BAB II KAJIAN TEORI Hubungan Urban Design dan Parkir

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut Departemen Jendral Perhubungan Darat (1998), Satuan ruang

DAFTAR ISI LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. memperkirakan kebutuhan parkir di masa yang akan datang.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA

PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. durasi parkir, akumulasi parkir, angka pergantian parkir (turnover), dan indeks parkir Penentuan Kebutuhan Ruang Parkir

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Parkir adalah menghentikan mobil beberapa saat lamanya (Departemen

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Parkir adalah menghentikan mobil beberapa saat lamanya. Pendidikan dan Kebudayaan, 1991). Parkir adalah tempat pemberhentian

Persyaratan Teknis jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERHITUNGAN DAYA TAMPUNG KAWASAN PARKIR BANK SUMSEL BABEL JAKABARING DI KOTA PALEMBANG

ANALISIS PENATAAN RUANG PARKIR PASAR CENTRAL KOTA GORONTALO. Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Gorontalo

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Parkir merupakan tempat menempatkan dengan memberhentikan kendaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

Arahan Penataan Kawasan Pusat Pemerintahan Kabupaten Pangandaran The Direction of The Central Government Setup the Regency of Pangandaran

6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR STUDI KEBUTUHAN RUANG PARKIR RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TUGAS AKHIR KAJIAN PENGELOLAAN DAN PENGATURAN PERPARKIRAN DI KOMPLEK PERKANTORAN BANK INDONESIA JAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahwa fasilitas parkir menjadi bagian yang sangat penting dari sistem transportasi.

Spesifikasi geometri teluk bus

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996).

Parkir Suatu keadaan dimana kendaraan tidak bergerak dalam jangka waktu tertentu (tidak bersifat sementara) PP No.43 thn 1993.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

PANDUAN PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

BAB II STUDI PUSTAKA II - 1

Manajemen Pesepeda. Latar Belakang 5/16/2016

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998).

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

KAJIAN PENGARUH KINERJA RUAS JALAN AKIBAT PARKIR DI BADAN JALAN HOS COKROAMINOTO ( PASAR PAHING ) KOTA KEDIRI LUCIA DESTI KRISNAWATI, ST,MM *) Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

1. Manajemen Pejalan Kaki

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN PARKIR DI KABUPATEN JEMBRANA (Studi Kasus Parkir Tepi Jalan Pasar Umum Negara) TUGAS AKHIR BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Merasakan Perjalanan di Jalan Sholeh Iskandar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

TINJAUAN KAPASITAS PARKIR TERHADAP VOLUME PARKIR PADA AREAL DINAS BINA MARGA DAN CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT.

KEBUTUHAN KAPASITAS LAHAN PARKIR ANGKUTAN PUPUK PT.PUPUK SRIWIJAYA PALEMBANG

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari :

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODA PENELITIAN

PRASARANA KOTA DI JALAN KOLONEL ATMO PALEMBANG

Perencanaan Kota TEORI URBAN DESIGN 3 (LINGKUNGAN DAN PENUNJANG)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

ANALISIS PENATAAN RUANG PARKIR PASAR CENTRAL KOTA GORONTALO. Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Gorontalo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

PERANCANGAN KOTA. BAB II Ruang Kota (Urban Space) TINJAUAN PUSTAKA Batasan Pengertian Perancangan Kota Ruang Terbuka (Open Space)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

KONDISI FISIK AREA PARKIR DI KAWASAN WISATA PANTAI TELENG RIA PACITAN

BAB III LANDASAN TEORI

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street Parking Menjadi Offstreet. (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Parkir ialah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Hubungan Urban Design dan Parkir Menurut Hamid Shirvani, The Urban Design Process (1985), ada 8 elemen di dalam proses urban design, yaitu : Land Use ( Tata Guna Lahan ) Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempattempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. Bentuk dan Massa Bangunan Building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massamassa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana hubungan antarmassa (banyak bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit - horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai). Sirkulasi dan Parkir Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian way, dan tempat-tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu kegiatan). Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas dalam suatu kota. Selain itu sirkulasi dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat aktivitas dan lain sebagainya. Tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu lingkungan yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan mempunyai pengaruh

