BAB I PENDAHULUAN. ketiadaan penyakit atau kelemahan. Bennet (2000) membedakan kesehatan sebagai being

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. emerging adulthood. Pada tahap remaja, mahasiswa mengalami perkembangan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan utama yang paling berharga bagi setiap bangsa adalah sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang baik maka tidak tersedia modal untuk melangkah ke depan

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi dimana tekanan darah sistolik lebih

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. kaum lanjut usia, namun juga telah diderita usia dewasa bahkan usia remaja.

LAMPIRAN 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa gejala, sehingga disebut sebagai Silent Killer (pembunuh terselubung).

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan kearah. pada gilirannya dapat memacu terjadinya perubahan pola penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang cukup banyak mengganggu masyarakat. Pada umumnya, terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit


BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang. ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini kesehatan semakin menjadi perhatian luas diseluruh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia karena prevalensi yang masih tinggi dan terus meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari 90 mmhg (World Health Organization, 2013). Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi

BAB 1 : PENDAHULUAN. daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

82 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

I. PENDAHULUAN. akan mencapai lebih dari 1,5 milyar orang (Ariani,2013). Hipertensi telah

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tyas Kusuma Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease atau penderita tidak

BAB I PENDAHULUAN. suatu kondisi dimana pembuluh darah secara terus-menerus mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal penting yang diharapkan seluruh individu, tidak terkecuali masyarakat Indonesia. Kesehatan merupakan salah satu faktor utama yang harus dijaga sedini mungkin untuk menunjang kelangsungan hidup. Menurut WHO (1947), kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sejahtera secara fisik, mental, dan sosial dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Bennet (2000) membedakan kesehatan sebagai being yaitu jika tidak sakit berarti sehat, having yaitu kesehatan sebagai sumber atau simpanan positif, dan doing yaitu kesehatan seperti diperlihatkan oleh kebugaran dan fungsi fisik. (Morrison & Bennett, 2006). Namun keinginan untuk sehat seringkali tidak disertai dengan kesadaran menjaga kesehatan. Survei AIA Healthy Living Index 2013 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia tidak puas terhadap kondisi kesehatan mereka, namun sayang tidak semuanya aktif untuk mengembangkan pola hidup sehat. Tidak hanya itu, 71% dari masyarakat Indonesia yang disurvei juga menyatakan bahwa mereka merasa kesehatannya kini menurun jika dibandingkan saat 5 tahun lalu (American International Assurance (AIA), 2013). Perilaku kurang sadar atau bahkan mengabaikan menjaga kesehatan dapat memicu timbulnya penyakit. Berbagai penyakit dapat saja menyerang seseorang baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular dan penyakit tersebut dapat berefek ringan sampai berat bahkan menimbulkan kematian. Berdasarkan data Global Health Estimates tahun 2012, diketahui bahwa penyakit menular, maternal, perinatal dan kondisi gizi menyebabkan kematian pada 23% penduduk dunia. Sedangkan penyakit tidak menular menyebabkan 1

