I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serat kapas yang berasal dari tanaman kapas (Gossypium hirsutum L.) merupakan salah satu bahan baku penting untuk mendukung perkembangan industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Industri TPT Indonesia merupakan industri yang diunggulkan oleh Indonesia karena selain sebagai penghasil devisa juga menyerap banyak tenaga kerja. Industri TPT Indonesia mempunyai perkembangan ekspor terbesar ketiga setelah sektor pengolahan kelapa/kelapa sawit dan industri besi baja, mesin-mesin, dan otomotif. Selain mempunyai kontribusi yang besar di dalam PDB dan devisa, indutri tekstil juga berperan dalam mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia karena penyerapan tenaga kerjanya yang cukup besar, baik yang bekerja secara langsung ataupun tidak langsung. Berdasarkan data Kemenperin (2017), sektor padat karya tersebut pada tahun 2015 telah menyerap tenaga kerja sebanyak tiga juta orang dengan nilai investasi mencapai 8,45 triliun rupiah. Terhadap perolehan devisa, industri tersebut mencatatkan nilai ekspor mencapai 12,26 miliar US$ pada 2015 dan menyumbang penyerapan tenaga kerja 10,6% dari total tenaga kerja industri manufaktur. Miliar US$ Gambar 1.1 Sepuluh Kelompok Hasil Industri Indonesia dengan Nilai Ekspor terbesar tahun 2015 Sumber: Kemenperin, 2017. Berdasarkan gambar 1.1 di atas dapat diketahui bahwa industri tekstil pada tahun 2015 merupakan industri dengan nilai ekspor ketiga terbesar dengan nilai ekspor sebesar 12,26 miliar US$ setelah industri pengolahan kelapa/kelapa sawit 1
dengan nilai ekspor sebesar 20,75 miliar US$ dan industri besi baja, mesin-mesin, dan otomotif dengan nilai ekspor sebesar 14,46 miliar US$. Peranan nilai ekspor tekstil sendiri terhadap total ekspor industri Indonesia pada tahun 2015 yaitu sebesar 11,50% di bawah industri pengolahan kelapa/kelapa sawit sebesar 19,45% dan industri besi baja, mesin-mesin dan otomotif sebesar 13,55%. Berdasarkan data Kemenperin (2017) pula, rata-rata perkembangan nilai ekspor tahun 2012-2015 untuk sektor industri pengolahan kelapa sawit yaitu sebesar 22,13 miliar US$, industri besi baja, mesin-mesin, dan otomotif sebesar 14,99 miliar US$ sedangkan untuk komoditas tekstil sebesar 12,52 miliar US$. Selain itu, menurut data World Bank (2017), pada tahun 2015 Indonesia menempati peringkat ke 20 sebagai eksportir tekstil terbesar di dunia dengan export product share sebesar 6,31% terhadap dunia. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri tekstil merupakan salah satu industri yang penting bagi perdagangan internasional Indonesia. Mengingat industri tekstil merupakan industri yang penting dan cukup tinggi nilai ekspornya, maka industri tekstil tidak akan terlepas dari hal-hal yang berkaitan dengan industri tekstil yaitu pasokan-pasokan bahan baku tekstil, utamanya serat kapas yang berasal dari tanaman kapas. Sayangnya kebutuhan serat kapas untuk industri tekstil Indonesia sebagian besar masih dipenuhi melalui impor. Ketergantungan Indonesia pada impor kapas sebagai bahan baku tekstil mencapai 99% dari kebutuhan nasional. Kebutuhan serat kapas nasional untuk industri tekstil berfluktuasi dengan kebutuhan rataan per tahun 500.000 ton. Kapas diperoleh dari berbagai negara karena kemampuan produksi serat kapas dalam negeri sangat kecil, hanya 5.000 ton per tahun serta sulit diperoleh (API, 2006, dalam Juhana et al, 2011). Pada tahun 2011, kebutuhan serat kapas dalam negeri mencapai 700 ribu ton hingga 800 ribu ton. Hal ini didorong oleh pertumbuhan industri pemintalan serat kapas sekitar 2% per tahun selama 15 tahun (Hermawan, 2012). Impor serat kapas di Indonesia juga merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Data dari United Nations Commodity Trade Statistics Database (2017) menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara pengimpor serat kapas terbesar ke lima setelah China, Vietnam, Turki, dan Hongkong. Berdasarkan data UN Comtrade (2017) pula diketahui bahwa impor serat kapas di Indonesia berasal dari beberapa negara, namun empat diantaranya mempunyai nilai import product share yang tinggi 2
