BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hubungan baik dengan mitra tutur saat melakukan tuturan. Maka pada saat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

STRATEGI KESANTUNAN PADA PESAN SINGKAT (SMS) MAHASISWA KE DOSEN

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat

BAB I PENDAHULUAN. masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian ini

REALISASI KESANTUNAN PRAGMATIK IMPERATIF KUNJANA RAHARDI DALAM RUBRIK SURAT PEMBACA PADA MAJALAHCAHAYAQU

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38).

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

STRATEGI KESANTUNAN TUTURAN IMPERATIF DALAM MANGA MEITANTEI KONAN VS KAITOU KIDDO KARYA AOYAMA GOUSHOU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diharuskan saling berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DAN STRATEGI KESANTUNAN BERBAHASA DALAM DIALOG BERITA BEDAH EDITORIAL MEDIA INDONESIA DI METRO TV

BAB III METODE PENELITIAN

TINDAK TUTUR DAN STRATEGI KESANTUNAN DALAM KOMENTAR D ACADEMY ASIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. itu dalam dunia ekonomi, politik, sosial budaya dan teknologi, menyadarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan

TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN STRATEGI KESANTUNAN BERBAHASA DAI PADA WACANA DAKWAH DIALOGIS. DI TELEVISI (Suatu Pendekatan Pragmatik)

TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI TK NUSA INDAH BANUARAN PADANG

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Levinson (1987: 60) disebut dengan FTA (Face Threatening Act). Menurut Yule

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM NOVEL SYAIR MUNAJAT CINTA KARYA NOVIA SYAHIDAH ARTIKEL ILMIAH YULIANA PUTRI NPM

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, manusia akan melakukan sebuah komunikasi. Saat berkomunikasi

KESANTUNAN IMPERATIF BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KELAS VII

BAB 4 KESIMPULAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah

JENIS TINDAK TUTUR GURU DAN RESPON SISWA DALAM KBM DI SMPN SURAKARTA. Woro Retnaningsih IAIN Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Manusia sebagai

KRITIK DALAM MASYARAKAT JAWA: SEBUAH KAJIAN PEMBERDAYAAN FUNGSI BAHASA SEBAGAI SARANA KONTROL SOSIAL

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian kesantunan bertutur dialog tokoh dalam film Sang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. akhirnya menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian ini. bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI

UPAYA PENINGKATAN KESADARAN PEDAGANG KAKI LIMA DI SEPANJANG PANTAI PADANG DALAM HAL KESANTUNAN BERBAHASA UNTUK KEMAJUAN PARAWISATA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pikiran kita. Dengan demikian bahasa yang kita sampaikan harus jelas dan

TINDAK TUTUR IMPERATIF DALAM BAHASA SIDANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya anak telah mengenal bahasa sebelum dia dilahirkan, karena

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM BAHASA BATAK TOBA

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Jepang, ungkapan disebut dengan hyougen. Menurut Ishimori (1994:710),

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa dapat menjalin hubungan yang baik, dan dapat pula

DIRECTIVE SPEECH ACT OF POLITENESS STRATEGY OF PARTICIPANS ON THE MEETHING OF BEM FKIP RIAU UNIVERSITY

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekitar, sosial budaya, dan juga pemakaian bahasa. Levinson

PRINSIP KERJA SAMA, IMPLIKATUR PERCAKAPAN, DAN KESANTUNAN ANTARA GURU DAN SISWA DALAM KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR DI SEKOLAH MASTER ABSTRAK

KESANTUNAN TUTURAN IMPERATIF DALAM KOMUNIKASI ANTARA PENJUAL HANDPHONE DENGAN PEMBELI DI MATAHARI SINGOSAREN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. yang dapat mengancam muka orang lain, maka penting sekali bagi pengiklan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Zeta_Indonesia btarichandra Mimin Mintarsih, 2015

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

KESANTUNAN BERBAHASA SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH: KAJIAN BERDASARKAN PRAGMATIK

BAB I PENDAHULUAN. Media massa tidak hanya memberikan informasi kepada pembaca, gagasan, baik pada redaksi maupun masyarakat umum. Penyampaian gagasan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai

