2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Masyarakat Agraris 2.2 Pekerjaan Tenaga Kerja Tani Padi

dokumen-dokumen yang mirip
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ETIKA BISNIS DAN PROFESI PPAK

BAB I Tinjauan Umum Etika

Pengertian Etika. Nur Hidayat TIP FTP UB 2/18/2012

ETIKA PROFESI Mia Fitriawati, M.Kom.

Pengertian etika = moralitas

PANCASILA SEBAGAI LANDASAN ETIKA (I)

KODE ETIK PSIKOLOGI. Etika dan Moral, Kode Etik Psikologi, Psikolog dan ilmuwan psikologi, Layanan Psikologi, Etika dalam Eksperimen Psikologi

Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis

E T I K A E T I K A E T I K A E T I K A E T I K A 8/19/2010. Oleh : PRINSIP ETIKA MORAL DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEBIDANAN

BAB 1 TINJUAN UMUM ETIKA. Henry Anggoro Djohan

PERBEDAAN ETIKA ETIKET MORAL DAN HUKUM

Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi

PENGERTIAN DAN NILAI ETIKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspekaspek

ETIKA ADMINISTRASI HENDRA WIJAYANTO

BY. IRMA NURIANTI,SKM. MKes PRINSIP ETIKA DAN MORALITAS

ETIKA. Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.

ETIK UMB ETIKET PERGAULAN. NANDANG SOLIHIN, M.Pd. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi.

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

EKSPEKTASI DARI ETIKA DOSEN. Oleh Eva Imania Eliasa,M.Pd*

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios

ETIKA PERGAULAN REMAJA. Oleh: Achmad Dardiri (FIP UNY) internasional yaitu pergaulan antar bangsa selalu diperlukan etika atau lebih tepat etiket

Etika Dan Filsafat Komunikasi

HERU SASONGKO, S.FARM.,APT.

PERKEMBANGAN ETIKA PROFESI

Generasi Santun. Buku 1B. Timothy Athanasios

ETIK UMB ETIKA PERGAULAN. Drs. SUMARDI, M. Pd. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi AKUNTANSI.

ETIKA DI DALAM MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ETIKA DAN MORAL dalam Pembelajaran

MODUL. Teori Etika Bisnis

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

PENGERTIAN DAN PERANAN ETIKA PROFESI

PROFESIONAL 1. AHLI DALAM BIDANGNYA 2. MAMPU MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN KERJA SAMA DENGAN LINGKUNGAN PENDUKUNG DAN PENUNJANG 3.

I. PENDAHULUAN. nasional yaitu membangun kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa

Catatan Kuliah Etika Profesi. 14 Mei 2012

PENTINGNYA ETIKA PROFESI

Pertemuan 1 TINJAUAN UMUM

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

Etika Profesi INSINYUR. Dr. Dian Kemala Putri

Upaya Peningkatan Etika Pergaulan Melalui Bimbingan Kelompok Pada Siswa

Pertemuan 1 ETIKA BISNIS

PERTEMUAN KE 7 POKOK BAHASAN

01ILMU ETIKA PROFESI. Etika dan Etiket dalam Humas. Frenia KOMUNIKASI.

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

BAB I PENDAHULUAN. ini. Akan tetapi, perkembangan teknologi dan industri yang menghasilkan budaya teknokrasi

PANCASILA sebagai SISTEM ETIKA. Modul ke: 09TEKNIK. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia. Keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak, masing-masing memiliki

mens wordt eerst mens door samenleving met anderen yang artinya manusia itu baru

KONTRAK KULIAH ETIKA PROFESI D O S E N : M A I M U N A H, S S I, M K O M

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

Tinjauan Umum Etika Profesi

BAB II LANDASAN TEORI

PENGERTIAN ETIKA PROFESI

Pert ke 12. Oleh: Mohklas, SE., M.Si STIE PENA SEMARANG Semarang, Maret 2014

PANCASILA. Pancasila Sebagai Sistem Etika. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

lease purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark. BAB 4 KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

Oleh. Salamun Rohman Nudin, S.Kom., M.Kom Etika Profesi/ Teknik Informatika Untag Surabaya

BAB 1 TUJUAN UMUM ETIKA

ETIK UMB PENGEMBANGAN WAWASAN KEPRIBADIAN. Syahlan A. Sume, SE. MM. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi MANAJEMEN

Pertemuan 1. Pembahasan. 1. Norma 2. Budaya 3. Etika 4. Moral 5. Struktur Etika

Etika, Moral, Norma, Nilai,

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

PENGERTIAN ETIKA PROFESI

Kata Pengantar. God Bless You... Penulis

BAB VI PENUTUP. isinya. Beberapa pengkajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

Komunikasi dan Etika Profesi

BAB II LANDASAN TEORI

DOKUMEN JURUSAN ETIKA DOSEN PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELEKTRO

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan.

