SISTEM JEBAKAN AIR BERANTAI SEBAGAI PENDEKATAN TERPADU MENGATASI BANJIR DAN KEKERINGAN

dokumen-dokumen yang mirip
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

4/12/2009. Water Related Problems?

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002.

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. khusunya di kawasan perumahan Pondok Arum, meskipun berbagai upaya

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebuah komplek kampus merupakan kebutuhan dasar bagi para mahasiswa, para

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

SISTEM DRAINASE PERKOTAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya,

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

Drainase Perkotaan. Pendahuluan

KAJIAN DRAINASE TERHADAP BANJIR PADA KAWASAN JALAN SAPAN KOTA PALANGKARAYA. Novrianti Dosen Program Studi Teknik Sipil UM Palangkaraya ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

STUDI PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP INFRASTRUKTUR JARINGAN DRAINASE KOTA RANTEPAO

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang. bertingkat atau permukiman, pertanian ataupun industri.

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran...

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan tentang genangan atau banjir sudah sangat umum terjadi di kawasan

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Mengapa belum signifikan???

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

BAB V LAHAN DAN HUTAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN ARHAM BAHTIAR A L2A PRIYO HADI WIBOWO L2A

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN I-1

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGURANGAN RESIKO BANJIR IBUKOTA DENGAN PENGEMBANGAN DAM PARIT DI DAS CILIWUNG HULU

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

Studi Evaluasi Sistem Saluran Sekunder Drainase Tambaksari kota Surabaya

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus

BANJIR DAN KEKERINGAN. Pertemuan 4

menyebabkan kekeringan di musim kemarau,

ANALISIS VOLUME TAMPUNGAN KOLAM RETENSI DAS DELI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENGENDALIAN BANJIR KOTA MEDAN

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Masalah Manfaat...

PENGARUH TANAMAN KELAPA SAWIT TERHADAP KESEIMBANGAN AIR HUTAN (STUDI KASUS SUB DAS LANDAK, DAS KAPUAS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

Transkripsi:

