BAB IV ANALISIS KOMPARATIF METODE HISAB ARAH KIBLAT AHMAD GHAZALI DALAM KITAB ANFA AL-WASÎLAH DAN IRSYÂD AL- MURÎD A. Komparasi Metode Hisab Arah Kiblat dalam Kitab Anfa al-wasîlah dan Irsyâd al-murîd 1. Data Hisab Arah Kiblat dalam Kitab Anfa al-wasîlah dan Irsyâd al- Murîd Data merupakan suatu hal yang sangat penting karena terkait dengan input data yang akan digunakan dalam proses perhitungan dan dapat mempengaruhi hasil perhitungan. Hisab arah kiblat Ahmad Ghazali dalam kitab Anfa al-wasîlah dan Irsyâd al-murîd tidak lepas dari data titik koordinat meliputi lintang tempat dan bujur tempat, lintang Ka bah dan bujur Ka bah. Data ini diperlukan dalam penentuan posisi dari satu titik koordinat di permukaan Bumi ke titik koordinat yang lain. Begitu juga perhitungan arah kiblat dengan raṣd al-qiblat tidak lepas dari perhitungan arah kiblat dan data Matahari (deklinasi dan equation of time). Data ini diperlukan karena perjalanan harian Matahari kita, tempatnya selalu berubah-rubah. Suatu ketika melintasi katulistiwa atau equator langit, dan pada saat yang lain melintasi 88
89 daerah di luar khatulistiwa. 1 Koreksi yang berada di dalamnya juga berbeda dari hari ke hari. Dengan demikian, secara teoritis data tersebut sangat akurat untuk digunakan. Berikut penjelasannya: a. Lintang dan Bujur Tempat Data lintang tempat dan bujur tempat dalam kitab Anfa al- Wasîlah terlampir pada halaman 28-87. Sedangkan kitab Irsyâd al- Murîd terlampir pada halaman 200-222. Data koordinat tempat kedua kitab ini sama dengan data dari Almanac Djamiliah karya Sa adoedin Djambek, seperti data Surabaya dengan -7 o 15 LS dan 112 o 45 BT, 2 begitu juga dalam kitab Anfa al-wasîlah 3 dan Irsyâd al-murîd 4 data Surabaya -7 o 15 LS dan 112 o 45 BT. Data lintang dan bujur tempat dalam kedua kitab tersebut meliputi tempat di Indonesia dan kota-kota di dunia. Tabel data lintang dan bujur tempat di kitab Irsyâd al-murîd juga dilengkapi dengan Time Zone 5 masing-masing kota. Namun untuk mendapatkan data yang akurat pengukuran data lintang dan bujur harus selalu diupdate, karena kemungkinan data titik koordinat tersebut berubah sesuai dengan perubahan 1 Slamet Hambali, Ilmu Falak 1, Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011, Cet. ke-1, hlm. 54-55. 2 Sa adoeddin Djambek, Almanak Djamaliah, Jakarta: Tintamas, 1952, hlm. 48. 3 Ahmad Ghazali Muhammad Fathullah, Irsyâd al-murîd, Sampang: LAFAL (Lajnah Falakiyah al-mubarok Lanbulan), 2005, hlm. 64. 4 Ahmad Ghazali Muhammad Fathullah, Anfa al-wasîlah, Sampang: LAFAL (Lajnah Falakiyah al-mubarok Lanbulan), 2004, hlm. 219. 5 Perbedaan waktu yang berlaku setempat dengan waktu umum (universal time) yang dipakai sebagai patokan. Tempat-tempat yang berada di sebelah Barat bujur 0 derajat (Greenwich) mempunyai nilai negatif, sedangkan tempat-tempat yang berada di sebelah Timur bujur 0 derajat mempunyai nilai positif. Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. ke-1, 2005, hlm. 154.
90 posisi satelit Bumi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ahmad Musonnif dalam bukunya Ilmu Falak bahwa data titik koordinat bisa diperoleh dari buku-buku almanak atau atlas, atau bisa diperoleh juga dengan pengukuran sendiri, 6 sama halnya dengan penjelasan Slamet Hambali dalam bukunya Ilmu Falak 1 untuk mendapatkan data lintang dan bujur tempat dapat melalui peta dengan diinterpolasi, tabel dari Almanak Hisab Rukyah, informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika, dan lebih akurat lagi adalah menggunakan Global Positioning System (GPS) 7. 8 Selain itu data titik koordinat juga bisa diukur dengan Google Earth. 9 b. Lintang dan Bujur Ka bah Kaitannya dengan data koordinat Ka bah, Ahmad Ghazali melakukan taghayyur, yaitu perubahan terhadap lintang dan bujur Ka bah. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan data titik koordinat tempat bersifat ijtihadi dan tidak lepas oleh subjektifitaskreatifitas-individual. 10 Pendapat pertama Ahmad Ghazali dalam kitab Anfa al- Wasîlah yang dikarang pada tahun 2004 M menggunakan lintang dan bujur Ka bah 21 o 25 14.07 LU dan 39 o 49 40.39 BT. 6 Ahmad Musonnif, Ilmu Falak, Yogyakarta: Teras, 2011, hlm. 85 7 Global Positioning System digunakan untuk menampilkan data lintang, bujur dan waktu secara akurat, karena GPS menggunakan bantuan satelit. 8 Slamet Hambali, Op. Cit, hlm. 181. 9 Id.m.wikipedia.org/wiki/Google_Earth. Sebuah program globe virtual dibuat oleh Keyhole, aplikasi berbasis citra satelit ini dapat digunakan untuk mencari titik koordinat suatu tempat. 10 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. ke-2, 2007, hlm. 51.