visual pada beberapa daerah perkotaan. Penyediaan ruang parkir yang paling sedikit memberi efek visual yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam perancangan kota. Ruang Terbuka Berbicara tentang ruang terbuka (open space) selalu menyangkut lansekap. Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti : jalan, trotoar, patun, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa tanaman dan air. Ruang terbuka biasa berupa lapangan, jalan, sempadan sungai, green belt, taman dan sebagainya. Jalan Pejalan Kaki Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota dan pola-pola aktivitas sertas sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik kota di masa mendatang. Aktivitas Pendukung Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. Aktivitas pendukung tidak hanya menyediakan jalan pedestrian atau plasa tetapi juga mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen kota yang dapat menggerakkan aktivitas. Preservasi Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa, area perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti halnya perlindungan terhadap bangunan bersejarah. Signage Penandaan yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu lintas, media iklan, dan berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan penandaan akan sangat mempengaruhi visualisasi kota, baik secara makro maupun mikro, jika jumlahnya cukup banyak dan memiliki karakter yang berbeda. Sebagai contoh, jika banyak terdapat penandaan dan tidak diatur perletakannya, maka akan dapat menutupi fasad bangunan di belakangnya. Dengan begitu, visual bangunan tersebut akan terganggu. Namun, jika dilakukan enataan dengan baik, ada kemungkinan penandaan tersebut dapat menambah keindahan visual bangunan di belakangnya.

2.1.1. Sirkulasi dan Parkir Hamid Shirvani (1985), juga menjabarkan bahwa elemen ruang parkir memiliki dua efek langsung pada kualitas lingkungan, yaitu : Kelangsungan aktivitas komersial. Pengaruh visual yang penting pada bentuk fisik dan susunan kota. Dalam merencanakan tempat parkir yang benar, hendaknya memenuhi persyaratan : keberadaan strukturnya tidak mengganggu aktivitas di sekitar kawasan tempat parkir khusus tempat parkir di pinggiran kota. Dalam perencanaan untuk jaringan sirkulasi dan parkir harus selalu memperhatikan : Jaringan jalan harus merupakan ruang terbuka yang mendukung citra kawasan dan aktivitas pada kawasan. Jaringan jalan harus memberi orientasi pada penggunan dan membuat lingkungan yang legible. Kerjasama dari sektor kepemilikan dan privat dan publik dalam mewujudkan tujuan dari kawasan. 2.2. Koridor Kota Menurut Urban Hamilton Official Plan (2011), koridor merupakan area jalan yang yang menghubungkan berbagai macam kawasan komersil, dan terletak di berbagai macam jalan arteri. Menurut Hamid Shirvani, The Urban Design Process (1985), koridor kota adalah suatu ruang yang terbentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon). Di Medan, koridor kota banyak terbentuk dari deretan bangunan yang bersifat komersil. Bila jalan dua arah, dibatasi dengan deretan pohon atau sekedar pembatas jalan yang sering digunakan sebagai trotoar.

2.2.1. Desain Koridor Kota dan Parkir Koridor kota yang terbentuk dari deretan bangunan biasanya minim akan kawasan yang dimanfaatkan untuk fasilitas parkir. Salah satu cara untuk tetap menyediakan fasilitas parkir tetapi tidak mengganggu kawasan sekitar adalah dengan menyediakan gedung parkir atau basement seperti yang sudah diterapkan di beberapa kota besar seperti Barcelona, New York, Portland, bahkan Bandung. Di Medan, khususnya Jalan Setiabudi, tidak ada yang menyediakan gedung parkir ataupun basement. Fasilitas parkir yang ada berupa on street parking, dimana banyak masyarakat yang melanggarnya. 2.3. Pengertian Parkir Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya ( Direktur Jenderal Perhubungan Darat, 1996). Secara hukum dilarang untuk parkir di tengah jalan raya; namun parkir di sisi jalan umumnya diperbolehkan. Fasilitas parkir dibangun bersama-sama dengan kebanyakan gedung, untuk memfasilitasi kendaraan pemakai gedung. Termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas ataupun tidak, serta tidak semata-mata untuk kepentingan menaikkan dan/atau menurunkan orang dan/atau barang. 2.4. Kriteria Parkir Merujuk dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat (1996), kriteria peletakan fasilitas parkir adalah : Tempat parkir diusahakan di permukaan yang datar agar kendaraan tidak menggelinding. Jika tanah miring lakukan grading dengan sistem cut and fill. Tempat parkir dengan bangunan (tempat kegiatan) diusahakan tidak jauh. Jika cukup jauh, buat sirkulasi yang jelas dan terarah menuju area parkir.