2 kematian pada 67,8% atau setara 37.892.227 penduduk dunia, sehingga menempatkan 10 penyakit yang menduduki peringat teratas kasus terbanyak dan menimbulkan beban terbesar adalah penyakit tidak menular. Hal tersebut sejalan dengan kondisi Indonesia, berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010-2011 proporsi kasus baru rawat jalan penyakit tidak menular adalah 62,23%, jauh lebih tinggi dibandingkan penyakit menular yaitu 24,87%. Penyakit tidak menular terdiri dari berbagai macam penyakit yang salah satunya adalah hipertensi atau peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah adalah penyebab utama kematian di dunia dan penyebab utama kedua kecacatan setelah kekurangan gizi anak (European Heart Journal Supplements, 2007). Hipertensi adalah faktor risiko penyebab gangguan kesehatan lainnya, seperti penyakit arteri koroner, gagal ginjal, dan stroke. Hipertensi yang tidak diobati juga dapat memengaruhi fungsi kognitif, menyebabkan masalah dalam belajar, memori, perhatian, penalaran abstrak, fleksibilitas mental, dan keterampilan kognitif lainnya. Permasalahan ini muncul dan menjadi sangat signifikan pada hipertensi usia muda (Waldstein et al. dalam Taylor, 1999). Kebanyakan orang hipertensi tidak memiliki gejala sama sekali. Kadang-kadang hipertensi menyebabkan gejala seperti sakit kepala, sesak napas, pusing, nyeri dada, palpitasi jantung dan pendarahan hidung. Hipertensi adalah tanda peringatan serius bahwa perubahan gaya hidup yang signifikan perlu dilakukan. Kondisi ini dapat menjadi silent killer dan penting bagi semua orang untuk mengetahui tekanan darah mereka. Tekanan darah yang diabaikan merupakan hal berbahaya karena hal tersebut meningkatkan kemungkinan komplikasi yang mengancam kehidupan. Semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggi kemungkinan konsekuensi berbahaya bagi jantung dan pembuluh darah di organ utama seperti otak dan ginjal (World Health Organization, 2013). World health statistics 2012 melaporkan satu dari tiga orang dewasa di dunia, mengalami peningkatan tekanan darah -

3 kondisi yang menjadi sebagian penyebab kematian dari stroke dan penyakit jantung. Sebuah studi skala besar yang dilakukan World Health Organization dari 1975 sampai 2015 menunjukkan jumlah pengidap hipertensi bertambah dua kali lipat dalam 40 tahun terakhir dan sebagian besar berada di negara-negara miskin dan menengah ke bawah. Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa lebih dari setengah total pengidap hipertensi di dunia berasal dari Asia, sementara total ada kurang lebih 1,1 miliar pengidap hipertensi di seluruh dunia (Sulaiman, 2016). Data dari Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) menyebutkan, angka kematian di Indonesia mencapai angka 56 juta jiwa terhitung dari tahun 2000-2013. Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik 140 mmhg atau tekanan darah diastolik 90 mmhg. Pusat Data dan lnformasi Kementerian Kesehatan Rl (2014) menyebutkan persentase prevalensi hipertensi pada usia 18 tahun ke atas di Indonesia mengalami penurunan dari 31,7% pada 2007 menjadi 25,8% pada 2013. Namun, diketahui bahwa faktor kematian paling tinggi adalah hipertensi, menyebabkan kematian pada sekitar 2,8% (7 juta) penduduk Indonesia (Perhimpunan Hipertensi Indonesia, 2014). Penyakit hipertensi merupakan urutan ke tujuh dari sepuluh besar kasus rawat inap di Indonesia tahun 2010 dengan prevalensi 28,48%. Kasus hipertensi merupakan urutan kedua dari sepuluh besar kasus rawat jalan di Indonesia tahun 2010 dengan prevalensi 30,58% (Profil Kesehatan Indonesia, 2011). Hipertensi memiliki beberapa faktor risiko yang dapat diidentifikasi yaitu usia, genetik, pemulihan yang lambat terhadap dorongan simpatetik, obesitas, kepribadian, dan psikososial. Faktor genetik berperan jika ada salah satu atau kedua orang tua yang mengidap penyakit hipertensi, maka keturunannya berisiko lebih besar terserang penyakit yang sama dibandingkan orang lain yang tidak memiliki riwayat keluarga hipertensi. Jika salah satu orangtua memiliki tekanan darah tinggi, keturunannya memiliki 45% kemungkinan

