1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pala (Myristica fragrans Houtt.) merupakan produk asli Indonesia, dengan habitat terbesar di kepulauan Banda, Siau, Sangihe, Ternate, Ambon, Tidore, dan Papua. Pala mendapat julukan King of the Species, karena merupakan produk rempah-rempah tertua dan terpenting dalam sejarah perdagangan internasional. Sebagai rempah-rempah yang nilainya tinggi pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting sejak masa Romawi (Anonim, 2014). Pala juga merupakan komoditi spesifik unggulan beberapa daerah di Indonesia, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi ekonomi, lebih khusus kepada masyarakat tani dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Selain sebagai komoditi unggulan daerah, pala juga merupakan komoditi ekspor Indonesia. Sampai saat ini Indonesia adalah produsen utama dan pemasok kebutuhan biji pala dan fuli dari kebutuhan dunia yaitu sekitar 70%, sedangkan 20% dari Grenada dan sisanya dari Sri Lanka, Trinidad dan Tobago (Krishnamonorthy and Rema, 2001). Negara lain yang memproduksi pala dalam jumlah relatif kecil ialah, India, Malaysia, Papua Nugini, Srilanka, dan Kepulauan Karibia. Pala merupakan tanaman yang penting karena menghasilkan bahan rempah dan minyak atsiri yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi (Kaya et al., 2002). Salah satu keberhasilan petani pala ditentukan oleh faktor penggunaan bibit yang baik. Petani pala umumnya menggunakan bibit yang bersal dari perbanyakan 1
2 generatif (biji) (Bustaman, 2007). Penggunaan bibit yang berasal dari perbanyakan generatif mempunyai kelebihan, yaitu sistem perakaran yang kuat dan berumur panjang serta sebagai penghasil batang bawah penyambungan bibit okulasi, namum memiliki kelemahan yaitu waktu perkecambahan yang lama antara 2-3 bulan. Perbanyakan benih pala dapat dilakukan dengan teknik vegetativ (cangkok atau okulasi) kelebihan dari teknik ini yaitu lebih cepat pertumbuhannya tetapi memiliki kelemahan yaitu sistem perakaran yang tidak kuat dan batang yang lebih kecil. Selama ini sebagian besar petani menggunakan perbanyakan secara generativ dengan tingkat keberhasilan yang cukup rendah sekitar 60% (Nasir, 2012). Biji pala termasuk jenis biji rekalsitran, yaitu benih yang cepat rusak (viabilitas menurun) apabila diturunkan kadar airnya, dan tidak tahan disimpan pada suhu dan kelembapan rendah (Yuniarti and Rustam, 2011), serta waktu perkecambahannya lama. Dugaan penyebab lambatnya perkecambahan adalah tebalnya kulit biji, ketidakseimbangan senyawa perangsang dan penghambat untuk memacu aktivitas perkecambahan biji (Saleh, 2004). Sebagian besar biji tanaman tropis tidak memiliki dormansi (Baskin and Baskin, 2004), beberapa di antaranya diketahui memiliki dormansi (Ng, 1973) dan tidak mampu langsung berkecambah meskipun berada pada kondisi lingkungan yang mendukung. Kemungkinan biji tersebut dalam keadaan mati (tidak viabel), kosong atau dorman. Dormansi dapat dinyatakan sebagai kondisi terjadinya hambatan perkecambahan yang disebabkan embrio mengalami beberapa halangan seperti kulit
3 biji yang keras atau tebal dan adanya zat atau materi yang menutupi jaringan biji. Proses perkecambahan biji yang sangat lambat dapat disebabkan hambatan mekanik dari kulitnya. Kulit biji pala yang keras mengakibatkan terhambatnya proses imbibisi ke embrio. Selain beberapa faktor tersebut, faktor lain yang telah diketahui mempengaruhi dormansi dan perkecambahan biji adalah hormon. Asam absisat (ABA) berperan penting dalam mempertahankan dormansi dan menghambat perkecambahan biji sedangkan giberelin (GA) mendorong perkecambahan biji (Bewley, 1997; Kucera et al., 2005). Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa perlakuan dengan skarifikasi (penggosokan kulit biji pala) dan perendaman dengan air kelapa muda (mengandung sitokinin) dapat mempercepat perkecambahan biji pala (Nurahmi et al., 2010). Penelitian tentang perlakuan skarifikasi dan pemberian GA perlu dilakukan agar mekanisme pematahan dormansi dan perkecambahan biji pala dapat diketahui, serta proses perkecambahan biji pala dapat dipercepat. B. Permasalahan Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh skarifikasi dalam perkecambahan biji pala? 2. Bagaimana pengaruh giberelin dalam perkecambahan biji pala? 3. Bagaimana pengaruh kombinasi skarifikasi dan pemberian giberelin terhadap perkecambahan? 4. Apa hambatan utama perkecambahan biji pala?
4 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh skarifikasi dalam perkecambahan biji pala. 2. Mengetahui pengaruh giberelin dalam perkecambahan biji pala. 3. Mengetahui pengaruh kombinasi skarifikasi dan pemberian giberelin terhadap perkecambahan. 4. Mengetahui hambatan utama pada perkecambahan biji pala. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan terutama kepada petani pala, sehingga dapat memperoleh informasi mengenai cara percepatan perkecambahan biji pala. 2. Memberikan informasi tentang perkecambahan biji pala dengan skarifikasi dan pemberian giberelin. 3. Memberikan informasi tentang pengaruh kombinasi skarifikasi dan pemberian giberelin terhadap perkecambahan biji pala. 4. Dapat diketahui hambatan utama perkecambahan biji pala E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini ialah membahas pengaruh skarifikasi dan pemberian giberelin serta kombinasi keduanya dalam mempercepat perkecambahan biji pala, selanjutnya akan dilihat kandungan GA dan ABA endogen pada tiga
5 tahapan (biji pala segar, biji terimbibisi 24 jam, dan biji yang telah berkecambah pada perlakuan kontrol), serta pengamatan stuktur morfologis dan anatomis dari biji pala untuk melihat faktor penentu hambatan perkecambahan.