BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FORMULASI KRIM EKSTRAK ETANOL HERBA PEGAGAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1. Formula sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimanfaatkn untuk pengobatan tradisional (Arief Hariana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi

BAB I PENDAHULUAN. adalah bakteri. Penyakit karena bakteri sering terjadi di lingkungan sekitar, salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar dari

BAB II METODE PENELITIAN. A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental

pertumbuhan dengan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang tampak pada Rf = 0, 67 dengan konsentrasi mulai 3% untuk Escherichia coli dan 2%

I. PENDAHULUAN. adalah pewarna bibir. Pewarna bibir termasuk dalam sediaan kosmetik. untuk menyembunyikan kekurangan pada kulit sehingga dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

I. PENDAHULUAN. diramu sendiri dan memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT TERONG (SOLANUM MELONGENA L.) DAN UJI SIFAT FISIKA KIMIA DALAM SEDIAAN KRIM

BAB I PENDAHULUAN. folikel rambut dan pori-pori kulit sehingga terjadi peradangan pada kulit.

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM. I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

bahan-bahan alami (Nascimento dkk., 2000).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. baik bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Tanaman obat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

minyak mimba pada konsentrasi 32% untuk bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, 16% untuk bakteri Salmonella typhi dan 12,5% terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. 2008). Tanaman ini sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara dan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI II METODOLOGI PENELITIAN III Alat dan bahan Alat Bahan Bakteri uji... 36

BAB I PENDAHULUAN. penyakit periodontitis (Asmawati, 2011). Ciri khas dari keadaan periodontitis yaitu gingiva kehilangan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penentuan rancangan formula krim antinyamuk akar wangi (Vetivera zizanioidesi

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tanaman kayu manis (Cinnamomum burmanni). Kandungan kimia kayu. Minyak atsiri banyak terdapat di bagian kulit kayu manis.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang

BAB I PENDAHULUAN. Rongga mulut manusia tidak terlepas dari berbagai macam bakteri, diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012).

mampu menghambat pertumbuhan bakteri.

PENGARUH VARIASI GELLING AGENT

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah demam berdarah, diare, tuberkulosis, dan lain-lain (Darmadi, 2008)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas antibakteri dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri penyebab infeksi piogenik pada kulit. Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul, jerawat, dan infeksi luka (Gould & Brooker, 2003). Pada bisul atau abses, seperti jerawat dan borok, lipase Staphylococcus aureus melepaskan asam-asam lemak dari lipid dan menyebabkan iritasi jaringan. Menurut Durgadevi et al., (2012) tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Dash et al., (2011) bahwa ekstrak etanol herba pegagan bisa menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Proteus vulgaris, dan Escherichia coli. Penelitian oleh Jagtap et al., (2009) menunjukkan bahwa ekstrak etanol herba pegagan mempunyai kadar hambat minimum (KHM) 0,125 mg/ml terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Zona hambat yang dihasilkan sebesar 8 mm. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa ekstrak metanol herba pegagan bisa menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan KHM 100 mg/ml dengan zona hambat sebesar 9 mm (Vadlapudi et al., 2012). Ekstrak etanol herba pegagan pada penelitian ini diformulasikan dalam bentuk krim untuk meningkatkan kemudahan penggunaan dan efektivitasnya sebagai antibakteri. Penelitian ini menggunakan dua tipe basis krim yaitu cold cream dan vanishing cream. Dalam krim, basis merupakan komponen penting yang bisa mempengaruhi sifat fisik dan pelepasan zat aktif (Joenoes, 2006). Kedua basis krim tersebut dipilih karena beberapa kelebihan yang dimilikinya. Vanishing cream merupakan krim tipe minyak dalam air yang mengandung asam stearat dan trietanolamin. Asam stearat dengan trietanolamin akan membentuk krim tipe minyak dan air yang stabil dan halus (Rowe et al., 2009). Sedangkan cold cream merupakan krim tipe air dalam minyak, dimana 1