4 mengalaminya. Terlebih lagi jika kedua orangtua memiliki tekanan darah tinggi, kemungkinannya meningkat sampai 95% (Taylor, 1999). Suhardjono, pakar dan guru besar di Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI, mengatakan hipertensi dipengaruhi oleh dua hal, yakni faktor keturunan dan gaya hidup. Jika orangtua mengidap hipertensi, kemungkinan individu memiliki penyakit serupa mencapai empat kali lipat. Prof. Dr. Jose Roesma, SpPD-KGH dalam acara The 5th Scientific Meeting on Hypertension 2011 menyatakan sekitar 90-95 persen atau 9 dari 10 penderita hipertensi karena faktor keturunan. Beliau menuturkan faktor ini bisa dari orang tua, paman, kakek, nenek atau bibinya dan baru akan muncul atau berkembang kalau situasi serta lingkungan sekitarnya mendukung (Bararah, 2011). Individu dengan riwayat keluarga hipertensi, berisiko lebih besar untuk menderita penyakit hipertensi sama seperti orangtuanya. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa saat ini penyakit hipertensi tidak hanya menyerang individu di atas 40 tahun. Direktur Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) dr. Fahrul Jamal, Sp.An. mengatakan, hipertensi biasanya dialami penderita usia 40 tahun ke atas. Namun hal yang mengejutkan, ada kecenderungan penyakit nonifeksi seperti hipertensi, diabetes, dan jantung mulai menyasar kalangan usia muda. Penyakit noninfeksi dalam beberapa tahun terakhir tidak hanya diderita kalangan lanjut usia. Tapi gejala ini juga mulai terjadi di kalangan usia muda seiring perkembangan zaman yang semakin maju. Berdasarkan catatan medis ada kecenderungan penyakit noninfeksi seperti hipertensi dan sejenisnya juga menyerang kalangan usia muda antara 30 sampai 40 tahun (Hasyim, 2015). Hal tersebut tidak menutup kemungkinan lama-kelamaan penyakit hipertensi akan menyerang kalangan usia yang lebih muda lagi. Individu dengan riwayat keluarga hipertensi diharapkan mulai memperhatikan faktor risiko diri sehingga dapat melakukan pencegahan sedini mungkin. Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2013, melalui pengukuran tekanan darah diketahui prevalensi

5 hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 26,5%. Pada umumnya, usia 18 tahun merupakan usia mahasiswa pada awal perkuliahan. Mahasiswa tidak hanya berkuliah, tetapi juga berkegiatan diluar kampus seperti mengikuti organisasi sosial atau bekerja paruh waktu. Mahasiswa menjalani berbagai kegiatan yang menyita banyak waktu dan membutuhkan banyak energi sehingga kondisi tubuh sehat menjadi hal penting untuk diperhatikan terlebih lagi jika mahasiswa tersebut memiliki riwayat keluarga hipertensi. Dengan mengetahui prevalensi hipertensi usia 18 tahun ke atas, diharapkan mahasiswa dapat lebih mengantisipasinya dengan menyeimbangkan baik sisi akademik maupun kehidupan sehari-hari. Risiko penyakit hipertensi diketahui dapat diturunkan dengan menjalankan perilaku hidup sehat. Namun menurut teori Health Action Process Approach (HAPA) menyebutkan bahwa sebelum terbentuk perilaku, perlu terbentuknya intensi. Terdapat beberapa faktor pendorong munculnya intensi yaitu kecukupan-diri, ekspektansi hasil, dan persepsi risiko (Morrison, Val, & Paul Bennett, 2006). Dalam penelitian ini, dipusatkan pada persepsi risiko yaitu keyakinan seseorang akan kemungkinan penyakit berkembang. Persepsi risiko dipilih karena dalam teori HAPA, persepsi risiko merupakan faktor pertama yang mendasari munculnya ekspektansi hasil kemudian kecukupan-diri. Weinstein (komunikasi personal, 23 Februari 2016) menyatakan bahwa banyak faktor yang harus dimiliki untuk memunculkan persepsi risiko, tidak ada pertanyaan tunggal dapat memastikan apakah individu memahami risiko. Namun beberapa pertanyaan akan memungkinkan kita untuk mencapai kesimpulan yang valid tentang sejauh mana individu memahami risiko dan jenis informasi apa yang kurang mereka ketahui. Weinstein (komunikasi personal, 23 Februari 2016) mengatakan terdapat empat komponen utama yang harus dimiliki untuk memunculkan persepsi risiko yaitu pemaknaan mengenai potensi bahaya, pemaknaan mengenai kemungkinan potensi bahaya, kemungkinan

