BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha untuk mengembangkan kepribadian dan skill yang berlangsung seumur hidup, baik internal maupun eksternal. Salah satu wadah untuk pengembangan kepribadian dan skill dalam ranah pendidikan adalah sekolah. Salah satu tokoh pendidikan, Kihajar Dewantara menekankan agar wadah pendidikan di sekolah dibuat layaknya sebuah taman yang menyenangkan dan nyaman bagi pendidikan anak. Taman pendidikan ini harus memiliki pengelolah taman yang menguasai keahlian dan ketrampilan yang tinggi dimana mampu menggali sekaligus menanam potensi-potensi untuk memperindah taman tersebut. Berdasarkan perkembangan sekolah zaman sekarang, banyak sekolah yang kurang memaksimalkan pengembangan potensi peserta didik. Berbagai usaha telah dilakukan misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi pendidik melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional lebih cendrung menggunakan pendekatan Educatiation production function namun tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut seperti pelatihan pendidik, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lainnya maka lembaga ini secara otomatis menghasilkan mutu pendidikan yang baik. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang
diharapkan tidak terjadi. Hal ini karena pendekatan ini kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan juga sangat menentukan output pendidikan. Faktor kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan sangat bergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang. Bahkan kadangkadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sekolah lebih merupakan subrordinasi birokrasi diatasnya sehingga mereka kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi, kreativitas/inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaga termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan nasional. Faktor ketiga, peran warga sekolah secara khusus pendidik. Partisipasi pendidik dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di sekolah karena bergantung pada pendidik. Dikenakan pembaruan apapun jika pendidik tidak berubah, maka tidak akan teradi perubahan di sekolah tersebut. Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut diatas, tentu saja perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya adalah meningkatkan penyelenggaraan pendidikan dengan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (Cakrawala, 2016: 3) Menurut Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga NTT Sinun Petrus Manuk, beliau mengatakan bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan NTT harus dibutuhkan tenaga pendidik yang betul-betul profesional. Namun NTT masih memiliki 28,67% pendidik yang belum sarjana. Padahal pendidik merupakan faktor kunci dari proses pembelajaran. Menurut manuk untuk meningkatkan mutu pendidik di NTT maka perlu diadakan UKG melalui bimtek, workshop, diklat atau juga melalui kegiatan lain dan juga meningkatakan
mutu pendidik melalui peningkatan gelar SMA menjadi sarjana agar kedepannya dapat meningkatkan mutu pendidikan di NTT (Cakrawala, 2016: 7). Pendidikan seharusnya memberikan kemungkinan pada peserta didik untuk memperoleh kesempatan, harapan, dan pengetahuan agar dapat hidup lebih baik. Besarnya kesempatan dan harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. Pendidikan juga dapat menjadi kekuatan untuk melakukan perubahan agar sebuah kondisi menjadi lebih baik. Pendidikan yang berkualitas tentunya melibatkan peserta didik untuk aktif belajar dan mengarahkan terbentuknya nilai-nilai yang dibutuhkan oleh peserta didik dalam menempuh kehidupan. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaran kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan Pendidikan Nasional dimuat dalam pasal 3 UU No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mendeskripsikan tentang pengembangan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan tersebut seharusnya dicapai dengan upaya yang terencana dan sistematis melalui kegiatan pendidikan di sekolah. Kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan oleh sekolah di ruang kelas dan di luar ruang kelas (lingkungan sekolah dan masyarakat) seharusnya membentuk peserta didik yang memiliki karakter. Karakter yang dimaksud adalah beriman kepada Tuhan, berakhlak mulia, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Menurut Sani (2014: 2) pendidik seharusnya menyadari pentingnya membentuk nilai-nilai penting dalam diri peserta didik sehingga mau melakukan inovasi dalam proses