91 Koordinat Ka bah yang digunakan ini mendekati dengan titik koordinat yang digunakan oleh Nabhan Masputra hanya berbeda 0.39 detik. 11 Sedangkan pendapat keduanya dalam kitab Irsyâd al-murîd yang dikarang pada tahun 2005 M menetapkan bahwa lintang dan bujur Ka bah adalah 21 o 25 18.89 LU dan 39 o 49 46,27 BT. Data ini ia mengukur sendiri dengan Global Positioning System (GPS) di Makkah tepat di Ka bah tepatnya di arah sisi Ka bah rukun Yamani. 12 Perubahan data koordinat Ka bah ini tidak terlalu berpengaruh terhadap perhitungan arah kiblat karena perubahan tersebut hanya berkisar pada satuan detik, karena satu hal yang menjadi penilaian dari keakuratan sebuah data yakni kelengkapan (completeness), berbeda jika data koordinat yang digunakan hanya mencantumkan satuan menit tanpa memperhitungkan satuan detik, seperti yang digunakan oleh Muhammad Wardan 13 dan Sa aduddin Djambek. 14 Apalagi jika data koordinat hanya mencantumkan satuan derajat tanpa memperhitungkan satuan menit dan detik, 11 21 o 25 14,7 LU dan 39 o 49 40 BT. Nabhan Masputra adalah anggota tim ahli hisab dan rukyat Pratalak (Pranata dan Tatalaksana Perkara Perdata Agama) telah melakukan pengukuran titik koordinat Ka bah Pada tahun 1994 ketika melaksanakan ibadah haji dengan membawa GPS. Slamet Hambali, Op. Cit, hlm. 181. 12 Wawancara dengan Ahmad Ghazali melalui pesan singkat pada pukul 06:11 WIB, tanggal 02 Oktober 2013. 13 φ k: 21 o 30 LU dan λ k : 39 o 58 BT. K.R. Muhammad Wardan, Kitab Ilmu Falak dan Hsab, Jogjakarta: Maktabah Mataramiyah, Cet. ke-i, 1957, hlm. 81. 14 φ k : 21 o 25 LU dan λ k : 39 o 50 BT. Saadoeddin Djambek, Arah Kiblat dan Tjara Menghitungnja dengan Djalan Ilmu Ukur Segi Tiga Bola, Jakarta: Timnatas, 1956, hlm. 14.
92 seperti yang digunakan oleh Muhammad Ilyas, 15 maka kemungkinan akan terjadi perbedaan hasil perhitungan sudut disebabkan tingkat akurasi data titik koordinat Ka bah yang dipakai. c. Deklinasi Matahari dan Equation of Time Data Matahari (deklinasi dan equation of time) dapat diperoleh dari data Ephemeris, 16 Almanak Nautika, 17 dan Jean Meeus. 18 Selain itu, data deklinasi juga bisa didapatkan dari perhitungan buruj Matahari pada tanggal yang ingin diketahui deklinasinya. 19 Adapun rumus data Matahari yang digunakan Ahmad Ghazali dalam kitab Anfa al-wasîlah adalah rumus Jean Meeus. Menurut penuturannya, rumus ini murni dari pemikirannya sendiri. 20 Sebenarnya untuk menghitung data Matahari secara astronomis dimulai dari suatu mabda atau epoch 21 tertentu. Dalam 15 φ k : 21 o LU dan λ k : 40 BT. Mohammad Ilyas, Islamic Calendar, Times & Qibla, Kuala Lumpur: Berita Publishing, 1984, hlm. 294. 16 Tabel data astronomi benda-benda langit, disebut pula zaij. 17 Data kedudukan benda-benda langit yang dipersiapkan untuk pelayaran. Sekalipun demikian, almanak nautika dapat pula digunakan untuk keperluan perhitungan waktu salat, awal bulan dan gerhana. 18 Jean Meeus, Astronomical Algorithms, Virginia : Willman Bell Inc, 1991, hlm. 61-153. 19 Ahmad Izzuddin, Materi Pelatihan Hisab Rukyah 99 Menit Ahli Menentukan Arah Kiblat, Semarang: Lembaga Hisab Rukyah independent AL-MIIQAAT Jawa Tengah, 2011, hlm. 8-10. 20 Wawancara dengan Ahmad Ghazali melalui pesan singkat pada pukul 05:50 WIB, tanggal 02 Oktober 2013. 21 Pangkal tolak untuk menghitung. Dalam bahasa Arab biasa disebut dengan Mabda at- Tarikh, dalam penggunaannya lebih populer dengan Mabda, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan Principle of Motion. Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. ke-1, 2005, hlm. 50.