REALISASI TINDAK TUTUR REPRESENTATIF DAN DIREKTIF GURU DAN ANAK DIDIK DI TK 02 JATIWARNO, KECAMATAN JATIPURO, KABUPATEN KARANGANNYAR NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wujud pragmatik imperatif dipilih sebagai topik kajian penelitian ini karena di dalam kajian dapat

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sesuai dengan norma norma dan nilai nilai sosial dan saling

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN. dan sifat masalahnya, maka penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif,

BAB I PENDAHULUAN. dengan usia pada tiap-tiap tingkatnya. Siswa usia TK diajarkan mengenal

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARA CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH JAWA BARAT TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KALIMAT PERINTAH PADA NOVEL PERAHU KERTAS KARYA DEWI LESTARI ARTIKEL PUBLIKASI. Guna Mencapai Derajat S-1

Tabel 1 Tindak Tutur Mengkritik dalam Acara Sentilan Sentilun di Metro TV

diperoleh mempunyai dialek masing-masing yang dapat membedakannya

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM INTERAKSI INSTRUKSIONAL GURU SD DI SURABAYA

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA ANTARA SANTRI DENGAN USTAD DALAM KEGIATAN TAMAN PENDIDIKAN ALQUR AN ALAZHAR PULUHAN JATINOM KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai alat komunikasi, digunakan untuk menyampaikan sebuah

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial manusia tidak mungkin mampu memenuhi segala

BAB I PENDAHULUAN. identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

Jurnal Penelitian Program Pascasarjana

BAB I PENDAHULUAN. serius, karena terdapat perbedaan yang signifikan dengan bahasa. ibu pembelajar yang didasari oleh berbagai hal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan alat pertukaran informasi. Namun, kadang-kadang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bagian ini akan dijelaskan metode penelitian, teknik serta instrumen

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

ANALISIS PENGGUNAAN KALIMAT PERINTAH GURU DALAM PROSES KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR DI SD NEGERI 09 PANGGANG, KABUPATEN JEPARA

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyampaikan pikiran, perasaan kepada orang lain. demikian, bahasa juga mempunyai fungsi sebagai alat kekuasaan.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam tuturannya (Chaer dan Leoni. 1995:65).

BAB I PENDAHULUAN. Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang.

ABSTRACT: Kata kunci: kesantunan, tuturan, imperatif. maksim penghargaan, maksim kesederhanaan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesantunan berbahasa pada hakikatnya erat kaitannya dengan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan seseorang. Oleh

KESANTUNAN MENOLAK DALAM INTERAKSI DI KALANGAN MAHASISWA DI SURAKARTA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin

THE ANALYSIS OF STRATEGY OF POLITENESS IN MANGA DETECTIVE CONAN 81 st EDITION

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif dengan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KALIMAT IMPERATIF DALAM BAHASA LISAN MASYARAKAT DESA SOMOPURO KECAMATAN GIRIMARTO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sebelum melakukan penelitian, ada beberapa sumber kajian yang dijadikan acuan dari penelitian ini yaitu hasil penelitian sebelumnya. Penelitian yang dimaksud yaitu sebagai berikut : Charlina (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Tuturan Imperatif dalam Bahasa Sidang meneliti tentang bentuk tuturan imperatif yang digunakan dalam bahasa sidang dan makna dari tuturan imperatif tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian Charlina adalah metode analisis deskriptif dengan teknik padan dan pendekatan pragmatik. Teori yang digunakan adalah teori yang dikemukakan oleh Rahadi tentang kalimat imperatif bahasa Indonesia. Hasil penelitiannya yaitu bentuk tuturan imperatif yang terdapat dalam bahasa sidang adalah imperatif biasa, imperatif halus, imperatif permintaan, imperatif larangan, imperatif harapan, imperatif suruhan, imperatif transitif dan imperatif tidak transitif. Makna yang terdapat dalam tuturan imperatif pada bahasa sidang adalah makna perintah, makna desakan, makna persilaan, makna imbauan, makna permintaan, makna larangan dan makna harapan. Perbedaan penelitian Charlina dengan penelitian ini adalah penelitian Charlina hanya menganalisis mengenai bentuk dan makna kalimat imperatif, sedangkan penelitian ini lebih mengacu pada strategi kesantunan yang digunakan dalam tuturan imperaktif tersebut. Penelitian Charlina dapat dijadikan sebagai referensi untuk mengetahui definisi dari kalimat imperatif. 11