2.4.1. Penggunaan Parkir Ditinjau dari penggunaannya, tempat parkir terbagi atas : Parkir kendaraan roda lebih dari 4, misalnya bus ( lebar 3 meter, panjang 8 m ), bus kecil ( lebar 2,4 m, panjang 6 m ) dan truk. Parkir kendaraan roda 4, misalnya sedan besar ( lebar 1,765 m, panjang 4,82 m ), sedan sedang ( lebar 1,4 m, panjang 3,8 m ), sedan kecil ( lebar 1,4 m, panjang 2,9 m ), MPV ( lebar 1,6 m, panjang 4,8 m ), jeep ( lebar 1,6 m, panjang 4 m ) dan minibus ( lebar 1,5 m, panjang 5 m ). Parkir kendaraan roda 3, misalnya bemo ( lebar 1.05 m, panjang m ) dan motor sisipan. Becak ( lebar 90 cm, panjang 2 m ). Parkir kendaraan roda 2, misalnya sepeda ( lebar 45 cm, panjang 1,5 m ) dan sepeda motor ( lebar 90 cm, panjang 2 m ), motor besar ( lebar 1,05 m, panjang m ). 2.4.2. Desain Parkir Dari sudut desain, kriteria dan prinsip tempat parkir secara garis besar harus memperhatikan : Waktu penggunaan dan pemanfaatan tempat parkir. Untuk kegiatan yang berlangsung sepanjang waktu, tempat parkir perlu dilengkapi penerangan yang cukup. Bisa menggunakan lampu taman setinggi 2 meter atau penempatan lampu jalan merkuri. Jumlah kendaraan yang akan ditampung sehingga diketahui perkiraan luas yang dibutuhkan. Ukuran dan jenis kendaraan yang akan ditampung. Perhatikan standarnya. Aman dan terlindung dari panas matahari. Berikan tanaman peneduh di antara pembatas parkir. Pilih tanaman berbentuk pohon atau perdu, cukup kuat, tidak mudah patah, tidak mengeluarkan getah yang merusak cat kendaraan, mempunyai tajuk yang cukup padat dan lebar, mempunyai sistem perakaran yang tidak merusak perkerasan ( pelataran

parkir ) dan tidak menggugurkan dahan dan ranting. Contoh, Biola cantik ( Ficus benyamina ) dan Kiara payung ( Filicium desifiens ). Cukup penerangan cahaya di malam hari. Tersedia sarana penunjang parkir, misalnya tempat tunggu sopir dan tempat sampah. Pada tempat tertentu dilengkapi pengeras suara untuk memanggil sopir. Karena merupakan area umum, tempat parkir perlu gardu jaga untuk petugas keamanan. 2.5. Jenis Parkir Ada tiga jenis utama parkir yang berdasarkan pengaturan posisi kendaraan menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat (1996), yaitu : 2.5.1. Parkir Tegak Lurus Dengan cara ini mobil diparkir tegak lurus, berdampingan, menghadap tegak lurus ke lorong/gang, trotoar, atau dinding. Jenis mobil ini parkir lebih terukur daripada parkir paralel dan karena itu biasanya digunakan di tempat di pelataran parkir parkir atau gedung parkir. Sering kali, di tempat parkir mobil menggunakan parkir tegak lurus, dua baris tempat parkir dapat diatur berhadapan depan dengan depan, dengan atau tanpa gang di antara keduanya. Bisa juga parkir tegak lurus dilakukan dipinggir jalan sepanjang jalan dimana parkir ditempatkan cukup lebar untuk kendaraan keluar atau masuk ke ruang parkir.

Gambar 2.1. Parkir Lurus Sumber Gambar : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, (1996) 2.5.2. Parkir Sudut Salah satu cara parkir yang banyak digunakan dipinggir jalan ataupun di pelataran maupun gedung parkir adalah parkir serong yang memudahkan kendaraan masuk ataupun keluar dari ruang parkir. Pada pelataran ataupun gedung parkir yang luas, diperlukan gang yang lebih sempit bila dibandingkan dengan parkir tegak lurus.

Gambar 2.2. Parkir Sudut Sumber Gambar : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, (1996) 2.5.3. Parkir Paralel Parkir sejajar dimana parkir diatur dalam sebuah baris, dengan bumper depan mobil menghadap salah satu bumper belakang yang berdekatan. Parkir dilakukan sejajar dengan tepi jalan, baik di sisi kiri jalan atau sisi kanan atau kedua sisi bila hal itu memungkinkan,. Parkir paralel adalah cara paling umum dilakasanakan untuk parkir mobil dipinggir jalan. Cara ini juga digunakan dipelataran parkir ataupun gedung parkir khususnya untuk mengisi ruang parkir yang parkir serong tidak memungkinkan.