93 hal ini dilakukan orang secara bervariasi, ada yang mabda nya dimulai dari -46 SM sebagaimana ditempuh oleh sistem Julian, ada juga yang menghitung dari awal tahun masehi seperti yang ditempuh oleh sistem Basselian dan ada juga yang ditempuh dengan menentukan mabda pada saat-saat tertentu sebagaimana ditempuh oleh sistem Newcomb dan beberapa perhitungan astronomis lainnya. 22 Dalam kitab Anfa al-wasilah, ketika menghitung data Matahari terlebih dahulu merubah tanggal ke Julian Day (JD), kemudian mencari waktu T (abad yang dilalui dari tahun acuan (epoch atau mabda )) dengan menggunakan epoch 23 Januari 1900. 24 Penggunaan epoch akan mempengaruhi hasil perhitungan, dan perlu diketahui bahwa T dinyatakan dalam satuan abad, sehingga kesalahan 0.00001 di dalam T berarti kesalahan waktu 0.37 hari. 25 Selain rumus Jean Meeus, dalam kitab Anfa al-wasîlah juga menyediakan tabel data Matahari tahunan (deklinasi dan equation of time) dengan perhitungan konsep Jean Meeus, 26 meskipun tabel tersebut menyediakan data Matahari per tanggal 22 Encep Abdul Rojak, Modul Hisab Awal Bulan Hijriyah Kontemporer, Semarang: CSSMora Walisongo, 2011, hlm. 27. 23 Macam-macam epoch: Januari 2000, Januari 1987, Juni 1987, Januari 1988, Januari 1900, Januari 1600, Desember 1600, April 837, Juli -1000, Februari -1000, Agustus -1001, Januari -4712. Jean Meeus, Op. Cit, hlm. 63. 24 1,0 Januari 1900 = 1415 020.5, dengan rumus: T = (JD - 2415020)/36525. Ahmad Ghazali Muhammad Fathullah,Op. Cit, hlm. 19. 25 Jean Meeus, Op. Cit, hlm. 151. 26 Ahmad Ghazali Muhammad Fathullah, Op. Cit, hlm. 19-21.
94 setiap bulannya namun data tahun yang digunakan hanya tahun 2004 M. 27 Sedangkan perhitungan data Matahari dengan rumus Jean Meeus membutuhkan input data tanggal, bulan, dan tahun berbeda agar hasil yang diperoleh sesuai yang ingin diketahui data Mataharinya. Hal ini akan menghasilkan data Matahari yang lebih akurat. Berikut penulis memaparkan hasil perhitungan deklinasi dan equation of time dalam kitab Anfa al-wasîlah: Tabel data Matahari 14 Januari 2014 jam 12 WIB/5 GMT. No Data Matahari Anfa al-wasîlah Tabel 1 Deklinasi -21 o 18 58.26-21 o 25 2.16 2 Equation of Time -0 o 08 56.28-0 o 08 45.01 Sedangkan dalam kitab Irsyâd al-murîd, Ahmad Ghazali juga menggunakan rumus Jean Meeus, namun rumus ini tidak murni pemikiran beliau. Melalui pembicaraanya, rumus Jean Meeus dalam kitab Irsyâd al-murîd dari beberapa buku yang diolah dan diramu sendiri dengan melihat kenyataan di lapangan. 28 Metode perhitungan nilai deklinasi dan equation of time kitab Irsyâd al-murîd merujuk pada buku Astronomical Algorithms-Jean Meeus. Salah satu rumus yang diramu oleh Ahmad Ghazali dari buku tersebut adalah rumus mencari bujur geometrika rata-rata 27 Ibid, hlm. 22-27. 28 Wawancara dengan Ahmad Ghazali melalui pesan singkat pada pukul 05:50 WIB, tanggal 02 Oktober 2013.
95 Matahari dan rata-rata anomali Matahari, berikut rumusnya: L o = 280.46645 + 36000.76983 x T + 0.0003032 x T 2, 29 dan M = 357.52910 + 35999.05030 x T 0.0001559 x T 2 0.00000048 x T 3. 30 Maka dalam kitab Irsyâd al-murîd menjadi S = Frac ((280.4665 + 36000.76983 x T) / 360 ) x 360, 31 dan M = Frac ((357.52910 + 35999.05030 x T) / 360) x 360. 32 Dalam kitab Irsyâd al-murîd, ketika menghitung data Matahari terlebih dahulu merubah tanggal ke Julian Day (JD), kemudian mencari waktu T (abad yang dilalui dari tahun acuan (epoch atau mabda )) dengan menggunakan epoch Januari 2000. 33 Kuantitas nilai T ini harus dihitung dengan jumlah desimal yang memadai, karena T dinyatakan dalam satuan abad, sehingga kesalahan 0.00001 di dalam T berarti kesalahan waktu 0.37 hari. 34 Melihat dari perbedaan Mabda atau epoch yang digunakan kitab Anfa al-wasîlah dan Irsyâd al-murîd. Epoch yang digunakan Anfa al-wasîlah adalah Januari 1900 dan Epoch yang digunakan Irsyâd al-murîd adalah Januari 2000. Hal ini terlihat bahwa kitab Irsyâd al-murîd mengikuti perkembangan keilmuan terkini, karena mabda atau epoch yang digunakan merupakan 29 Jean Meeus, Op. Cit, hlm. 151. 30 Ibid. 31 Ahmad Ghazali, Op. Cit, hlm. 119. 32 Ibid, hlm. 120. 33 Epoch 1.5 Januari 2000 = 2451 545. 0, dengan rumus: T = (24532292.933 2451545)/36525. Ibid, hlm. 118. 34 Ibid.