SISTEM JEBAKAN AIR BERANTAI SEBAGAI PENDEKATAN TERPADU MENGATASI BANJIR DAN KEKERINGAN Susilawati 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Widya Mandira, Jl. A. Yani 50-52, Kupang 85225 Email: srsusipi@yahoo.com ABSTRAK Fenomena banjir dan kekeringan telah menjadi masalah serius yang sering terjadi di NTT. Hal ini disebabkan terutama oleh karakter hujan badai dalam durasi singkat sehingga limpasan permukaan tidak sempat meresap ke dalam tanah menjadi imbuhan air tanah. Limpasan permukaan ini menyebabkan banjir di dataran bagian hilir pada areal studi Kota Mbay, Kabupaten Nagekeo Flores, NTT. Dengan tidak adanya imbuhan air tanah, maka akan menyebabkan bencana kekeringan pada musim kemarau. Untuk mengatasi permasalahan di atas, dikembangkan suatu sistem jebakan air berantai yang merupakan pendekatan terpadu berbasiskan konservasi tanah dan air. Jebakan air berantai ini berfungsi sebagai pengendali aliran air limpasan permukaan pada sepanjang alur-alur drainase alam. Dengan adanya jebakan air berantai pada alur-alur ini, maka air limpasan akan memiliki kesempatan untuk meresap ke dalam tanah sebagai imbuhan air tanah yang menjadi cadangan ketersediaan air pada musim kemarau. Pengembangan sistem jebakan air berantai dilakukan dengan menggunakan sistem informasi geografis dalam suatu model hidrologi, untuk menentukan letak jebakan air berantai tersebut dalam suatu sistem alur-alur drainase alam. Dari hasil simulasi sistem jebakan air berantai dalam model hidrologi dan analisa neraca air yang ada di kawasan areal studi, dapat disimpulkan bahwa sistem ini mampu mengatasi masalah banjir dan kekeringan yang terjadi pada daerah studi secara berkelanjutan. Kata kunci: banjir dan kekeringan, jebakan air berantai, konservasi tanah dan air, imbuhan air tanah 1. PENDAHULUAN Fenomena banjir dan kekeringan telah menjadi masalah serius yang sering terjadi di NTT. Secara kuantitatif banjir dan kekeringan terjadi akibat kesenjangan dua hal yaitu: masalah distribusi dan kapasitas. Distribusi hujan yang tidak merata sepanjang tahun dan cenderung terakumulasi pada waktu yang singkat pada bulan Desember sampai Pebruari menyebabkan tanah dan tanaman tidak mampu menampung semua volume air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Akibatnya sebagian besar air hujan dialirkan menjadi aliran limpasan permukaan, sehingga menyebabkan banjir di bagian hilir. Peningkatan volume aliran limpasan permukaan ini diperparah dengan terjadinya alih guna lahan dari sawah, hutan, perkebunan ke lahan berpenutup permanen seperti perumahan, pabrik, jalan. Perubahan yang tidak terkendali ini akan menyebabkan volume aliran limpasan permukaan meningkat luar biasa dan kecepatan aliran limpasan permukaan inipun meningkat secara tajam, sehingga daya angkut, daya kikisnya menjadi luar biasa. Volume air yang sangat tinggi dengan waktu tempuh yang singkat, menyebabkan bahaya banjir di bagian hilir menjadi sangat besar. Terbatasnya volume air hujan yang masuk ke dalam tanah menyebabkan imbuhan (recharging) cadangan air tanah menjadi sangat terbatas, sehingga pada musim kemarau dengan kehilangan air yang sangat tinggi melalui evapotranspirasi dan kebutuhan yang hampir sama pada musim hujan, tentu cadangan air tersebut tidak akan mencukupi untuk satu periode musim kemarau. Kondisi ini terus berulang dari waktu kewaktu, sehingga defisit yang terjadi terus meningkat dan dampak yang ditimbulkan semakin berat. Itulah sebabnya mengapa, daerah-daerah yang sebelumnya tidak pernah mengalami kekeringan belakangan ini terus didera kekeringan dan cenderung menjadi daerah endemik kekeringan. Sementara itu daerah yang sebelumnya merupakan endemik kekeringan cenderung meningkat intensitas kekeringannya maupun arealnya. Kota Mbay, memiliki tiga tipe kawasan yang unik yaitu perbukitan di bagian hulu, disusul dataran permukiman di bagian tengahnya, kemudian dataran persawahan di bagian hilir (Gambar 1). Dataran perkotaan sering mengalami masalah banjir pada waktu musim hujan disebabkan oleh air limpasan permukaan dari kawasan perbukitan yang cukup gundul, langsung masuk di areal kawasan dataran permukiman tanpa ada alur pembuang yang dapat mengalirkan air limpasan ini ke laut karena adanya kawasan persawahan. Pada saat musim kemarau, dataran kota mengalami kekurangan air bersih karena sumur-sumur menjadi kering disebabkan tidak adanya imbuhan air tanah saat musim hujan. SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 H-91

