Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: ANALISA KETAHANAN KEKERASAN ANTARA TABUNG GAS ELPIJI BESAR DAN TABUNG GAS ELPIJI KECIL

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB III METODE PENELITIAN

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Sprocket

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB III METODE PENELITIAN

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

PENGARUH TYPE PENGERASAN TERHADAP DISTRIBUSI KEKERASAN, KEDALAMAN DIFUSI DAN STRUKTUR MIKRO BAJA KARBON RENDAH (MILD STEEL) YANG TELAH DIKARBURISASI

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

TUGAS AKHIR PENGARUH ELEKTROPLATING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM PADUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

LAJU DAN BENTUK KOROSI PADA BAJA KARBON MENENGAH YANG MENDAPAT PERLAKUAN PADA SUHU AUSTENIT DIUJI DI DALAM LARUTAN NaCl 3 N

PENGARUH MANUAL FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN HASIL TEMPA BAJA PEGAS

PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

HEAT TREATMENT PADA ALUMINIUM PADUAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EFEK PERLAKUAN PANAS AGING TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN IMPAK PADUAN ALUMINIUM AA ABSTRAK

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA KARBON RENDAH (ST41) DENGAN METODE PACK CARBIRIZING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

EFEK PERLAKUAN PANAS AGING TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN IMPAK PADUAN ALUMINIUM AA Sigit Gunawan 1 ABSTRAK

PENGARUH PERBEDAAN KONDISI TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN DARI BAJA AISI 4140

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

PENELITIAN TENTANG PENINGKATAN KEKERASAN PADA PERMUKAAN BUSHING DENGAN HEAT TREATMENT METODE KONVENSIONAL

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ZINC DAN KETAHANAN KOROSI PADA PERMUKAAN LINK ENGINE HANGER SEBELUM PROSES PELAPISANNYA

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201

Pengaruh Heat Treatment denganvariasi Media Quenching Oli dan Solar terhadap StrukturMikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

BAB 4 HASIL PENELITIAN

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan akan bahan logam dalam pembuatan alat alat dan sarana. Untuk memenuhi kebutuhan ini, diperlukan upaya pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen. yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT

BAB IV HASIL PENELITIAN

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

STUDI KEKUATAN IMPAK DAN STRUKTUR MIKRO BALL MILL DENGAN PERLAKUAN PANAS QUENCHING

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SKD 11 MOD TERHADAP SKD 11. Rianti Dewi Sulamet Ariobimo

Transkripsi:

ANALISA KETAHANAN KEKERASAN ANTARA TABUNG GAS ELPIJI BESAR DAN TABUNG GAS ELPIJI KECIL Rita Djunaidi* *Dosen Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas IBA. Email : ritadjunaidi@iba.ac.id ABSTRAK Baja karbon rendah dan aluminium banyak digunakan didalam industri dan keperluan sehari hari.hal ini karena sifat dari logam logam tersebut mempunyai sifat fisik dan mekanik relatif baik. Baja karbon yang mempunyai sifat keuletan dan kekuatan yang baik karena kandungan karbon yang dimiliki relatif rendah salah satunya adalah baja tipe JIS G 4051 S 22 C yang digunakan untuk pembuatan tabung baja LPG. Jenis baja ini dapat ditingkatkan kekuatan dan kekerasannya dengan proses perlakuan panas pengerasan (hardening) pada suhu 900 C ditahan dalam waktu 15 menit, diikuti dengan proses pendinginan di dalam air, selanjutnya diikuti dengan proses penemparan pada suhu 200 C ditahan selama 15 menit. Paduan aluminium, dilakukan proses Solution Heat Treatment pada 545 C selama 45 menit lalu pencelupan dan terakhir penuaian buatan pada 160 C selama 120 menit. Kekerasan tabung Aluminium sebelum perlakuan panas bagian atas, tengah dan bawah adalah : 70, 71 dan 72 HV dan sesudah perlakuan panas bagian atas, tengah dan bawah adalah : 264, 73 dan 72 mempunyai nilai kekerasan yang hampir sama. Kekerasan tabung baja karbon rendah sebelum perlakuan panas pada bagian atas, tengah dan bawah adalah : 167, 152 dan 150 HV. Sesudah perlakuan panas kekerasan menjadi naik pada tabung bagian atas, tengah dan bawah masing masing adalah : 436, 345, dan 344 HV. Kata kunci : perlakuan panas, Solution Heat Treatment, Pemuaian Buatan 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam pengembangan aplikasinya, logam paduan aluminium dan baja karbon rendah ternyata banyak digunakan sebagai bahan pembuat tabung gas elpiji yang biasa dipakai sehari hari dalam rumah tangga.hal itu dimungkinkan oleh karena sifat sifat paduan aluminium yang ringan, kekerasan yang cukup tinggi dan sifat mekanis yang cukup baik serta mudah dibentuk, demikian pula dengan baja karbon rendah yang memiliki kekuatan dan kekerasan yang baik. Sebagai bahan pembuat tabung gas, kekerasan yang memadai menjadi salah satu hal yang penting karena pada prateknya tabung gas sering mengalami kondisi dimana material tersebut harus memiliki kekerasan yang cukup sehingga layak dipakai, terutama pada saat distribusi tabung tabung gas melalui transportasi laut keberbagai tempat yang jauh sehingga tabung tabung tersebut sering terkena percikan air laut, benturan atau gesekan baik itu dengan sesama tabung gas maupun dengan material lain selama perjalanan. Berdasarkan kondisi kondisi tersebut perlu dilakukan suatu penelitian mengenai sifat kekerasan dari tabung gas yang terbuat dari paduan aluminium karbon rendah yang mengalami proses perlakuan panas. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh perlakuan panas terhadap sifat kekerasan pada tabung gas yang terbuat dari paduan aluminium dan baja karbon rendah. 57