96 standar baru yang ditetapkan oleh International Astronomical Union. 35 Berikut penulis akan memaparkan hasil perhitungan deklinasi dan equation of time dalam kitab Irsyâd al-murîd: Tabel data Matahari 14 Januari 2014 jam 12 WIB/5 GMT No Data Matahari Irsyâd al-murîd 1 Deklinasi -21 o 18 55,32 2 Equation of Time -0 o 8 54,58 2. Proses Hisab Arah Kiblat Ahmad Ghazali dalam Kitab Anfa al- Wasîlah dan Irsyâd al-murîd A. Kitab Anfa al-wasîlah 1. Arah kiblat Proses hisab arah kiblat dalam kitab Anfa al-wasîlah menggunakan rumus segitiga bola. Untuk menghitung arah kiblat, dibutuhkan data untuk proses hisab arah kiblat meliputi lintang dan bujur tempat, lintang dan bujur Ka bah dan jarak bujur, kemudian menghitung arah kiblat dengan rumus: A = 90 φ x G = 90 φ k H = λ x λ k Tan Q = cotg G x sin A / sin H cos A x cotg H Ketika mencari jarak bujur atau Fadhlu al-thulain (H) yaitu jarak antara Ka bah dan tempat yang dihitung arah 35 Jean Meeus, Op. Cit, hlm. 125.
97 kiblatnya dengan rumus: H = λ x λ k, yakni bujur tempat dikurangi dengan bujur Ka bah. Rumus ini tidak mempertimbangkan perhitungan tempat yang berada di bujur Barat. Padahal dalam buku Ilmu Falak 1 karya Slamet Hambali untuk mencari jarak bujur (H) ada empat cara sebagai berikut: 36 1. Jika BT x BT k ; maka H = BT x - BT k (Kiblat = Barat) 2. Jika BT x BT k ; maka H = BT k BT x (Kiblat = Timur) 3. Jika BB x BB 140 o 10 25.06 ; maka H = BB x + BT k (Kiblat = Timur) 4. Jika BB x BB 140 o 10 25.06 ; maka H = 360 o - BB x BT k (Kiblat = Barat) Senada dengan Slamet Hambali, Muhyiddin Khazin dalam bukunya Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik rumus mencari jarak bujur (H) ada empat cara meskipun sedikit berbeda, berikut rumusnya: 37 1. Jika λ x = 00 o 00 00 s/d λ k BT maka H = λ k - λ x 2. Jika λ x = λ k s/d 180 o 00 00 BT maka H = λ x λ k 3. Jika λ x = 00 o 00 00 s/d 140 o 10 21 BB maka H = λ x + λ x 4. Jika λ x = 140 o 10 21 s/d 180 o 00 00 BB maka H = 320 o 10 21 λ x 36 Slamet Hambali, Op. Cit, hlm. 183. 37 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004, Cet. ke-3, hlm. 54.
98 Dari rumus di atas, dapat diketahui bahwa metode hisab arah kiblat Anfa al-wasîlah hanya bisa digunakan untuk menentukan arah kiblat tempat yang berada di bujur Timur dengan titik koordinat lebih besar dari bujur Ka bah. Kemudian proses hisab arah kiblat, jika hasil perhitungan positif arah kiblat terhitung dari titik Utara, dan jika hasil perhitungan negatif arah kiblat terhitung dari titik Selatan. Proses untuk menentukan kiblat yaitu menentukan arah kiblat dan azimuth kiblat. Arah kiblat yang dimaksud disini adalah arah kiblat dihitung dari titik Utara (U) atau titik Selatan (S). Azimuth kiblat adalah busur lingkaran horizon atau ufuk dihitung dari titik Utara ke arah Timur (searah perputaran jarum jam) sampai dengan titik kiblat. Titik Utara azimuthnya 0 o, titik Timur azimuthnya 90 o, titik Selatan azimuthnya 180 o dan titik Barat azimuthnya 270 o. Dalam kitab Anfa al-wasîlah tidak memperhitungkan rumus azimuth kiblat dan hanya memperhitungkan arah kiblat. Sedangkan dalam buku ilmu falak lainnya untuk mendapatkan nilai azimuth kiblat menggunakan empat cara sebagai berikut: 38 1. Jika B 39 = UT (+) ; azimuth kiblat = B (tetap) 2. Jika B = UB (+) ; azimuth kiblat = 360 o B 3. Jika B = ST (-) ; azimuth kiblat = 180 o B 38 Slamet hambali, Op. Cit, hlm. 184. 39 Nilai arah kiblat.
99 (dengan catatan B dipositifkan) 4. Jika B = SB (-) ; azimuth kiblat = 180 o + B (dengan catatan B dipositifkan) 2. Raṣd al-qiblat Terkait perhitungan waktu raṣd al-qiblat, dalam kitab Anfa al-wasîlah rumus raṣd al-qiblat sebagaimana metode kontemporer lainnya meskipun berbeda ramuannya tapi esensi hasil perhitungannya tetap sama. Untuk menghitung raṣd alqiblat, dibutuhkan data untuk proses perhitungan raṣd al-qiblat meliputi data arah kiblat suatu tempat, deklinasi dan equation of time, selanjutnya menghitung sudut pembantu, kemudian menghitung sudut waktu, selanjutnya menghitung bayangbayang Matahari ke arah kiblat dengan waktu hakiki, kemudian mengubah dari waktu hakiki ke waktu daerah/local Mean Time (WIB, WITA, WIT). Dalam menggunakan data Matahari (deklinasi dan equation of time) harus mencari dengan menggunakan rumus Jean Meeus dan melalui tahapan yang panjang. Selain itu juga tersedia tabel data Matahari tahunan.