2 tipe basis ini mempunyai daya melekat yang baik pada kulit (Lachman et al., 1994). Menurut Rahmawati et al., (2010) pelepasan zat aktif dari basis sangat dipengaruhi oleh viskositas. Formula vanishing cream mengandung komponen air lebih banyak dibandingkan cold cream sehingga viskositas vanishing cream lebih rendah dibandingkan cold cream. Pada prinsipnya, viskositas mempunyai hubungan berbanding terbalik dengan koefisien difusi (kecepatan ekstrak keluar dari basis) (Aulton, 2003). Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kemampuan ekstrak dalam aktivitasnya sebagai antibakteri Staphylococcus aureus. Krim ekstrak etanol herba pegagan akan diformulasikan dengan variasi konsentrasi ekstrak sebesar 6% dan 10%. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh formulasi dari krim ekstrak etanol herba pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) terhadap sifat fisik (viskositas, daya sebar, dan daya lekat) krim dan aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus. B. Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh basis cold cream dan vanishing cream serta variasi konsentrasi ekstrak etanol herba pegagan 6% dan 10% terhadap sifat fisik (viskositas, daya sebar, dan daya lekat) krim dan aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus? C. Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh basis cold cream dan vanishing cream serta variasi konsentrasi ekstrak etanol herba pegagan 6% dan 10% terhadap sifat fisik (viskositas, daya sebar, dan daya lekat) krim dan aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus.

3 D. Tinjauan Pustaka 1. Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk bulat, dan bergerombol seperti buah anggur. Staphylococcus aureus sebagian menjadi flora normal pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia, sebagian lagi menjadi bakteri patogen yang dapat menyebabkan bermacam-macam penyakit (Prescott et al., 2003). Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Ciri khas infeksi lokal Staphylococcus aureus berupa abses, benjolan merah, dan mengeluarkan nanah pada kulit yang terinfeksi. Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok merupakan infeksi kulit di daerah folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat (Jawetz et al., 2005). 2. Antibakteri Antibakteri adalah suatu zat yang dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan membunuh bakteri. Dalam antibakteri terdapat istilah kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). KHM merupakan kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan KBM merupakan kadar minimal yang diperlukan untuk membunuh bakteri (Madigan et al., 2005). Uji aktivitas antibakteri merupakan teknik untuk mengukur seberapa besar potensi atau konsentrasi suatu senyawa yang bisa memberikan efek bagi mikroorganisme. Metode yang paling sering digunakan untuk menentukan aktivitas antibakteri adalah metode difusi. Metode ini bisa dilakukan dengan menggunakan disk atau sumuran yang ke dalamnya dimasukkan antibakteri dan ditempatkan dalam media padat yang telah ditanami bakteri. Setelah diinkubasi akan terjadi daerah jernih di sekitar sumuran atau disk dan diameter zona jernih merupakan ukuran kekuatan hambatan dari substansi antibakteri terhadap bakteri yang digunakan (Rishikesh et al., 2012).

4 3. Tanaman Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Pegagan mempunyai nama ilmiah Centella asiatica (L.) Urban. Tanaman dari famili Apiaceae ini, di Indonesia umumnya dikenal dengan nama pegagan atau antanan. Centella asiatica (L.) Urban termasuk tanaman yang sering digunakan dalam pengobatan India kuno karena khasiatnya yang cukup banyak (Sudewo, 2004). Di India dan Cina pegagan digunakan secara tradisional oleh masyarakat untuk mempercepat penyembuhan luka bakar, mengobati penyakit kulit, dan gigitan serangga (Ismaini, 2011). Achmad et al., (2007) mencatat bahwa berbagai jaringan tumbuhan pegagan bisa menyembuhkan penyakit kulit. Herba pegagan berkhasiat menyembuhkan lepra, infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur, lupus, dan diare. Ekstrak herba pegagan juga mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Utami et al., 2011). Pegagan mempunyai banyak kandungan kimia yang bermanfaat bagi manusia. Komponen senyawa yang terkandung dalam pegagan antara lain triterpenoid yang terdiri dari asiaticoside, madecoside, dan asiatic acid; alkaloid; glikosida; tanin; steroid; madasiatic acid; dan brachnic acid (Ullah et al., 2009). Pegagan juga telah dilaporkan mengandung flavonoid, termasuk quercetin dan kaempferol, catechin, dan naringin (Zheng & Qin, 2007). Penggunaan ekstrak pegagan yang mengandung triterpen dapat mempercepat proses penyembuhan luka dan menguatkan jaringan. Triterpenoid dari pegagan diklaim berpotensi sebagai antibakteri, antijamur, dan antioksidan (Arumugam et al., 2011). Senyawa golongan terpenoid bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa akan mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Rachmawati et al, 2011).