Jurnal Ilmiah TEKNIKA 1.3. Ruang Lingkup Penelitian 1.3.1. Bahan Yang Digunakan : A. Paduan Aluminium Media celup : Air pada temperature kamar Proses perlakuan panas : Laku panas pelarutan dengan temperature 545 C selama 45 menit Pencelupan dengan air pada temperatur kamar Penuaian buatan pada temperatur 160 C selama 120 menit B. Baja Karbon Rendah Proses perlakuan panas : Metode perlakuan panas pengerasan (hardening) dengan temperature austenisasi 900 C waktu tahan 15 menit. Diikuti dengan proses dengan penemperan dengan suhu 200 C waktu tahan 15 menit. Media pendingin (quenching) Sebagai media pendingin adalah air dengan suhu awal 28 C. 1.3.2 Metode Pengujian Paduan aluminium sebelum dan sesudah perlakuan panas dilakukan pengujian : Kekerasan (standart ASTM E 92 ) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aluminium dan Paduannya Aluminium dan paduan logam ringan yang memiliki penghantar panas dan listrik yang cukup baik serta memiliki kekuatan dan kekerasan yang cukup tinggi. Pemakaian logam aluminium dan paduannya dijumpai secara luas dalam berbagai bidang seperti : kimia, listrik, bangunan, transportasi dan rumah tangga. Logam paduan aluminium secara umum dapat dikasifikasikan dalam 3 (tiga) cara. Pertama, berdasarkan pembuatannya diklasifikasikan atas paduan aluminium cord dan tempa. Kedua, berdasarkan perlakuan panasnya diaksifikasikan atas paduan yang dapat diperlaku panaskan (Heat treable alloy) dan yang tidak (Not Heat treable alloy), serta yang ketiga berdasarkan unsur unsur paduan yang dikandungkannya dikasifikasikan atas beberapa nomor seri. Logam paduan aluminium yang dapat dilaku panaskan adalah paduan yang kekuatannya dapat ditingkatkan dengan proses pengerjaan dingin saja. 5) Peningkatan kekuatan dari paduan AI akibat perlakuan panas terjadi karena adanya fenomena pengendapan halus (fine dispersion). Fasa kedua dalam matriks, dimana endapan tersebut bertindak sebagai penghalang bagi gerakan dislokasi. 6) Paduan paduan yang termasuk kedalam kelompok dapat dilaku panaskan antara lain adalah : paduan AI Cu, paduan AI MG SI dan paduan AI Zn. Sementara kelompok yang tidak dapat dilaku panaskan antara lain adalah paduan AI Mn, paduan AI Si dan paduan AI mg. 2.2. Pengaruh Unsur Paduan Pada Baja Baja adalah logam yang tidak seluruhnya terdiri dari unsur besi, namun terdapat unsur unsur pemadu.fungsi unsur paduan memegang peranan penting yang dapat menetukan sifat mekanis dan fisik dari baja tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa pengaruh dari unsur peduan terhadap sifat baja (Davis, 1991). Karbon Jumlah karbon dibutuhkan didalam baja didasarkan oleh tipe baja yang dibuat.unsur karbon adalah unsur yang dapat menyebabkan peristiwa segregasi pada baja.dan segregasi yang 58

