BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu agenda reformasi nasional yang dicanangkan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi sebuah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

SEKILAS PAJAK DAERAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Tujuan lainnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada Undang-Undang. Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang luas, nyata dan bertanggung jawab Kepada Daerah secara profesional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan berdasarkan prinsip dari otonomi daerah. Dalam Undang Undang No. 32

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah dalam menjalankan pemerintahannya.otonomi daerah sendiri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak

DAFTAR ISI. Elita Dewi: Identifikasi Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah, 2002 USU Repository 2006

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

BAB II KAJIAN TEORITIS. Menurut Mardiasmo (2002: 132), pendapatan asli daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Pergantian Pemerintahan dari Orde Baru ke orde Reformasi menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional dan perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat. Hal ini secara konkrit telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa, kewenangan otonomi luas diberikan kepada daerah merupakan perluasan kewenangan daerah menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua kewenangan bidang Pemerintahan, kecuali di bidang Politik luar negeri, Pertahanan keamanan, Peradilan, Moneter dan Fiskal serta Agama. Sedangkan yang dimaksud otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Masalah pokok dalam pengembangan otonomi daerah adalah luasnya ruang lingkup pembangunan daerah terutama dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang belum didukung oleh kesiapan dan kemampuan 22

23 aparatur pemerintah daerah secara memadai serta perangkat peraturan bagi pengelolaan sumber daya pembangunan di daerah (Tarigan, 2007). Pada Pasal 79 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan pasal 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dinyatakan bahwa, sumber sumber penerimaan daerah dalam rangka pembiayaan di daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan Lain-lain Penerimaan yang Sah. Salah satu dari sumber penerimaan daerah tersebut yang merupakan sumber penerimaan yang dikelola secara langsung di daerah adalah PAD. Mengingat PAD sebagai salah satu sumber penerimaan yang terpenting bagi daerah, maka penerimaan dari sumber PAD tersebut merupakan salah satu tolok ukur dari tingkat kemandirian suatu daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah. 2.2 Pembangunan dan Keuangan Daerah Berhasil tidaknya pelaksanaan kegiatan pembangunan tidak akan terlepas dari faktor pembiayaan yang tersedia. Faktor biaya mempunyai keterkaitan yang erat sekali terutama dalam era otonomi daerah. Pembangunan tanpa biaya dan dana yang memadai tidak akan menjamin terlaksananya pembangunan tersebut. Salah satu yang dapat menjamin terlaksananya pembangunan daerah adalah dari PAD. Kemampuan daerah dalam menggali potensi potensi keuangan daerah merupakan salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan

24 perkataan lain faktor keuangan merupakan faktor yang penting dalam mengukur tingkat kemampuan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi. Negara berkembang seperti Indonesia umumnya mempunyai derajat sentralisasi keuangan yang tinggi, artinya Pemerintah Pusat lebih banyak membiayai kegiatan penyediaan barang publik dan mengambil sebagian besar penerimaan Negara yang berasal dari pajak (Suparmoko, 2001). Tiga fungsi utama pemerintah sebagai penggerak pembangunan menurut Adam Smith (Mangkusubroto, 2000), adalah: (1) Memelihara keamanan dalam negeri dan pertahanan; (2) Penyelenggaraan Peradilan; serta (3) menyediakan barang barang yang tidak disediakan oleh swasta, seperti misalnya jalan, bendungan dan sebagainya. Dalam perekonomian modern menurut Mangkusubroto (2000), peranan pemerintah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga (3) golongan besar, yaitu: (1) Peranan alokasi, yaitu mengalokasikan agar sumber sumber ekonomi digunakan untuk kepentingan umum dan individu; (2) Peranan distribusi, yaitu untuk mengusahakan agar alokasi sumber-sumber dilakukan secara efisien, disamping juga memiliki peranan distribusi kekayaan atau pendapatan; dan (3) Peranan Stabilisasi, yaitu menjaga stabilitas perekonomian secara makro, sebab perekonomian yang sepenuhnya diserahkan kepada swasta, akan sangat peka terhadap goncangan keadaan yang akan menimbulkan pengangguran dan inflasi. Keterkaitan antara Keuangan Daerah dan Pusat sangat erat sekali, karena keuangan daerah yang kuat dapat meningkatkan efisiensi sektor publik dan mengurangi transfer Pemerintah Pusat kepada Daerah. Perimbangan keuangan

