BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual. tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, budaya serta nilai-nilai yang positif yang ada dari satu generasi ke

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS. 2002), hlm.22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan optimal sesuai dengan potensi pribadinya sehingga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. aset berharga dalam proses pembangunan bangsa dalam berbagai aspek. Idealnya,

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Menurut Djamarah (2000: 22) Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia {human resources), pada

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan,

, 2014 Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa Underachiever Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri Cidadap I Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. sebab itu hampir semua negara menempatkan pendidikan sebagai suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan wadah bagi individu untuk mengembangkan aspek-aspek

adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sekolah Menengah Kejuruan

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karir.

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang, sehingga setiap siswa memerlukan orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. hanya memberikan informasi saja atau mengarahkan ke satu tujuan saja.

BAB I PENDAHULUAN. tidaknya peradaban manusia, tidak terlepas dari eksistensi pendidikan. Untuk itu

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kedudukan guru mempunyai arti penting dalam pendidikan. Arti penting itu bertolak

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan harus dilaksanakan sebaik mungkin, sehingga akan diperoleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sistem hukum yang tidak tebang pilih, pengayoman dan perlindungan keamanan, dan hak

BAB I PENDAHULUAN. lambatnya pembangunan bangsa sangat tergantung pada pendidikan. Oleh karena. sangat luas terhadap pembangunan di sektor lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi serta mau bersaing dalam tantangan hidup. Akan tetapi sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, diantaranya bidang

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

BAB I PENDAHULUAN. dan sebagian besar rakyatnya berkecimpung di dunia pendidikan. Maka dari. menurut Undang-undang Sisdiknas tahun 2003:

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan ketertiban dunia, serta ingin

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan adalah kata yang senantiasa diinginkan oleh semua orang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas

BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP AKSELERASI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menurut Islam pada hakekatnya adalah makhluk monopluralis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU SISDIKNAS 2003, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi untuk

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan dalam dunia pendidikan dilaksanakan dalam. rangka meningkatkan kualitas manusia yang berhubungan dengan proses

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh : ELY ERNAWATI A

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencapai. keseimbangan jasmaniah dan rohani menuju kedewasaan, disinilah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indri Murniawaty, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka menjadi. pemerintah, masyarakat, maupun keluarga. Namun demikian, pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan yang dilaksanakan secara baik dan dikelola dengan perencanaan yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas itelegensi, maupun emosinya. Dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, Pasal 3, dinyatakan bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggungjawab. Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh global perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perkembangan dan perubahan terus-menerus ini menuntut perlunya perbaikan system pendidikan nasional. Tujuan pendidikan Indonesia adalah untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya, Pancasilais yang dimotori oleh pengembangan afektif, seperti sikap suka belajar, rasa percaya diri, mencintai prestasi tinggi, mempunyai etos kerja, kreatif, dan produktif, serta puas atas sukses yang akan dicapai (Pidarta, 2007: 7).

Untuk mengembangkan kompetensi siswa secara maksimal, sekolah berkewajiban menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap siswa. Berkenaan dengan perkembangan pribadi, sosial, belajar dan karir mereka. Dalam Sistem Pendidikan Nasional, kurikulum merupakan komponen yang sangat penting, sebab kurikulum dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan (Sanjaya, 2008: 10). Sejalan dengan dinamika kehidupan, kebutuhan pelayanan konseling, terutama di sekolah sangatlah diperlukan. Pelayanan konseling tidak lagi sekedar pelengkap saja, melainkan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Pendidikan Nasional, tapi yang sering terjadi justru munculnya kesalahan pandangan dan pemahaman orang dalam melihat bimbingan dan konseling. Beberapa kekeliruan pemahaman itu adalah Bimbingan dan Konseling disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan artinya ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah identik dengan pendidikan atau pembelajaran sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan sebuah pelayanan bimbingan dan konseling, sementara ada juga yang berpendapat bahwa pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari pendidikan. Bimbingan dan konseling dalam pelaksanaannya di banyak sekolah tidak mendapatkan jam khusus untuk layanan bimbingan dan konseling klasikal atau kelompok (Winkel, 2006: 33). Selain itu beberapa kondisi yang melatarbelakangi kebijakan tersebut antara lain sekolah lebih memfokuskan pada

