BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian baru dalam forum Nasional maupun Internasional.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

I. PENDAHULUAN. invensi. Ciptaan atau invensi tersebut merupakan milik yang diatasnya melekat

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI. arus globalisasi dan perdagangan bebas serta kemajuan teknologi, telekomunikasi

PENGANTAR KOMPUTER & SOFTWARE I

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang berarti bahwa semua manusia

Pengenalan Kekayaan Intelektual Oleh : dr. Gita Sekar Prihanti, M Pd Ked SENTRA KI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pelaku usaha atau produsen untuk menggunakan unsur-unsur seperti nama, logo

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. paparkan sebelumnya, dengan uraian sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu

Perlindungan Hukum terhadap Merek Terkenal di Indonesia: Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 264 K/PDT.SUS- HKI/2015

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran yang ada, termasuk dalam bidang hak atas kekayaan intelektual.

BAB I PENDAHULUAN. bidang industri, ilmu pengetahuan, kesusasteraan atau seni. 1 Hak atas kekayaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini teknologi merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual atau Intellectual Property Rights, yang merupakan

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Negara sebagai salah satu subjek hukum Internasional membawa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk. penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI

BAB I PENDAHULUAN. adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property

I. PENDAHULUAN. Sejak dasawarsa delapan puluhan (era 1980-an), hak kekayaan intelektual atau

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia telah meratifikasi konvensi-konvensi internasional di bidang HKI salah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran.

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PELAKSANAAN UNDANG -UNDANG MEREK PADA UKM (USAHA KECIL MENENGAH) KEC. CEPER KAB. KLATEN DALAM RANGKA PERLINDUNGAN HUKUM DARI TINDAK PEMALSUAN MEREK

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I LATAR BELAKANG

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dan hak yang muncul dari karya itu sendiri. Hak Kekayaan Intelektual

BAB I PENDAHULUAN. tersebut atau memberikan izin pada pihak lain untuk menggunakannya. 3 Dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun memasarkan suatu produk haruslah ditingkatkan. Hal ini dikarenakan

NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

BAB I PENDAHULUAN. para pemilik bisnis baik kecil, menengah, maupun besar, benar-benar harus

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia. menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017. PENEGAKAN HUKUM HAK PATEN MENURUT TRIPS AGREEMENT DAN PELAKSANAANYA DI INDONESIA 1 Oleh: Rignaldo Ricky Wowiling 2

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hal ini peranan pemerintah sangatlah penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana tidak setiap usaha baik dalam skala kecil, menengah, meupun

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. resmi dari Intellectual Property Rights (IPR). Berdasarkan substansinya, HKI

STIE DEWANTARA Hak Atas Kekayaan Intelektual Dalam Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mendorong

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam upayanya memperbaiki nasib atau membangun segala

PENGENALAN HKI (Hak Kekayaan Intelektual)

TUGAS MATA KULIAH HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. (Intelectual Property Rights Law)

BAB I PENDAHULUAN. Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun;

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Contoh Pedoman Etika Periklanan Manca Negara. Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke:

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

BAB I PENDAHULUAN. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka,

PELANGGARAN TERHADAP HAK MEREK TERKAIT PENGGUNAAN LOGO GRUP BAND PADA BARANG DAGANGAN

MODEKA MODEKA IP COMPANY PROFILE Intellectual property

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual menjadi isu sangat penting yang selalu mendapat perhatian baru dalam forum Nasional maupun Internasional. Pengaturan internasional mengenai HKI tercantum dalam World Trade Organization (WTO) yang secara resmi menggantikan GATT sejak tanggal 1 januari 1995 berdasarkan hasil kesepakatan Uruguay Round tahun 1994. Salah satu isi dari WTO berkaitan dengan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs). TRIPs merupakan persetujuan internasional mengenai aspek-aspek dagang dari hak kekayaan intelektual, termasuk barang-barang tiruan (trade related aspects of intellectual property right including trade in counterfeit goods) 1. Tujuan dari TRIPs adalah sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 7 Perjanjian TRIPs, yaitu perlindungan dan pelaksanaan hak-hak atas kekayaan intelektual harus memberikan sumbangan bagi kemajuan inovasi teknologi serta pengalihan dengan penyebaran teknologi dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan antara produsen dan pengguna dari pengetahuan teknologi serta dengan cara yang kondusif bagi kesejahteraan masyarakat, ekonomi dan keseimbangan antara HKI dan kewajiban 2. Dalam hal ini, memuat berbagai norma dan standar 1 Suyud Margono, 2011, Hak Milik Industri, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 27. 2 Ibid., hlm. 28.