ditimbulkan lebih besar pengaruhnya dibandingkan unsur unsur lainnya. Kandungan karbon ini sangat berpengaruh pada proses pengerasan (hardening). Apabila kadar karbon meningkat, maka kekuatan tarik dan kekerasan akan meningkatkan, sebaliknya keuletan (ductility) dan sifat mampu lasnya (weldability) akan menurun. Mangan Mangan kurang berpengaruh pada proses segregasi dibandingkan unsur unsur lainnya. Mangan berguna untuk menentukan kualitas permukaan di semua jenis baja karbon. Apabila kadar Mn meningkat maka keuletan (ductility) dan sifat mampu las (weldability) akan menurun, sedangkan kekerasan meningkat. Phospor Unsur ini dapat menyebabkan segregasi, namun tidak sebesar unsur karbon dan sulfur. Peningkatan kadar phosphor dapat meningkatkan kekuatan (strength) dan kekerasan sebaliknya menurunkan keuletan dan ketanguhan (toughtness). Sulfur Peningkatan sulfur akan menurunkan sifat keuletan pada arah transfersal dan ketanguhan (toughtness) akibat beban impak dan hanya sedikit pengaruhnya pada sifat mekanis pada arah longitudinal. Meningkatnya kadar sulfur akan menurunkan sifat mampu las, namun kehadiran sulfur dapat meningkatkan sifat mampu permesinan (machinability). Dan sulfur adalah unsur yang menyebabkan segregasi terbesar. Silikon Dapat digunakan sebagai deoxsidizer jumlah silikon selalu dihubungkan dengan jenis baja. Pada baja rimmed dan capped steel jumlah Si lebih sedikit, pada semikilled steel terdapat cukup kadar silikon cukup didalamnya, sedangkan pada killed carbon steel mengandung silikon sekitar 0,6%. Khromium Penambahan kadar Cr dalam baja berfungsi untuk meningkatkan ketahanan korosi, peningkatan kekerasan, peningkatan kekuatan pada temperature tinggi, dan peningkatan katehanan aus. Khromium dapat membentuk senyawa karbida yang sangat kuat. Dalam proses pengerasan Cr dipadukan dengan unsur pembentuk ketanguhan seperti Ni untuk meningkatkan sifat mekanik yang baik. Nikel Digunakan sebagai unsur paduan dalam baja konstruksi sebagai kekuatan fasa perlit.ni adalah unsur penstabil fasa ferit yang tidak membentuk senyawa karbida.sehingga jumlah tidak berubah dalam larutan fasa ferit.dan dapat meningkatkan kekuatan dan ketanguhan fasa ferit. 2.3. Proses Perlakuan Panas Prinsip dasar proses perlakuan panas terhadap logam baja adalah proses transformasi dan dekomposisi dari fasa austenit. Sebagai acuan dapat dilihat pada diagram keseimbangan Fe C (Gambar 2.5). Jenis proses perlakuan pada baja akan menentukan sifat akhir dari baja tersebut. Ada bermacam macam proses perlakuan panas yang dalam dilakukan pada baja diantaranya : pelunakan (annealing), pengerasan (hardening), homogenisasi dan normalisasi. Dalam usaha untuk meningkatkan sifat mekanik dari baja seperti kekerasan, kekuatan dan ketanguhannya maka proses perlakuan panas yang harus dilakukan adalah proses pengerasan (hardening) dan penemparan. Dalam proses pengerasan (hardening), kita akan memperoleh sifat kekerasan dan kekuatan bahan yang amat tinggi tetapi sifat keuletan bahan akan menurun, untuk dapat meningkatkan sifat keuletan dari baja tersebut maka setelah proses pengerasan biasanya diikuti dengan proses penemparan agar sifat keuletannya meningkat 14). 2.4. Proses Pengerasan Baja 59