Gambar 2.3. Parkir Paralel Sumber Gambar : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, (1996) 2.6. Klasifikasi Jalan Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku adalah : Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani (angkutan) utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, keceptan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. 2.6.1. Jalan Arteri Primer

Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Karakteristik jalan arteri primer adalah sebagai berikut : Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam (km/h); Lebar Daerah Manfaat Jalan minimal 11 (sebelas) meter; Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masuk/akses langsung minimal 500 meter, jarak antar akses lahan langsung berupa kapling luas lahan harus di atas 1000 m2, dengan pemanfaatan untuk perumahan; Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintas dan karakteristiknya; Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain; Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya; Jalan arteri primer mempunyai 4 lajur lalu lintas atau lebih dan seharusnya dilengkapi dengan median (sesuai dengan ketentuan geometrik); Apabila persyaratan jarak akses jalan dan atau akses lahan tidak dapat dipenuhi, maka pada jalan arteri primer harus disediakan jalur lambat (frontage road) dan juga jalur khusus untuk kendaraan tidak bermotor (sepeda, becak, dll). 2.6.2. Jalan Arteri Sekunder Jalan arteri sekunder adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi seefisien,dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota. Didaerah perkotaan juga disebut sebagai jalan protokol. Karakteristik jalan arteri sekunder adalah sebagai berikut :

Jalan arteri sekunder menghubungkan : 1. kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu. 2. antar kawasan sekunder kesatu. 3. kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. 4. jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu. Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) km per jam. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter. Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat. Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter. Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan melalui jalan ini. Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak dizinkan pada jam sibuk. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain. Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem sekunder yang lain. Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya. Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan kelas jalan yang lebih rendah.

2.7. Desain Parkir Pada Badan Jalan ( On Street Parking ) Berdasarkan data dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan, 1996, ukuran kebutuhan ruang parkir ditentukan oleh fungsi bangunan. Fungsi bangunan komersil yang berbeda, menghasilkan ukuran kebutuhan ruang parkir yang berbeda pula. Peruntukan Satuan Kebutuhan Pusat Perdagangan Pertokoan Pasar Swalayan Pasar Pusat Perkantoran Pelayanan bukan umum Pelayanan umum Sekolah Hotel/Tempat Penginapan SRP / 100 m 2 luas lantai efektif SRP / 100 m 2 luas lantai efektif SRP / 100 m 2 luas lantai efektif SRP / 100 m 2 luas lantai SRP / 100 m 2 luas lantai SRP / mahasiswa SRP / kamar 3,5-7,5 3,5-7,5 1,5-3,5 0,7-1,0 0,2-1,0 Rumah Sakit Bioskop SRP / tempat tidur SRP / tempat duduk 0,2-1,3 0,1-0,4 Sumber : Naasra, 1988 2.7.1. Penentuan Sudut Parkir Berdasarkan rujukan dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996), sudut parkir yang akan digunakan umumnya ditentukan oleh :

Lebar jalan Volume lalu lintas pada jalan bersangkutan Karakteristik kecepatan dimensi kendaraan sifat peruntukkan lahan sekitarnya dan peranan jalan yang bersangkutan. Sudut Parkir ( n ) Lebar Ruang Parkir A (m) Kriteria Parkir Satu Lajur Dua Lajur Ruang Ruang D + M D+M-J Lebar Lebar Lebar Lebar Parkir Manu- (E) Jalan Total Jalan Total Efektif ver Efektif Jalan Efek- Jalan L W tif W D (m) M (m) (m) (m) L (m) 0 2,3 2,3 3,0 5,3 2,8 3 5,8 6,0 8,8 30 4,5 2,9 7,4 4,9 3 7,9 6,0 10,9 45 5,1 3,7 8,8 6,3 3 9,3 6,0 12,3 60 5,3 4,6 9,9 7,4 3 10,4 6,0 13,4 90 5,0 5,8 10,8 8,3 3 11,3 6,0 14,3 Keterangan : J = lebar pengurangan ruang manuver ( meter) Tabel 2.2. Lebar Minimum Jalan Lokal Primer Satu Arah Untuk Parkir Pada Badan Jalan Sudut Parkir ( n ) Lebar Ruang Parkir A (m) Kriteria P arkir Satu Lajur Dua Lajur Ruang Ruang D + M D+M-J Lebar Lebar Lebar Lebar Parkir Manu- (E) Jalan Total Jalan Total Efektif ver Efektif Jalan Efek- Jalan D L W tif W M (m) (m) (m) L (m) (m)

