PERILAKU LENTUR DAN TEKAN BATANG SANDWICH BAMBU PETUNG KAYU KELAPA

dokumen-dokumen yang mirip
KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - KAYU KELAPA TERHADAP GAYA TARIK DAN TEKAN

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU KERUING - SENGON. Oleh : Lorentius Harsi Suryawan & F. Eddy Poerwodihardjo

KINERJA KOLOM KAYU HOLLOW LAMINASI PADA BERBAGAI VARIASI LUAS LUBANG Performance of Hollow Laminated Timber Columns at Various Opening Area

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

INVESTIGASI KOLOM DENGAN PENAMPANG BERLUBANG BERBASIS KAYU LOKAL Investigation of Short Hollow Column of Local Timber

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KOMBINASI ANTARA KAYU SENGON DAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT LEM EPOXY

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PEREKAT (251M)

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PAKU (252M)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

PENGARUH RASIO BAMBU PETUNG DAN KAYU SENGON TERHADAP KAPASITAS TEKAN KOLOM LAMINASI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction

BAB I. PENDAHULUAN. Garis perekat arah radial lurus. (c)

BAB III BAHAN DAN METODE

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

ANALISIS KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG DENGAN LUBANG PADA BADAN BALOK

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KUAT LENTUR DAN PERILAKU LANTAI KAYU DOUBLE STRESS SKIN PANEL (250M)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

PENGARUH PROSENTASE TULANGAN TARIK PADA KUAT GESER BALOK BETON BERTULANG MENGGUNAKAN SERAT KALENG BEKAS AKIBAT BEBAN LENTUR

BAB I PENDAHULUAN. pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan masih terus dilakukan. Oleh karena

PENGARUH DIMENSI BILAH TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR BALOK LAMINASI BAMBU PETING

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan Bambu. Peralatan Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perancangan Batang Desak Tampang Ganda Yang Ideal Pada Struktur Kayu

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

KUAT LENTUR PROFIL LIPPED CHANNEL BERPENGAKU DENGAN PENGISI BETON RINGAN BERAGREGAT KASAR AUTOCLAVED AERATED CONCRETE HEBEL

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal

JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 3, No. 2 : , September 2016

Kajian Eksperimental Perilaku Lentur Balok Laminasi Lengkung dari Kayu Jabon

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGGUNAAN RANTING BAMBU ORI (BAMBUSA ARUNDINACEA) SEBAGAI KONEKTOR PADA STRUKTUR TRUSS BAMBU (053S)

VI. BATANG LENTUR. I. Perencanaan batang lentur

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sifat kayu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

Sifat Mekanika Bambu Petung Laminasi

PENGARUH PENAMBAHAN KAIT PADA TULANGAN BAMBU TERHADAP RESPON LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK

Metode pengujian lentur posisi tegak kayu dan bahan struktur. bangunan berbasis kayu

PERENCANAAN BATANG MENAHAN TEGANGAN TEKAN

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

sehingga menjadi satu kesatuan stmktur yang memiliki sifat stabil terhadap maka komponen-komponennya akan menerima gaya aksial desak dan tarik, hal

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bambu Ori Dengan Variasi Umur Untuk Pembuatan Kapal Kayu

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

Laboratorium Mekanika Rekayasa

Kata kunci: Balok, bentang panjang, beton bertulang, baja berlubang, komposit, kombinasi, alternatif, efektif

PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG TULANGAN GANDA ABSTRAK

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN

ANALISA TEKNIS BAMBU LAMINASI SEBAGAI MATERIAL KONSTRUKSI PADA LUNAS KAPAL PERIKANAN. Khusnul Khotimah

Pd M Ruang lingkup

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BAJA DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG DIAGONAL DI TENGAH TULANGAN SENGKANG.

