PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHAESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Menteri Perhubungan

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) NOMOR : KP. 365 TAHUN 2012 TENTANG

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, Telepon : (Sentral) NOMOR : KP. 364 TAHUN 2012 TENTANG

pemberitahuan terhadap tipe pesawat udara baru

Staff Instruction SI PROCEDURES FOR ASSIGNMENT OF AIRCRAFT REGISTRATION MARKS

Menimbang : a. bahwa ketentuan persyaratan sertifikasi dan operasi

Negara Republik Indonesia Nomor 4955); Tambahan Lembaran Negara Nomor 4075); organisasi Kementerian Negara; Eselon I Kementerian Negara ;

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation

2017, No Safety Regulations Part 65) Sertifikasi Ahli Perawatan Pesawat Udara (Licensing of Aircraft Maintenance Engineer) Edisi 1 Amandemen

2 Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tenta

Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 57 TAHUN 2017 TENTANG. PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 82 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956);

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Advisory Circular 92-01

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

(Civil Aviation Safety Regulations Part 45) tentang

2017, No Indonesia Nomor 58 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4

3) Use of Basic GPWS or Use of the Forward Looking Terrain Avoidance Function Only.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubung

2015, No Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahu

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBllK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 18 Peraturan Merited Perhubungan

Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Menteri Perhubungan

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 T E N T A N G

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN (MANUAL OF STANDARD

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART

NOMOR: PM 17 TAHUN 2014

2 Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3925); 3. Peraturan Presiden No

PROSEDUR PENERBITAN SERTIFIKAT PENDAFTARAN DAN SERTIFIKAT KELAIKAN UDARA PERTAMA DI INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KP 407 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK BANDAR UDARA NUSAWIRU DI KABUPATEN CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 173 TAHUN 2013 TENTANG

2 Menetapkan : 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana diubah terakhir dengan Peratura

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/PERMEN-KP/2013 TENTANG SERTIFIKAT ASAL RUMPUT LAUT

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 66 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

2016, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Memmbang. a. perhubungan NomQr KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173

^PENYELENGGARAAN KALIBRASI FASILITAS DAN PROSEDUR

2 pengenaan sanksi administratif; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

* ANY CHANGE OF SCHEDULE AND LOCATION SHOULD BE SUBMITTED THROUGH THE INDONESIAN CONSULATE GENERAL IN LOS ANGELES

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 18 TAHUN 2011 TENTANG SERTIFIKAT AUDITOR PERKERETAAPIAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM.22 TAHUN 2011 TENTANG SERTIFIKAT INSPEKTUR PERKERETAAPIAN

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM 55 TAHUN 2013 TENTANG

2 berhubungan dengan perkembangan teknologi, dan menjamin kesiapan pelaksanaan serta menyediakan regulasi yang memadai; c. bahwa berdasarkan pertimban

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 436 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG

SKEP /40/ III / 2010

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 072 TAHUN 2018 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

2015, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOM OR : KP 038 TAHUN 2017 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai angkutan udara perintis. Penyelenggaraan Angkutan Udara Perintis;

PART 69-01) PENGUJIAN LISENSI DAN RATING PERSONEL PEMANDU

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 030 TAHUN 2018 TENTANG TIM PERSIAPAN DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Direktur Jenderal

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Pe

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 50 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 39 (CIVIL AVIATION SAFETY REGULATIONS PART 39) TENTANG PERINTAH KELAIKUDARAAN (AIRWORTHINESS DIRECTIVE) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang a. bahwa di dalam Pasal 37 ayat (3) huruf d Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan telah diatur ketentuan mengenai instruksi/perintah kelaikudaraan (airworthiness directive) yang wajib dimiliki pesawat udara sebagai syarat penerbitan sertifikat kelaikudaraan standar lanjutan; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 39 (Civil Aviation Safety Regulations Part 39) Tentang Perintah Kelaikudaraan (Airworthiness Directive); Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; - 1

4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014; 5. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 90 Tahun 1993 tentang Prosedur Standar Kelaikan Udara, Bahan Bakar Terbuang, Gas Buang, Kebisingan dan Marka Pesawat Udara; 6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2013; MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 39 (CIVIL AVTATION SAFETY REGULATIONS PART 39) TENTANG PERINTAH KELAIKUDARAAN (AIRWORTHINESS DIRECTIVE). Pasal 1 (1) Memberlakukan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 39 (Civil Aviation Safety Regulations Part 39) Tentang Perintah Kelaikudaraan (Airworthiness Directive). (2) Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 39 (Civil Aviation Safety Regulations Part 39) Tentang Perintah Kelaikudaraan (Airworthiness Directive) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 2 Ketentuan lebih lanjut mengenai Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 39 (Civil Aviation Safety Regulations Part 39) Tentang Perintah Kelaikudaraan (Airworthiness Directive) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Pasal 3 Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 2 Tahun 2006 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (Civil Aviation Safety Regulations) Part 39 Revision 1 Perintah Kelaikan Udara (Airworthiness Directive) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. K - 2 -