0 2,3 2,3 3,0 5,3 2,8 5,3 5,0 7,8 30 4,5 2,9 7,4 4,9 7,4 5,0 9,9 45 5,1 3,7 8,8 6,3 8,8 5,0 11,3 60 5,3 4,6 9,9 7,4 9,9 5,0 12,4 90 5,0 5,8 10,8 8,3 10,8 5,0 13,3 Keterangan : J = Lebar pengurangan ruang manuver ( meter) Tabel 2.3. Lebar Minimum Jalan Lokal Sekunder Satu Arah Untuk Parkir Pada Badan Jalan 2.7.2. Ruang Parkir Pada Badan Jalan Berikut gambar dari standard ruang parkir pada badan jalan berdasarkan peraturan yang telah dibuat oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996) :

Gambar 2.4. Ruang Parkir Pada Badan Jalan Keterangan ; A = lebar ruang parkir (m) D = ruang parkir efektif (m) M = ruang manuver (m) J = lebar pengurangan ruang manuver W = lebar total jalan (m) L = lebar jalan efektif 2.7.3. Pola Parkir a. Pola Parkir Paralel Pada Bidang Datar

Gambar 2.5. Peraturan pola parkir paralel pada bidang datar Pada Daerah Tanjakan Gambar 2.6 Peraturan pola parkir paralel pada daerah tanjakan Pada Daerah Turunan

Gambar 2.7. Peraturan pola parkir paralel pada daerah turunan b. Pola Parkir Menyudut : 1. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, berlaku untuk jalan kolektor dan jalan lokal. 2. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, dan ruang manuver berbeda berdasarkan sudut berikut ini. Sudut 30 Gambar 2.8. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 30 Sudut 45

Gambar 2.9. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 45 Sudut 60 Gambar 2.10. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 60 Sudut 90

Gambar 2.11. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 90 Keterangan : A = Lebar ryang parkir (m) B = Lebar kaki ruang parkir (m) C = Selisih panjang ruang parkir (m) D = Ruang parkir efektif (m) M = Ruang manuver (m) E = Ruang parkir efektif ditambah ruang manuver (m) 2.7.4. Larangan Parkir Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah tempat penyeberangan jalan kaki atau tempat penyeberangan sepeda yang telah ditentukan.

Gambar 2.12. Peraturan larangan parkir di sekitar zebra cross Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah tikungan tajam dengan radius kurang dari 500 meter. Gambar 2.13. Peraturan larangan parkir di tikungan yang tajam

Sepanjang 50 meter sebelum dan sesudah jembatan. Gambar 2.14. Peraturan larangan parkir di sekitar jembatan Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah persimpangan. Gambar 2.15. Peraturan larangan parkir di daerah persimpangan

Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah akses bangunan gedung Gambar 2.16. Peraturan larangan parkir di akses sebuah bangunan 2.8. Tata Guna Lahan Komersil dan Kebutuhan Parkir 2.8.1. Tata Guna Lahan Menurut Maurice Yates, komponen penggunaan lahan suatu wilayah terdiri atas (Yeates, 1980) : Permukiman Industri Komersial Jalan Tanah Publik Tanah Kosong Sebagian besar bangunan yang terdapat di koridor Jalan Setiabudi merupakan bangunan komersil. Dengan banyaknya lahan komersil di koridor ini menarik sejumlah besar pelanggan, dan mengakibatkan padatnya aktivitas kendaraan. Tetapi padatnya kendaraan tidak diiringi dengan sistem parkir yang terintegrasi. 2.8.2. Kebutuhan Parkir Kawasan komersil yang padat akan aktivitas kendaraan harus memiliki fasilitas parkir yang memadai. Seperti basement, gedung parkir, atau lapangan parkir. Kita dapat melihat penataan kota Perth, dimana banyak kawasan komersil dan aktivitas kendaraan yang padat, tetapi hampir tidak pernah terjadi kemacetan yang ekstrim karena sistem parkir yang

terintegrasi dengan tata guna lahan. Kota Perth sendiri banyak terdapat pabrik dan departement store yang berjarak berdekatan. Fasilitas parkir yang banyak ditemui di Perth adalah gedung parkir dan lapangan parkir yang terhubung dengan baik. Seperti yang dapat terlihat di gambar berikut ini. Gambar 2.17. Suasana Stirling Activity Centre yang merupakan salah satu pusat kota Perth yang memiliki aktivitas kendaraan yang padat Sumber : Activity Corridor Intensification Perth