Modul ke: ETIKA PROFESI. Kesalahan Etiket Profesional. 06Fakultas KOMUNIKASI. Triasiholan A.D.S.Nababan. Program Studi Hubungan Masyarakat

Pancasila sebagai Etika Bernegara

BAB II LANDASAN TEORI. kelakuan baik yang keluar karena adanya dorongan jiwa untuk melakukan hal

Pertemuan 2 Bisnis dan Etika dalam Dunia Modern

PEDOMAN POKOK NILAI-NILAI PERJUANGAN YAYASAN LBH INDONESIA DAN KODE ETIK PENGABDI BANTUAN HUKUM INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA

MATA KULIAH ETIKA BISNIS [KODE/SKS : IT023270/ 2 SKS]

MEMAHAMI KONSEP KEINDAHAN

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

Tinjauan Umum Etika. Arif 2013

ETIKA PERILAKU. Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo Guru Besar Emeritus FKM, UI Rektor Universitas Respati Indonesia

Modul ke: ETIK UMB. AFIYATI SSi., MT. Fakultas FAKULTAS ILMU KOMPUTER. Program Studi TEKNIK INFORMATIKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELTIAN. bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut agar saling menghormati dikenal

BAB II KAJIAN TEORI. "Adat" berasal dari bahasa Arab,عادات bentuk jamak dari عاد ة (adah), yang

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

Menurut E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat

Etika profesi it 7 komunikasi 11/1/2011

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Makna Pancasila sebagai Sistem Etika

Analisis Proses Bisnis ETIKA BISNIS LOGO. STMIK PPKIA PRADNYA PARAMITA MALANG

HAKIKAT DAN MAKNA NILAI

Norma Dalam Kehidupan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

ETIKA BISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH X WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI/ AGRIBISNIS, UNIVERSITAS JEMBER 2017

Transkripsi:

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Masyarakat Agraris Guna meneliti etika ketenagakerjaan yang ada di masyarakat maka diperlukan gambaran masyarakat tersebut. Gambaran masyarakat agraris yang ada di Indonesia terdiferensiasi oleh berbagai macam lapisan dalam penguasaan sumber daya agrarian (Astuti, 2012). Secara lebih rinci masyarakat agraria sebagai berikut : 1. Petani pemilik. Para petani pada lapisan ini menguasai sumberdaya agraria hanya melalui kepemilikan tetap (baik petani yang lahannya diusahakan sendiri ataupun diusahakan oleh orang lain. 2. Petani pemilik + penggarap. Para petani pada lapisan ini menguasai sumberdaya agraria tidak hanya melalui pola pemilikan tetap tetapi juga melalui pemilikan sementara (dengan cara pemilik mengusahakan lahan milik petani lain melalui sistem bagi hasil, sewa atau gadai). 3. Petani pemilik + tenaga kerja tani. Para petani tersebut menguasai sumberdaya agraria melalui pola pemilikan tetap. Selain itu untuk menambah penghasilannya, mereka juga bekerja pada petani lain. 2.2 Pekerjaan Tenaga Kerja Tani Padi Gambaran pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja dalam membudidayakan tanaman padi di sawah adalah sebagai berikut : 1. Penyemaian dan Pembibitan 2. Pengolahan Lahan 3. Pemupukan 4. Pengairan 5. Pengendalian Hama dan Penyakit 6. Pemanenan 5

6 2.3 Definisi Etika Kata etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos, dalam bentuk tunggalnya kata tersebut memiliki banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput; kandang; kebiasaan, adat; sikap; cara berpikir sedangkan dalam bentuk jamak artinya adalah adat kebiasaan. Kata yang cukup dekat dengan etika adalah moral. Kata moral berasal dari bahasa Latin, yaitu mos yang berarti kebiasaan, dan adat. Jika melihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) maka etika dijelaskan dalam tiga arti: 1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; 2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat (KBBI, 2002). Etika adalah ilmu atau studi mengenai norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia. Etika berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia; tentang apa yang benar, baik dan tepat. Etika membahas, menganalisa, dan kemudian merumuskan obyek studinya itu secara rasional dan masuk akal. Menempuh prosedur dan memakai metode yang ilmiah. Itulah sebabnya dikatakan, bahwa etika itu adalah ilmu (Dharmaputra, 2011). Etika dapat didefinisikan sebagai keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya, jadi di mana mereka menemukan jawaban atas pertanyaan: bagaimana harus membawa diri, sikap-sikap, dan tindakan-tindakan mana yang harus dikembangkan agar hidup sebagai manusia berhasil? (Suseno, 1984). Sedangkan kata norma dalam bahasa Indonesia kebetulan persis sama bentuknya dalam bahasa asalnya, bahasa Latin. Norma dalam penelitian ini dimaksudkan aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu (Bertens, 2011). Moral memiliki arti yang sama dengan etika walaupun bahasa asalnya berbeda. Moral dapat dipakai sebagai kata benda dan kata sifat. Jika kata moral