2 perlindungan bagi karya-karya intelektual dan penegakan hukum dibidang HKI 3. Menurut Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs Agreement) tahun 1994, perjanjian TRIPs mengatur norma-norma standar yang berlaku secara internasional tentang HKI dan obyek HKI secara luas, yaitu: 1) Hak Cipta dan Hak Terkait (Copyright and Related rights); 2) Merek (Trademarks); 3) Indikasi Geografis (Geographical Indications); 4) Desain Industri (Industrial Designs); 5) Paten (Patents); 6) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Layout-Designs (Topographies) of Integrated Circuits; 7) Rahasia Dagang (Protection of Undisclosed Information); dan 8) Larangan Praktek Persaingan Curang dan Perjanjian Lisensi (Control of Anti-Competitive Practices in Contractual Licenses). 4 Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan WTO melalui Undang-Undang No. 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Akibatnya Indonesia tidak dapat dan tidak diperkenankan membuat peraturan yang extra-territorial yang menyangkut tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan semua isu yang terdapat dalam kerangka WTO. Indonesia harus mengakomodirnya paling tidak harus memenuhi (pengaturan) 3 Afrillyanna Purba dkk, 2005, TRIPs WTO & Hukum HKI Indonesia, PT Rineka Cipta, Bandung, hlm. 1. 4 O.K Saidin, 2013, Aspek Hak Kekayaan Intelektual, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 29.

3 standart minimum. Dengan demikian Indonesia harus menyesuaikan peraturan yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual. 5 HKI sebagai hasil karya intelektual merupakan sumber kekayaan material bagi pemiliknya yang mana mempunyai nilai ekonomi, sehingga menyangkut kepada pemiliknya. HKI terdiri dari 2 (dua) bidang yaitu : 6 1. Hak Cipta (copyright), terdiri dari : (a) Ilmu Pengetahuan; (b) Seni; (c) Sastra. 2. Hak Milik Industri (Industrial Property Rights), terdiri dari : (a) Patent (Patent); (b) Merek (Trademark); (c) Desain Industri (Industrial Design); (d) Desain Tata Letak Sirkuit Terpada (Layout Design of Integrated Circuit); (e) Rahasia Dagang (Trade Secret). Merek sebagai salah satu hak kekayaan intelektual yang dilindungi memiliki pengaruh yang sangat penting dalam dunia perdagangannya khususnya sebagai tanda pembeda terhadap suatu barang atau jasa yang dikenal oleh konsumen guna menjamin kualitas barang atau jasa tersebut. Pengertian merek menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yaitu tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk 5 Ibid., hlm. 23. 6 Etty Susilowati, 2012, Pengantar Hak Kekayaan Intelektual, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 11.

4 membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Hak merek merupakan hak khusus yang diberikan pemerintah kepada pemilik merek, untuk menggunakan merek tersebut dalam kegiatan perdagangan atau memberikan ijin kepada orang lain untuk menggunakannya dengan terlebih dahulu mendaftarkan merek tersebut. 7 Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, pendaftaran merek di Indonesia menganut sistem konstitutif, yang berarti penerimaan hak atas suatu merek karena adanya pendaftaran, sehingga hak atas merek tidak timbul secara otomatis. Para pemilik merek yang telah terdaftar akan mendapatkan haknya untuk menggunakan merek terdaftar dalam kegiatan perdagangan dan dapat memberikan ijin pihak lain untuk menggunakan merek tersebut, atau sering disebut lisensi. Berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, perlindungan terhadap merek terdaftar yang dimiliki oleh pemilik merek yaitu selama 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan tersebut dapat pula diperpanjang. Dalam kegiatan perdagangan, sering terjadi jika merek yang telah terdaftar ternyata tidak pernah digunakan dalam kegiatan perdagangan. Merek yang tidak pernah digunakan tersebut biasanya dikenal dengan istilah merek non-use 8. Merek non-use merupakan suatu penyimpangan dari 7 Etty Susilowati, Op.Cit., hlm. 94. 8 M. Yahya Harahap, 1996, Tinjauan merek secara umum dan hukum merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1992, PT Citra Aditya Bhakti. Bandung, hlm. 549.

5 kewajiban pemilik merek karena dapat diartikan tidak menggunakan merek dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa meskipun telah memiliki hak eksklusif dan terdaftar dalam daftar umum merek. Dalam hal adanya penggunaan merek non-use Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 memberikan upaya hukum berupa penghapusan merek terdaftar. Pasal 74 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 memberikan pengaturan penghapusan merek non-use, yaitu: (1) Penghapusan Merek terdaftar dapat pula diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan dalam bentuk gugatan ke Pengadilan Negeri dengan alasan Merek tersebut tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. (2) Alasan Merek tidak digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal adanya: a. Larangan impor; b. Larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang menggunakan Merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara; atau c. Larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (3) Penghapusan Merek terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tidak memberi pengertian penggunaan merek dalam perdagangan barang dan/atau jasa dan perhitungan saat pemakaian terakhir. Mengacu pada pengaturan penghapusan merek non-use yang terdapat dalam Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dalam penjelasan pasal menyatakan bahwa pemakaian terakhir adalah penggunaan merek tersebut pada produksi barang atau jasa yang diperdagangkan. Saat