100 B. Kitab Irsyâd al-murîd 1. Arah kiblat Proses hisab arah kiblat dalam kitab Irsyâd al-murîd menggunakan rumus segitiga bola. Untuk menghitung arah kiblat, dibutuhkan data untuk proses hisab arah kiblat meliputi lintang dan bujur tempat, lintang dan bujur Ka bah dan jarak bujur, kemudian menghitung arah kiblat dengan rumus: A = 360 λ k + λ x sin h = sin φ x x sin φ k + cos φ x x cos φ k x cos A cos Az = (sin φ k - sin φ x x sin h)/cos φ x /cos h AQ = 360 - Az 40 Dalam kitab Irsyâd al-murîd ketika mencari jarak bujur atau Fadhlu al-thulain hanya dengan rumus 360 o dikurangi bujur Ka bah lalu ditambah bujur tempat, jika hasilnya lebih dari 360 o maka kurangkan 360 o. Meskipun rumus ini sangat praktis, namun bisa digunakan untuk mencari nilai jarak bujur tempat yang berada di bujur Timur maupun bujur Barat. Kemudian menentukan kiblat dengan cara menghitung azimuth kiblat, yakni dengan cara jika nilai A 41 lebih dari 180 o maka Az = AQ dan jika nilai A kurang dari 180 o maka AQ = 360 o Az. Namun kitab ini tidak memperhitungkan arah kiblat. 40 Jika nilai A lebih besar dari 180 o maka Az = AQ, jika nilai A lebih kecil dari 180 o maka AQ = 360 Az. 41 Rumus mencari A: A = 360 - λ k + λ x = -360, h = Sin -1 (Sin φ k + Cos φ x x Cos λ k x Cos A), Az = Cos -1 ((Sin φ x x Sin h) / Cos φ x / Cos h). Ahmad Ghazali Muhammad Fathullah, Op. Cit, hlm. 15.
101 2. Raṣd al-qiblat Terkait perhitungan raṣd al-qiblat, rumus yang digunakan kitab Irsyâd al-murîd sangat menarik, Ahmad Ghazali menggunakan rumus raṣd al-qiblat yang bisa memperhitungkan kemungkinan terjadi raṣd al-qiblat dua kali dalam sehari, yaitu qobla zawal (sebelum zawal) dan ba da zawal (setelah zawal). Rumus ini merupakan logika yang digunakan oleh Ahmad Ghazali dengan memperhitungkan kebalikan dari azimuth kiblat suatu tempat, artinya bahwa metode tersebut memperhitungkan azimuth tempat yang sebenarnya dan kebalikannya dengan selisih 180 o. Misalnya azimuth kiblat suatu tempat adalah 93 o maka kebalikannya adalah 180 o + 93 o = 273 o. Pada dasarnya, Indonesia tidak mungkin bisa melihat raṣd al-qiblat harian dua kali dalam sehari. Menurut Prof. Thomas Djamaluddin, tidak mungkin, hanya sekali sehari. Untuk wilayah sebelah Timur Makkah, waktunya hanya pagi hari, ketika susunan koordinat segaris (dalam segitiga bola): Makkah, kota kita, Matahari. Sore hari kalau susunan koordinatnya: Makkah, Matahari, kota kita. 42 Jadi raṣd alqiblat hanya mungkin terjadi waktu pagi atau sore saja. 42 Wawancara dengan Prof. Thomas Djamaluddin, via facebook pada hari Senin tanggal 20 April 2014 pukul 14.30 WIB.
102 Walaupun pada kenyataannya bisa diperhitungkan dua kali tetapi kemungkinan yang lainnya berada di bawah ufuk (ghurub). Namun pada hari dan lokasi tertentu akan sangat dimungkinkan terjadi raṣd al-qiblat dua kali dalam sehari. Misalnya kemungkinan raṣd al-qiblat dua kali dalam sehari di kota Casablanca dengan azimuth kiblat 93 o 45 34,93 pada tanggal 27 Mei 2014 M ketika Matahari berada di deklinasi Utara karena ketika Matahari di deklinasi Selatan, kota Casablanca tidak bisa melihat raṣd al-qiblat sama sekali. Kemungkinan pertama pada pukul: 09 j 16 m 33.17 d WD qobla zawal (sebelum zawal) dan kemungkinan kedua pada pukul: 16 j 32 m 23,56 d WD ba da zawal (setelah zawal). 43 Penjelasan dalam kitab Irsyâd al-murîd mengenai perhitungan kemungkinan raṣd al-qiblat dua kali sehari sangat rumit. Dari penelusuran penulis, terdapat software online dari islamicfinder.com 44 untuk mencari kemungkinan raṣd al-qiblat dua kali sehari. 43 Ahmad Ghazali Muhammad fathullah, Op. Cit, hlm. 22. 44 http://www.islamicfinder.org/sunqiblah.php?.