Jurnal Ilmiah TEKNIKA Adapun yang dimaksud dengan proses pengerasan (hardening) adalah proses pemanasan baja diatas temperatur kritis untuk memperoleh struktur austenite yang homogeny pada seluruh bagian baja tersebut dan kemudian dilakukan pendinginan dengan control kecepatan pendinginan yang tertentu sehingga diperoleh struktur mikro yang sesuai dan akan meningkatkan sifat makanik baja sesuai dengan sifat yang diinginkan. 10). Struktur angg diinginkan dari hasil proses pengerasan ini adalah struktur mantesit, yang mempunyai nilai kekerasan yang sangat tinggi. Dalam proses pengerasan baja yang harus benar benar diperhatikan adalah larutnya seluruh fasa menjadi fasa austenite yang cukup untuk menjamin tercapainya proses pengerasan setelah proses celup dingin (quenching). Dan ukuran besar butir secara keseluruhan harus minimum agar tetap diperoleh sifat ketangguhan yang baik. Larutan karbida yang dapat larut dalam fasa austenit adalah proporsional dengan temperature austenit, dalam artian dengan meningkatnya temperatur maka kelarutan karbida. Jika temperatur pengerasan ditingkatkan akan berpengaruh pada ukuran butir (grainseze) dan jumah austenit sisa (retainet austenite). Ukuran butor dalam baja akan meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur pemanasan pada saat proses pengerasan, diatas temperature kritis bahan. Meningkatnya ukuran butir (grain growth) dari austenit pada baja akan terjadi setelah larutan karbida cukup terlarut. Hal ini berhubungan juga dengan lamanya waktu penahanan pada temperatur proses pengerasan seperti terlihat pada gambar 2.6. 2.4.1 Waktu Tahan Temperatur Pengerasan (Holding Time) Pada saat baja telah mencapai temperature pengerasan dimana dalam memberikan fasa austenite, maka diperlukan waktu penahan untuk memastikan seluruh bagian baja tersebut telah berubah menjadi fasa austenit.lamanya waktu penahanan tergantung pada tingkat kelarutan karbida dan ukuran butir yang diinginkan. Jumlah karnida berbeda beda untuk tiap tiap jenis baja, sehingga waktu penahanan juga tergantung pada jenis baja tersebut. Selain itu, waktu penahanan juga tergantung pada kecepatan pemanasan. Jika mengunakan kecepatan pemanasan yang sangat lambat, baja hypoeutektoid akan sempurna membentuk fasa austenit segera setelah diatas garis A 3 oleh karena itu tidak diperlukan waktu penahanan. Namun jika kecepatan pemanasan relatif cepat, maka diperlukan waktu penahanan untuk menjamin kesamaan temperatur dan kelarutan karbida 14). 2.4.2. Proses Penemperan Baja Proses temper adalah suatu proses pemanasan baja berstruktur martensit mulai temperatur 160 C sampai dibawah temperatur kritis (garis A 1 ) selama beberapa lama lalu didinginkan secara perlahan. Materi baja yang mengalami proses pendinginan cepat akan memiliki struktur martensit. Tetapi baja dengan martensit ini sangat rapuh dan dalam pembentukan martensit ini selalu dihasilkan tegangan sisa dalam baja, untuk itu pada setiap proses pengerasan harus diikuti oleh proses penemperan untuk menghilangkan tegangan sisa dalam baja serta sekaligus dapat meningkatkan sifat keuletan dan ketanguhan baja (Krammer, 1991). Gambar 2.17. Kurva penemperan baja H 13, dengan variasi waktu tahap penemperan 14 60

Selama proses penemperan, martensit dan austensit sisa akan bertransformasi kebentuk produk yang lain. Transformasi ini tergantung dari temperatur penemperan dan lamanya waktu penahanan. Waktu penemperan adalah berkisar 1 2 jam untuk ketebalan tiap 1 inchi (25,4 mm). Untuk temperatur penemperan sampai dengan 450 C, waktu penemperan sedikit pengaruhnya pada proses pengerasan baja. Namun untuk pada temperatur penemperan diatas factor waktu sangatlah berpengaruh (lihat gambar 2.1). Adapun tahap tahap yang terjadi pada saat proses penemperan adalah sebagai berikut 14) : 80 C - 160 C, Pengendapan fasa yang kaya akan karbon yaitu karbida. Dan konsekuensinya terjadi pengurangan karbon didalam martensit sekitar 0,3%. 230 C - 280 C, Dekomposisi austensit sisa menjadi bainit atau perlit. 160 C - 400 C, Pembentukan dan pertumbuhan sementit (Fe 3 C) dengan mengkorbankan fasa karbida. 400 C - 700 C, Pertumbuhan dan Spheroidisasi sementit dilanjutkan. Proses penemperan umumnya dilakukan pada temperatur yang berbeda beda dimana hal ini disesuaikan dengan sifat mekanik yang ingin diperoleh. Sifat kekerasan dan ketanguhan pada baja jenis ini yang dihasilkan dari proses penemperan adalah berbanding terbalik seperti ditunjukan oleh gambar 2.18. Gambar 2.18 Hubungan antara temperatur penemperan dengan kekerasan 61