Transkripsi:

PERILAKU LENTUR DAN TEKAN BATANG SANDWICH BAMBU PETUNG KAYU KELAPA Nor Intang Setyo H. 1, Gathot H. Sudibyo dan Yanuar Haryanto 3 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto 1 Mahasiswa Program Pascasarjana Teknik Sipil UGM Yogyakarta Email: intang_sh@yahoo.com Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Email: gathot_hs003@yahoo.com 3 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Email: yanuar_haryanto@yahoo.com 1. ABSTRAK Upaya penggunaan bambu sebagai pengganti kayu untuk material bangunan telah banyak dilakukan. Disisi lain kayu kelapa (glugu) sering pula dipakai di masyarakat sebagai komponen bangunan. Penggabungan (komposit) kedua bahan tersebut menjadi bentuk sandwich diharapkan dapat meningkatkan karakteristik mekanik bambu dan glugu asli. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku mekanik (lentur dan tekan) batang komposit bambu petung kayu glugu bentuk sandwich. Bantang sandwich dibuat dengan komposisi 50% bambu terletak disisi luar dan 50% glugu diletakkan bagian dalam penampang melintang batang komposit. Untuk batang tekan dibuat 3 variasi sampel, yaitu 0% bambu; 50 bambu dan 100% bambu. Sampel uji lentur dan tekan dibuat dengan ukuran penampang 6 x 6 cm dan variasi panjang 50cm ; 100cm ; dan 150cm (untuk lentur) dan 100cm (untuk tekan). Dari hasil penelitian diperoleh kuat lentur balok sandwich bentang 50 cm = 97,41 MPa; bentang 100 cm = 71,43 MPa; dan bentang 150 cm = 63,54 MPa. Untuk kuat tekan ( kr ) batang sandwich diperoleh : batang 0% bambu = 6,93 MPa; batang 50% bambu = 14,38 MPa; dan batang 100% bambu 0,88 MPa. Untuk panjang lentur kritis (L kr ) teoritis 80,46 cm, sedangkan secara ekperimental diperoleh L cr lebih dari 150 cm. Perbedaan hasil eksperimental dan teoritis tegangan tekan kritis ( kr ) pada kolom sándwich yaitu pada kolom 50% bambu adalah relatif sama, sedangkan kolom 0% bambu dan 100% bambu berturut-turut berbeda sekitar 56% (lebih kecil) dan 35 % lebih besar. Secara umum penggunaan komposit bambu-glugu dapat meningkatkan kualitas sifat dasar bambu dan glugu. Kata kunci : lentur, tekan, sandwich, bambu petung, kayu kelapa PENDAHULUAN Latar belakang Indonesia adalah sebuah negara penghasil kayu tropika yang utama di dunia selain Malaysia, Thailand dan Burma. Tetapi untuk mendapatkan kayu yang berukuran besar juga semakin sulit diperoleh akibat adanya kerusakan hutan. Salah satu kelemahan kayu hutan dewasa ini apabila digunakan sebagai kayu pertukangan adalah ketidakmampuannya menghasilkan papan atau balok berukuran besar seperti pada kayu hutan alam. Hal ini karena doloknya berdiameter kecil dan adanya tegangan tumbuh sehingga mudah mengalami pecah dan atau retak pada saat penggergajian dan pengeringan (Hadjib dan Rachman, 008). Untuk memenuhi dan mengatasi kelangkaan bahan kayu dewasa ini memaksa kita untuk menemukan alternatif bahan penggati dan mencari solusinya. Pengembangan struktur kayu laminasi (glulam) merupakan salah satu pemecahannya. Struktur batang komposit dikembangkan dari bahan lapisan bambu petung dan kayu glugu menjadi sistem batang sisip (sandwich). Bila jenis kayu laminasi dan bambu dimanfaatkan secara bersama sebagai bahan komposit, maka diharapkan dapat menghemat penggunaan kayu kualitas tinggi dan biaya yang dikeluarkan lebih murah. Konstruksi struktur sandwich (structural sandwich construction) adalah konstruksi kayu laminasi yang terdiri dari dua lapisan tepi/luar (face) dan satu lapisan dalam/inti (core) (Anonim, 1999). Kayu kelapa (glugu) dipilih karena banyak tersedia dan mudah didapat di Indonesia serta dengan harga yang terjangkau, disamping telah cukup lama dan dikenal digunakan sebagai komponen bangunan di masyarakat. Bambu petung dipilih karena jenis bambu ini banyak digunakan untuk bahan bangunan (perumahan dan jembatan) karena mempunyai sifat mekanika yang baik (Morisco, 006). Bambu petung juga memiliki daging yang tebal sehingga dapat dibuat menjadi bilah bambu yang tebal. Permasalahan yang muncul adalah, sejauh mana perilaku mekanik struktur komposit batang sistem sandwich pada komponen struktur dalam menerima beban lentur dan tekan? SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 S-183

