertingkah laku sehari-hari, dan juga sebagai pedoman dalam pengembangan dan pelaksanan kegiatan ekowisata di Curug Cigangsa. 3. Pengembangan kawasan ekowisata menyebabkan ada kemungkinan munculnya dampak negatif bagi masyarakat dan lokasi ekowisata. Dampak negatif sebisa mungkin harus dihindari. Hal ini menjadikan 100 persen responden menjawab akan mencari cara untuk meminimalisir dampak negatif yang berkemungkinan muncul dari pengeembangan ekowisata di Kampung Batusuhunan. 4. Sikap yang ditunjukkan masyarakat terhadap pelanggaran mitos dan norma cukup berbeda berdasarkan jenis kelamin dan tingkat usia. Responden yang berasal dari golongan usia muda akan memberikan sikap yang tinggi apabila terdapat wisatawan yang melanggar norma dan mitos yang terdapat di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa. Sikap yang tinggi ditunjukkan dengan pemberian sanksi terhadap wisatawan yang melanggar mitos dan norma. Pada golongan usia menengah dan tua, hasil data di lapangan menunjukkan bahwa golongan usia ini akan memberikan sikap yang sedang /wajar terhadap wisatawan yang melanggar mitos dan norma yang ada. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 6,7 persen responden pria menjawab akan memberikan sikap yang tinggi, dan sebanyak 93,3 persen menjawab akan memberikan sikap sedang. Pada responden wanita, sebanyak 100 persen responden menjawab akan menunjukkan sikap yang sedang /wajar terhadap wisatawan yang melanggar mitos dan norma.