25 antara pemerintah pusat dan daerah telah menjadi perdebatan yang panjang dan bergeser dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan politik Negara yang bersangkutan (Devas, dkk 1998). Selanjutnya dikatakan bahwa tidak mungkin pembangunan berjalan secara efektif dengan sistem sangat terpusat pada wilayah Negara yang demikian luasnya seperti Indonesia, karena itu pengetahuan dan pengalaman pembangunan daerah perlu dimasukkan ke dalam proses pengambilan keputusan pembangunan nasional, dan hal ini bisa terwujud bila pemerintah daerah diberikan peranan untuk melaksanakan program pembangunan. 2. 3. Sumber Sumber Keuangan Daerah Pentingnya posisi keuangan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah sangat disadari oleh Pemerintah, demikian pula cara untuk mendapatkan keuangan yang memadai telah dipertimbangkan oleh pemerintah. Keuangan daerah merupakan indikator untuk mengetahui kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri ( Syamsi, 1987 ). Pemerintah Daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa adanya dana yang memadai untuk memberikan pelayanan dalam pembangunan, keuangan merupakan salah satu dasar kreteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri ( Kaho.1997). Sumber sumber keuangan daerah menurut Kaho (1997) dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok utama yakni sumber PAD dan sumber pendapatan non asli daerah ( non PAD). Penyelenggaraan Otonomi Daerah yang sehat hanya tercapai apabila sumber utama keuangan membiayai aktivitas pembangunan daerah berasal dari PAD.

26 Keuangan daerah pada dasarnya diatur oleh Undang Undang Dasar 1945, dalam bab VIII pasal 23 ayat (2) : Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang Undang. Dasar hukum keuangan daerah tersebut ditindaklanjuti dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 79 yang menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari : 1. Pendapatan Asli Daerah yaitu : - Pajak daerah, - Retribusi daerah - Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan - Lain lain Pendapatan yang sah. 2. Dana perimbangan 3. Pinjaman daerah 4. Lain lain pajak daerah yang sah 2.3.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) PAD merupakan sumber keuangan daerah yang digali dalam wilayah daerah yang bersangkutan dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Sesuai dengan penjelasan UU Nomor 25 tahun 1999 jo UU No. 33 tahun 2004 yang dimaksud dengan PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah. Adapun unsur dari pendapatan asli daerah terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,

27 hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta lain lain pendapatan asli daerah yang sah. Pajak daerah yang selanjutnya disebut Pajak menurut UU RI Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar sebesarnya kemakmuran rakyat. Retribusi daerah yang selanjutnya disebut Restribusi menurut UU RI Nomor 28 Tahun 2009 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Objek retribusi daerah terdiri dari retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Sedangkan jasa menurut UU RI Nomor 28 Tahun 2009 adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Berdasarkan Undang undang Nomor 52 Tahun 1962, yang dimaksud dengan perusahaan daerah yaitu badan usaha milik daerah yang didirikan oleh Pemerintah Daerah dengan tujuan untuk menambah pendapatan daerah dan mampu memberikan rangsangan berkembangnya perekonomian daerah tersebut.

28 2.4 Pengertian Pajak dan Pajak Daerah 2.4.1 Pengertian Pajak Banyak ahli memberikan definisi pajak yang berbeda, secara prinsip intinya tetap atau tujuannya sama. Soemitro (1992) menyatakan bahwa, Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya dipergunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama membiayai public investment. Definisi pajak yang diberikan oleh Soemahamidjaja (Munawir, 1998) bahwa Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh pengusaha berdasarkan norma norma hukum, guna menutup biaya produksi barang barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Berdasarkan kedua definisi pajak tersebut di atas bahwa unsur unsur pajak adalah sebagai berikut : a. Iuran masyarakat kepada Negara dalam arti bahwa yang berhak melakukan pungutan pajak hanyalah Negara, dengan alasan apapun swasta atau partikelir tidak boleh memungut pajak. b. Berdasarkan Undang Undang atau yang dapat dipaksakan dalam arti bahwa walaupun Negara mempunyai hak untuk memungut pajak, namun pelaksanaanya harus memperoleh persetujuan dari rakyatnya atau melalui undang-undang. c. Tanpa Jasa Timbal (prestasi) dari Negara yang langsung dapat ditunjuk, dalam arti jasa timbal atau kontra prestasi yang diberikan oleh Negara pada rakyatnya tidak dapat dihubungkan langsung dengan besarnya pajak.