6 dan faktor risiko diri, dan pemaknaan akan kesulitan menghindari bahaya. Tanpa adanya keempat komponen tersebut maka pemahaman mengenai persepsi risiko akan menjadi kurang lengkap. Teori HAPA menyebutkan bahwa persepsi risiko muncul terlebih dahulu sebelum nantinya memengaruhi ekspektansi hasil, kemudian memengaruhi kecukupan-diri yang dirasakan dan pada akhirnya akan memengaruhi terbentuknya intensi serta mendorong perilaku terjadi. Teori HAPA juga menyebutkan bahwa intensi yang muncul akan diwujudkan dalam bentuk goal / sasaran (Albery & Munafo, 2011). Dalam penelitian ini goal / sasaran yang dimaksudkan adalah perilaku hidup sehat. Gaya hidup sehat menurut Depkes RI (1997), adalah segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindari kebiasaan yang buruk yang dapat mengganggu kesehatan. Mahasiswa dapat melakukan perilaku hidup sehat seperti makan aneka ragam makanan sesuai dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang, menghindari makanan berlemak dan meningkatkan konsumsi makanan tinggi serat, mengendalikan berat badan, melakukan olah raga teratur, menjaga pola tidur sekitar delapan jam setiap harinya, mengendalikan stres, tidak merokok, dan tidak mengonsumsi minuman beralkohol. Gaya hidup sehat diharapkan dijalankan sedini mungkin, karena gaya hidup terbentuk seiring dengan kebiasaan yang dijalankan sejak kecil. Pada usia mahasiswa yaitu 18-24 tahun, bagi individu yang sudah menjalankan perilaku hidup sehat sejak kecil maka perilaku tersebut sudah menjadi kebiasaan. Sedangkan bagi individu yang belum menjalankan perilaku hidup sehat, belum terlambat untuk dapat mulai menjalankan perilaku hidup sehat agar dapat mengurangi berbagai risiko penyakit yang dapat menyerang di kemudian hari. Perilaku hidup sehat menjadi lebih penting lagi untuk diperhatikan jika mahasiswa tersebut memiliki riwayat keluarga dengan penyakit keturunan seperti hipertensi.

7 Semakin tinggi persepsi risiko mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi diharapkan akan semakin tinggi keinginan menjalankan perilaku hidup sehat. Sedangkan sebaliknya, semakin rendah persepsi risiko mahasiswa maka akan semakin rendah keinginan untuk menjalankan perilaku hidup sehat. Namun pada kenyataannya walaupun mengetahui risiko penyakit hipertensi yang dapat saja menyerang, mahasiswa belum tentu melakukan perilaku hidup sehat. Bebagai kegiatan yang bervariasi juga dapat menyulitkan mahasiswa untuk menerapkan hal tersebut. Berdasarkan survei awal menggunakan kuesioner mengenai hipertensi dan gaya hidup yang dijalankan terhadap 10 orang mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi di Universitas X Bandung, diperoleh hasil semua mahasiswa (100%) mengetahui bahwa dirinya berisiko lebih besar terserang penyakit hipertensi di kemudian hari dibandingkan orang lain yang tidak memiliki riwayat keluarga hipertensi. Kesepuluh mahasiswa (100%) mengatakan mereka mengetahui bahwa penyakit hipertensi dapat diturunkan secara genetik dan dapat mengakibatkan stroke, serangan jantung, dan pecah pembuluh darah di otak sampai kematian. Mereka juga mengetahui bahwa gaya hidup sehat dapat menurunkan risiko penyakit hipertensi, tetapi tidak semuanya menerapkan gaya hidup sehat. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh mahasiswa (100%) memiliki persepsi risiko tinggi terhadap penyakit hipertensi. Berdasarkan kuesioner mengenai perilaku hidup sehat, diketahui bahwa 5 mahasiswa (50%) mengatakan bahwa dirinya berusaha menjalankan gaya hidup sehat, walaupun tidak rutin, seperti makan 3-4 kali dalam sehari, mengontrol asupan makanan mengandung garam, berolahraga rutin setiap minggu, dan tidak atau sangat jarang mengonsumsi minuman beralkohol. Sementara 5 mahasiswa lain (50%) mengatakan kesulitan untuk menjalankan perilaku hidup sehat seperti, diantaranya sedang menjalankan diet sehingga hanya makan satu