Perilaku lentur balok laminasi Pada balok terlentur, akibat beban transversal akan terjadi kerusakan lentur murni atau lentur geser akibat dari tegangan lentur maupun tegangan yang geser yang dominan pada balok tersebut. Jenis kerusakan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh dimensi penampang, jenis material, dan panjang bentang maupun beban yang bekerja. Pada kasus dimensi, jenis material, maupun sistem pembebanan yang sama, maka jenis kerusakan sangat dipengaruhi oleh panjang bentang. Oleh karena itu, kondisi dimana pada balok akan dapat terjadi rusak lentur dan geser secara bersamaan maka akan diperoleh panjang kritis (L kr ) balok. Untuk kasus balok sederhana dengan beban terpusat tengah bentang, maka panjang kritis dapat ditentukan dengan Persamaan 1. Dimana : σ = tegangan lentur (N/mm ) S = momen statis terhadap sumbu netral (mm 3 ) = tegangan geser (N/mm ) b = lebar penampang balok (mm) h = tinggi penampang balok (mm) Perilaku tekan kolom laminasi L 4.. S k r. b. (1) h Pada kolom yang mengalami tekan akan terjadi kerusakan geser atau tekuk. Jenis kerusakan ini sangat dipengeruhi panjang kolom (kelangsingan), ukuran penampang, dan jenis material. Untuk kolom langsing, nilai tegangan kritis ( kr ) yang menyebabkan tekuk dapat diperoleh dari Persamaan (PKKI 1961).. E. E k r () æ L k ö ç è i ø Dimana : = kelangsingan L k = panjang tekuk kolom (tergantung jenis tumpuan) (mm) i = jari-jari inersia (mm ). METODE PENELITIAN Bahan dan peralatan penelitian Bahan utama penelitian: bambu petung (Dencrocalamus asper), kayu kelapa (glugu), bahan perekat berupa isocyanat (inwood 90) dan Polivinyl acetat (PVAc). Peralatan utama penelitian : mesin penyerut kayu (planner), mesin gergaji kayu (circular panel saw), mesin pembelah listrik, alat kempa hidrolis, mesin UTM (Universal Testing Machine), Compaction Test Machine, jangka sorong, Moisture Meter (MC), oven, dan alat-alat pelengkap proses laminasi lainnya. Benda uji Benda uji utama dibuat untuk dua macam pengujian, yaitu uji lentur dan uji tekan. Spesifikasi dan variasi benda uji utama berupa batang komposit/laminasi bambu-glugu yang dibuat bentuk sandwich dengan bambu petung sebagai bagian tepi (face) dan kayu glugu sebagai bagian inti (core) secara jelas disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Tabel 1. Variasi benda uji batang laminasi (komposit) Jenis Benda Uji Kode B. Uji Persentase Bambu Persentase Glugu Panjang Batang (L) Jumlah BL-50 50 % 50 % 50 cm 3 Uji Lentur Balok BL-100 50 % 50 % 100 cm 3 BL-150 50 % 50 % 150 cm 3 LGG 0 % 100 % 100 cm 3 Uji Tekan Kolom LBG 50 % 50 % 100 cm 3 LBB 100 % 0 % 100 cm 3 Ukuran penampang Balok : 60 mm x 80 mm, Kolom : 60 mm x 60 mm S-184 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