Jurnal Ilmiah TEKNIKA 3. METO DE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Sampel Awal Baja Karbon Rendah dan Paduan Aluminium Uji Komposisi Tanpa Perlakuan Dengan Perlakuan Baja Karbon Rendah - Hardening T = 900 C t = 15 menit - Quenching T = 25 C - Tempering T = 200 C t = 15 menit Pa Aluminium - Solution Treatment T= 545 C - Quenching T = 25 C - Artificially Aging T = 160 C t = 120 menit Uji Data Pembahasan Kesimpulan dan Saran Literatur Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 62

3.2. Bahan dan Alat Yang Digunakan 3.2.1. Bahan a. Sampel Paduan Aluminium b. Baja lunak, Baja karbon rendah 3.2.2. Alat a. Dapur pemanas jenis Naberherm, made in West Germany dengan karakteristik : - Model : n9/c8, dibuat tahun 1988 - Frekwensi : 50 Hz, 2,7 Kw dan tegangan 220 volt - Temperatur maksimum yang bisa dicapai : 100 C - Arus listrik yang digunakan : 12,3 ampere b. Alat uji kekerasan Vickers type 39505 3.3. Langkah Kerja Penelitian 3.3.1. Tahap Persiapan Benda Uji Aluminium dan Baja Karbon Rendah Suatu lubang gas yang terbuat dari paduan Aluminium dipotong untuk diambil sebagai sampel pada bagian atas, bagian tengah dan bagian bawah dari tabung gas tersebut. Potongan potongan tersebut lalu dibentuk menjadi sebuah bentuk sampel persegi panjang dengan ukuran panjang 300 mm, lebar 200 mm dan tebal 4 mm. 200 mm 300 mm 4 mm Gambar 3.2. Potongan Sampel 3.3.2. Tahap Laku Panas Pelarutan Aluminium Tiga buah sampel yaitu bagian atas, tengah dan bawah dari tabung gas dimasukan kedalam dapur pemanas dan dipanaskan hingga temperature 545 C. Setelah dicapai temperatur tersebut, lalu ditahan selama 45 menit. 3.3.3. Tahap Pencelupan Setelah 45 menit dipanaskan didalam dapur pada temperature 545 C, sampel sampel tersebut kemudian dikeluarkan dan langsung dicelup kedalam media celup yang berupa air yang berat dari masing masing sampel hampir sama maka volume dari air untuk tiap tiap sampel sama yaitu sekitar 20 ml, hal itu dimaksudkan agar didapat kecepatan pendinginan yang sama. Setelah sampel cukup dingin dan temperaturnya dianggap sama dengan temperatur kamar, maka sampel diangkat dan dipersiapkan untuk tahap penuaian buatan. 3.3.4. Tahap Penuaian Buatan Aluminium Sampel sampel tersebut kemudian kembali dimasukkan kedalam dapur pemanas untuk dilakukan penuaian buatan pada temperatur 160 C selama 120 menit.setelah 120 menit, sampel dikeluarkan dan didinginkan diudara terbuka. 3.3.5. Proses Pengerasan Baja Karbon Rendah Proses pengerasan dilakukan pada temperatur 900 C dengan waktu tahan 15 menit dilakukan dalam dapur muffle. Sebelum mencapai temperatur pengerasan dilakukan proses pra pemanasan 63