8 kali dalam sehari, merasa malas dan tidak ada waktu untuk berolahraga. Mereka juga mengatakan kesulitan mengurangi makan makanan yang mengandung garam. Hasil survei menunjukkan bahwa mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi yang memiliki persepsi risiko penyakit belum tentu menjalankan perilaku gaya hidup sehat meskipun ada hubungan antara keduanya. Hal tersebut terlihat dari sebagian mahasiswa berusaha menjalankan perilaku hidup sehat walaupun masih seringkali terlewatkan. Sedangkan sebagian lainnya merasa kesulitan sehingga perilaku hidup sehat tidak menjadi prioritas bahkan tidak menjalankan perilaku tersebut. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan persepsi risiko dan perilaku hidup sehat pada mahasiswa usia 18-24 tahun dengan riwayat keluarga hipertensi di Universitas X Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Dalam penelitian ini, ingin diketahui mengenai hubungan antara persepsi risiko dan perilaku gaya hidup sehat pada mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi di universitas X Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran persepsi risiko dan perilaku hidup sehat pada mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi di Universitas X Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara persepsi risiko dan perilaku hidup sehat pada mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi di Universitas X Bandung.

9 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis 1. Memberikan masukan bagi ilmu psikologi, khususnya psikologi kesehatan mengenai hubungan antara persepsi risiko dan perilaku hidup sehat pada mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi. Untuk?? 2. Memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara persepsi risiko dan perilaku hidup sehat pada mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Memberikan informasi kepada mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi mengenai hubungan antara persepsi risiko dan perilaku hidup sehat agar memberi kesadaran berperilaku hidup sehat. 1.5 Kerangka Pikir Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik sama dengan atau di atas 140 mm Hg dan / atau tekanan darah diastolik sama dengan atau di atas 90 mm Hg. Hipertensi merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia, dan merupakan faktor risiko dari gangguan lainnya, seperti serangan jantung, gagal ginjal, dan stroke. Kebanyakan orang hipertensi tidak memiliki gejala sama sekali, sehingga hipertensi dapat menjadi silent killer apabila seseorang tidak memperhatikan atau mengabaikan tekanan darahnya. Sekitar 5% penyebab hipertensi adalah kegagalan ginjal untuk mengatur tekanan darah. Namun, hampir 90% keseluruhan hipertensi, tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor risiko yang diidentifikasi, yaitu usia, genetik, pemulihan yang lambat terhadap dorongan simpatetik, obesitas, kepribadian, dan psikososial. Salah satu faktor risiko hipertensi adalah genetik. Jika

10 salah satu orangtua memiliki tekanan darah tinggi, keturunannya memiliki 45% kemungkinan mengalaminya. Jika kedua orangtua memiliki tekanan darah tinggi, kemungkinannya meningkat sampai 95% (dalam Shelley E. Taylor, 1999). Risiko penyakit hipertensi pada mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi dapat diturunkan dengan menjalankan perilaku hidup sehat. Perilaku hidup sehat adalah perilaku yang dilakukan oleh orang-orang untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatan mereka (Kals & Cobb, 1996; G. C. Stone, 1979, dalam Taylor, 1999). Ilustrasi mengenai pentingnya kebiasaan hidup sehat dijelaskan melalui penelitian pada masyarakat di Alameda County, yang menghasilkan tujuh kebiasaan hidup sehat The Alameda Seven. Sejalan dengan The Alameda Seven, Departemen Kesehatan RI juga memiliki pedoman mengenai gaya hidup sehat. Gaya hidup sehat berarti mahasiswa berupaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindari kebiasaan yang buruk yang dapat mengganggu kesehatan (Depkes, 1997). Mahasiswa dapat melakukan perilaku hidup sehat seperti makan aneka ragam makanan sesuai dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang, menghindari makanan berlemak dan meningkatkan konsumsi makanan tinggi serat, mengendalikan berat badan, melakukan olah raga teratur, menjaga pola tidur sekitar delapan jam setiap harinya, mengendalikan stres, tidak merokok, dan tidak minum minuman beralkohol. Selain itu, indikator tersebut juga sejalan dengan rekomendasi Dietary Approaches to Stop Hypertension [DASH] eating plan, yaitu penurunan berat badan, mengurangi asupan makanan bersodium, mengatur konsumsi alkohol, dan meningkatkan aktivitas fisik sebagai intervensi terbaik yang terbukti untuk pencegahan hipertensi. Mahasiswa seringkali tidak menyadari gaya hidupnya kurang sehat, seperti menjalankan diet sehingga hanya makan satu kali dalam sehari, merasa malas dan tidak ada waktu untuk berolahraga. Selain itu juga kesulitan mengurangi makan makanan yang mengandung garam dan minum minuman beralkohol.