Panjang bentang (L) bervariasi : 50 cm; 100 cm; dan 150 cm 6 cm cm 4 cm cm Pot. Memanjang a) Ukuran penampang benda uji balok laminasi Panjang bentang (L) = 100 cm Pot. Melintang 6 cm 6 cm Kolom BL-100 Kolom BL-50 Memanjang Kolom BL-0 Memanjang = bambu = gluglu Pot. Melintang Tahapan penelitian Tahap persiapan bahan baku b) Ukuran penampang benda uji kolom laminasi Gambar 1. Penampang batang komposit bambu petung - glugu 1. Tahap pembuatan benda uji pendahuluan. Pengujian pendahuluan 3. Pembuatan benda uji laminasi (glulam) bambu-glugu - Pembuatan layer-layer bambu - Pembuatan batang bambu laminasi - Pembuatan batang komposit bambu-glugu 4. Pengujian lentur dan tekan batang laminasi bambu-glugu Seting up pengujian lentur dapat dilihat pada Gambar dan pengujian tekan pada Gambar 3. Titik beban Dial gage Gambar. Setting up pengujian lentur SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 S-185

Kolom Dial gauge Dial gauge Beban tekan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 3. Setting up pengujian tekan Pemeriksaan bahan bambu petung dan kayu glugu Kadar air pada sampel benda uji bambu petung yang diamati berkisar antara 10,36% sampai dengan 1,5%, dengan kadar air rata-rata 11,31%. Kadar air pada sampel benda uji glugu menunjukkan angka berkisar antara 6,5% sampai dengan 8,8%, dengan kadar air rata-rata glugu diperoleh sebesar 7,8%. Hal ini berarti kadar air benda uji telah mencapai kadar air yang diinginkan yakni kadar air keseimbangan atau kadar air kering udara di mana kadar air kering udara di Indonesia berkisar antara 1% sampai 0% (Anonim, 1961). Kerapatan sampel bambu petung yang belum diolah, tercatat kerapatan berkisar antara 0,64 gr/mm 3 sampai dengan 0,74 gr/mm 3, atau rata-rata kerapatan bambu adalah sebesar 0,69 gr/mm 3. Pada kayu glugu yang diamati kerapatan berkisar antara 0,63 gr/mm 3 sampai dengan 0,73 t/m 3 dengan nilai rata-rata sebesar 0,68 gr/mm 3. Sifat mekanika bambu petung dan kayu glugu dari uji pendahuluan disajikan pada Tabel. Tabel. Tegangan tekan rata-rata batang laminasi bambu-glugu No. Jenis Pengujian Bambu Petung (MPa) Kayu Glugu (MPa) 1 Kuat tekan serat 13,6 10,46 Kuat tekan // serat 40,37 46,5 3 Kuat tarik // serat 93,86 41,3 4 Kuat geser 13,64 9,89 5 Kuat lentur (MOR) 198,68 87,76 6 Modulus Elastisitas (MOE) 080,06 1089,44 Kekuatan tarik bambu petung jauh lebih baik daripada kayu glugu, dimana kekuatan bambu petuh lebih dari 6 kali dibandingkan kayu glugu. Hal sama juga terjadi pada kuat lentur (MOR) dan modulus elastisitas (MOE), dengan selisih untuk bambu petung hampir sama yaitu sekitar kali terhadap material kayu glugu. Sedangkan kuat tekan kayu glugu relatif sedikit lebih besar dibandingkan bambu petung, namun tidak terlalu signifikan perbedaannya. Perilaku lentur balok laminasi (sandwich) bambu-glugu a. Tegangan dan modulus elastisitas lentur balok sandwich bambu-glugu Nilai tegangan lentur balok sandwich ditentukan dari hasil pengujian dengan prinsip hitungan penampang transformasi batang komposit (Gere dan Timoshenko, 1996). Nilai tegangan lentur batang laminasi disajikan pada Gambar 4a. Nilai tegangan lentur menurun seiring dengan bertambahnya panjang bentang. Nilai kekakaun balok sandwich ditentukan oleh besar MOE. Nilai MOE untuk balok sandwich dengan beban terpusat tengah bentang dapat dicari dari Persamaan 3 (Europan Standard, 003). S-186 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

