BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak tutur merupakan tindakan yang terjadi dalam setiap proses komunikasi dengan menggunakan bahasa. Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan alat komunikasi sebagai sarana untuk berinteraksi, namun untuk dapat berkomunikasi satu sama lain diperlukan percakapan minimal dua orang yaitu penutur dan petutur. Berbahasa dalam bentuk berbicara merupakan bagian dari keterampilan yang akan menghasilkan suatu tuturan. Tindak tutur dapat dilihat dan didengar secara langsung, misalnya di rumah, di jalan, di sekolah, maupundi tempat lainnya. Menurut Austin yang kemudian dikembangkan oleh Searly (1975) (dalam Yule,1996) ketika seseorang berbicara, ia tidak hanya mengucapkan sebuah ujaran tetapi ia juga melakukan tindakan dengan ujarannya tersebut. Teori tersebut kemudian dikenal sebagai Speech Acts (tindak tutur). Menurut Austin terdapat tiga macam tindak tutur (speech acts), diantaranya: locutionery acts, illocutionary acts, dan perlocutionary acts, dan ketiga tindak tutur tersebut dilangsungkan dengan tiga peristiwa sekaligus. Austin mengatakan tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang menyatakan sesuatu juga menyatakan tindakan melakukan sesuatu. Contoh: Sudah hampir pukul tujuh. 1
Jika kalimat di atas dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya di pagi hari, makna tuturan yang diujarkan selain memberi informasi mengenai waktu, juga berisi tindakan yaitu untuk mengingatkan si anak bahwa ia harus segera berangkat ke sekolah. Searle (dalam Leech, 1993: 163) menggolongkan tindak tutur ilokusi ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif, diantaranya tindak tuturasertif (representatif), direktif, komisif, ekspresif, dan tindak tutur deklaratif. Dalam berinteraksi antarsesama manusia, tuturan digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi. Tuturan dapat diujarkan anak normal dengan baik. Namun pada anak autistik hiperaktif terkadang mengalami kesulitan pada saat bertutur kepada orang lain walaupun dalam bentuk yang sederhana disebabkan anak autistik hiperaktif pada umumnya mengalami kerusakan bahasa. Simanjuntak, (2009: 248) mengatakan kerusakan bahasa (language disorder) pada dasarnya disebabkan keretakan atau kelainan medan-medan bahasa di korteks yang mendasari bahasa. Misalnya kerusakan pragmatik bahasa, yakni kesukaran pemakaian bahasa dalam konteks yang sering terjadi pada anak-anak penderita autisme dan cacat akal. Selanjutnya, (Julia Maria van Tiel, 2011: 176) mengatakan penderita autistik hiperaktif mengalami gangguan kemampuan pragmatik bahasa maksudnya adalah gangguan pada penggunaan bahasa secara tepat untuk tujuantujuan dan fungsi tertentu, seperti fungsi ekspresi, fungsi pengaturan, dan fungsi menampilkan diri. 2
Faktor yang terjadi dari gangguan kemampuan pragmatik bahasa pada anak autistik hiperaktif maka tidak semua jenis tindak tutur ilokusi dapat diproduksi oleh anak autistik hiperaktif, misalnya pada tindak tutur direktif yakni tuturan yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh petutur seperti memesan, memerintah, memohon, menasehati, dan merekomendasikan. Hal ini juga terjadi karena adanya gangguan perkembangan pada kesulitan berbahasa, keterampilan kognitif (pengertian), motorik (gerakan), berpikir dan hubungan dengan masyarakat (dalam Aritonang, 2014). Anak autistik hiperaktif membutuhkan perilaku yang khusus dalam berinteraksi. Ada beberapa perilaku yang khusus dilakukan oleh anak autistik hiperaktif diantaranya sulit sekali tetap duduk seperti yang diharapkan, suka berlarilari atau memanjat pada saat kondisi yang tidak tepat, sulit melakukan kontak mata dengan orang lain saat diberi arahan, serta sulit bermain dengan tenang dan sering bertingkah laku seolah-olah sedang mengendarai mobil dan berbicara lebih banyak dari yang diperlukan. Keterbatasan kognitif yang terjadi pada anak autistik hiperaktif dapat berupa keterbatasan pemahaman, perilaku, cara beradaptasi dan berinteraksi pada lingkungan sekitarnya. (dalam Aritonang, 2014) banyak pandangan yang berbeda dari masyarakat mengenai anak autistik hiperaktif. Mereka sering dikucilkan dengan anak normal pada umumnya. Perilaku yang berbeda seolah anak autistik hiperaktif mempunyai dunianya sendiri dan tidak dapat berbaur dengan anak normal lainnya. 3