Dataran Pemukiman Laut Kawasan persawahan Kawasan Perbukitan yang tandus Gambar 1 Citra Satelit Kawasan Kota Mbay (Google Earth, 2003) Dipicu oleh tantangan akan masalah banjir dan kekeringan yang semakin intens kejadiannya ini, maka dilakukanlah penelitian pengembangan suatu sistem jebakan air berantai yang merupakan pendekatan terpadu berbasiskan konservasi tanah dan air untuk mengatasi banjir dan kekeringan, khususnya yang terjadi dan dialami di wilayah Kota Mbay, Flores NTT. 2. SISTEM JEBAKAN AIR BERANTAI Menurut Powel dkk. (2008) kolam-kolam jebakan air dapat mengurangi banjir bandang antara 25-50 % dari air limpasan permukaan yang terjadi. Hal ini menginspirasikan pengembangan suatu sistem jebakan air untuk mengatasi banjir dan kekeringan. Pendekatan yang dipakai dalam mengatasi permasalahan yang ada adalah pendekatan secara ekologis, berwawasan lingkungan, terpadu dan berkelanjutan. Artinya bahwa penyelesaian masalah tidak hanya diselesaikan secara konvensional melalui pendekatan teknis hidraulik saja, melainkan diupayakan secara terpadu dari berbagai aspek, dengan mengangkat kearifan lokal sehingga sistem yang direkomendasikan berkelanjutan, dan tidak merusak lingkungan yang ada. Pengertian jebakan air berantai Jebakan air adalah suatu bangunan air untuk menjebak air yang mengalir pada alur-alur drainase alam atau kali-kali mati, dengan maksud untuk memperlambat aliran air limpasan permukaan. Jebakan air dibuat secara berantai agar maksud memperlambat aliran air limpasan permukaan tercapai. Air yang terbendung pada jebakan dibiarkan meresap ke dalam tanah sehingga menjadi imbuhan bagi cadangan air tanah. Sedangkan air yang melimpas di sekitar jebakan dapat difungsikan untuk mengairi tanaman di sekitar bangunan jebakan (Gambar 2) m.a.t Laut Laut Gambar 2 Sketsa Hidrolika Jebakan Air Berantai (Susilawati, 2011) H-92 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

Konsep jebakan air berantai Konsep jebakan air adalah: pertama, memperlambat aliran air limpasan permukaan yang terjadi pada alur-alur drainase alam atau kali mati sehingga hal ini diharapkan dapat mengatasi banjir yang terjadi saat hujan turun.mutunga et.al., 2001, menyebutkannya sebagai reklamasi alur aliran air sistem Kalekye (Gambar 3). Konsep kedua adalah meresapkan air ke dalam tanah menjadi imbuhan cadangan air tanah, sehingga hal ini diharapkan dapat mengatasi kekeringan yang terjadi saat tidak ada air hujan yang turun. Gambar 3 Reklamasi dari Alur Aliran Air Sistem Kalekye (Mutunga et.al, 2001) 3. PENGEMBANGAN SISTEM JEBAKAN AIR BERANTAI DALAM MODEL HIDROLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Sistem jebakan air berantai ini dikembangkan dengan bantuan model hidrologi sistem informasi geografis yang dinyatakan dalam sistem pendukung keputusan untuk mengatasi banjir dan kekeringan, khususnya pada daerah studi Kota Mbay. Model hidrologi sistem informasi geografis Model Sistem Pendukung Keputusan untuk mengatasi banjir dan kekeringan Kota Mbay (SPK-Mbay) yang merupakan model hidrologi 3D, dibangun dari gabungan program Excel dan program spasial yang terdiri dari program Microsoft Object, Arc View GIS. Program-program ini digabungkan dengan bahasa program Visual Basic, sehingga dapat diakses oleh program Excel. Kerangka model SPK-Drain Mbay tersebut dibangun dari 2 komponen model, a. Model 1: curah hujan limpasan permukaan infiltrasi (Gambar 4) b. Model 2: pengelolaan drainase kawasan (Gambar 5) Data yang dibutuhkan dalam model 1 ini adalah data curah hujan, data topografi/tata guna lahan untuk mencari besarnya koefisien limpasan permukaan α, dan data tanah untuk mendapatkan besarnya koefisien infiltrasi/resapan β. Dari data hujan dan data koefisien limpasan permukaan α, dapat ditemukan besarnya air limpasan permukaan (RO) mengikuti persamaan: RO α I A, dan dari data koefisien infiltrasi β dan data hujan dapat ditemukan besarnya infiltrasi yaitu air yang meresap ke dalam tanah yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Infiltrasi/R e ) mengikuti persamaan: Infiltrasi β I A. Curah hujan (iklim) Topografi / tata guna lahan Data Tanah (Model Spasial) R α β RO Infiltrasi / R e Gambar 4. Model 1: Curah Hujan Limpasan Permukaan Infiltrasi (Susilawati, 2011) SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 H-93