F I L F 48 3 1 MOE (3) Dimana : L = panjang bentang F = beban dengan F 1 adalah beban pada saat 0,1 F maks dan F adalah beban pada saat 0,4 F maks I = momen inersia = lendutan, dengan 1 adalah lendutan saat F 1 dan adalah lendutan saat F Dari perhitungan nilai MOE balok sandwich dengan menggunakan Persamaan 3 untuk tiga variasi benda uji diperoleh nilai MOE yang disajikan pada Gambar 4b. Tampak pada Gambar 4b, nilai MOE semakin meningkat seiring dengan bertambahnya panjang bentang. Hal ini dapat diperjelas bahwa MOE berbdanding lurus pangkat tiga panjang bentang (lihat Persamaan 3). 1 a) Nilai kuat lentur (MOR) b) Nilai modulus elastisitas (MOE) b. Panjang kritis dan beban kritis balok laminasi Gambar 4. Nilai MOR dan MOE balok laminasi (sandwich) Panjang kritis balok dicari sebagai prediksi dari data hasil uji pendahuluan dengan menggunakan Persamaan 1 diperoleh sebesar L kr = 80,46 cm. Sehingga benda uji dibuat dengan variasi panjang 50 cm, 100 cm, dan 150 cm, dengan tujuan ingin dicari panjang kritis actual dengan cara membandingkan dengan hasil pengujian. Beban runtuh pada balok dapat juga disebut beban kritis khusus balok dengan panjang bentang 100 cm, karena ini prediksi sebagai panjang kritis balok (mendekati 80,46 cm). Beban kritis secara teoritis dapat dicari dari penurunan rumus dari Persamaan 1, sehingga diperoleh beban kritis secara teoritis dan analisis seperti disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai beban kritis teoritis dan eksperimental No. Jenis Balok Panjang Balok (cm) P kritis (N) Teoritis/Analitis Eksperimental 1 Pemodelan Teoritis 80,46 33073,87 - BL-50 50 54444,07 5000 3 BL-100 100 6944,81 18333,33 4 BL-150 150 1798,77 16333,33 Beban kritis teoritis merupakan hitungan analitis dengan data-data dari pengujian. Beban kritis teoritis digunakan untuk memprediksi jenis kerusakan balok berdasarkan panjang bentang masing-masing jenis balok (Tabel 3). Untuk balok BL-50 diprediksi rusak geser, sedangkan kedua balok lainnya (BL-100 dan BL-150) diprediksi rusak lentur dengan acuan beban teoritis yang diperoleh. Dari hasil pengujian (eksperimental) nilai beban runtuh untuk semua balok nilainya lebih kecil dibandingkan beban teoritis, maka dapat dikatakan semua balok adalah rusak geser. Hasil berbeda dengan teoritis disebabkan factor bahan dan teknik perekatan yang kurang baik. Sedangkan secara teoritis, semua data dan asumsi bahan balok dan aksi komposit dianggap bekerja sempurna. c. Kerusakan balok laminasi Kerusakan yang terjadi pada pengujian lentur balok laminasi bambu glugu semuanya adalah rusak geser. Kerusakan geser terjadi pada beban rendah, masih dalam batas elastis, dari prediksi beban yang diharapkan. Rusak SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 S-187

