I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah biasanya diperlukan didalam budidaya tanaman dengan

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

David Simamora, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & Muhajir Utomo

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas setiap tahun mengalami peningkatan seiring

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan bahan pangan pokok kedua setelah beras yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi

1. PENDAHULUAN. yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan jagung. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein 30-50%, lemak

I. PENDAHULUAN. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Untuk dapat tumbuh dengan baik tanaman tebu sangat dipengaruhi oleh

III. BAHAN DAN METODE. Februari 2013 sampai dengan September 2013 pada lahan pertanaman tebu di PT

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

PENYIAPAN LAHAN. Oleh : Juwariyah BP3K Garum

Monnes Hendri Batubara, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & M.A. Syamsul Arif

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Agustus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan petak terbagi dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni2013. Percobaan

TINJAUAN PUSTAKA. menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang unik antara faktor fisik, kimia, dan biologi. Komponen utama tanah terdiri dari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

PENDAHULUAN. (Nicotiana tabacum L) merupakan tembakau yang terbaik di dunia dalam hal kualitas

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

I. PENDAHULUAN. Lahan di PT. Great Giant Pineapple berlokasi Kecamatan Terbanggi Besar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan pertanaman tebu di PT. Gunung Madu

TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk organik cair (effluent sapi) ialah cairan hasil pemisahan oleh separator pada

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi:

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Olah Tanah dalam Meningkatkan Organisme Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditanam pada lahan tersebut. Perlakuan pengolahan tanah diperlukan dalam

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

MATA KULIAH: MEKANISASI PERTANIAN OLEH: ZULFIKAR, S.P., M.P

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula

I. PENDAHULUAN. meningkat seiring dengan pengembangan energi alternatif bioetanol sebagai

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari luasannya, maka lahan alang-alang merupakan lahan yang

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Permasalahan Tanah Ultisol dan Upaya Mengatasinya

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu. Indonesia merupakan salah satu negara importir gula, tebu merupakan salah satu komoditas penting karena di dalamnya terkandung 20% cairan gula. Batang tanaman tebu merupakan sumber gula dengan rendemen gula yang dihasilkan berkisar 6-7% ( PT GMP, 2010). Oleh karena itu peningkatan produksi tebu masih perlu ditingkatkan. Salah satu perkebunan tebu di Lampung adalah PT Gunung Madu Plantations (GMP) yang telah diusahakan sejak tahun 1975. Pengolahan tanah yang diterapkan pada perkebunan tebu ini adalah sistem olah tanah intensif setiap 4 tahun sekali. Pengelolaan tanah yaitu kegiatan rencana penggunaan tanah, konservasi tanah dan air, pengolahan tanah dan pemupukan yang dimulai dengan pembukaan hutan, semak belukar, alang-alang atau rumput-rumputan (Arsyad, 2010). Kesalahan dalam pengelolaan tanah menyebabkan erosi dan pencucian hara yang cepat sehingga semakin luasnya tanah-tanah rusak, miskin dan tidak subur di daerah tropika.

2 Tanah di PT GMP merupakan tanah Ultisol yang didominasi fraksi pasir, yang telah mengalami pelapukan lanjut. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Oleh karena itu, berbagai usaha dilakukan untuk memperbaiki tanah ini. Penerapan kaidah-kaidah konservasi tanah diperlukan untuk mengembalikan fungsi tanah-tanah yang rusak kemudian merehabilitasi tanah-tanah yang rusak secara lestari sehingga apabila ditanami kembali, diharapkan mendapatkan produksi yang baik (Hardjowigeno, 1995). Hal ini sesuai dengan pasal 7 UU RI No.12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman, yaitu pengelolaan lahan wajib mengikuti tata cara yang dapat mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup dan pencemaran lingkungan berdasarkan azas manfaat, lestari dan berkelanjutan. Pada proses perolehan gula di PT GMP dihasilkan berkisar 6-7% gula dan 93-94% limbah padat pabrik gula. PT GMP memanfaatkan limbah padat pabrik gula yaitu Bagas, Blotong dan Abu (BBA) sebagai mulsa. Mulsa adalah bahan sisasisa tanaman yang digunakan untuk menutupi permukaan tanah atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari daya perusak hujan dan aliran permukaan (Saidi, dkk., 2009).