12 Pradhana (2011) dalam jurnalnya yang berjudul Kesahihan Kalimat Imperatif Bahasa Jepang dalam Drama Detektif Conan Spesial 1 menganalisis tentang bentuk dan tanda dari kalimat imperatif bahasa Jepang. Teknik dan metode penelitian yang digunakan adalah metode informal dengan teknik sadap. Teori yang digunakan adalah teori yang dikemukakan oleh Koizumi (1995) tentang kalimat imperatif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kalimat imperatif bentuk perintah dalam bahasa Jepang ditandai dengan kata te kudasai, kalimat ajakan ditandai dengan verba ikoukei, kalimat permintaan atau permohonan ditandai dengan bentuk yarimorai. Selain itu kata kerja yang digunakan sebagai tanda kalimat imperatif adalah kata kerja aktif yang menunjuk pada suatu aktifitas tertentu. Suatu kalimat imperatif dapat dikatakan sahih apabila objek yang dikenai kata kerja imperatif sangat jelas. Perbedaan penelitian Pradhana dengan penelitian ini terletak pada objek penelitiannya. Pradhana lebih mengacu pada kesahihan sebuah kalimat imperatif sedangkan penelitian ini lebih menekankan pada strategi kesantunan yang digunakan dalam tuturan imperatif dengan berpedoman pada teori kesantunan Brown dan Levinson. Penekanan terhadap strategi kesantunan yang digunakan menjadi kelebihan dalam penelitian ini. Penelitian Pradhana dapat dijadikan sebagai referensi untuk mengetahui bentuk dan tanda tuturan imperatif dalam bahasa Jepang. Puspitasari (2009) dalam skripsinya yang berjudul Penggunaan Strategi Kesantunan dalam Tuturan Direktif pada Novel Memoir of Geisya menganalisis tentang jenis-jenis strategi kesantunan yang digunakan dalam tuturan direktif. Penelitian Puspitasari menggunakan metode analisis deskripsi dengan beracuan

13 pada teori kesantunan Brown dan Levison. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa strategi kesantunan yang sering digunakan dalam tuturan direktif adalah strategi langsung tanpa basa-basi, serta strategi yang jarang digunakan adalah strategi tidak langsung. Perbedaan penelitian Puspitasari dengan penelitian ini yang sekaligus menjadikan kelebihan dari penelitian ini adalah selain menganalisis tentang strategi kesantunan pada tuturan imperatif, penelitian ini juga menganalisis tentang faktor penyebab digunakannya strategi kesantunan dalam tuturan imperatif tersebut, sedangkan penelitian Puspitasari hanya membahas strategi kesantunannya saja. Penelitian Puspita dapat dijadikan sebagai referensi untuk mengetahui mengenai teori kesantunan. 2.2 Konsep Berikut ini beberapa konsep atau beberapa definisi dasar yang dijadikan acuan dalam penelitian. Pemaparan konsep-konsep bertujuan untuk menyamakan persepsi dari istilah-istilah yang digunakan. 2.2.1 Strategi Kesantunan Dalam melakukan suatu tuturan kesantunan sangatlah diperlukan untuk mempertimbangkan perasaan orang lain yang terlibat didalam pertuturan. Untuk menjaga perasaan atau menjaga suatu tuturan agar tetap dalam batas kesantunan diperlukanlah strategi kesantunan. Strategi kesantunan merupakan bentuk tindakan atau cara yang dipilih dan dijadikan acuan dalam melakukan tuturan agar sebuah tuturan menjadi santun dan sesuai dengan situasi tuturnya (Gunarwan,