Jurnal Ilmiah TEKNIKA (pregeating) sampai temperature 500 C. Setelah dicapai temperatur pengerasan pengerasan dilanjutkan dengan proses pendingin cepat (quenching) dengan media pendinginan air (temperatur 28 C). 3.3.6. Proses Penemperan Baja Karbon Rendah Proses penemperan dilakukan dengan temperatur 200 C lamanya waktu penahanan adalah 15 menit. Sebelum mencapai temperatur penemperan, dilakukan preheating sampai temperatur 100 C. 3.4. Pengujian Hasil 3.4.1. Pengamatan Struktur Mikro Pengamatan ini bertujuan untuk melihat jenis dan bentuk struktur mikro yang dimiliki oleh material yang diuji pada tiap tiap bagian sebelum perlakuan panas maupun setelah perlakuan panas. Proses pengamatan struktur mikro dilakukan dengan mengunakan mikroskop optik. Proses pelaksanaan pengamatan struktur mikro dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : 1. Sampel diamplas dengan tingkat kekerasan kertas amplas yang berbeda, yaitu 60#, 240#, 400#, 600#, 800#, 100# dan 1200#. 2. Setelah didapat permukaan sampel yang halus dan rata, dilakukan proses pemolesan dengan mengunakan pasta alumina atau paste intan (diamond). 3. Setelah pemolesan selesai, dilakukan proses pembersian yang dilanjutkan dengan proses pengeringan. 4. Sampel dietsa dengan larutan nital 2% fres selama 15 detik sambil diratakan dengan kapas, kemudian dicuci dengan air dan diolesi dengan alkohol, lalu dikeringkan. 3.4.2. Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengujian kekerasan makro (macro hardness), yaitu dengan mengunakan metode pengujian Vikerrs.Tujuannya adalah untuk mengetahui besarnya nilai kekerasan pada permukaan benda uji.metode pengujian Vikerss adalah termasuk dalam standar pengujian ASTM E 92. Nilai kekerasan Vikers merupakan perbandingan antara beban dengan luas permukaan kontak hasil penjejakan dengan indentor yang berbentuk piramida.luas permukaan yang dihasilkan merupakan kuadrat dari diagonal rata rata. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : HVN (kg/mm 2 ) = 1,8544 P / d 2 Dimana : P d : Beban yang diterima permukaan sampel (kg) : Rata rata diagonal (mm) Beban yang digunakan pada metode Vikers bervariasi antara 1 sampai 200 kg.pada penelitian ini digunakan dengan beban 294 N untuk aluminium dan beban 5 kg untuk baja.persiapan sampel pengujian adalah dengan pengamplasan dengan kertas yang memiliki kekasaran 60# - 600#. Perjejakan yang dilakukan untuk pengamatan dibawah mikroskop 5 (lima) jejak. 64

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Pengamatan Struktur Mikro 4.1.1. Aluminium Sebelum dan Sesudah Perlakuan Panas A.1. Struktur Mikro Aluminium bagian atas sebelum perlakuan panas pembesaran 100 X A.2. Struktur Mikro Aluminium Bagian atas sebelum perlakuan panas pembesaran 500 X B.1. Struktur Mikro Aluminium Bagian Atas Sesudah Perlakuan Panas Pembesaran 100 x B.2. Struktur Mikro Aluminium Bagian Atas Sesudah Perlakuan Panas Pembesaran 500 x 65

Jurnal Ilmiah TEKNIKA C.1. Struktur Mikro Aluminium Bagian Tengah Sebelum Perlakuan Panas Pembesaran 100 x C.2. Struktur Mikro Aluminium Bagian Tengah Sebelum Perlakuan Panas Pembesaran 500 x D.1. Struktur Mikro Aluminium Bagian Tengah Sesudah Perlakuan Panas Pembesaran 100 x D.2. Struktur Mikro Aluminium Bagian Tengah Sesudah Perlakuan Panas Pembesaran 500 x 66

E.1. Sturktur Mikro Aluminium Bagian Bawah Sebelum Perlakuan Panas Pembesaran100 x E.2. Struktur Mikro Aluminium Bagian Bawah Sebelum Perlakuan Panas Pembesaran 500 x F.1. Struktur Mikro Aluminium Bagian Bawah Sesudah Perlakuan Panas Pembesaran 100 x F.2. Struktur Mikro Aluminium Bagian Bawah Sesudah Perlakuan Panas Pembesaran 500 x 67

Jurnal Ilmiah TEKNIKA 4.1.2. Baja Karbon Rendah Sebelum dan Sesudah Perlakuan Panas G.1. Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Bagian Atas Sebelum Perlakuan Panas Pembesaran 200 x G.2. Sturktur Mikro Baja Karbon Rendah Bagian Atas Sebelum Perlakuan Panas Pembesaran 500 x H.1. Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Bagian Atas Sesudah Perlakuan Panas Pembesaran 200 x H.2. Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Bagian Atas Sesudah Perlakuan Panas Pembesaran 500 x 68

I.1. Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Bagian Tengah Sebelum Perlakuan Panas Pembesaran 200 x I.2. Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Bagian Tengah Sebelum Perlakuan Panas Pembesaran 500 x J.1. Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Bagian Tengah Sesudah Perlakuan Panas Pembesaran 200 x J.2. Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Bagian Tengah Sesudah Perlakuan Panas Pembesaran 500 x 69