29 d. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang bersifat umum, dalam arti bahwa pengeluaran pemerintah tersebut mempunyai manfaat bagi masyarakat secara umum. Dengan demikian pajak hanya dapat dipungut oleh pemerintah dan pemerintah dapat memungut pajak kalau sudah ada undang undang dan peraturan pelaksanaannya. Pajak merupakan kewajiban dari masyarakat, yang bila diabaikan akan terkena sanksi sesuai undang undang dimaksud. Bertitik tolak pada definisi pajak yang diberikan oleh para ahli pajak tersebut, menurut Munawir (1998), bahwa pemerintah memungut pajak terutama untuk memperoleh uang atau dana guna membiayai pengeluaran pemerintah. Berdasarkan kewenangan yang memungut atau lembaga pemungutnya maka pajak dapat dikelompokkan menjadi pajak negara (pajak pusat) dan pajak daerah (Watini dan Lingga, 2010). Sehingga seakan akan pajak mempunyai fungsi sebagai sumber keuangan Negara (budgetair), tetapi sebenarnya pajak mempunyai fungsi yang lebih luas, yaitu fungsi mengatur (regularend), dalam arti pajak itu dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan Negara dalam lapangan ekonomi dan sosial. 2.4.2 Pengertian Pajak Daerah Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar sebesarnya kemakmuran rakyat ( UU RI Nomor 28 Tahun 2009). Menurut Bird ( Lutfi, 2006)

30 pajak daerah yang baik pada prinsipnya harus memenuhi 2 kriteria. Pertama, pajak daerah harus memberikan pendapatan yang cukup bagi daerah sesuai derajat otonomi fiskal yang dimilikinya. Kedua, pajak daerah harus secara jelas berdampak pada tanggung jawab fiskal pemerintah daerah yang bersangkutan. Menurut Davey (1998), perpajakan daerah dapat diartikan sebagai berikut : a. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri. b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah. c. Pajak yang ditetapkan atau dipungut oleh pemerintah daerah. d. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada daerah, dibagi hasilkan dengan atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh pemerintah pusat. Lebih lanjut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 menegaskan bahwa, jenis jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari : a. Pajak Hotel. b. Pajak Restoran. c. Pajak Hiburan. d. Pajak Reklame. e. Pajak Penerangan Jalan. f. Pajak Mineral Bukan logam dan Batuan g. Pajak Parkir.

31 h. Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hakk atas Tanah dan Bangunan 2.5 Pajak Reklame Sesuai dengan fokus bahasan dalam penelitian ini, yaitu mengenai pengelolaan Pajak Reklame, maka konsep dasar daripada pajak reklame sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 disebutkan bahwa, Pajak Reklame adalah pajak atas semua penyelenggaraan reklame. Menurut Ahmad Yani ( Widyaningsih, 2009) Pajak Reklame adalah pajak atas semua penyelenggaraan reklame, yaitu benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan / atau dinikmati oleh umum. Dalam suatu manajemen pemasaran, reklame merupakan salah satu bagian terpenting untuk memperkenalkan suatu produk kepada konsumen. Menurut (Watini dan Lingga, 2010) salah satu strategi yang dilakukan perusahaan dalam memperkenalkan dan memasarkan produknya sehingga penjualan (pendapatan) perusahaan meningkat serta dapat memperluas pangsa pasar perusahaan adalah melalui media periklanan (reklame). Secara sederhana reklame didefenisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat

32 lewat suatu media, atau dengan kata lain cara menjual suatu produk barang atau jasa melalui penyebaran informasi. 2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Reklame Menurut Halim (2001), penerimaan pajak reklame sangat dipengaruhi oleh Berbagai faktor antara lain : a. Jenis reklame adalah berbagai benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan / atau dinikmati oleh umum. b. Jumlah penduduk adalah jumlah penduduk yang berdomisili di suatu wilayah c. Petugas reklame jumlah orang yang bertanggung jawab memproses ijin reklame serta mengadakan pengawasan dan penertiban terhadap pemasangan reklame d. Wajib pajak reklame adalah jumlah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame e. Titik lokasi reklame adalah penempatan lokasi pemasangan reklame yang tersebar dibeberapa wilayah. Selain faktor-faktor tersebut diatas, maka faktor lain yang diprediksi mempengaruhi penerimaan pajak reklame adalah kualitas pelayanan publik, serta sarana dan prasarana yang tersedia di daerah tersebut. Kualitas pelayanan publik