11 Proses pembentukan gaya hidup sehat pada mahasiswa ini dapat dijelaskan melalui teori The Health Action Process Approach (HAPA), dalam HAPA ada dua fase proses pembentukan perilaku hidup sehat, yaitu fase motivasi dan fase tindakan. Teori HAPA menyebutkan bahwa sebelum terbentuk perilaku menjalankan gaya hidup sehat, perlu terbentuknya intensi untuk melakukan hal tersebut. Dalam fase motivasi, intensi muncul didorong salah satunya oleh persepsi risiko yang dimiliki oleh mahasiswa dengan riwayat penyakit hipertensi. Intensi perilaku hidup sehat merupakan indikasi seberapa besar kesediaan mahasiswa untuk mencoba, berapa banyak upaya yang mereka rencanakan untuk dikerahkan, untuk melakukan perilaku hidup sehat. Dalam fase tindakan, setelah mahasiswa memiliki intensi untuk melakukan perilaku hidup sehat maka mereka akan menampilkan perilaku hidup sehat (Morrison, Val, & Paul Bennett, 2006). Persepsi risiko, yang merupakan salah satu pendorong munculnya intensi, adalah keyakinan mahasiswa tentang kemungkinan penyakit hipertensi berkembang. Persepsi risiko pada mahasiswa dibentuk oleh empat komponen utama yaitu pemaknaan mengenai potensi bahaya, pemaknaan mengenai kemungkinan potensi bahaya, kemungkinan dan faktor risiko diri, dan pemaknaan akan kesulitan menghindari bahaya (Weinstein, komunikasi personal, 23 Februari 2016). Teori HAPA menyebutkan bahwa persepsi risiko muncul terlebih dahulu sebelum nantinya memengaruhi ekspektansi hasil, kemudian memengaruhi kecukupan-diri yang dirasakan dan pada akhirnya akan memengaruhi terbentuknya intensi serta mendorong perilaku terjadi. Teori HAPA juga menyebutkan bahwa intensi yang muncul akan diwujudkan dalam bentuk goal / sasaran, pada penelitian ini yaitu perilaku hidup sehat (Albery & Munafo, 2011). Komponen pertama, pemaknaan mengenai potensi bahaya yaitu pemaknaan individu mengenai potensi bahaya yang dapat terjadi terkait keparahan bahaya atau risiko. Komponen kedua, pemaknaan mengenai kemungkinan potensi bahaya terbagi menjadi dua yaitu