Jurnal Ilmiah TEKNIKA K.1. Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Bagian Bawah Sebelum Perlakuan Panas Pembesaran 200 x K.2. Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Bagian Bawah Sebelum Perlakuan Panas Pembesaran 500 x L.1. Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Bagian bawah Sesudah Perlakuan Panas Pembesaran 200 x L.2. Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Bagian Bawah Sesudah Perlakuan Panas Pembesaran 500 x 70

4.2. Hasil Pengamatan Uji Kekerasan Tabel 4.1. Hasil Uji Kekerasan Aluminium Kekerasan (HV) No Bagian Atas Bagian Tengah Bagian Bawah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah 1 72 63 71 75 73 74 2 69 65 72 67 70 73 3 67 65 71 77 72 70 4 71 63 72 75 72 70 5 73 65 70 69 71 72 Rata-rata 70 64 71 73 72 72 Tabel 4.2. Hasil Uji Kekerasan Baja Karbon Rendah Tipe JIS G 4051 S 22 C Kekerasan (HV) No Bagian Atas Bagian Tengah Bagian Bawah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah 1 158 432 169 311 151 426 2 175 444 147 344 151 315 3 175 453 148 344 148 269 4 175 426 147 362 148 315 5 156 429 150 364 152 393 Rata-rata 167 436 152 345 150 344 5. PEMBAHASAN 5.1. Struktur Mikro dan Kekerasan Aluminium Sebelum dan Sesudah Perlakuan Panas Dari foto struktur mikro hasil penelitian (bab 4) pada bagian atas tabung sebelum perlakuan panas (foto A.1 dan A.2) dengan bagian atas tabung sesudah perlakuan panas (foto B.1 dan B.2) terlihat sedikit perubahan yaitu tampak distribusi fasa lebih tidak merata. Hal ini disebabkan karena kurang cukupnya waktu dan temperatur aging, sehingga penyebaran atau pembentukan presipitat tidak cukup.pada bagian tengah tabung sebelum perlakuan panas (foto C.1 dan C.2) dengan bagian tengah tabung sesudah perlakuan panas (foto D.1 dan D.2) terlihat distribusi fasa sesudah perlakuan panas agak merata. Bagian bawah tabung sebelum perlakuan panas (foto E.1 dan E.2) dengan bagian bawah tabung sesudah perlakuan panas (foto F.1 dan F.2) distribusinya hamper sama. Dari komposisi paduan awal antara magnesium 1,012% dan silikon 1,348% yang hamper seimbang (berlebih sedikit silikon) maka dapat dipastikan presipitat yang akan berbentuk lebih banyak Mg 2 Si dan persipitat lain dalam jumlah kecil seperti (Fe,Mn) 3 SiAl 12 karena kadar mangan 1,105% kadar Fe 0,3583%. Dari data kekerasan yang ada tampak nilai kekerasan tidak mengalami perubahan yang berarti, baik sebelum perlakuan panas bagian atas, tengah dan bawah yaitu : 70,71,72 HV ataupun sesudah perlakuan panas yaitu : 64, 73,72 HV. Hal ini ditunjukan oleh foto mikro aluminium sebelum perlakuan panas (foto A1, A2, C1, C2, E1 dan E2) dengan foto mikro sesudah perlakuan panas (foto B1, B2, D1, D2, F1 dan F2) bahwa distribusi endapan hampir sama. Pada gambar 2.2.memperlihatkan fase diagram biner logam A dan B pemanasan yang melewati garis solvus maka fasa yang terjadi merupakan fasa tunggal a bila didinginkan dengan cepat maka atom atom B akan terperangkap sehingga disebut super saturatet solid solution bila diberikan waktu atau energi maka atom atom B akan keluar membentuk presipitat. Waktu yang diberikan bisa natural aging atau artificially aging. Kekerasan dapat dipengaruhi oleh aging, pada natural age atau overaged kekerasan menjadi turun sesuai (gambar 5.1.) dibawah ini. 71