Pasal 4 Direktur Jenderal Perhubungan Udara melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan ini. Pasal 5 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Perhubungan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 September 2014 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd E.E. MANGINDAAN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1439 Salinan sesuai dengaja* aslinya KEPALA B I R M ' D A N KSLN, DR. UMAR ARIS. SH. MM. MH Pembina Utama Muda (IV/c) NIP. 19630220 198903 1 001-3 -

Lampiran Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : PM 50 TAHUN 2014 Tanggal : 29 SEPTEMBER 2014 PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (P.K.P.S) BAGIAN 39 PERINTAH KELAIKUDARAAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

BAGIAN 39 PERINTAH KELAIKUDARAAN DAFTAR ISI DAFTAR ISI i 39.1 Tujuan 1 39.3 Definisi 1 39.5 Penerbitan perintah kelaikudaraan 1 39.7 Pemenuhan terhadap perintah kelaikudaraan 2 39.9 Reserved 2 39.11 Tindakan yang diminta oleh perintah kelaikudaraan 2 39.13 Reserved 2 39.14 Variasi terhadap persyaratan pemenuhan 2 39.15 Pengajuan perintah kelaikudaraan untuk 2 produk yang telah diubah 39.17 Reserved 2 39.19 Reserved 2 39.21 Reserved 2 39.23 Penerbangan ferry menuju fasilitas perbaikan 3 untuk pemenuhan perintah kelaikudaraan 39.25 Persyaratan penerbitan izin terbang khusus 3 39.27 Konflik antara perintah kelaikudaraan 3 dan dokumen pelayanan 39.29 Catatan Pemenuhan 3

BAGIAN 39 PERINTAH KELAIKUDARAAN 39.1 Tujuan Peraturan bagian ini memberikan kerangka kerja yang sah untuk sistem Perintah Kelaikudaraan di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud). 39.3 Definisi a. Perintah kelaikudaraan Ditjen Hubud adalah aturan yang berlaku secara hukum untuk produk berikut pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling, dan peralatan. b. Kondisi yang tidak aman akan terjadi ketika: (1). Ditemukan bukti selama proses evaluasi terhadap kegagalan, malfungsi, kerusakan, kesulitan pelayanan atau analisis atau pengujian lebih lanjut, yang menunjukkan bahwa desain tidak sesuai dengan persyaratan kelaikudaraan yang berlaku dan ketidaksesuaian ini mengurangi tingkat keselamatan dari produk tersebut. (2). Ditemukan bukti selama proses evaluasi terhadap kegagalan, malfungsi, kerusakan, kesulitan pelayanan atau analisis atau pengujian lebih lanjut, yang menunjukkan bahwa desain yang telah sesuai dengan persyaratan kelaikudaraan namun menunjukkan karakteristik yang mengurangi tingkat keselamatan yang diharuskan dari produk tersebut. 39.5 Penerbitan Perintah Kelaikudaraan Ditjen Hubud menerbitkan perintah kelaikudaraan untuk sebuah produk ketika Ditjen Hubud menemukan kondisi tidak aman terjadi pada sebuah produk dan kondisi yang sama terjadi atau muncul pada produk lain dengan desain tipe yang sama Ditjen Hubud dapat menerbitkan perintah kelaikudaraan berdasarkan: a. Perintah kelaikudaraan yang diterbitkan oleh Ditjen Hubud untuk sebuah produk dimana Indonesia sebagai Negara Perancang. b. Perintah kelaikudaraan yang diterbitkan oleh otoritas kelaikudaraan asing sebagai Negara Perancang untuk produk yang sedang dioperasikan dengan pendaftaran Indonesia, akan diadopsi tanpa investigasi teknis lebih lanjut. Namun, Ditjen Hubud dapat menambahkan informasi tambahan dengan melakukan komunikasi dengan Negara Perancang atau Negara Perakitan mengenai informasi kelaikudaraan berkelanjutan karena pengoperasian lokal. Waktu pemenuhan persyaratan dapat dipertimbangkan kembali, dengan memperhatikan kepentingan lokal. 1