12 pemaknaan risiko relatif dan risiko absolut. Risiko relatif yaitu mengingat beberapa risiko yang lebih mungkin terjadi dibandingkan risiko lain yang serupa, sedangkan risiko absolut yaitu risiko "kecil" atau "besar". Komponen ketiga, kemungkinan dan faktor risiko diri yaitu keyakinan individu mengenai kerentanan dirinya terhadap bahaya, termasuk pemikiran mengenai perbedaan kerentanan dirinya dengan orang lain yang serupa. Komponen keempat, pemaknaan akan kesulitan menghindari bahaya yaitu pemaknaan mengenai kemudahan atau kesulitan untuk menghindari bahaya. Weinstein (komunikasi personal, 23 Februari 2016) mengatakan bahwa keempat komponen cenderung terlibat dalam pengambilan keputusan yang sebenarnya. Dengan kata lain, ada banyak bukti bahwa individu dipengaruhi oleh keyakinan mereka tentang empat isu-isu tersebut ketika membuat keputusan. Bahkan, hampir semua teori deskriptif keputusan dan perilaku kesehatan mengambil empat komponen tersebut. Mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi dapat memiliki persepsi risiko penyakit hipertensi tinggi ataupun rendah. Persepsi risiko yang tinggi terhadap penyakit hipertensi dibentuk dari keempat komponen persepsi risiko yang tinggi, mahasiswa akan memikirkan risiko diri dan akibat yang nanti dapat menyerang kesehatannya dengan kondisinya saat ini, sehingga mahasiswa akan memikirkan apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko hipertensi. Hal ini memungkinkan semakin tinggi mahasiswa memunculkan intensi perilaku hidup sehat yang akhirnya mengarahkan mahasiswa berperilaku hidup sehat. Persepsi risiko yang rendah terhadap penyakit hipertensi dibentuk dari keempat komponen persepsi risiko yang rendah, mahasiswa akan kurang memikirkan risiko diri dan akibat yang nanti dapat menyerang kesehatannya dengan kondisinya saat ini, sehingga mahasiswa akan kurang memikirkan apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko hipertensi. Hal ini memungkinkan semakin rendah mahasiswa memunculkan intensi perilaku hidup sehat yang akhirnya mengarahkan mahasiswa berperilaku hidup sehat.

13 Mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi yang memiliki persepsi risiko yang tinggi, seharusnya mendorongnya untuk mengurangi risiko, salah satunya dengan menjalankan perilaku hidup sehat. Hal tersebut didukung oleh penelitian Weinstein (2007) mengenai Meta-Analysis of the Relationship Between Risk Perception and Health Behavior: The Example of Vaccination menyebutkan bahwa peningkatan persepsi risiko dari rendah ke tinggi dapat memiliki pengaruh besar terhadap perilaku vaksinasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi risiko mengenai penyakit yang spesifik merupakan prediktor terjadinya perilaku vaksinasi. Oleh karena itu, persepsi risiko yang tinggi perlu dimiliki oleh mahasiswa karena dengan adanya keyakinan akan munculnya penyakit hipertensi tersebut mahasiswa menjadi sadar akan risiko dirinya sehingga dapat mendorongnya untuk berperilaku hidup sehat. Mahasiswa usia 18-24 tahun dengan riwayat keluarga hipertensi Persepsi Risiko Empat komponen persepsi risiko : - Pemaknaan mengenai potensi bahaya - Pemaknaan mengenai kemungkinan potensi bahaya - Kemungkinan dan faktor risiko diri - Pemaknaan akan kesulitan menghindari bahaya Intensi menerapkan perilaku hidup sehat Perilaku hidup sehat Indikator perilaku hidup sehat : 1. Makan aneka ragam makanan tinggi serat rendah lemak, tidak berlebihan, serta selalu memantau berat badan. 2. Melakukan olah raga teratur. 3. Mengendalikan stres. 4. Istirahat cukup dengan tidur teratur 7-8 jam. 5. Tidak merokok. 6. Tidak mengonsumsi minuman beralkohol. Bagan 1.1 Kerangka Pikir

14 1.6 Asumsi 1. Pemaknaan masing-masing mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi mengenai keempat komponen persepsi risiko menimbulkan persepsi risiko yang tinggi atau rendah. 2. Persepsi risiko mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi yang tinggi atau rendah mendorong munculnya intensi untuk melakukan perilaku hidup sehat yang mengarahkan individu berperilaku hidup sehat. 1.7 Hipotesis Penelitian Persepsi risiko memiliki hubungan dengan perilaku hidup sehat pada mahasiswa dengan riwayat keluarga hipertensi.