103 3. Hasil Hisab Arah Kiblat Ahmad Ghazali dalam Kitab Anfa al-wasîlah dan Irsyâd al-murîd Titik koordinat tempat di permukaan Bumi ada yang terletak di Bujur Barat atau Bujur Timur dan Lintang Selatan atau Lintang Utara, namun contoh perhitungan arah kiblat dalam kitab Anfa al-wasîlah hanya memaparkan perhitungan arah kiblat tempat yang berada di Lintang Selatan/Bujur Timur yakni Sampang, Madura. Sedangkan contoh perhitungan arah kiblat dalam kitab Irsyâd al-murîd memaparkan perhitungan arah kiblat tempat yang berada di Lintang Selatan/Bujur Timur yakni Surabaya dan tempat yang berada di Lintang Utara/Bujur Barat yakni Casablanca. Sehingga penulis mencoba menghitung arah kiblat tempat lain untuk membuktikan rumus arah kiblat dalam kitab Anfa al-wasîlah dan Irsyâd al-murîd dapat digunakan untuk menghitung arah kiblat selain tempat yang dicontohkan kedua kitab tersebut atau arah yang dihasilkan dari perhitungan tersebut salah. Ketika penulis menghitung arah kiblat dengan menggunakan rumus kitab Anfa al-wasîlah untuk lima tempat yang berada di titik koordinat Lintang Utara/Bujur Timur dan Lintang Selatan/Bujur Timur dengan titik koordinat bujur tempatnya lebih besar dari Bujur Ka bah, hasil perhitungan arah kiblat yang ditunjukkan benar. Sedangkan perhitungan arah kiblat untuk lima tempat yang berada di titik koordinat Lintang Utara/Bujur Timur dan Lintang Selatan/Bujur Timur
104 dengan titik koordinat bujur tempatnya lebih kecil dari bujur Ka bah, hasil perhitungan arah kiblat yang ditunjukkan salah, dan perhitungan arah kiblat untuk lima tempat yang berada di titik koordinat Lintang Utara/Bujur Barat dan lima tempat di titik koordinat Lintang Selatan/Bujur Barat, hasil perhitungan arah kiblat yang ditunjukkan salah. Kemudian penulis menghitung arah kiblat dengan menggunakan rumus dalam kitab Irsyâd al-murîd untuk lima tempat yang berada di titik koordinat Lintang Utara/Bujur Timur, Lintang Selatan/Bujur Timur, Lintang Utara/Bujur Barat dan Lintang Selatan/Bujur Barat, hasil perhitungan arah kiblat yang ditunjukkan benar. Berikut penulis akan memaparkan hasil perhitungan arah kiblat untuk tempat yang berada di Lintang Utara/Bujur Timur, Lintang Selatan/Bujur Timur, Lintang Utara/Bujur Barat dan Lintang Selatan/Bujur Barat. Tabel hasil perhitungan arah kiblat dengan kitab Anfa al-wasîlah dengan lintang dan bujur Ka bah φ k = 21 o 25 14.07 LU, λ k = 39 o 49 40.39 BT Lintang/Bujur Kota Arah Kiblat Arah Sebenarnya LU/BT Seoul, Korea 15 o 43 28,88 BU BU LU/BT Alor Star, Malasyia 21 o 11 50,86 BU BU LU/BT Tasykent 28 o 59 12,72 BS BS
105 LU/BT Jeddah, Saudi Arabiah 7 o 13 2,2 TU TS LU/BT Paris, Prancis 29 o 9 6,87 TU TS Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa tempat-tempat yang berada di titik koordinat Lintang Utara/Bujur Timur untuk kota Seoul, Alor Star dan Tasykent arah kiblat yang ditunjukkan benar karena nilai bujur tempatnya lebih besar dari nilai bujur Ka bah, sedangkan untuk kota Tasykent, Jeddah, Paris arah kiblat yang ditunjukkan salah karena nilai bujur tempatnya lebih kecil dari bujur Ka bah. Hal ini terjadi karena kitab Anfa al-wasîlah hanya bisa digunakan untuk menentukan arah kiblat tempat yang berada di bujur Timur dengan titik koordinat lebih besar dari bujur Ka bah. Sehingga arah kiblat semua tempat yang berada di LU/BT x BT k jika dihitung dengan menggunakan rumus dalam kitab Anfa al-wasîlah maka arah yang ditunjukkan benar, sedangkan arah kiblat semua tempat yang berada di LU/ BT x BT k arah yang ditunjukkan salah. Lintang/Bujur Kota Arah Kiblat Arah Sebenarnya LS/BT Sydney, Australia 7 o 30 42,71 BU BU LS/BT Pearth, Australia 25 o 23 16,04 BU BU LS/BT Kampala, Uganda 72 o 24 38,57 TS TU LS/BT Newcastle, Australia 7 o 21 58,99 TU TU LS/BT Surabaya, Indonesia 24 o 01 55,41 BU BU