5 4. Sediaan Krim Krim merupakan sediaan setengah padat diperuntukkan untuk pemakaian luar, biasanya berupa emulsi kental dan mengandung tidak kurang dari 60% air (Anief, 2006). Tipe krim ada dua yaitu krim tipe air dalam minyak (cold cream) dan krim tipe minyak dalam air (vanishing cream). Bahan-bahan penyusun dalam krim terdiri dari zat berkhasiat, fase minyak, fase air, dan bahan pengemulsi. Dalam cold cream dan vanishing cream, bahan-bahan seperti trietanolamin dan gliserin masuk dalam fase air, sedangkan asam stearat, setil alkohol, dan cera alba masuk dalam fase minyak (Rahmawati et al., 2010). Bahan pengemulsi harus mempunyai kualitas tertentu, antara lain harus bisa dicampurkan dengan bahan lainnya, tidak mengganggu efikasi zat aktif, tidak toksik, harus stabil, dan tidak terurai dalam sediaan (Ansel, 2008). Asam stearat dalam vanishing cream berfungsi sebagai pengemulsi. Konsentrasi yang biasa digunakan dalam krim berkisar 1-20%. Asam stearat ketika dikombinasikan dengan trietanolamin akan membentuk konsistensi krim tipe minyak dalam air yang halus dan stabil. Dalam cold cream, penggunaan cera alba dan setil alkohol bisa meningkatkan konsistensi dari krim tipe air dalam minyak. Bahan lainnya yang biasa ditambahkan dalam cold cream dan vanishing cream adalah bahan pengawet. Bahan pengawet yang digunakan dalam cold cream dan vanishing cream adalah natrium tetraborat. Natrium tetraborat biasa digunakan pada kosmetik, salep, dan krim sebagai antimikroba. Natrium tetraborat juga mempunyai kemampuan yang baik sebagai buffering agent. Buffering agent berfungsi untuk mengontrol ph sehingga kestabilan ph krim bisa terjaga (Rowe et al., 2009). Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi. Komponen fase minyak seperti minyak dan lilin dicairkan di atas penangas air, sedangkan komponen fase air dipanaskan sampai kira-kira mencapai suhu yang sama dengan fase minyak. Kemudian kedua fase dicampur dan diaduk perlahan-lahan sampai campuran dingin dan

6 membentuk basis krim. Apabila fase air tidak sama temperaturnya dengan fase minyak maka beberapa lilin akan menjadi padat (Rao et al., 2010). 5. Uji Sifat Fisik Ekstrak Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan, menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian diuapkan semua atau hampir semua pelarutnya (Ansel, 2008). Uji sifat fisik ekstrak meliputi pengujian secara organoleptis (konsistensi, bau, warna, dan rasa); ph; viskositas; daya sebar; dan daya lekat. 6. Uji Sifat Fisik Krim Uji sifat fisik krim meliputi pengujian secara organoleptis (bentuk, bau, dan warna); ph; homogenitas; viskositas; daya sebar; dan daya lekat. a. Uji Organoleptis Dilakukan pengamatan terhadap masing-masing krim yang meliputi bentuk, bau, dan warna (Akhtar et al., 2011). b. Uji ph Pengukuran ph dilakukan dengan menggunakan ph indikator universal. Pengukuran bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman atau kebasaan krim yang berpengaruh terhadap sifat iritasi kulit. Idealnya, ph krim adalah sesuai dengan ph kulit, yaitu berkisar 4,0-6,0 agar tidak menimbulkan iritasi pada kulit (Akhtar et al., 2011). c. Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk melihat penyebaran zat aktif dalam sediaan krim. Uji homogenitas dilakukan dengan mengamati warna sediaan secara visual dan melihat apakah terdapat bagian-bagian yang tidak tercampurkan dengan baik dalam krim. Krim tersebut dikatakan homogen jika terdapat persamaan warna yang merata dan tidak ditemukan partikel dalam krim (Ida & Noer, 2012). d. Uji Viskositas Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer VT-04E RION. Pengukuran bertujuan untuk mengetahui sifat aliran dari