c. Ketika kondisi tidak aman terjadi dan Negara Perancang belum mengeluarkan informasi perbaikan wajib, perintah kelaikudaraan akan diterbitkan untuk memperbaiki kondisi tidak aman tersebut. Setiap tindakan wajib dilakukan untuk mencapai posisi yang sama dengan Negara Perancang. 39.7 Kesesuaian dengan perintah kelaikudaraan Tidak ada seorang pun boleh mengoperasikan produk yang mendapat perintah kelaikudaraan. 39.9 Reserved 39.11 Tindakan yang diminta perintah kelaikudaraan. Tindakan yang diminta oleh perintah kelaikudaraan wajib: a. Menjelaskan inspeksi yang harus dilakukan; b. Menjelaskan ketentuan dan batasan yang harus dipenuhi: c. Memecahkan masalah kondisi tidak aman. 39.13 Reserved 39.14 Variasi terhadap persyaratan pemenuhan Metode alternatif pemenuhan persyaratan perintah kelaikudaraan atau penyesuaian terhadap waktu pemenuhan seperti diminta dalam perintah kelaikudaraan, yang dapat disetujui oleh Ditjen Hubud, menyediakan: Pemohon menyediakan bukti yang dapat diterima kepada Ditjen Hubud untuk memastikan tingkat keselamatan setara dengan apa yang diminta perintah kelaikudaraan. 39.15 Pengajuan perintah kelaikudaraan untuk produk yang telah diubah: a. Perintah kelaikudaraan diterapkan untuk setiap produk yang disebut dalam produk kelaikudaraan, bahkan jika produk tersebut telah diubah dengan memodifikasi, atau memperbaiki pada bagian yang disebutkan dalam perintah kelaikudaraan. b. Persetujuan Ditjen Hubud untuk metode pemenuhan alternatif diperlukan jika perubahan pada produk mempengaruhi kemampuan untuk melakukan tindakan yang diminta dalam perintah kelaikudaraan. Walaupun dapat dilihat bahwa perubahan telah menghapus kondisi yang tidak aman, permohonan harus menyertakan tindakan khusus yang diajukan untuk kondisi tidak aman.. 39.17 Reserved 39.19 Reserved 39.21 Reserved 2

39.23 Penerbangan Ferry menuju fasilitas perbaikan untuk pemenuhan perintah kelaikudaraan. Ditjen Hubud dapat mengeluarkan izin terbang khusus untuk penerbangan ferry menuju fasilitas perbaikan kecuali jika perintah kelaikudaraan menyatakan sebaliknya. Untuk memastikan keselamatan penerbangan, Ditjen Hubud dapat menambahkan persyaratan khusus untuk pesawat udara menuju tempat dimana perbaikan atau modifikasi dilakukan. Ditjen Hubud juga dapat menolak untuk menerbitkan untuk menolak izin terbang khusus untuk kasus tertentu jika Ditjen Hubud memutuskan bahwa pesawat udara tersebut tidak dapat terbang dengan aman. 39.25 Persyaratan penerbitan izin terbang khusus Permohonan untuk izin terbang khusus sesuai dengan CASR Bagian 21 subbagian 21.197 dan 21.199. 39.27 Konflik antara perintah kelaikudaraan dan dokumen pelayanan Pada beberapa kasus, perintah kelaikudaraan digabungkan dengan referensi dokumen pelayanan pabrikan. Pada kasus ini, dokumen pelayanan menjadi bagian dari perintah kelaikudaraan. Pada beberapa kasus lain, petunjuk pada dokumen pelayanan dapat dimodifikasi dengan perintah kelaikudaraan. Jika terjadi konflik antara dokumen pelayanan dan perintah kelaikudaraan, persyaratan pada perintah kelaikudaraan wajib diikuti. 39.29 Catatan Pemenuhan Persyaratan Pemenuhan terhadap perintah kelaikudaraan wajib dicatat pada buku catatan pesawat udara, mesin pesawat udara atau baling-baling. Buku catatan wajib mengacu pada perintah kelaikudaraan sesuai urutan angka dan tanggal pemenuhan. MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd Salinan sesuai dengan aslinya E.E. MANGINDAAN KEP1 DK. >_iivirvix rvivio, 0 1 1, mm, mi i Pembina Utama Muda (IV/c) NIP. 19630220 198903 1 001 3

Lampiran Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : pm 50 TAHUN 2014 Tanggal : 29 SEPTEMBER 2014 CIVIL AVIATION SAFETY REGULATION (C.A.S.R) PART 39 AIRWORTHINESS DIRECTIVES REPUBLIC OF INDONESIA MINISTRY OF TRANSPORTATION