di Indonesia. Negara-negara partner impor tersebut yaitu Amerika Serikat, Brazil, Australia, dan India. Amerika Serikat merupakan partner dagang Indonesia yang memiliki import product share tertinggi di Indonesia. Menurut data Trade Map (2017), pada tahun 2015 import share product serat kapas dari Amerika Serikat di Indonesia adalah sebesar 32,2% dari total impor seluruh negara pemasok. Serat kapas menjadi bahan baku utama tekstil karena serat kapas memiliki kemampuan mudah menyerap keringat atau bersifat higroskopis, dimana kelebihan ini belum dapat digantikan sepenuhnya oleh bahan baku non-serat kapas. Menurut Balittas (1993), komposisi dari pemakaian bahan baku tekstil adalah 46,5% berupa serat kapas, 44% serat sintetis, dan 9,5% persen serat rayon dan asetat. Besarnya persentase kontribusi serat kapas sebagai salah satu serat alam, yaitu mempunyai daya serap air yang lebih tinggi dibanding dengan serat sintetis, sehingga sandang yang dibuat dari serat kapas enak dipakai terutama di daerah tropis seperti Indonesia. Di samping itu, serat kapas memiliki kekuatan yang cukup tinggi terutama dalam keadaan basah, karena dapat tahan terhadap pencucian dan tekukan yang berulang ulang. Kapas merupakan tanaman continental yang membutuhkan iklim kering tetapi masih tersedia air. Indonesia merupakan negara kepulauan yang curah hujannya tinggi, sehingga sulit untuk dikembangkan. Turunnya produksi kapas juga disebabkan karena berkurangnya petani kapas. Hal ini dikarenakan menanam komoditas kapas memiliki resiko gagal panen yang cukup tinggi serta biaya produksinya yang tergolong mahal membuat komoditas ini kalah bersaing dengan komoditas sejenis yang berasal dari negara continental seperti China dan Mesir (Rahman, 2014). Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kebutuhan serat kapas sebagi bahan baku industri tekstil sebagian besar masih diperoleh dari impor. Namun, menurut Hermawan (2012) meskipun di Indonesia pengembangan tanaman kapas cukup sulit dilakukan, peluang untuk pengembangan tanaman kapas masih dapat dilakukan. Peluang pengembangan tanaman kapas masih tinggi karena kesesuaian agroklimat di beberapa daerah di Indonesia. Bahkan hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat merekomendasikan potensi lahan pengembangan tanaman kapas seluas 1.30 juta hektar yang tersebar di daerah Jawa Tengah, Daerah 3
Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Berbagai upaya telah pemerintah lakukan untuk meningkatkan pengembangan tanaman kapas di Indonesia. Menurut Hermawan dan Adam (2010) upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pengembangan serat kapas antara lain: (1) program IKR (Intesifikasi Kapas Rakyat) pada tahun 1978-1990, (2) program P2WK pada tahun 1990-1995, (3) alokasi dana loan OECF (Overseas Economic Cooperation Fund) pada tahun 1995-1999, (4) penggunaan benih serat kapas transgenik bermutu pada tahun 2000-2003, (5) pengembangan serat kapas kembali ke varietas unggul lokal (seri Kanesia), dan (6) program akselerasi pengembangan serat kapas mulai tahun 2007. Tingginya impor serat kapas juga memberikan indikasi negatif bagi industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri dan dalam jangka panjang ketergantungan pada bahan baku serat kapas impor harus diatasi. Jika kebutuhan industri TPT tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan penyediaan bahan baku dari dalam negeri, maka dapat mempengaruhi perkembangan pasar serat kapas dan industri TPT domestik (Hermawan, 2012). 1.2 Rumusan Masalah Industri tekstil merupakan industri yang memiliki perkembangan ekspor ketiga tertinggi setelah pengolahan kelapa/kelapa sawit dan besi baja, mesin-mesin dan otomotif. Tingginya nilai ekspor tekstil Indonesia menjadikan industri tekstil sebagai salah satu penyumbang devisa negara yang penting. Namun, bahan baku industri tekstil yang berupa serat kapas 99% masih harus didapatkan dari impor yang tentunya juga akan menyebabkan pengurangan devisa yang sangat besar. Hal ini disebabkan karena tingkat produksi kapas dalam negeri hanya dapat memenuhi kebutuhan sebesar 1%, sehingga produksi serat kapas domestik tidak mampu mengimbangi dan memenuhi tingkat konsumsi kapas domestik. Impor serat kapas di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, apabila tingginya volume impor kapas terus berlanjut, akan berdampak buruk bagi industri tekstil dan industri kapas dalam negeri yang akan menyebabkan industri tekstil dalam negeri kalah saing dengan produk serupa dari negara lain. 4
Dari perumusan masalah tersebut, terdapat tiga permasalahan yang muncul dan akan diteliti, yaitu: a. Bagaimana trend permintaan serat kapas impor di Indonesia? b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan serat kapas impor di Indonesia? 1.3 Tujuan a. Menganalisis trend permintaan serat kapas impor di Indonesia. b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan serat kapas impor di Indonesia. 1.4 Kegunaan a. Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan mengenai permintaan serat kapas impor di Indonesia, menambah pengetahuan di bidang sosial ekonomi pertanian dan sebagai syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. b. Bagi pemerintah atau pihak-pihak terkait, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi atau pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai pemenuhan kebutuhan serat kapas impor Indonesia. c. Bagi masyarakat umum, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi yang bermanfaat mengenai permintaan serat kapas di Indonesia serta dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya. 5