7 sediaan krim. Viskositas menyatakan besarnya tahanan yang bisa mencegah suatu cairan untuk mengalir. Semakin tinggi viskositas krim maka tahanan yang dimiliki pun semakin besar sehingga krim semakin sukar untuk mengalir (Sinko, 2011). e. Uji Daya Sebar Pengujian daya menyebar dilakukan untuk mengetahui kualitas daya menyebar krim saat dioleskan pada kulit. Semakin besar daya menyebar maka sifat fisik krim semakin baik (Voigt, 1984). f. Uji Daya Lekat Pengukuran daya melekat bertujuan untuk mengetahui kualitas daya melekat krim pada kulit. Hal tersebut akan berhubungan dengan lama waktu kontak krim dengan kulit hingga efek terapi yang diinginkan tercapai (Voigt, 1984). E. Landasan Teori Ekstrak pegagan mengandung senyawa yang bersifat antibakteri. Pegagan mengandung senyawa triterpenoid (asiaticoside, madecoside, dan asiatic acid). Senyawa triterpenoid pada tanaman pegagan mempunyai sifat sebagai antibiotik alami (Zainol et al., 2008). Menurut Taemchuay et al., (2009) tanaman pegagan juga dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan mengurangi peradangan pada infeksi. Ekstrak etanol herba pegagan mempunyai kadar hambat minimum (KHM) 0,125 mg/ml terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Zona hambat yang dihasilkan sebesar 8 mm (Jagtap et al., 2009). Peningkatkan efektivitas dan kemudahan penggunaan ekstrak etanol herba pegagan bisa dilakukan dengan cara memformulasikan ekstrak menjadi sediaan krim. Menurut Sudarsono et al., (2002) penggunaan krim yang mengandung 1% ekstrak pegagan bisa menyembuhkan 77% pasien yang menderita infeksi kulit kronis. Ekstrak herba pegagan dalam bentuk sediaan krim juga mempunyai stabilitas yang relatif lebih baik dibandingkan dalam bentuk salep. Formulasi krim perlu adanya basis di dalamnya yang akan berpengaruh terhadap waktu kontak dan

8 kecepatan pelepasan zat aktif yang diabsorbsi untuk bisa memberikan efek (Wyatt et al., 2008). Cold cream dan vanishing cream merupakan dua tipe basis krim air dalam minyak dan minyak dalam air yang umum digunakan dalam krim. Keduanya mempunyai perbedaan, vanishing cream bersifat hidrofil, komponen minyak teremulsi ke dalam air, sedangkan cold cream bersifat lipofil, komponen air teremulsi ke dalam minyak. Berdasarkan penelitian, vanishing cream mempunyai viskositas lebih kecil dibandingkan cold cream. Viskositas berpengaruh terhadap daya melekat dan daya menyebar krim. Semakin besar viskositas maka semakin besar daya melekat krim sedangkan daya menyebarnya semakin kecil (Rahmawati et al., 2010). Viskositas juga berbanding terbalik dengan koefisien difusi. Koefisien difusi menggambarkan kecepatan ekstrak keluar dari basis. Semakin besar viskositas maka kecepatan ekstrak keluar dari basis akan berkurang (Aulton, 2003). Hal tersebut akan berpengaruh terhadap aktivitas ekstrak etanol herba pegagan sebagai antibakteri Staphylococcus aureus. F. Hipotesis Krim ekstrak etanol herba pegagan 6% dan 10% dengan basis vanishing cream mempunyai daya sebar dan aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus lebih besar serta viskositas dan daya lekat lebih rendah dibandingkan krim ekstrak etanol herba pegagan 6% dan 10% dengan basis cold cream.