14 2007:264). Menurut Brown dan Levinson (1987) strategi kesantunan merupakan cara atau tindakan yang meminimalkan pengancaman terhadap muka seseorang. Muka yang dimaksud adalah citra diri dari si petutur maupun penutur. 2.2.2 Tuturan Imperatif Tuturan imperatif merupakan tuturan yang mengandung maksud memerintah atau meminta mitra tutur agar melakukan sesuatu sebagaimana yang diinginkan si penutur. Tuturan imperatif ini berkisar diantara suruhan yang sangat keras, permohonan yang halus dan juga larangan (Chaer, 2010:18). Dalam bahasa Jepang tuturan imperatif disebut dengan meirei hatsuwa ( 命令発話 ) didefinisikan sebagai tuturan yang di dalamnya terdapat makna memerintah, meminta, mengajak dan lain-lain (Iori, 2000:146). Kalimat memerintah menggunakan verba mereikei, partikel yo dan zo. Kalimat meminta atau memohon menggunakan verba bentuk te dan verba bentuk te yang ditambahi dengan kudasai, choudai, kureru, kureruka serta moraeruka. Selain itu juga bisa menggunakan verba bentuk kamus (jishoukei) dengan menghilangkan ru kemudian ditambah nasai, serta menggunakan verba potensial dan mengganti ru dengan ro. Kalimat larangan menggunakan verba kinshikei yaitu berupa kata kerja bentuk kamus dengan penambahan na. Kalimat ajakan menggunakan bentuk maksud (ikoukei). Kalimat ajakan menggunakan kata mashou dan masenka. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah semua tuturan imperatif, baik berupa perintah, permohonan, larangan maupun ajakan. Tetapi tuturan imperatif ini dibatasi hanya tuturan yang diujarkan oleh Conan dan Kaitou Kid saja.

15 2.2.3 Muka Positif (Positive Face) Muka positif adalah keinginan semua penutur agar wajah atau citra diri mereka disenangi dan diterima lawan bicara. Muka positif mengacu pada hal kesolidaritasan, pengakuan dari lawan tutur, ketidakformalan dan kesetaraan golongan (Brown dan Levinson, 1987:65). 2.2.4 Muka Negatif (Negative Face) Muka negatif adalah keinginan semua penutur agar wajah atau citra diri mereka dihargai dengan diberikan kebebasan dari tekanan atau keharusan melakukan sesuatu. Muka negatif ini mengacu pada kemandirian, kebebasan bertindak, tiada tekanan dari lawan tutur dan adanya penghormatan lawan tutur terhadap kemandiriannya (Brown dan Levinson, 1987:65). 2.3 Kerangka Teori Penelitian ini menggunakan teori strategi dan skala kesantunan dari Brown dan Levinson (1987). Strategi kesantuan digunakan untuk membedah fenomena kebahasaan dalam rumusan masalah yang pertama. Skala kesantunan digunakan untuk membedah fenomena kebahasaan dalam rumusan masalah yang kedua. Fenomena kebahasaan yang dimaksud yaitu tuturan imperatif dan faktor penyebab digunakannya strategi kesantunan tersebut dalam manga Meitantei Konan vs Kaitou Kiddo karya Aoyama Goushou. 2.3.1 Teori Kesantunan Menurut Brown dan Levinson (1987) dalam bukunya yang berjudul Politeness:Some Universals in Language Usage mengemukakan bahwa terdapat