pembelajaran. Pendidikan pada saat ini seharusnya membentuk peserta didik yang dapat menghadapi era globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, ekonomi berbasis pengetahuan, kebangkitan industri kreatif dan budaya, pergeseran kekuatan ekonomi dunia, serta pengaruh dan imbas teknologi berbasis sains. Kurikulum 2013 menekankan pada pentingnya pembentukan karakter peserta didik di sekolah. Standar kompetensi lulusan yang dirumuskan dalam kurikulum 2013 secara umum yang berkaitan dengan sikap prilaku adalah: pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradapannya. Kurikulum 2013 yang merupakan pengembangan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), pada kurikulum 2013 lebih menekankan pada penerapan pendekatan scientific (meliputi: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan menciptakan). SMP Negeri 5 Kupang merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang telah menerapkan kurikulum 2013 pada tahun ajaran 2015/2016. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan salah satu pendidik mata pelajaran IPA Terpadu kelas VIII yaitu Ibu Angel Saka di SMP Negeri 5 Kupang, beliau mengatakan bahwa walaupun sekolah sudah menerapkan dan memberlakukan kurikulum 2013 sejak dari tahun 2014, namun dalam proses pembelajaran di kelas, pendidik masih banyak mendapat kesulitan, karena kurikulum 2013 menekankan pada peserta didik untuk menggali dan belajar untuk menemukan sendiri informasi. Sedangkan yang menjadi kendala lain disini adalah kurangnya sarana dan prasarana berupa media pembelajaran yang menunjang dalam kegiatan proses pembelajaran untuk mencari dan mengakses informasi. Hal ini tentu saja sangat menyulitkan peserta didik,
karena peserta didik lebih senang jika pendidik yang memfasilitasi kegiatan dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah. Sedangkan kendala bagi pendidik pada penerapan kurikulum 2013 khususnya untuk mata pelajaran IPA Terpadu pendidik mempunyai kendala, di mana Pendidik dituntut untuk menguasai semua mata pelajaran IPA Terpadu, yaitu kimia, fisika, dan biologi. Maka pendidik tentu saja membutuhkan proses penyesuaian diri terhadap mata pelajaran IPA Terpadu untuk mengajar. Dengan demikian tidak mengherankan jika kurikulum 2013 yang pernah diterapkan pada tahun 2014 sempat beralih menjadi KTSP dan setelah itu baru diterapkan kembali kurikulum 2013 pada tahun 2015 hingga saat ini. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diperoleh informasi bahwa: 1. Pendidik sering menggunakan metode ceramah saja dan belum pernah menggunakan model pembelajaran Discovery Learning seperti pemberian rangsangan, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian sampai pada menarik kesimpulan. 2. Peserta didik dalam pembelajaran, belum terbiasa belajar menemukan, merumuskan masalah, membuat hipotesis, dan belum mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan pengalaman hidup mereka sehari-hari. 3. Interaksi peserta didik dalam pembelajaran belum semuanya aktif antara pendidik dan peserta didik, hal ini karena ketidakseriusan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. 4. Selama proses pembelajaran berlangsung banyak peserta didik yang masih ribut dalam kelas dan belum fokus pada materi yang akan dibahas.
5. Peserta didik dalam proses pembelajaran tidak bertanya jika materi yang diajarkan belum dimengerti. 6. Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) untuk mata pelajaran IPA Terpadu kelas VIII adalah 70. Penentuan ketuntasan belajar ditentukan oleh sekolah dengan mempertimbangkan kondisi sekolah seperti fasilitas sekolah, kemampuan akademik peserta didik dan kemampuan pendidik dalam mengelola pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara khususnya yang terjadi pada pendidik yaitu selama proses pembelajaran pendidik belum beralih dari metode ceramah ke metode yang lebih efektif. Hal ini tentu saja akan membuat peserta didik menjadi pasif dimana pendidik mengajar dan peserta didik menjadi penonton. Untuk itu pendidik dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memberikan semangat belajar pada peserta didik untuk belajar menemukan dan menggali informasi yang ada. Salah satu alternatif yang dikembangkan untuk meningkatkan kreatifitas belajar peserta didik dalam memecahkan masalah adalah model pembelajaran Discovery Learning. Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain dari pembelajaran penemuan. Sesuai dengan namanya model ini mengarahkan peserta didik untuk dapat menemukan sesuatu melalui proses pembelajaran yang dilakoninya. peserta didik dilatih untuk terbiasa menjadi seorang saintis (ilmuwan). Mereka tidak hanya sebagai konsumen, tetapi diharapkan pula bisa berperan aktif, bahkan sebagai pelaku dari pencipta ilmu pengetahuan. Pembelajaran penemuan model ini merupakan bagian dari kerangka pendekatan saintifik. Bentuk penemuan yang dimaksud tidak selalu identik dengan suatu teori ataupun