pengembangan kompetensi akademis kognitif belaka, penentu kebijakan pendidikan di tingkat sekolah memahami bimbingan dan konseling hanya berupa pertemuan individual atau konseling dan lebih banyak mengatasi masalah-masalah yang bersifat kuratif. Pelayanan bimbingan dan konseling masih di anggap hal yang tidak begitu penting untuk diselenggarakan karena masih ada anggapan bahwa layanan bimbingan dan konseling sudah terintegrasi dalam pembelajaran di sekolah. Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki derajat dan tujuan yang sama dengan pelayanan pendidikan lainnya yaitu mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal. Perbedaan terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masingmasing memiliki karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda (Sukmadinata, 2007: 4). Kekeliruan persepsi bahkan secara praktis dalam Bimbingan dan Konseling adalah Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya menangani masalah-masalah yang bersifat insidental (Prayitno, 2004: 124). Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya bertitik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka pelayanan responsif, tetapi hal ini bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas masalah-masalah yang muncul pada saat itu. Pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang jelas dan sistematis dan terencana, yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling yang bersifat

proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan maupun pengentasan. Pelaksana bimbingan dan konseling, selain guru pembimbing adalah guru mata pelajaran, serta personil sekolah dibawah kepemimpinan kepala sekolah, dimana masing-masing mempunyai peran untuk memberdayakan pelayanan bimbingan dan konseling. Jadi dengan demikian semua diharapkan senantiasa berkoordinasi dan bekerjasama secara berkesinambungan dalam mewujudkan peranannya. Bimbingan dan Konseling dalam prakteknya dilaksanakan hanya untuk siswa tertentu saja, ini adalah tidak benar (Yusuf dan Nurihsan, 2008: 25). Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa. Setiap siswa berhak dan mendapat kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia. Sebagai bagian integral dari proses pendidikan bimbingan dan konseling memiliki fungsi dan peranan yang strategis melalui pelayanan bimbingan dan konseling para siswa diharapkan mampu mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mampu merencanakan masa depannya. Oleh karena itu, sangat keliru jika peranan guru pembimbing hanya menangani anak-anak yang bermasalah dalam pengertian, sering terlambat membayar SPP, dan pelanggaran tata tertib sekolah. Kantor bimbingan dan konseling disekolah bahkan telah dianggap sebagai tempat pesakitan, padahal guru bimbingan konseling harus

memberikan pelayanan kepada seluruh siswa, bukan yang memiliki masalah saja, oleh karena itu hubungan konselor dan siswa harus dijaga supaya selalu baik sehingga siswa bisa percaya pada guru bimbingan dan konseling secara personal (Sudrajat, 2008: 5). Hambatan lain adalah banyaknya guru Bimbingan dan konseling yang tidak mampu mengelompokkan masalah yang diungkapkan siswa, saat melakukan konseling siswa sering bercerita banyak hal sehingga guru tidak cepat menangkap pokok masalahnya. Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor diharapkan siswa dapat terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya. Masalahnya, tidak sedikit petugas bimbingan dan konseling yang tergesa-gesa dan kurang hati-hati dalam mengambil kesimpulan untuk menyatakan seseorang tidak normal. Pelayanan bantuan pun langsung dihentikan dan dialihtangankan (Amti, 2004, 125). Dalam prakteknya seorang konselor dihadapkan pada suatu masalah yang dihadapi siswa yang sangat beragam, mulai dari permasalahan yang ringan, sedang dan bahkan berat. Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali masalah seseorang atau siswa dianggap sepele, namun setelah diselami secara lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Dalam pelaksanaanya seorang konselor belum secara maksimal mampu menganalisis sampai tingkat apa permasalahan siswa harus diselesaikan, ada kalanya suatu kasus yang berat dan perlu bantuan pihak lain yakni alih tangan kasus, tidak