Data yang dibutuhkan dalam model 2 adalah data topografi/tata guna lahan yang ditemukan dalam model spasial yang akan memberikan informasi tentang luas daerah tangkapan dan koefisien resapan (r), informasi tentang limpasan permukaan (RO) dari model 1. Topografi / tata guna lahan (Model Spasial) Model 1 r A RO Volume Air yang Diresapkan: V Gambar 5 Model 2: Pengelolaan Banjir dan Drainase Kawasan Dari informasi ini dapat dihitung besarnya volume genangan dalam bangunan prasarana PAHP atau volume air yang dapat diresapkan ke dalam tanah sebagai imbuhan cadangan air tanah (V). Besarnya air ini mengikuti persamaan: V RO D E P. Keterangan: RO : Run Off α : koefisien Run Off E : Evaporasi terbuka β : koefisien Infiltrasi P : perkolasi I : Intensitas hujan V : volume air yang diresapkan A : Area daerah tangkapan hujan Secara skematik hubungan kerangka model ini dengan program Excel dan program spasial, dapat digambarkan seperti dalam Gambar 6. RO -- Reff ETo Cropwatw.exe Air Permukaan Air dalam Tanah Neraca Air Jebakan Neraca Air dalam Tanah Letak Jebakan Air Bangunan Jebakan Air Gambar 6 Skematik Model SPK- Mbay (Susilawati, 2011) H-94 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

Keterangan: data curah hujan harian yang dimasukkan dalam lembar kerja program Excel untuk analisis perhitungan limpasan permukaan (RO) dan curah hujan efektif (Reff) data iklim bulanan yang dimasukkan dalam program Cropwat untuk menemukan besarnya ETo, yang selanjutnya dimasukkan dalam lembar kerja program Excel program Excel, di mana terletak segala informasi data, pengelolaan basis data dan analisis data. Di dalam program ini dapat diakses program spasial. Cropwatw.exe Program Cropwat, yang digunakan untuk menghitung besarnya evapotranspirasi potensial (ETo). Dari informasi ETo yang dihasilkan dimasukkan ke dalam program Excel, untuk dilakukan analisis kebutuhan air irrigasi dan kebutuhan air drainase. program spasial yang digunakan untuk menemukan informasi tentang besarnya koefisian limpasan permukaan, koefisien resapan, luas area lahan pertanian, luas daerah tangkapan hujan, hubungan kedalaman dan volume genangan air pada bangunan prasarana jebakan air. Dari informasi data ini dapat dilakukan analisis penyimpanan air permukaan dan air dalam tanah, yang merupakan ketersediaan air pertanian. Dari informasi hasil analisis neraca air pada jebakan dan neraca air dalam tanah yang dihitung dengan program Excel, maka dapat ditemukan letak sistem jebakan air yang tepat dalam proses perencanaan pengelolaan banjir dan kekeringan di Kota Mbay. Simulasi sistem jebakan air berantai dalam model hidrologi sistem informasi geografis Layout sistem jebakan air diperhitungkan dengan menggunakan model SPK-Mbay. Dalam model ini akan didapatkan debit yang melimpas pada suatu daerah tanggkapan setelah memasukkan data curah hujan, pembatasan daerah tangkapan dan tata guna lahan. Daerah tangkapan akan disimulasikan pada empat titik yang dinilai kritis (Gambar 7). Daerah tangkapan tersebut antara lain adalah: Mbay Kiri (Gambar 8); Mbay Empat (Gambar 9); Mbay Tengah (Gambar 10) dan Mbay Kanan (Gambar 11) Gambar 7 Empat Daerah Tangkapan Kritis pada Kawasan Kota Mbay (Bapeda dan Statistik Mbay, 2010) SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 H-95