benda sebagaimana yang dilakukan kalangan ilmuwan dan profesional dalam pengertian yang sebenarnya. Penemuan yang dimaksud berarti pula sesuatu yang sederhana, namun memiliki makna dengan kehidupan para peserta didik itu sendiri. Penemuan itu tetap berkerangka pada kompetensi-kompetensi dasar (KD) yang ada pada kurikulum. Hampir sejalan dengan model pembelajaran discovery, dikenal pula pembelajaran inkuiri (inquiry learning). Keduanya sama-sama merupakan pembelajaran yang berbasis penemuan. Bedanya pembelajaran discovery lebih menekankan pada penemuan jawaban atas masalah yang direkayasa oleh pendidik. Indera Pendengaran Dan Sistem Sonar Pada Makhluk Hidup merupakan salah satu materi pokok pada pelajaran IPA Terpadu yang diajarkan pada kelas VIII semester genap tingkat SMP berdasarkan kurikulum 2013. Dalam materi pokok indera pendengaran dan sistem sonar pada makhluk hidup, peserta didik akan mempelajari tentang indera pendengaran pada manusia, getaran, gelombang dan bunyi. Materi pokok indera pendengaran dan sistem sonar pada makhluk hidup merupakan materi yang berkaitan dengan pengalaman hidup setiap hari. Pada materi pokok ini akan diterapkan model pembelajaran Discovery Learning karena pada meteri ini ada kegiatan melakukan percobaan dan peserta didik harus belajar untuk menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan melalui langkah-langkah discovery yaitu pemberian rangsangan, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian dan menarik kesimpulan. Berdasarkan pemaparan di atas, maka ingin dilakukan penelitian dengan judul PENENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MATERI
POKOK INDERA PENDENGARAN DAN SISTEM SONAR PADA MAKHLUK HIDUP PADA PESERTA DIDIK KELAS VIII I SEMESTER GENAP SMP NEGERI 5 KUPANG TAHUN AJARAN 2015/2016. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana hasil penenerapan model pembelajaran Discovery Learning Materi Pokok Indera Pendengaran dan Sistem Sonar Pada Makhluk Hidup Pada Peserta Didik Kelas VIII I Semester Genap SMP Negeri 5 Kupang Tahun Ajaran 2015/2016? Secara terperinci perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kemampuan pendidik dalam mengelola pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning Materi Pokok Indera Pendengaran dan Sistem Sonar Pada Makhluk Hidup Pada Peserta Didik Kelas VIII I Semester Genap SMP Negeri 5 Kupang Tahun Ajaran 2015/2016? 2. Bagaimana ketuntasan indikator hasil belajar dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning Materi Pokok Indera Pendengaran dan Sistem Sonar Pada Makhluk Hidup Pada Peserta Didik Kelas VIII I Semester Genap SMP Negeri 5 Kupang Tahun Ajaran 2015/2016? 3. Bagaimana ketuntasan hasil belajar peserta didik dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning Materi Pokok Indera Pendengaran dan Sistem Sonar Pada Makhluk Hidup Pada Peserta Didik Kelas VIII I Semester Genap SMP Negeri 5 Kupang Tahun Ajaran 2015/2016? 4. Bagaimana respon peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning Materi Pokok Indera Pendengaran dan Sistem
Sonar Pada Makhluk Hidup Pada Peserta Didik Kelas VIII I Semester Genap SMP Negeri 5 Kupang Tahun Ajaran 2015/2016? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: mendeskripsikan hasil penenerapan model pembelajaran Discovery Learning Materi Pokok Indera Pendengaran dan Sistem Sonar Pada Makhluk Hidup Pada Peserta Didik Kelas VIII I Semester Genap SMP Negeri 5 Kupang Tahun Ajaran 2015/2016? Secara terperinci tujuan dalam penilitian ini adalah untuk: 1. Mendeskripsikan kemampuan pendidik dalam dalam mengelola pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning Materi Pokok Indera Pendengaran dan Sistem Sonar Pada Makhluk Hidup Pada Peserta Didik Kelas VIII I Semester genap SMP Negeri 5 Kupang tahun ajaran 2015/2016. 2. Mendeskripsikan ketuntasan indikator hasil belajar dengan menerapkan model Discovery Learning Materi Pokok Indera Pendengaran dan Sistem Sonar Pada Makhluk Hidup Pada Peserta Didik Kelas VIII I Semester genap SMP Negeri 5 Kupang tahun ajaran 2015/2016. 3. Mendeskripsikan ketuntasan hasil belajar peserta didik dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning Materi Pokok Indera Pendengaran dan Sistem Sonar Pada Makhluk Hidup Pada Peserta Didik Kelas VIII I Semester genap SMP Negeri 5 Kupang tahun ajaran 2015/2016. 4. Mendeskripsikan respon peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning Materi Pokok Indera Pendengaran