PART 39 AIRWORTHINESS DIRECTIVES TABLE OF CONTENTS TABLE OF CONTENTS i 39.1 Purpose of this regulation 1 39.3 Definition 1 39.5 Issuance of airworthiness directives 1 39.7 Compliance with airworthiness directives 1 39.9 Reserved 2 39.11 Actions required by airworthiness directives 2 39.13 Reserved 2 39.14 Variation to the compliance requirements 2 39.15 Airworthiness directive application for a product that has been changed 2 39.17 Reserved 2 39.19 Reserved 2 39.21 Reserved 2 39.23 Ferry flight to a repair facility concerning 2 compliance of airworthiness directives 39.25 Issuance requirement of special flight permit 3 39.27 Conflicts between the airworthiness directive and the service document 3 39.29 Compliance Records 3

PART 39 AIRWORTHINESS DIRECTIVES 39.1 Purpose of this regulation. The regulations in this part provide a legal framework for DGCA system of Airworthiness Directives. 39.3 Definition a. DGCA airworthiness directives are legally enforceable rules that apply to the following products: aircraft, aircraft engines, propellers, and appliances. b. An unsafe condition will exist when: (1). Evidence is found during the evaluation of failures, malfunctions, defects, service difficulties or further analysis or test, that the design does not comply with the applicable airworthiness requirements and this non compliance reduces the safety level required for that product, (2). Evidence is found during the evaluation of failures, malfunctions, defects, service difficulties or further analysis or test that the design although complying with the airworthiness requirements exhibits characteristics that reduce the safety level required for that product. 39.5 Issuance of airworthiness directives DGCA issues an airworthiness directive addressing a product when we find that an unsafe condition exists in the product and the condition is likely to exist or develop in other products of the same type design. DGCA may issue an airworthiness directive based on: a. Airworthiness directive issued by DGCA on a product where Republic of Indonesia as the State of Design. b. Airworthiness directives issued by foreign airworthiness authorities as the State of Design on a product being operated under Indonesian registration, will be adopted without further technical investigation. However DGCA may add additional information by communicating with the State of Design or the State of Manufacture regarding continuing airworthiness information due to local operation. The compliance time may be reconsidered, taking into account domestic concerns. 1

c. When an unsafe condition exists and the State of Design has not issued mandatory corrective information, an airworthiness directive will be issued to correct that unsafe condition. Every effort shall be made to reach a common position with the State of Design. 39.7 Compliance with airworthiness directives No person may operate a product to which an airworthiness directive applies 39.9 Reserved 39.11 Actions required by airworthiness directives. Actions required by airworthiness directives shall: a. Specify inspections to be carried out; b. Specify conditions and limitations must comply with; c. Resolve an unsafe condition. 39.13 Reserved 39.14 Variation to the compliance requirements An alternate method of compliance with the requirements of an airworthiness directive or adjustments to the compliance times specified in an airworthiness directive, may be approved by the DGCA, provided: The applicant provides the DGCA with acceptable substantiation to ensure a level of safety equivalent to that provided by the airworthiness directive. 39.15 Airworthiness directive application for a product that has been changed a. An Airworthiness directive applies to each product identified in the airworthiness directive, even if an individual product has been changed by modifying, altering, or repairing it in the area addressed by the airworthiness directive. b. DGCA approval of an alternative method of compliance is required if a change of product affect the ability to accomplish the actions required by airworthiness directive. Unless it can be shown that the change has eliminated the unsafe condition, the request should include the specific actions proposed to address the unsafe condition. 39.17 Reserved 39.19 Reserved 39.21 Reserved 2

39.23 Ferry flight to a repair facility concerning compliance of airworthiness directive DGCA may issue a special flight permit for ferry flight to a repair facility unless the airworthiness directive states otherwise. To ensure aviation safety, DGCA may add special requirements for operating the aircraft to a place where the repairs or modifications can be accomplished. DGCA may also decline to issue a special flight permit in particular cases if DGCA determine that the aircraft cannot be moved safely. 39.25 Issuance requirement of special flight permit Application for a DGCA special flight permit in accordance with CASR Part 21 secs. 21.197 and 21.199. 39.27 Conflicts between the airworthiness directive and the service document In some cases an airworthiness directive incorporates by reference a manufacturer's service document. In these cases, the service document becomes part of the airworthiness directive. In some cases the directions in the service document may be modified by the airworthiness directive. If there is a conflict between the service document and the airworthiness directive, the requirements of the airworthiness directive shall be followed. 39.29 Compliance Records Compliance with an airworthiness directive shall be recorded in appropriate aircraft, aircraft engine, or propeller log books. The log entry shall refer to the airworthiness directive by number and date of compliance. MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd Salinan sesuai dengan aslinya E.E. MANGINDAAN Pembina Utama Muda (IV/c) NIP. 19630220 198903 1 001 3