16 lima strategi kesantunan dalam bertutur yakni bertutur terus terang tanpa basa-basi (bald on record), bertutur terus terang dengan basa-basi menggunakan kesantunan positif, bertutur terus terang dengan basa-basi menggunakan kesantunan negatif, bertutur secara tidak terang-terangan atau samar-samar (off record) dan strategi bertutur didalam hati atau diam saja. 2.3.1.1 Strategi Langsung Tanpa Basa-Basi Menurut Brown dan Levinson (1987) strategi langsung tanpa basa-basi ini merupakan strategi dalam bertutur dengan melakukan tindakan mengancam muka untuk menyatakan sesuatu dengan jelas. Alasan dipilihnya strategi ini karena penutur ingin melakukan FTA secara maksimum. Alasan lainnya adalah keaadaan saat terjadi pertuturan juga dapat menjadi penyebab dipilihnya strategi ini. Misalkan ketika pertuturan terjadi dalam keadaan yang sangat genting, dalam hal ini keefisienan tuturan sangat diutamakan. Dengan demikian penutur dapat melakukan tuturan dengan mengabaikan muka mitra tuturnya pada saat itu. Strategi ini biasanya digunakan oleh penutur dan mitra tutur yang telah mengenal dengan baik, misalkan antara teman dan antar anggota keluarga. Berikut adalah contoh tuturan langsung tanpa basa-basi. 1). I want some beer Tuturan di atas diutarakan oleh penuturnya secara langsung dalam bentuk keinginan dengan menggunakan kata want yang berarti ingin. Tuturan di atas berpotensi mengancam muka mitra tuturnya, karena penutur tidak mempedulikan muka mitra tuturnya.

17 2.3.1.2 Strategi Kesantunan Positif Menurut Brown dan Levinson (1987:101) strategi kesantunan positif merupakan strategi melakukan FTA dengan cara penyelamatan muka atau menjaga muka positif mitra tutur. Muka positif yang dimaksud adalah citra diri atau martabat dari mitra tutur yang terkait dengan nilai solidaritas, ketidakformalan, dan keinginan untuk diakui baik oleh orang lain. Dalam melakukan FTA tersebut, penutur memberikan kesan memiliki keinginan yang sama dengan mitra tutur untuk menunjukkan persahabatan dan keakraban diantara mereka. Ada beberapa substrategi untuk melakukan strategi ini salah satunya adalah dengan menggunakan pemarkah identitas bahwa antara penutur dan mitra tutur berasal dari kelompok yang sama dan memiliki keinginan serta pandangan yang sama. Strategi ini digunakan untuk menunjukkan keakraban kepada lawan tutur yang bukan orang dekat penutur, sehingga dapat mempermudah dalam berinteraksi. Strategi ini juga berfungsi untuk pelancaran hubungan sosial dengan orang lain. Berikut adalah contoh tuturan menggunakan strategi kesantunan positif. 2). Let s have a beer Tuturan di atas menyiratkan bahwa petutur dan mitra tutur merupakan satu kelompok yang sama, yaitu sama-sama suka minum. Pada tuturan tersebut terdapat kata let s yang berarti ayo. Kata ini menunjukkan adanya keakraban diantara penutur dan mitra tutur. Sehingga efek kesantunannya dianggap sejajar. Tuturannya terkesan mengajak untuk meminum bir bersama-sama.

18 2.3.1.3 Strategi Kesantunan Negatif Menurut Brown dan Levinson (1987:129) strategi kesantunan negatif merupakan strategi menyelamatkan muka negatif mitra tutur untuk mempertahankan kebebasan bertindak mitra tutur. Muka negatif yang dimaksud adalah citra diri mitra tutur untuk melakukan tindakan secara bebas tanpa adanya tekanan dari pihak lain. Dalam melakukan strategi ini penutur mengakui dan menghormati muka negatif mitra tuturnya. Dalam penggunaannya juga ada beberapa substrategi yang hendaknya dijadikan acuan oleh penutur diantaranya dengan menggunakan ungkapan yang tidak langsung atau memerintah dengan menggunakan kalimat tanya. Hal ini bertujuan untuk menghindari ancaman terhadap muka mitra tutur, selain itu penutur juga dapat menggunakan kata hormat seperti permintaan maaf dan ucapan terima kasih. Berikut adalah contoh tuturan menggunakan strategi kesantunan negatif : 3). Whould it be possible for me to have a beer? Tuturan di atas menggunakan strategi kesantunan negatif, hal ini terlihat dalam tuturan kesatunan diungkapkan dengan penggunaan pagar yaitu berupa kata would it yang berarti apakah. Dalam tuturan tersebut kesantunan diungkapkan dengan menggunakan kalimat tanya serta penggunaan kata possible yang menunjukkan penutur memberikan pilihan kepada mitra tutur. 2.3.1.4 Strategi Kesantunan Tidak Langsung Menurut Brown dan Levinson (1987:211) strategi kesantunan tidak langsung merupakan strategi penggunaan FTA secara tidak langsung dengan