3 Meskipun pekerjaan mengolah tanah secara teratur dianggap penting, tetapi pengolahan tanah secara intensif dapat menyebabkan terjadinya degradasi tanah yang diikuti dengan kerusakan struktur tanah, peningkatan terjadinya erosi tanah, dan penurunan kadar bahan organik tanah yang berpengaruh juga terhadap infiltrasi tanah. Oleh karena itu, usaha untuk merehabilitasi tanah perkebunan gula PT GMP perlu diusahakan antara lain dengan memanfaatkan mulsa berbasis limbah tebu dan sistem pengolahan tanah konservasi. Dalam usaha rehabilitasi tanah tersebut, perubahan tanah seperti sifat fisik, kimia, dan biologi tanah akan terjadi. Salah satu indikator yang dapat digunakan adalah infiltrasi tanah. Infiltrasi tanah adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, yang umumnya melalui permukaan tanah dan masuk secara vertikal (Arsyad, 2010). Jika cukup air, maka infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan air yang masuk secara vertikal ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi, penggunaan istilah perkolasi ialah menjelaskan pergerakan air dari permukaan tanah yang jenuh kemudian masuk ke bawah daerah perakaran tanaman normal (Arsyad, 2010). Pengkajian laju infiltrasi secara langsung mempengaruhi seberapa besar aliran limpasan yang keluar kepermukaan tanah (run off) dan erosi. Karena apabila infiltrasi tanah besar, air mudah meresap ke dalam tanah, sehingga aliran permukaan dan erosi akan kecil. Usaha untuk merehabilitasi tanah perkebunan gula PT GMP perlu diusahakan antara lain dengan memanfaatkan mulsa berbasis limbah tebu (mulsa bagas) dan sistem pengolahan tanah konservasi.

4 Perbaikan itu dapat dilakukan dengan merubah sistem pengolahan tanahnya dan juga memberikan bahan organik ke dalam tanah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan sistem OTI dan sistem OTM dengan pemberian bagas sebagai mulsa yang dihasilkan dari sisa produksi gula dari PT GMP, oleh karena itu perlunya penelitian ini agar pemanfaatan lahan dapat dilakukan secara optimal serta tidak mengabaikan segi konservasi tanah. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem pengolahan tanah dan pemberian mulsa bagas terhadap laju infiltrasi pada lahan pertanaman tebu (Saccharum officinarum L.) di Lahan PT GMP, Kabupaten Lampung Tengah. C. Kerangka Pemikiran Lahan pertanian tebu (Saccharum officinarum L) di PT GMP Gunung Batin Lampung Tengah, telah lebih dari 25 tahun diterapkan sistem OTI. Tujuan pengolahan tanah tersebut adalah untuk mencampur dan menggemburkan tanah, mengontrol tanaman pengganggu, mencampur sisa tanaman dengan tanah, dan menciptakan kondisi kegemburan tanah yang baik untuk pertumbuhan akar tanaman (Gill dan Berg, 1967). Setiap upaya pengolahan tanah akan menyebabkan terjadinya perubahan sifat-sifat tanah. Tingkat perubahan yang terjadi sangat ditentukan oleh jenis alat pengolah tanah yang digunakan. Penggunaan cangkul misalnya, relatif tidak akan banyak menyebabkan terjadinya pemadatan pada lapisan bawah tanah. Namun demikian karena seringnya tanah terbuka, terutama antara 2 musim tanam, maka lebih riskan