106 Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa tempat-tempat yang berada di Lintang Selatan/Bujur Timur untuk kota Sydney, Pearth, Newcastle, Surabaya hasil arah kiblat yang ditunjukkan benar karena nilai bujur tempatnya lebih besar dari nilai bujur Ka bah, sedangkan untuk kota Kampala arah kiblat yang ditunjukkan salah karena nilai bujur tempatnya lebih kecil dari bujur Ka bah. Hal ini terjadi karena kitab Anfa al-wasîlah hanya bisa digunakan untuk menentukan arah kiblat tempat yang berada di bujur Timur dengan titik koordinat lebih besar dari bujur Ka bah. Sehingga arah kiblat semua tempat yang berada di LS/BT x BT k jika dihitung dengan menggunakan rumus dalam kitab Anfa al-wasîlah maka arah yang ditunjukkan benar, sedangkan arah kiblat semua tempat yang berada di LS/ BT x BT k arah yang ditunjukkan salah. Lintang/Bujur Kota Arah Kiblat Arah Sebenarnya LU/BB Chicago, USA 41 o 19 57,24 TS TU LU/BB Las Palmas, Spanyol 57 o 45 31,88 TS TU LU/BB London, Inggris 42 o 49 22,11 TU TS LU/BB New York, USA 31 o 31 31,83 TS TU LU/BB Madrid 13 o 47 20.11 TU TS Lintang/Bujur Kota Arah Kiblat Arah Sebenarnya LS/BB Santiago, Chile 08 o 08 7,05 TS TU LS/BB Lima, Peru 17 o 56 33,23 TS TU
107 LS/BB Brasilia, Brazil 21 o 14 47,29 TS TU LS/BB Test 29 o 31 32,08 TS TU LS/BB Salvador 23 o 42 08.37 TS TU Dari dua tabel di atas, dapat diketahui bahwa tempat-tempat yang berada di Lintang Utara/Bujur Barat dan Lintang Selatan/Bujur Barat hasil arah kiblat yang ditunjukkan salah. Dari contoh perhitungan arah kiblat untuk sepuluh kota di atas dapat disimpulkan bahwa arah kiblat semua tempat yang berada di titik koordinat Lintang Utara/Bujur Barat dan Lintang Selatan/Bujur Barat jika dihitung dengan menggunakan rumus dalam kitab Anfa al-wasîlah maka arah yang ditunjukkan salah. Hal ini terjadi karena kitab Anfa al-wasîlah hanya bisa digunakan untuk menentukan arah kiblat tempat yang berada di bujur Timur dengan titik koordinat lebih besar dari bujur Ka bah. Tabel hasil perhitungan arah kiblat dengan kitab Irsyâd al-murîd dengan lintang dan bujur Ka bah φ k = 21 o 25 18.89 LU, λ k = 39 o 49 46,27 BT Lintang/Bujur Kota Arah Kiblat Azimuth Kiblat LU/BT Jeddah, Saudi Arabiah TS 97 o 5 33,56 LU/BT Alor Star, Malasyia BU 291 o 11 56,2 LU/BT Tasykent SB 241 o 00 46 LU/BT Seoul, Korea BU 272 o 4 46,27
108 LU/BT Paris, Prancis TS 119 o 8 56,21 Lintang/Bujur Kota Arah Kiblat Azimuth Kiblat LS/BT Sydney, Australia BU 277 o 30 49,8 LS/BT Pearth, Australia BU 295 o 23 22,5 LS/BT Kampala, Uganda UT 17 o 35 31,37 LS/BT Newcastle, Australia UT 82 o 16 57,36 LS/BT Surabaya, Indonesia BU 294 o 02 0,89 Lintang/Bujur Kota Arah Kiblat Azimuth Kiblat LU/BB Chicago, USA UT 48 o 39 55,67 LU/BB Las Palmas, Spanyol UT 84 o 37 9,86 LU/BB London, Inggris TS 118 o 56 3,18 LU/BB New York, USA UT 58 o 28 21,25 LU/BB Madrid TS 103 o 47 09 Lintang/Bujur Kota Arah Kiblat Azimuth Kiblat LS/BB Santiago, Chile UT 81 o 51 51,66 LS/BB Lima, Peru UT 72 o 3 22,22 LS/BB Brasilia, Brazil UT 68 o 45 10,16 LS/BB Test UT 67 o 54 37,61 LS/BB Salvador UT 66 o 17 49.42
109 Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa metode hisab arah kiblat dalam kitab Irsyâd al-murîd dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat tempat pada titik koordinat Lintang Utara/Bujur Timur, Lintang Selatan/Bujur Timur, Lintang Utara/Bujur Barat dan Lintang Selatan/Bujur Barat. Dari beberapa tempat contoh perhitungan arah kiblat di atas dapat disimpulkan bahwa arah kiblat semua tempat yang berada di titik koordinat Lintang Utara/Bujur Timur, Lintang Selatan/Bujur Timur, Lintang Utara/Bujur Barat dan Lintang Selatan/Bujur Barat jika dihitung dengan menggunakan rumus dalam kitab Irsyâd al-murîd hasil yang ditunjukkan benar. Selanjutnya penulis memaparkan hasil perhitungan raṣd alqiblat dalam kitab Anfa al-wasîlah dan Irsyâd al-murîd untuk kota Surabaya dan Casablanca. Tabel perhitungan raṣd al-qiblat kota Surabaya tanggal 14 Januari 2014 No Kitab Raṣd al-qiblat Raṣd al-qiblat Ba da Qobla Zawal Zawal 1 Anfa al-wasîlah 08 j 54 m 38,05 d - 2 Irsyâd al-murîd 08 j 54 m 34,02 d 04 j 27 m 39,91 d Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa selisih jam raṣd alqiblat kota Surabaya antara kitab Anfa al-wasîlah dan Irsyâd al- Murîd hanya 04.03 detik. Hal ini berarti selisih Matahari sebesar 0 o 1 busur, tidak mencapai 1 o. Kemudian kemungkinan raṣd al-qiblat kota