geser terjadi pada sekitar garis netral (daerah tegangan geser tinggi), yaitu pada bahan kayu glugu berupa geser melintang tampang dan memanjang sepanjang balok (lihat Gambar 5). Kerusakan geser ini dapat diyakini jika dilihat bahwa kuat geser kayu glugu memang sangat rendah, sekitar 9,89 MPa (lihat Tabel ). Perilaku tekan kolom sandwich bambu-glugu a. Kekuatan kolom sandwich bambu-glugu Gambar 5. Kerusakan geser pada balok laminasi bambu-glugu Kolom yang menerima tekan akan mengalami tekuk akibat kelangsingan struktur kolom tersebut. Hasil pengujian tekan kolom sandwich bambu-glugu untuk tiga variasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil hitungan kekuatan tekan kolom sandwich bambu-glugu No. Variasi Kolom Beban kritis Tegangan kritis 1 LGG (Glugu-Glugu) 5 kn 6,93 MPa LBG (Bambu-Glugu) 54,83 kn 14,38 MPa 3 LBB (Bambu-Bambu) 78,33 kn 0,88 MPa Tampak pada Tabel 4, nilai tegangan kritis kolom meningkat dari balok laminasi glugu-glugu ke balok bambubambu. Untuk balok bambu-bambu nilai tegangan kritis dicapai sebesar 0,88 MPa atau sekitar dua kali besarnya terhadap balok glugu-glugu. b. Perbandingan tegangan kritis teoritis dan eksperimetal Nilai tegangan kritis kolom laminasi merupakan nilai kuat tekuk kolom tersebut. Dari hasil pengujian dan hitungan secara teoritis dan eksperimental menggunakan rumus dari Persamaan diperoleh nilai tegangan kritis (tekuk) kolom seperti disajikan pada Gambar 6. Tampak pada Gambar 6, untuk kolom laminasi (sandwich) glugu-glugu (LGG) beban yang didapat setelah dilakukan pengujian tekan sejajar serat ternyata lebih kecil dari beban teoritis yang merupakan beban prediksi hasil akhir pengujian. Karena hasil eksperimen lebih kecil dari hasil prediksi, maka dimungkinkan pembuatan batang laminasi yang telah dilakukan kurang sempurna. Hal ini dapat disebabkan karena proses pengempaan perekat yang kurang sempurna, sehingga benda uji memiliki cacat awal sebelum diuji tekan sejajar serat. Juga disebabkan karena bahan baku glugu tidak semuanya sesuai dengan bahan baku yang digunakan saat pengujian pendahuluan glugu utuh. Faktor jenis perekat juga mempengaruhi kualitas perekatan. S-188 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