Jurnal Ilmiah TEKNIKA Gambar 5.1. Pengaruh Aging pada sifat bahan 5.2. Struktur Mikro dan Kekerasan Mild Steel Sebelum dan Sesudah Perlakuan Panas Dari foto struktur mikro hasil penelitian (bab 4) pada bagian atas tabung sebelum perlakuan panas (foto G.1 dan G.2) fasa yang terlihat merupakan fasa ferit dan perlit dengan penyebaran yang merata, fasa ferit berwarna agak terang pada batas butir warna agak gelap adalah fasa perlit. Sedangkan bagian atas tabung sesudah perlakuan panas (foto H.1 dan H.2)fasa yang terlihat didominasi Martensit berbentuk jarum berwarna agak gelap dan sejumlah kecil austenit sisa.pada bagian tengah tabung sebelum perlakuan panas (foto I.1 dan I.2) terlihat fasa ferit dan perlit secara merata sedangkan bagian tengah tabung sesudah perlakuan panas (foto J.1 dan J.2) terlihat fasa Martensit. Bagian bawah tabung sebelum perlakuan panas (foto K.1 dan K.2) juga didominasi fasa ferit dan perlit, sedangkan bagian bawah tabung sesudah perlakuan panas (foto L.1 dan L.2) fasa terlihat Martensit. Sejumlah kecil austenit sisa dan kemungkinan berbentuk bainit. Jadi secara umum untuk Mild Steel struktur mikro sebelum perlakuan panas disetiap bagian relatif sama, bentuk butir dan fasa seragam terdiri dari fasa ferit dan perlit. Fasa ferit berwarna agak terang lebih dominan pada batas butir warna agak gelap adalah fasa perlit.sifat dari material dengan struktur ini mempunyai ketangguhan yang baik dan kekerasan rendah. Struktur mikro sesudah perlakuan panas dibagian bawah tabung juga sama yaitu fasa didominasi oleh fasa martensit berwarna agak gelap dan sejumlah kecil austenit sisa, berbeda dengan bagian atas yang hampir seluruhnya martensit. Pada waktu pelaksanaan prosedur penelitian ini (pemanasan dalam dapur) bagian atas ditempatkan pada urutan pertama pengambilan sampel diikuti oleh bagian tengah dan bawah setelah suhu mencapai suhu 900 C sampel bagian atas yang pertama dicelup kedalam air diikuti bagian tengah dan bawah ada penurunan suhu waktu pengambilan smapel bagian tengah dan bawah. Jadi pada saat ada penurunan tersebut, terjadi fasa austenit yang bertransformasi membentuk fasa ferit ketika didinginkan dengan cepat tidak seluruhnya fasa austenite menjadi martensit, sehingga mempengaruhi kekerasan yang terjadi. Kekerasan bagian atas, tengah dan bawah sebelum perlakuan panas rata rata adalah : 167, 152, 150 HV dan sesudah perlakuan panas rata rata adalah 2436, 344, 345 HV. Dari data kekerasan yang didapat menunjukan bahwa sesudah perlakuan panas terjadi peningkatan kekerasan karena adanya fasa martensit (foto H1, H2, J1, J2, L1 dan L2) yang mempunyai sifat lebih keras dari fase ferit dan perlit (foto G1, G2, I1, I2, K1 dan K2). 72

6. KESIMPULAN 1. Kekerasan tabung Aluminium sebelum perlakuan panas bagian atas, tengah dan bawah adalah : 70, 71 dan 72 HV dan sesudah perlakuan panas bagian atas, tengah dan bawah adalah : 264, 73 dan 72 mempunyai nilai kekerasan yang hampir sama. 2. Kekerasan tabung baja karbon rendah sebelum perlakuan panas pada bagian atas, tengah dan bawah adalah : 167, 152 dan 150 HV. Sesudah perlakuan panas kekerasan menjadi naik pada tabung bagian atas, tengah dan bawah masing masing adalah : 436, 345, dan 344 HV. DAFTAR PUSTAKA Fontana, Mars G, Corrosion Engineering, 3 rd, Mc Graw Hill Book Co, New York 1986. Metal Handbook Corrosion, 9 th Vol.13, Ed, ASM, Metal Park, Ohio. Purbaix Marcel,Lectures on Elektrochemical Corrosion, Plenum Press, New York, 1973. Wiryo Sumarto.H, T.Okumura, Teknologi Pengerasan Logam, Cetakan Ke 4, PT Pradnya Paramita, Jakarta 1988. ASM Speciality Handbook, Aluminium and Aluminium Alloys, ASM International, USA, 1993. F.Smith, William, Priciplis of Material Scines and Engineering, Mc Graw Hill Publishing Company, New York, 1990. Mondolfo,L.F., Aluminium Alloys, Structure and Properties, Butterworth, Boston, 1976. Hatch,J.e., Aluminium Properties and Physical Metallurgy, ASM, Metal Park, Ohio, 1984. Americans Society for Metal, Metal Handbook, vol.2, Properties and Selection : Non Ferrous Alloy and Pure Metal, 9th Ed, Metal Park, Ohio 1984. Guy,A.g., Element of Physical Metallurgy, Addison Wesley Publishing Company Inc, Reading Mass, 1959. 73