Tanpa kita sadari faktor yang ditimbulkan dari anggapan masyarakat sekitar tersebut berpengaruh dan berdampak buruk pada psikologis penyandang autistik hiperaktif. Hal tersebut mengakibatkan orang tua sering merasa malu mempunyai anak penyandang autistik hiperaktif, padahal orang tua seharusnya memotivasi serta menjadi pembimbing bagi penderita. Akibatnya penderita semakin tertutup dan jarang berkomunikasi dengan orang lain dan juga berdampak kurangnya perkembangan dari segi perilaku yang baik juga kurangnya perkembangan bahasa yang diperolehnya. Penelitian mengenai tindak tutur ilokusi memang sudah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu, namun dalam penelitian ini peneliti menggunakan anak autistik hiperaktif sebagai subjek penelitian. Hal inilah yang menjadi alasan bagi peneliti untuk meneliti lebih lanjut. Oleh karena itu, peneliti memilih judul Produksi Tindak Tutur Ilokusi Bahasa Indonesia pada Anak Autistik Hiperaktif, dan akan menganalisis berdasarkan aliran psikolinguistik genetik kognitif Chomsky. Penelitian ini berfokus pada penyandang autistik hiperaktif yang berusia 13 tahun. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, adapun masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu: 1. Tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia apa sajakah yang dapat diproduksi oleh anak autistik hiperaktif? 2. Bagaimanakah perkembangan pragmatik kognitifanak autistik hiperaktif ketika memproduksi tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia? 4
1.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memiliki ruang lingkup yang terbatas, diantaranya yaitu: 1. Penelitian dibatasi pada anak autistik hiperaktif yang berada di Sekolah dan Klinik Khusus Autistik Yayasan Tali Kasih di Jalan Sei Alas No. 18, Telp. 061-4523643 Medan. 2. Fokus penelitian ini hanya pada tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia. 3. Penyandang autistik hiperaktif yang akan diteliti berusia tiga belas tahun. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Menderskripsikan tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia yang diproduksi oleh anak autistik hiperaktif. 2. Mendeskripsikan perkembangan pragmatikkognitif pada anak autistik hiperaktif ketika memproduksi tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia. 1.4.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara praktis maupun teoretis. 1.4.2.1 Manfaat Teoretis Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini berdasarkan teoretis adalah: 5
1. Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dalam memahami hasil penelitian. 2. Sebagai referensi dalam bidang psikolinguistik sehingga dapat meningkatkan dan menambah wawasan bagi peneliti dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan pada umumnya dan khususnya bagi penyandang autistik. 3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia yang dapat diproduksi oleh anak autistik hiperaktif. 1.4.2.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini secara praktis dapat dijadikan sebagai: 1. Sebagai referensi bagi para orang tua, khususnya para orang tua yang memiliki anak penyandang autistik hiperaktif. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru bagi program studi di luar Sastra Indonesia mengenai produksi tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia pada anak autistik hiperaktif. 3. Penelitian ini dapat dijadikan sumber acuan bagi peneliti selanjutnya tentang produksi tindak tutur ilokusi bahasa Indonesiapada anak autistik hiperaktif. 6