110 Surabaya bisa dihitung dua kali dalam sehari dengan menggunakan rumus pada kitab Irsyâd al-murîd, namun jam raṣd al-qiblat kedua (setelah zawal) terjadi pada jam 04 j 27 m 39,91 d WIB, pada jam ini tidak mungkin bisa terlihat karena Matahari sudah di bawah ufuk. Tabel perhitungan raṣd al-qiblat kota Casablanca tanggal 27 Mei 2014 No Kitab Raṣd al-qiblat Qobla Zawal Raṣd al-qiblat Ba da Zawal 1 Irsyâd al-murîd 09 j 16 m 33,17 d 16 j 32 m 23,56 d Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa jam raṣd al-qiblat kota Casablanca dapat dihitung kemungkinan raṣd al-qiblat terjadi dua kali dalam sehari, yaitu terjadi sebelum zawal dan sesudah zawal, dua kali kemungkinan raṣd al-qiblat ini bisa terlihat karena Matahari masih di atas ufuk. B. Kelebihan dan Kekurangan Metode Hisab Arah Kiblat Ahmad Ghazali dalam Kitab Anfa al-wasîlah dan Irsyâd al-murîd Setiap metode perhitungan tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan begitu juga dengan kitab Anfa al-wasîlah dan Irsyâd al- Murîd. 1. Kitab Anfa al-wasîlah a. Kelebihan 1. Perhitungan arah kiblat dalam kitab Anfa al-wasîlah lebih praktis dengan pemaparan rumus yang ringkas. Data lintang
111 dan bujur tempat, lintang dan bujur Ka bah sudah disajikan pada lampiran dari kitab ini. Selain menggunakan rumus panjang untuk mencari data Matahari (deklinasi dan equation of time), kitab ini juga sudah menyajikan data Matahari pada tabel. 2. Mengingat kitab Anfa al-wasîlah diprioritaskan bagi pemula yang dibutuhkan metode belajar cepat tidak ribet sehingga cepat bisa menguasai walaupun sebenarnya masih banyak yang harus diketahui. b. Kekurangan 1. Kitab Anfa al-wasîlah tidak bisa digunakan untuk menentukan arah kiblat tempat yang berada di bujur Barat dan hanya bisa digunakan untuk menentukan arah kiblat tempat yang berada di bujur Timur dengan titik koordinat lebih besar dari bujur Ka bah. Hal ini, karena rumus jarak bujur atau Fadhlu al- Thulain yang dipaparkan dalam kitab ini hanya bisa digunakan untuk menentukan jarak bujur tempat yang berada di bujur Timur dengan titik koordinat lebih besar dari titik koordinat bujur Ka bah. 2. Dalam kitab Anfa al-wasîlah tidak memperhitungkan rumus azimuth kiblat dan hanya memperhitungkan arah kiblat. Hal ini menyulitkan bagi pengguna untuk menentukan arah, sedangkan arah yang dimaksud di sini adalah arah yang dihitung dari titik
112 Utara atau titik Selatan. Namun kitab Anfa al-wasîlah tidak memaparkan penjelasan mengenai batasan bujur tempat harus menghadap Timur dan harus menghadap Barat sehingga untuk menentukan arah dari titik Utara atau titik Selatan serong ke Timur atau Barat harus menggunakan rujukan lain. 3. Perhitungan data Matahari (deklinasi dan equation of time) dengan menggunakan konsep Jean Meeus sangat panjang dan rumit. Hal ini sangat menyulitkan bagi pemula yang ingin mempelajari kitab ini. Mabda atau epoch yang digunakan dalam perhitungan data Matahari masih menggunakan Mabda atau epoch Januari 1900 meskipun penggunaan Mabda atau epoch itu pilihan, namun International Astronomical Union (IAU) telah menetapkan standar baru Mabda atau epoch Januari 2000. 2. Kitab Irsyâd al-murîd a. Kelebihan 1. Data lintang dan bujur tempat, lintang dan bujur Ka bah sudah disajikan dalam kitab ini. 2. Rumus jarak bujur atau Fadhlu al-thulain dalam kitab Irsyâd al-murîd sangat praktis dan bisa digunakan untuk mencari nilai jarak bujur baik bujur Timur maupun bujur Barat. Begitu juga rumus hisab arah kiblat kitab ini bisa digunakan untuk
113 menentukan kiblat tempat yang berada di bujur Timur maupun bujur Barat. 3. Dalam perhitungan data Matahari (deklinasi dan equation of time) sudah menggunakan standar baru mabda atau epoch yang ditetapkan oleh International Astronomical Union (IAU) yaitu Januari 2000. 4. Rumus raṣd al-qiblat dalam kitab ini bisa memperhitungkan waktu raṣd al-qiblat dua kali dalam sehari, yakni terjadi sebelum zawal dan setelah zawal. b. Kekurangan 1. Untuk mendapatkan data Matahari (deklinasi dan equation of time) harus mencari terlebih dahulu dengan menggunakan rumus Jean Meeus melalui proses perhitungan yang panjang dan rumit. 2. Metode perhitungan raṣd al-qiblat yang digunakan sangat panjang dan rumus yang digunakan berbeda ketika deklinasi Utara dan deklinasi Selatan, hal ini akan menyulitkan bagi pengguna.