6 pemakaian terakhir tersebut dihitung dari tanggal terakhir pemakaian sekalipun setelah itu barang yang bersangkutan masih beredar di masyarakat. Kasus tentang penghapusan merek non-use salah satunya adalah penghapusan merek IKEA untuk barang atau jasa kelas 20 9 dan kelas 21 10, antara INTER IKEA SYSTEM BV dengan PT RATANIA KHATULISTIWA. Putusan Mahkamah Agung No 264/K/Pdt.Sus/2015 tertanggal 12 mei 2015 menyatakan merek IKEA milik INTER IKEA SYSTEM BV termasuk dalam merek non-use sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (2) huruf a Undang-Undang No. 15 Tahun 2001. Hal menarik dalam kasus tersebut, dasar pertimbangan majelis hakim dalam putusan tingkat pertama Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No 99/PDT.SUS-MEREK/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst didasarkan atas market survey yang dilakukan oleh Berlian Group Indonesia atas permintaan PT RATANIA KHATULISTIWA. Berdasarkan hasil market survey oleh Berlian Group Indonesia dapat dilihat bahwa indikator penggunaan merek dalam perdagangan hanya mencakup proses distribusi barang saja. Majelis hakim tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang disampaikan oleh INTER IKEA SYSTEM BV terkait dengan penggunaan merek IKEA pada 9 Kelas 20 antara lain: jenis barang: perabot-perabot rumah, cermin-cermin, bingkai gambar, bendabenda (yang tidak termasuk dalam kelas lain) dari kayu, gabus, rumput, buluh, rotan, tanduk, tulang gading, balein, kulit kerrang, amber, kulit mutiara, tanah liat, magnesium dan bahan-bahan pengantinya atau dari plastik. 10 Kelas 21 antara lain: dengan jenis barang: perkakas dan wadah-wadah untuk rumah tangga atau dapur (bukan dari logam mulia atau yang dilapisi logam mulia); sisir-sisir dan bunga-bunga karang, sikat-sikat (kecuali kwas-kwas), bahan pembuat sikat, benda-benda untuk membersihkan, wol baja, kaca yang belum atau setengah dikerjakan (kecuali kaca yang dipakai dalam bangunan), gelas-gelas, perselin dan pecah belah dari tembikar yang tidak temasuk dalam kelas lain.

7 kegiatan produksi dan perdagangan di Indonesia. Barang yang dijual oleh INTER IKEA SYSTEM BV untuk kelas 20 dan 21 telah diproduksi di Indonesia oleh perusahaan yang ditunjuk yaitu PT Karya Sutarindo dan PT Fidora Internusa. Pasal 61 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 telah mengatur mengenai pengapusan merek yang tidak digunakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. Penjelasan Pasal 61 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 memberikan penjelasan mengenai pengertian kata pemakaian terakhir yakni penggunaan merek pada produksi barang atau jasa yang diperdagangkan dimana saat pemakaian terakhir tersebut dihitung dari tanggal terakhir pemakaian sekalipun setelah itu barang yang bersangkutan masih beredar dimasyarakat. Majelis hakim dalam pertimbangannya juga mengartikan perdagangan terhadap penjualan barang hanya dalam bentuk kegiatan penjualan fisik melalui toko-toko furnitur di Indonesia sesuai dengan hasil market survey yang dilakukan oleh Berlian Group Indonesia. INTER IKEA SYSTEM BV telah memperlihatkan bukti-bukti bahwa merek IKEA untuk kelas barang 20 dan 21 telah diperdagangkan di Indonesia dengan cara penjualan secara langsung kepada pengguna akhir dan melakukan penjualan melalui media internet. Dalam Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tidak mengatur secara limitatif terhadap penjualan barang harus dilakukan secara bentuk fisik saja, sehingga dimungkinkan