dan Sistem Sonar Pada Makhluk Hidup Pada Peserta Didik Kelas VIII I Semester genap SMP Negeri 5 Kupang tahun ajaran 2015/2016. D. Manfaat penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Peserta Didik a. Meningkatkan peran aktif peserta didik dalam kegiatan proses pembelajaran. b. Meningkatkan semangat belajar peserta didik. c. Meningkatkan hasil belajar peserta didik. 2. Bagi Pendidik a. Sebagai bahan informasi Pendidik dalam memilih model pembelajaran dan metode yang lebih tepat sehingga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dan aktivitas mental belajar peserta didik khususnya pada mata pelajaran IPA terpadu. b. Membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam kegiatan proses pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA terpadu. 3. Bagi Sekolah Memberikan masukan yang baik bagi sekolah dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kegiatan pembelajaran yang selanjutnya dapat meningkatkan mutu sekolah. 4. Bagi Peneliti a. Mendapat pengalaman dalam penerapan model pembelajaran Discovery learning yang kelak dapat diterapkan saat terjun di lapangan. b. Sebagai bahan referensi bagi para peneliti selanjutnya.
5. Bagi LPTK Unwira Bagi LPTK Unwira penelitian sangat bermanfaat dalam rangka perbaikan sistem pembelajaran. Terlebih universitas ini memiliki tugas menghasilkan calon-calon Pendidik profesional di masa sekarang dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam mempersiapkan calon Pendidik di masa sekarang dan juga sebagai pengembangan keilmuan khususnya masalah pembelajaran. E. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini hanya dilakukan pada materi pokok Indera Pendengaran dan Sistem Sonar Pada Makhluk Hidup (02 RPP). 2. Penelitian ini hanya dilakukan pada peserta didik kelas VIII I Semester Genap SMP Negeri 5 Kupang tahun ajaran 2015/2016. 3. Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning. F. Asumsi Penelitian Peneliti memiliki beberapa asumsi selama berlangsungnya kegiatan penelitian ini. Asumsi tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Peserta didik mengerjakan tes awal dan tes akhir yang diberikan secara perorangan tanpa dibantu oleh pihak manapun sehingga hasil yang diperoleh peserta didik benar-benar mencerminkan kemampuan masing-masing peserta didik. 2. Peserta didik sungguh-sungguh mengikuti proses pembelajaran dari awal hingga akhir. 3. Peneliti berlaku objektif dalam memberikan penilaian terhadap peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.
4. Pengamat berlaku objektif dalam mengamati dan memberikan penilaian terhadap peneliti selama proses pembelajaran berlangsung. G. Batasan Istilah Menjaga agar tidak terjadi kesalahan penafsiran sehubungan dengan istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan batasan istilah sebagai berikut: 1. Penerapan adalah penggunaan suatu model (model pembelajaran discovery learning) menurut aturan atau kaidah tertentu. 2. Model pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara Pendidik dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik. 3. Discovery learning adalah metode pembelajaran kognitif yang menuntut Pendidik lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif dan kreatif untuk menemukan pengetahuanya sendiri. 4. Peserta didik adalah anak yang sedang berguru atau belajar pada lembaga pendidikan pada tingkat sekolah dasar, menengah dan atas yang sedang berkembang, memiliki potensi tertentu dan dengan bantuan pendidik ia mengembangkan potensinya tersebut secara optimal. 5. Indera pendengaran adalah alat pada salah satu bagian organ tubuh yaitu telinga yang berfungsi untuk menangkap gelombang suara agar dapat didengar oleh manusia. 6. Sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu struktur yang teratur.
7. Sonar adalah suatu sistem penggunaan gelombang ultrasonic untuk menaksirkan ukuran bentuk atau kedalaman yang biasa dipakai dikapal atau hewan tertentu seperti lumbalumba dan kelelawar atau alat yang digunakan untuk mengamati (mendeteksi, menyidik) keberadaan dan lokasi benda di bawah permukaan laut dengan menggunakan gelombang suara yang dikirim dari peranti itu dan dipantulkan kembali oleh benda (objek) yang diamati; 8. Makhluk hidup adalah makhluk ciptaan Tuhan berupa manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan yang dapat bernapas, bergerak dan dapat berkembang biak.