dilakukan oleh seorang konselor sehingga dapat berakibat pada permasalahan klien menjadi tidak terselesaikan (Nurikhsan, 2006: 37). Masalahnya ukuran berat ringan dari suatu permasalahan tidaklah sama antara orang satu dengan yang lainnya. Terlepas berat-ringannya yang paling penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka seorang konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah kepada pihak yang lebih kompeten (Prayitno, 2004: 128). Satu hal yang masih membekas dalam persepsi masyarakat dan siswa bahkan oleh seorang konselor sendiri bahwa petugas Bimbingan dan Konseling di sekolah diperankan sebagai polisi sekolah (Amti, 2004: 122). Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan di sekolah. Tidak jarang konselor diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian, bahkan diberi wewenang bagi siswa yang bersalah. Dengan kekuatan inti bimbingan dan konseling pada pendekatan interpersonal, konselor justru harus bertindak dan berperan sebagai sahabat kepercayaan siswa, tempat mencurahkan kepentingan apa-apa yang dirasakan dan dipikirkan siswa. Konselor adalah kawan pengiring, penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku positif yang dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan dengan bimbingan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan. Untuk mencapai standar pelayanan konseling yang memadai perlu disiapkan

komponen pendukung, yang meliputi penyiapan program pelayanan konseling, pelaksanaan pelayanan konseling, evaluasi dan kepengawasan. Dari setiap komponen pendukung tersebut perlu mendapat perhatian serius dari para penyelenggara pendidikan di sekolah, sehingga pelayanan konseling dapat berperan sebagai salah satu pilar yang menopang keberhasilan pendidikan. Madrasah yang merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam, memiliki kiprah panjang dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan madrasah merupakan bagian dari pendidikan nasional yang memiliki kontribusi tidak kecil dalam pembangunan pendidikan nasional atau kebijakan pendidikan nasional. Madrasah telah memberikan sumbangan yang sangat signifikan dalam proses pencerdasan masyarakat dan bangsa, khususnya dalam konteks perluasan akses dan pemerataan pendidikan. Sebagai sekolah yang berlandaskan Islam, keistimewaan bimbingan konseling di Madrasah Tsanawiyah Negeri Sragen adalah layanan yang berpegang pada nilai-nilai agama. Selain tata tertib yang telah diberlakukan pemerintah dan sekolah, sebab nilai-nilai agama bersifat mendasar, universal dan mutlak. Berbeda dengan nilai kemasyarakatan yang bersifat relative berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat. Agama memberikan dasar dan pegangan bagi pengendalian hawa nafsu yang merupakan sumber dari segala permasalahan yang dihadapi manusia terutama remaja. Agama juga memberikan dasar-dasar dan pegangan dalam membina hubungan antar manusia. Bentuk pendidikan atau bimbingan

yang paling dasar adalah teladan. Orang dewasa, orang tua, guru dan para konselor pendidikan pertama-tama harus menjadi teladan. Pada diri mereka harus terintegrasikan dan terwujud nilai-nilai keagamaan. Mereka menjadi contoh langsung peserta didik, mendidik dan membimbing harus diawali dengan pemberian contoh dan teladan baru kemudian asuhan, dorongan, latihan, informasi, kolaborasi, konsultasi dan konseling. Terkait dengan perlunya pengintegrasian nilai-nilai agama dalam konseling, Marsha Wiggins Frame dalam Yusuf dan Nurihsan (2008: 133) mengemukakan bahwa agama sepatutnya mendapat tempat dalam praktekpraktek konseling atau psikoterapi. Berdasarkan penjelasan latar belakang permasalahan di atas dapat di tarik beberapa kesimpulan bahwa penelitian ini dilatar belakangi oleh: 1) pemahaman tentang Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah masih jauh dari harapan baik oleh konselor maupun seluruh komponen sekolah lainnya, 2) sistem perencanaan, pengkoordinasian dan pengawasan pelayanan bimbingan dan konseling belum seutuhnya dilakukan dengan baik, 3) peningkatan kualitas dan kuantitas kenakalan siswa atau remaja, terkait dengan latar belakang masalah di atas dalam tesis ini penulis akan mencoba mengetahui bagaimanakah sistem pengelolaan pelayanan bimbingan dan konseling di Madrasah Tsanawiyah Negeri Sragen di lihat dari bagaimanakah karakteristik interaksi klien dan konselor materi bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai Islami.