33 di suatu daerah akan menjadi pertimbangan kalangan dunia usaha untuk berinvestasi di daerah tersebut. 2.7 Hubungan Jumlah Reklame Terpasang, Jumlah Penduduk dan Jumlah Petugas Reklame dengan Penerimaan Pajak Reklame Hubungan jumlah reklame terpasang, jumlah penduduk dan jumlah petugas reklame (variabel bebas atau X ) dengan penerimaan pajak reklame (variabel terikat atau Y ) dapat positif, negatif atau tidak ada hubungan. - Hubungan positif artinya bila nilai X naik maka nilai Y juga naik atau sebaliknya bila nilai X turun, nilai Y juga turun. Apabila jumlah reklame terpasang, jumlah penduduk dan jumlah petugas reklame naik maka penerimaan pajak reklame juga meningkat, sebaliknya bila jumlah reklame terpasang, jumlah penduduk dan jumlah petugas reklame turun maka penerimaan pajak reklame juga menurun. - Hubungan negatif artinya bila nilai X naik maka nilai Y akan turun atau sebaliknya bila nilai X turun maka nilai Y akan naik. Hubungan negatif berarti bila jumlah reklame terpasang, jumlah penduduk dan jumlah petugas reklame naik maka penerimaan pajak reklame juga menurun. sebaliknya bila jumlah reklame terpasang, jumlah penduduk dan jumlah petugas reklame turun maka penerimaan pajak reklame akan meningkat. - Tidak ada hubungan artinya bila nilai X berubah (naik/turun), maka nilai Y tidak berubah atau tetap, hal ini berarti apabila jumlah reklame terpasang, jumlah penduduk dan jumlah petugas reklame naik maupun turun maka penerimaan pajak reklame tidak berubah atau tetap.

34 2.8 Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai potensi penerimaan pajak daerah beberapa tahun terakhir ini mulai mendapat perhatian, karena dengan diberlakukannya Otonomi Daerah, maka Pemerintah Daerah dipacu untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya yang salah satu sumbernya adalah Pajak Daerah. Ariwibawa (2004) dengan judul penelitian Faktor - Faktor yang berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak hotel Berbintang Di Kota Denpasar. Penelitian dilakukan dengan teknik analisis regresi linear berganda dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya gejala asumsi klasik dalam model. Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa, Jumlah wisatawan menginap jumlah kamar hotel berbintang terisi, dan lama tinggal wisatawan pada hotel berbintang secara simultan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap penerimaan pajak hotel berbintang di Kota Denpasar. Variabel jumlah wisatawan menginap secara parsial memiliki pengaruh paling besar terhadap penerimaan pajak hotel berbintang di Kota Denpasar. Susilowati (2002) melakukan penelitian mengenai Upaya Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sumenep dalam Peningkatan Penerimaan Pajak Reklame. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, Dipenda Kabupaten Sumenep telah berhasil meningkatkan penerimaan pajak reklame berdasarkan rata-rata peningkatannya setiap tahun, dengan berupaya di berbagai bidang, antara lain: pelaksanaan Perda, peningkatan profesionalisme SDM aparatur, penyediaan sarana dan prasarana serta intensifikasi.

35 Permana (2005) meneliti Pengaruh Penerimaan Pajak Reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pajak reklame mempunyai peranan yang sangat besar bagi Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung. Tirtawati ( 2008 ) meneliti Pengaruh Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak Reklame terhadap PAD dan prospek kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten Badung. Dari hasil penelitian ini di simpulkan bahwa Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak Reklame secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap PAD Kabupaten Badung. Dari hasil penelitian yang telah diuraikan dibandingkan dengan penelitian yang akan dilaksanakan terdapat persamaan yaitu bahwa yang diteliti adalah pajak reklame sedangkan yang membedakan dengan penelitian yang terdahulu yaitu dalam penelitian terdahulu yang diteliti adalah pengaruh atau peranan pajak reklame terhadap PAD. Sedangkan penelitian yang dilakukan yaitu berkaitan dengan faktor - faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak reklame serta variabel bebas yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan pajak reklame di Kota Denpasar.