5 terhadap dispersi agregat, erosi, dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat memadatkan tanah (Pankhurst dan Lynch, 1993). Penerapan sistem olah tanah yang dilakukan meliputi sistem OTK dan OTI. Sistem OTK terdiri dari sistem TOT dan sistem olah tanah minimum (OTM). Pada sistem TOT, pengendalian gulma dilakukan menggunakan herbisida, gulma yang mati dibiarkan sebagai mulsa. Sedangkan pada sistem OTM, gulma dibabat dengan menggunakan alat mekanis, setelah itu gulma dikembalikan ke lahan pertanaman (Utomo, 2006). Sedangkan sistem OTI yaitu dibajak minimal dua kali, tetapi pada permukaan tanahnya ditutupi mulsa (Utomo, 2006). Menurut Arsyad (2010), pengolahan tanah dapat menyebabkan kekurangan air (retensi) lebih besar tanpa mengubah kerapatan isi tanah yang berkaitan dengan kelas pori lebih kecil dan menurunnya pori makro. Sedangkan TOT memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi, akibatnya dapat memperbaiki agregat dan stabilan air. Troeh, dkk., (1980) melaporkan bahwa OTM dengan aplikasi mulsa, dengan cara menempatkan sisa tanaman di permukaan tanah atau membenamkannya, dapat menurunkan aliran permukaan melalui peningkatan permeabilitas dan laju infiltrasi. Hasil penelitian Damayani (2009) menunjuk kan bahwa penambahan bahan organik dengan dosis 150 t ha -1 dengan cara disebar dapat menurunkan nilai Bulk density dan dapat meningkatkan ruang pori tanah. Selanjutnya menurut Aura (1999) pengolahan tanah yang dangkal dapat menyebabkan volume pori makro lebih banyak dibandingkan pengolahan tanah secara konservasi.

6 Hasil penelitian Manik, dkk., (1996) menunjukkan bahwa OTI untuk jangka panjang dengan menggunakan alat berat ( bajak) dapat menyebabkan kepadatan tanah yang tinggi, terutama pada lapisan bawah bajak ( kedalaman 30 cm), dan dapat menurunkan jumlah pori makro sehingga ruang pori pada lapisan atas/permukaan tanah sangat peka terhadap erosi, terutama erosi percik. OTI cenderung meningkatkan erosi yang dapat menyebabkan kehilangan bahan organik dan unsur hara yang ada didalam dalam tanah. Pengolahan tanah intensif dilakukan dengan alat-alat berat seperti traktor dalam jangka yang lama akan terjadi pemadatan tanah yang menyebabkan kurangnya jumlah pori yang terisi udara. Penurunan laju dan kapasitas infiltrasi disebabkan oleh rusaknya struktur tanah, diawali penurunan kesetabilan agregat tanah akibat pukulan air hujan dan kekuatan limpasan permukaan. Penurunan kestabilan agregat tanah berkaitan dengan penurunan kandungan bahan organik tanah, aktivitas perakaran tanaman dan mikroorganisme tanah. Hal ini menyebabkan agregat tanah relatif mudah pecah, sehingga menjadi agregat atau partikel kecil. Agregat atau partikel-partikel yang halus akan terbawa aliran air ke dalam tanah sehingga menyebabkan penyumbatan pori tanah, hal ini mengakibatkan kemampuan tanah untuk mengalirkan air mengalami penurunan dan limpasan permukaan akan meningkat (run off) (Baver, dkk., 1972). Bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tanah di PT GMP adalah limbah padat pabrik gula yang dihasilkan selama produksi di PT GMP tersebut. Produksi limbah padat pabrik gula berupa BBA dengan

7 perbandingan 5:3:1 berpotensi digunakan sebagai bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tanah di PT GMP. Perbedaan penerapan sistem olah tanah dapat mempengaruhi sifat fisik tanah terutama laju infiltrasi. Oleh karena itu, pengkajian terhadap perbedaan penerapan sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas terhadap infiltrasi di lahan pertanaman tebu (Saccharum officinarum L.) penting dilakukan. D. Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: 1. Kapasitas dan kecepatan/laju infiltrasi pada pertanaman tebu (Saccharum officinarum L) pada sistem OTI lebih tinggi dibandingkan dengan sistem OTM. 2. Kapasitas dan kecepatan/laju infiltrasi pada tanah yang diberi mulsa bagas lebih tinggi daripada tanpa mulsa bagas. 3. Terdapat interaksi antara sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap kapasitas Infiltrasi.