Hidrologi Gambar 8 Peta DEM Daerah Tangkapan Mbay Kiri Gambar 9 Peta DEM Daerah Tangkapan Mbay Empat Gambar 10 Peta DEM Daerah Tangkapan Mbay Tengah Gambar 11 Peta DEM Daerah Tangkapan Mbay Kanan Semua daerah tangkapan tersebut disimulasi dengan hujan andalan 25%, 50%, 75% dan 97%. Pada keempat daerah tangkapan tersebut akan dicoba dengan mengaplikasikan sistem jebakan air pada alur primer, sekunder, dan tersier dengan harapan dapat diketahui efektifitas masing masing titik. Contoh simulasi dari Model SPK- Mbay pada alur primer, sekunder dan tersier di daerah tangkapan Mbay Empat dijelaskan dalam Gambar 12 14. Gambar 12 Simulasi Tangkapan Air pada Alur Primer H-96 Gambar 13 Simulasi Tangkapan Air pada Alur Sekunder SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

Gambar 14 Simulasi Tangkapan Air pada Alur Tersier Hasil Simulasi Analisa Neraca Air dari Areal Studi Kota Mbay Hasil simulasi analisa neraca air dari areal studi Kota Mbay untuk keempat daerah tangkapan yang ditinjau dituliskan dalam Tabel 1. 4. KESIMPULAN Tabel 1 Debit Hasil Simulasi dengan Model SPK-Mbay Alur Drainase Alam Qlimpasan (m 3 /det) 25 % 50 % 75 % 97 % Tangkapan Mbay Kanan Primer 1.237 0.221 0.185 0.06773 Sekunder 0.472 0.002 0.0016 0.00066 Tangkapan Mbay Tengah Primer 4.481 3.671 2.506 1.158 Sekunder 1.721 1.103 0.772 0.492 Tertier 0.773 0.421 0.341 0.180 Tangkapan Mbay Empat Primer 6.625 5.368 4.467 1.625 Sekunder 1. 916 1.546 1.291 0.468 Tertier 0.486 0.393 0.108 0.0394 Tangkapan Mbay Kiri Primer 2.461 1.993 1.373 0.499 Sekunder 1.219 0.988 0.702 0.207 Tertier 0.221 0.186 0.148 0.05421 Sumber: Bapeda dan Statistik, 2010 Dari simulasi sistem jebakan air untuk mengatasi banjir dan kekeringan di daerah studi ke dalam model SPK-Mbay (Tabel 1), dapat disimpulkan bahwa penempatan sistem jebakan air berantai pada alur yang makin kecil (tersier) sangat efektif untuk mengurangi debit limpasan yang terjadi dibandingkan penempatan pada alur primer. Hal ini menunjukkan bahwa sistem jebakan air berantai yang kecil-kecil namun banyak lebih efektif dalam mengurangi banjir dan mencegah kekeringan. Sistem ini mampu mengatasi masalah banjir dan kekeringan yang terjadi pada daerah studi secara berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA (DAN PENULISAN PUSTAKA) Bapeda dan Statistik. 2010. Laporan Akhir Penyusunan Master Plan Drainase Kota Mbay Google Earth, 2003. Citra Satelit Wilayah Mbay. Mutunga, K. And Critchley, W., 2001 Farmers Initiatives in Land Husbandry: Promising Technologies for The Drier Areas of East Africa. Nairobi: Regional Land Management Unit (RELMA), Swedish International Development Cooperation Agency (Sida), (RELMA Technical Report Series ;27). http://www.prolinnova.net/ Downloadable_files/TR27.pdf atau http://www.wca-infonet.org/cds_ upload/1062415739024_farmers.pdf. SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 H-97

Powell D.N., Khan A.A and Aziz N.M. Impact of New Rainfall Patterns on Detention Pond Design. Journal of Irrigation and Drainage Engineering, Volume 134 No. 2, March/April 2008, ISSN 0733-9437, p. 197. ASCE (American Society of Civil Engineers) Susilawati, 2011. Pengelolaan Air Hujan untuk Pertanian pada Pulau Kecil di Kawasan Kering Indonesia. Gita Kasih, Kupang, Indonesia H-98 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5