Gambar 6. Nilai tegangan kritis kolom laminasi secara teoritis dan eksperimental Untuk batang bambu laminasi (LBB) beban yang didapat setelah dilakukan pengujian tekan sejajar serat ternyata lebih besar dari beban teoritis yang merupakan beban prediksi hasil akhir pengujian. Karena hasil eksperimen lebih basar dari hasil prediksi, maka dimungkinkan pembuatan batang laminasi yang telah dilakukan cukup baik. Hal ini dapat disebabkan karena proses pengempaan perekat yang sempurna. Juga disebabkan karena bahan baku bambu tidak semuanya sesuai dengan bahan baku yang digunakan saat pengujian pendahuluan bambu utuh. Sedangkan untuk batang bambu-glugu laminasi (LBG) beban yang didapat setelah dilakukan pengujian tekan sejajar serat ternyata lebih kecil mendekati dari beban teoritis yang merupakan beban prediksi hasil akhir pengujian. Karena hasil eksperimen lebih kecil mendekati dari hasil prediksi, maka dimungkinkan pembuatan batang laminasi yang telah dilakukan cukup baik. Hal ini dapat disebabkan karena proses pengempaan perekat yang kurang sempurna, sehingga benda uji memiliki cacat awal sebelum diuji tekan sejajar serat. Juga disebabkan karena bahan baku bambu dan glugu tidak semuanya sesuai dengan bahan baku yang digunakan saat pengujian pendahuluan bambu utuh. c. Kerusakan kolom laminasi Kerusakan yang terjadi pada pengujian tekan batang laminasi secara garis besar dibedakan menjadi rusak tekuk (bukling), rusak lepas perekat antar lapisan. Tipe kerusakan balok sandwich akiibat beban tekan diperlihatkan pada Gambar 7. Dapat dilihat pada Gambar 7, kerusakan kolom laminasi (sandwich) untuk kolom LGG (glugu-glugu) adalah rusak geser memanjang akibat kurang sempurnanya perekatan. Untuk kolom LBG (bambu-glugu), kerusakan yang terjadi masih serupa dengan kolom LGG dan ada sebagian yang rusak tekuk. Sedangkan untuk kolom LBB (bambu-bambu) kerusakan yang terjadi adalah rusak tekuk semua. Tampak untuk kolom LBB mempunyai kekuatan dan perilaku yang lebih baik dibandingkan kedua kolom yang lain (LGG dan LBG). Rusak geser kolom glugu-glugu Rusak geser kolom bambu-glugu Rusak tekuk kolom bambu-glugu Gambar 7. Tipe kerusakan pada kolom laminasi bambu-glugu Rusak tekuk kolom bambu-bambu 4. KESIMPULAN 1. Kekuatan lentur (MOR) balok sandwich bambu glugu aminasi, nilainya menurun dari balok dengan panjang 50 cm (97,41 MPa), balok panjang 100 cm (71,43 MPa), hingga balok panjang 150 cm (63,54 MPa). Sebaliknya untuk nilai modulus elastisitas (MOE) meningkat dari balok 50 cm hingga 150 cm, yaitu berturutturut : 106,17 MPa ; 9151,13 MPa; dan 15901,86 MPa.. Hasil pengujian lentur balok sandwich menunjukkan terjadi rusak geser semua, sehingga panjang kritis dari balok sandwich laminasi lebih dari 150 cm, hal ini berbeda dari prediksi awal yaitu 80,46 cm. 3. Niulai tegangan tekan sejajar serat rata-rata pada kolom sandwich meningkat dari kolom laminasi glugu-glugu (LGG) sebesar 6.93 MPa, pada kolom bambu-glugu (LBG) sebesar 14.38 MPa, hingga dan pada kolom bambubambu (LBB) sebesar 0.88 MPa. 4. Kerusakan kolom laminasi terjadi adalah rusak geser (lepas memanjang antar lapisan) dan rusak tekuk. Pada kolom LGG kerusakan adalah rusak geser (lepas perekat antar dua lapisan glugu), sehingga hal ini tidak sesuai dengan prediksi awal (rusak tekuk). Pada kolom LBG kerusakan yang terjadi adalah gabungan antara rusak lepas perekat antar dua lapisan glugu dan rusak tekuk pada tengah bentang. Pada kolom LBB kerusakan yang terjadi adalah rusak tekuk di tengah bentang. 5. Secara umum penggunaan komposit bambu-glugu bentuk sandwich dapat meningkatkan kualitas sifat dasar bambu dan glugu, yang memberikan nilai yang lebih efektif dan efisien. SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 S-189

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1961. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, NI-5 PKKI 1961. Derektorat Penyelidikan Masalah Bangunan. Dirjen Cipta Karya. Departemen PU. Anonim. 1999. Wood Handbook-Wood as an Engineering Meterial. Forest Products Society. USA. European Standar, 003. Timber structures - Structural timber and glued laminated timber - Determination of some physical and mechanical properties. Nederland. Gere, M. James dan Timoshenko, Stephen P. 1996. Mekanika Bahan Edisi kedua Versi SI Jilid 1. Erlangga. Jakarta. Hadjib, N., dan Rachman, O. 008. Keteguhan Lentur Statis Sambungan Jari pada Beberapa Jenis Kayu Hutan Tanaman. http://prof. Dr. Ir. Osly Rachman, MS.htm. Diakses pada tanggal 0 November 010. Morisco. 006. Teknologi Bambu. Program Studi S Teknik Sipil UGM. Yogyakarta. S-190 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5