LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan yang diampu oleh Drs.Dahlia, M.Pd Disusun oleh : Kelompok II/Offering A 1. Annas Jannatun Naim (130341603379) 2. Endah Wahyuningtyas (130341603381) 3. Nila Wahyuni (130341603392) 4. Rina Hidayatul Mufida (130341603385) 5. Rosita Buana Putri (130341614825) JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MALANG SEPTEMBER 2014
A. Tanggal Praktikum :17 September 2014 B. Topik : Respirasi pada Tumbuhan C. Tujuan : Mengetahui pengaruh suhu terhadap kaju respirasi kecambah D. Dasar Teori Reaksi respirasi merupakan reaksi katabolisme yang memecah molekul-molekul gula menjadi molekul anorganik berupa CO 2 dan H 2 O (Salisbury & Ross, 1995). Fotosintesis menyediakan molekul organik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mahluk hidup lainnya. Fotosintesis juga terjadi proses metabolisme lain yang disebut respirasi. Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi (Lovelles, 1997). Bahan organik yang dioksidasi adalah glukosa (C 6 H 12 O 6 ) maka persamaan reaksi dapat dituliskan sebagai berikut: C 6 H 12 O 6 + 6 O 2 6CO 2 + 6H 2 O + Energi (Krisdianto, 2005). Respirasi adalah suatu proses pengambilan O 2 untuk memecah senyawa-senyawa organik menjadi CO 2, H 2 O dan energi. Respirasi dan metabolisme karbon yang terkait di dalamnya melepas energi yang tersimpan di dalam senyawa karbon dengan cara yang terkontrol untuk digunakan oleh sel. Pada waktu yang bersamaan, respirasi menghasilkan banyak senyawa karbon yang dibutuhkan sebagai prekursor untuk biosintesis senyawa organik lainnya. Respirasi aerob merupakan proses yang umum terjadi dalam hampir semua organisme eukariot, dan secara umum proses respirasi di dalam tumbuhan mirip dengan apa yang dijumpai di dalam hewan dan eukoriot tingkat rendah, tetapi beberapa aspek khusus dari respirasi tumbuhan membedakannya dari respirasi hewan. Respirasi aerob adalah proses biologi yang memobilisasi dan mengoksidasi molekul organik secara terkontrol. Selama respirasi, energi bebas dilepas dan disimpan sementara dalam bentuk ATP yang siap digunakan untuk aktifitas sel dan perkembangan tumbuhan (Tjitrosomo, 1987).
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O 2 dari lingkungan. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan CO 2 yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Sedangkan untuk menghitung respirasi dapat menggunakan koefisian respirasi (KR), yaitu perbandingan CO 2 dengan O 2 (Kamariyani, 1984). Perbedaan antara jumlah CO 2 yang dilepaskan dan jumlah O 2 yang digunakan biasa dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon, 1989). Substrat respirasi meliputi senyawa karbohidrat, glukosa, fruktosa, sukrosa, pati, lipid, asam-asam organik, dan protein. Proses respirasi yang dominan terjadi pada bagian tumbuhan yang sedang aktif tumbuh dan melakukan metabolisme, yaitu: tunas, biji yang berkecambah, ujung tunas, ujung akar, serta kuncup bunga. Hubungan respirasi dengan lintasan metabolisme lain di dalam tumbuhan dapat dilihat melalui glikolisis, lintasan pentosa fosfat, serta siklus asam sitrat (Achmad, 2010). Kecambah melakukan pernapasan untuk mendapatkan energi yang dilakukan dengan melibatkan gas oksigen (O 2 ) sebagai bahan yang diserap atau diperlukan dan menghasilkan gas karbondioksida (CO 2 ), air (H 2 O) dan sejumlah energi (Putra, 2010). Oksigen sangat penting dalam perkembangan kecambah, karena kecambah melakukan respirasi aerob untuk memecahkan cadangan makanan dalam endosperma yang kaya akan lemak. Cadangan makanan yang digunakan dalam respirasi ini, berfungsi sebagai substrat yang dapat menghasilkan energi dalam menyokong proses pembelahan sel dan metabolisme sel lainnya (tahap awal pertumbuhan) (Achmad, 2010). Faktor yang mempengaruhi laju respirasi ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, gas etilen, ketersediaan O 2 dan CO 2. Laju respirasi menentukan daya tahan produk yang disimpan sehingga produk yang laju respirasinya rendah umumnya disimpan lebih lama dalam kondisi yang baik. Respirasi pada tumbuhan ditandai oleh penurunan konsentrasi gas O 2 dan peningkatan konsentrasi CO 2 dalam chamber (Wills et al., 1981).