8 untuk menginterpretasikan pengertian perdagangan secara luas terkait proses penjualan barang dalam bentuk dan cara yang lebih beragam. Putusan Mahkamah Agung No. 264/K/Pdt.Sus/2015 menguatkan putusan tingkat pertama Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No 99/PDT.SUS- MEREK/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. Dalam pertimbangan putusan tersebut, salah seorang hakim berbeda pendapat (disenting opinion) yaitu I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H., yang menyatakan bahwa merek IKEA milik INTER IKEA SYSTEM BV merupakan merek terkenal (well known trademark) yang tidak seharusnya dihapus dan fakta di lapangan terlihat bahwa merek IKEA memiliki store di Jalan Alam Sutera Tangerang. Hukum merek yang berlaku di Indonesia telah mengatur mengenai mekanisme penghapusan merek non-use, namun penerapan dan pemanfaatannya belum dilaksanakan secara optimal. Penjelasan Undang- Undang mengenai batasan penggunaan merek serta pemakaian terakhir suatu merek dalam perdagangan juga dirasa kurang memberikan penjelasan secara terang. Pengaturan mengenai penghapusan merek non-use yang dirasa kurang jelas serta bentuk pengawasan dari pemerintah untuk mengantisipasi penggunaan merek non-use yang dirasa kurang efektif dapat mengakibatkan banyak merek terdaftar yang tidak digunakan oleh pemiliknya. Dengan latar belakang permasalahan diatas, maka penulis akan meneliti mengenai KEBIJAKAN PENGHAPUSAN MEREK NON-USE

9 DALAM PERDAGANGAN DI INDONESIA (STUDI KASUS PENGHAPUSAN MEREK IKEA) B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, permasalahan yang diteliti dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana dasar kebijakan penghapusan merek non-use dan pendekatan dalam penghapusan merek non-use di Indonesia? 2. Bagaimana penentuan penggunaan merek dalam penghapusan merek IKEA di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di latar belakang penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengkaji dan menganalisa dasar kebijakan penghapusan merek non-use dan pendekatan dalam penghapusan merek non-use di Indonesia. 2. Untuk mengkaji dan menganalisa mengenai penentuan penggunaan merek dalam penghapusan merek IKEA di Indonesia. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan fokus permasalahan dan tujuan penelitian ini diharapkan memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut:

10 1. Manfaat Teoritis Penulis berharap secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah dalam perkembangan ilmu hukum. khususnya dalam lingkup hukum bisnis yaitu Hak Kekayaan Intelektual yang secara garis besar membahas mengenai penghapusan merek terdaftar (merek non-use). Sehingga dapat menambah informasi, bahan pustaka dan berharap dapat menjadi acuan bagi penelitian berikutnya. 2. Manfaat Praktis Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister Hukum dalam bidang hukum bisnis, serta diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran, wawasan dan pemahaman penulis tentang Hak Kekayaan Intelektual, memberikan nilai kegunaan yang positif bagi masyarakat pada umumnya. Selain itu diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi akademisi mengenai penghapusan merek terdaftar (merek non-use). E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan pada berbagai perpustakaan baik di Fakultas Hukum maupun Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada tidak ditemukan adanya suatu penelitian yang berkenaan dengan Kebijakan Penghapusan Merek Non-Use dalam Perdagangan di Indonesia (Studi Kasus Penghapusan Merek IKEA).

11 Adapun penelitian tesis yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan penghapusan merek, yaitu : Penelitian yang dilakukan oleh Yuliyono (2010), mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, dengan judul Gugatan Penghapusan Pendaftaran Merek (Studi Kasus Gugatan Penghapusan Pendaftaran Merek Top). Dalam penelitian tersebut, penulis mengangkat permasalahan mengenai: 1. Bagaimana penerapan ketentuan-ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang menganut sistem pendaftaran konstitutif (first to file system) dalam perkara permohonan penghapusan atas merek yang didaftarkan pertama kali berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 yang menggunakan sistem pendaftaran deklaratif (first to system)? 2. Siapa-siapa yang dimaksud dengan pihak ketiga sebagaimana diatur dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, yang dapat mengajukan permohonan penghapusan pendaftaran merek? 3. Bagaimana peran dan sikap pengadilan dalam menerapkan ketentuan mengenai penghapusan pendaftaran merek yang didaftarkan pertama kali berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961, khususnya dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 387/K/Pdt.Sus/2009 tertanggal 9 Juli 2009 jo Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,

12 register perkara No. 83/Merek/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 7 April 2009? Berdasarkan penelitian judul maupun perumusan masalah dari penelitian hukum tersebut diketahui berbeda rumusan masalah dengan yang diajukan oleh penulis. Tesis tersebut menjelaskan mengenai penerapan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dalam perkara permohonan penghapusan atas merek yang didaftarkan pertama kali berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 dan kasus yang diteliti dalam tesis tersebut adalah kasus gugatan penghapusan pendaftaran merek top. Penelitian yang dilakukan penulis menggunakan peraturan terbaru dan studi kasus yang diteliti oleh penulis adalah kasus penghapusan merek IKEA. Berdasarkan penelitian judul maupun perumusan masalah dari penelitian hukum tersebut diketahui berbeda dengan yang diajukan oleh penulis. Dengan demikian tidak terdapat penelitian yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi yang serupa dengan penelitian penulis, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam karya tulis ini.