B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dalam penelitian ini, peneliti mengambil fokus penelitian sebagai berikut: Bagaimana pengelolaan bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai Islami di Madrasah Tsanawiyah Negeri Sragen Tahun 2011/2012. Fokus penelitian ini dijabarkan menjadi 3 Sub fokus sebagai berikut. 1. Bagaimana karakteristik organisasi bimbingan dan konseling yang berbasis nilai-nilai islami di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Sragen?. 2. Bagaimana karakteristik proses pelayanan bimbingan dan konseling yang berbasis nilai-nilai islami di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Sragen?. 3. Bagaimana karakteristik interaksi klien dan konselor di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Sragen?. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang, fokus, sub fokus penelitian, maka tujuan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah. 1. Mendeskripsikan karakteristik organisasi bimbingan dan konseling yang berbasis nilai-nilai islami di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Sragen. 2. Mendeskripsikan karakteristik proses pelayanan bimbingan dan konseling yang berbasis nilai-nilai islami di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Sragen. 3. Mendeskripsikan karakteristik interaksi klien dan konselor di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Sragen.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Manfaat secara teoritis pada penelitian ini adalah diharapkan dapat membuka wawasan kita terhadap sistem pengelolaan bimbingan dan konseling, dan memotivasi munculnya teori-teori baru tentang interaksi yang seharusnya terjadi dan dilakukan antara klien dan konselor dalam aktivitas layanan bimbingan dan konseling. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pengelolaan bimbingan dan konseling berbasis nilainilai Islami. Dan juga dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat praktis a. Bagi Guru BP Sebagai masukan bagi semua komponen sekolah khususnya guru pembimbing agar lebih mengetahui, memahami dan bisa mengevaluasi untuk kemudian mengimplementasikannya dalam pelayanan bimbingan sesuai dengan kurikulum dan aturan yang ada. b. Bagi Madrasah Bagi madrasah penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan pertimbangan dalam pengambil keputusan dalam pengelolaan bimbingan konseling berbasis nilai-nilai Islami disekolah lain.

c. Bagi Diknas/MGP Bagi penyelenggara pendidikan/praktisi pendidikan, temuan ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian. E. Daftar Istilah 1. Pengelolaan Pengelolaan adalah suatu proses yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan mencapai sasaran yang telah di tentukan melalui pemanfaatan berbagai sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya. 2. Bimbingan Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang terus menerus, berkesinambungan, sitematis, dari pembimbing kepada yang di bimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan diri yang optimal, dan penyesuaian diri dengan lingkungannya. 3. Konseling Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli atau konselor kepada individu yang sedang mengalami masalah, atau sering di sebut klien, yang bertujuan teratasinya masalah yang di hadapi klien. Dengan demikian konseling dapat diartikan sebagai proses komunikasi antar pribadi yang

khas antara konselor dengan konseli, dimana konselor dan konseli berkomunikasi secara verbal dan non verbal dengan tujuan supaya konseli dapat mengatasi masalah yang dihadapi. 4. Studi Situs Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Sragen Studi kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Sragen adalah suatu studi tentang permasalahan yaitu tentang sistem pengelolaan bimbingan dan konseling yang ada di Madrasah Tsanawiyah Negeri di Kabupaten Sragen.