Temperatur mempunyai pengaruh besar terhadap kegiatan respirasi. Pada O 0 C respirasi sangatlah sedikit, sedang pada 30 0 C-40 0 C sangatlah cepat. Tetapi apabila temperatur terus menerus diatas 30 0 C maka kegiatan respirasi tersebut hanya sebentar saja. Sehabis 3 jam tampaklah berkurangnnya kegiatan tersebut. Mungkin hal ini disebabkan karena non-aktifnya enzim-enzim, bertimbun tumbuhnya CO2, kurangnya O2 dan kurangnay persediaan substrat. Antara 100-300 kegiatan kenaikan respirasi ada 2 sampai 2,5 kali, dengan kata lain perkataan, Q10-nya antara temperatur-temperatur optimum, respirasi makin berkurang. Dibawah 0 0 C respirasi sangatlah sukar untuk diselidiki, namun ada beberapa jaringan tanaman yang masih dapat diamati kegiatan respirasinya pada temperature -2 0 C (D. Dwidjoseputro, 1985). Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Ketersediaan substrat Respirasi bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan yang banyak gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan laju respirasi daun sering lebih cepat setelah matahari tenggelam, saat kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan gulanya lebih rendah (Salisbury & Ross, 1995). 2. Ketersediaan oksigen Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara (Yasa, 2009). 3. Suhu Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q 10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10 o C, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q 10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5
pada suhu antara 5 dan 25 C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35 C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q 10 mulai menurun (Salisbury & Ross, 1995). 4. Jenis dan Umur Tumbuhan Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan (Grander, 1991). E. Alat dan Bahan Alat 1. Enam botol jam dan penutupnya 2. Enam buah Erlenmeyer 250 ml dan seperangkat alat titrasi 3. Pipet tetes, thermometer, kain kasa, benang dan kantung plastik Bahan 1. Kecambah (kacang hijau, kacang merah, jagung dan padi) 2. Larutan KOH 0,5 N; HCl 0,1 N; BaCl 2 0,5 N; indikator PP dan air F. Cara Kerja Kacang hijau dan kecambahnya ditimbang masing-masing 25 gram atau lebih (disesuaikan dengan tempatnya), kemudian dibngkus dengan kain kasa dan diikat dengan benang Botol selai disiapkan dan diisi masing-masing botol dengan 100 ml 0,5 KOH Dalam 3 botol selai (botol 1, 2, dan 3) dimasukkan bungkusan kecambah kacang hijau (15-25 g) dengan cara digantungkan dengan benang pada mulut botol. Dala 3 botol lain (botol 4,5, dan 6) hanya diisikan larutan KOH 0,5 N sebagai kontrol.
Ke enam botol selai tersebut ditutup dengan penyumbat secara rapat kemudian ditempatkan pada tempat yang sama. Sebelum itu masing-masing perlakuan diberi label yang jelas. Kemudian botol 1 dan 4 dimasukkan ke dalam pendingin (bukan freezer) Botol 2 dan 5 dimasukkan low inkubator suhu 35 o C Botol 3 dan 6 ditempatkan pada suhu kamar Percobaan dihentikan setelah 24 jam. Semua larutan KOH yang ada di botol dititrasi untuk menghitung banyaknya CO 2 hasil respirasi kecambahnya. Temperratur KOH saat akan dititrasi juga dicatat Data hasil pengukuran dicatat dalam tabel pengamatan Cara Titrasi Larutan KOH dari botol jam sebanyak 250 ml kemudian ditambahkan tetes demi tetes BaCl 2 0,5 N sebanyak 5 ml Kemudian ditetesi 2 tetes phenol pthalin (indicator PP) hingga larutan berwarna merah Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan 0,1 N HCl yang dibutuhkan
Titrasi dihentikan tepat saat warna merah larutan hilang. Banyaknya larutan HCl yang dibutuhkan dicatat CO 2 hasil respirasi dihitung dan dikelompokkan kontrolnya. CO 2 respirasi = CO 2 perlakuan - CO 2 kontrol G. Hasil Pengamatan H. Analisis Data I. Pembahasan