19 membiarkan mitra tutur memutuskan atau menafsirkan maksud dari tuturan penutur. Strategi kesantunan ini biasanya disampaikan dengan menggunakan isyarat, metafora dan mengatakan secara tidak jelas apa yang dimaksud. Strategi ini digunakan jika penutur ingin melakukan tindakan mengancam muka namun tidak ingin bertanggung jawab atas tindakan tersebut. Berikut contoh tuturan yang menggunakan strategi kesantunan tidak langsung. 4). It s so hot. It makes you really thirsty Tuturan di atas menggunakan kesantunan tidak langsung terlihat pada isyarat yang dikirimkan penutur sangat kuat yaitu dengan penggunaan kata thirsty yang bisa diasosiasikan keinginan meminum sesuatu oleh mitra tutur. 2.3.1.5 Strategi Kesantunan Bertutur Dalam Hati Menurut Brown dan Levinson (1987:227) strategi kesantunan ini adalah strategi kesantunan yang tidak mengancam muka mitra tutur atau strategi tanpa melakukan FTA. Strategi ini direalisasikan dengan diam atau tidak melakukan tuturan. 2.3.2 Skala Kesantunan Menurut Brown dan Levinson (1987:76) ada tiga faktor sosial yang menyebabkan digunakannya strategi kesantunan yaitu kekuasaan, jarak sosial dan tingkat pembebanan. Ketiga faktor tesebut disebut sebagai skala kesantunan yang dipaparkan sebagai berikut.

20 2.3.2.1 Kekuasaan (Power) Merupakan pernyataan hubungan yang menyatakan seberapa besar seseorang dapat memaksa orang lain tanpa kehilangan muka (rasa malu). Kehilangan muka yang dimaksud disini adalah kehilangan muka positif maupun muka negatif (Brown dan Levinson, 1987:76). Kekuasaan disini merupakan kedudukan asimetrik antara penutur dan lawan tutur. Misalnya, di dalam kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, dosen memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa. Jadi pertuturan yang terjadi disini tidak akan menyebabkan muka seseorang terancam. 2.3.2.2 Jarak Sosial (Social Distance) Merupakan ukuran kontak sosial antara penutur dan mitra tutur. Kontak sosial yang dimaksud disini adalah hubungan antara penutur dengan mitra tutur sesuai konteks. Antara penutur dan mitra tutur mengenal satu sama lain (Brown dan Levinson, 1987:77). Selain itu parameter perbedaan umur, jenis kelamin dan latar belakang sosial budaya juga menentukan kesantunan seseorang. Semakin tinggi umur seseorang maka akan semakin santun tingkat pertuturannya. Sebaliknya orang yang masih muda cenderung tingkat kesantunan tuturannya semakin rendah. Orang yang berjenis kelamin perempuan juga cenderung lebih santun dibandingkan dengan orang yang berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan menyukai sesuatu yang bernilai seni dan kelembutan dikehidupannya sehari-hari. Latar belakang sosial budaya juga memiliki peranan penting dalam menentukan tingkat kesantunan seseorang. Orang yang

21 berpendidikan tinggi akan memiliki tingkat kesantunan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang yang memiliki pendidikan rendah. 2.3.2.3 Tingkat Pembebanan (Degree of Imposition) Tingkat pembebanan merupakan status relatif jenis tuturan yang tidak terlalu mengancam muka. Yang dimaksud disini adalah tuturan yang dilakukan kemungkinan adanya pengancaman terhadap muka mitra tutur sedikit (Brown dan Levinson, 1987:77). Status relatif ini juga berlaku untuk penutur dan petutur. Sebagai contoh misalnya ketika seorang ibu ingin meminta tolong kepada tetangganya untuk menjaga anaknya akan menggunakan kesantunan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan seorang ibu yang meminta tolong kepada tetangganya untuk memberi tahu waktu arisan dimulai.