7 digunakan sebagai kata benda maka artinya adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan sebagai kata sifat maka arti kata moral adalah asasasas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk (Bertens, 2011). Kata moral dan etika selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia maka norma moral merupakan tolok ukur benar atau salah sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi benar-salahnya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu (Suseno, 1987). 2.3.1 Etika Deskriptif Perlu ditekankan ada berbagai cara untuk mempelajari moralitas atau berbagai pendekatan ilmiah tentang tingkah laku moral. Salah satunya adalah etika deskriptif yang melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya, adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat dalam individu-individu tertentu, dalam kebudayaan atau sub kultur tertentu, dalam suatu periode sejarah, dan sebagainya. Karena etika deskriptif hanya melukiskan, tidak memberikan penilaian (Bertens, 2011). 2.3.2 Kebebasan Manusia adalah makhluk yang memiliki akal budi maka manusia memiliki pengertian. Pengertian berarti manusia memahami adanya alternatif-alternatif untuk bertindak. Itulah sebabnya manusia bebas, dapat memilih berbuat benar atau salah. Oleh karena etika berbicara mengenai tindakan manusia yang benar atau salah, maka etika berkaitan erat dengan kebebasan. Sebenarnya tidak ada manusia yang tidak tahu apa itu kebebasan karena kebebasan merupakan kenyataan yang akrab dengan manusia. Dalam hidup setiap orang kebebasan adalah suatu unsur hakiki. Kesulitannya baru mulai, bila ingin mengungkapkan pengalaman itu pada taraf refleksi. Kalau tidak ada orang yang bertanya apakah kebebasan itu, mereka yakin tahu, karena mengalaminya, jika

8 pada saat ditanya apakah kebebasan itu maka menjadi bingung dan tidak bisa menjawab. Kebebasan kadang-kadang dimengerti sebagai kesewenang-wenangan, kalau begitu, orang disebut bebas bila dapat berbuat atau tidak berbuat sesuka hatinya. Di sini bebas dimengerti sebagai terlepas dari segala kewajiban dan keterikatan. Seorang mahasiswa adalah bebas, kalau tidak perlu masuk kuliah, karena hari itu telah mengambil keputusan untuk bolos. Bebas dalam arti lepas dari kewajiban belajar dan dapat mengisi waktu sekehendak hatinya. Kalau tidak berpikir lebih panjang, banyak orang cenderung menerima pengertian kebebasan ini. Atas pertanyaan apa itu kebebasan, secara spontan mereka akan menjawab: saya bebas, jika saya bisa melakukan apa saja yang saya mau. Kesan spontan ini disebabkan, karena orang mencampuradukkan kebebasan dengan merasa bebas. Jika berefleksi lebih mendalam, akan tampak bahwa kebebasan tidak bisa disamakan dengan merasa bebas atau merasa dilepaskan dari segala macam ikatan sosial dan moral. Jika memandang contoh diatas maka petani yang bangun setiap pagi dan bekerja dengan rajin serta tekun, tentu harus disebut bebas. Pada musim panen maka hasil panennya bagus. Keberhasilannya didasarkan pada usaha sendiri. Hal itu hanya mungkin karena kebebasannya. Jadi bisa disimpulkan bahwa kebebasan adalah autodeterminasi: kehendak yang menentukan dirinya sendiri. Dan kalau manusia menentukan dirinya sendiri, tentu mempunyai suatu maksud atau tujuan. Tidak membabi-buta, tapi bertindak untuk mencapai tujuan sesuatu (Bertens, 2011). 2.3.3 Tanggungjawab Sama seperti dalam banyak bahasa Barat, dalam bahasa Indonesia pun kata yang dipakai untuk tanggung jawab ada kaitannya dengan jawab. Bertanggung jawab berarti: dapat menjawab, bila ditanyai tentang perbuatanperbuatan yang dilakukan. Orang yang bertanggung jawab dapat diminta penjelasan tentang tingkah lakunya dan bukan saja bisa menjawab-kalau maumelainkan juga harus menjawab. Tanggung jawab berarti bahwa orang tidak boleh mengelak, bila diminta penjelasan tentang perbuatannya. Jawaban itu harus

9 diberikan kepada siapa? Kepada dirinya sendiri, kepada masyarakat luas dan kalau orang beragama - kepada Tuhan. Dalam tanggungjawab terkandung pengertian penyebab. Orang bertanggung jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya. Orang yang tidak menjadi penyebab dari suatu akibat tidak bertanggung jawab juga (Bertens, 2011). 2.3.4 Nilai Nilai merupakan sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkatnya, sesuatu yang baik. Nilai adalah addresses of a yes. Nilai adalah sesuatu yang diiyakan atau diaminkan. Nilai selalu mempunyai konotasi positif, sebaliknya, sesuatu yang dijauhi, sesuatu yang membuat melarikan diri adalah lawan dari nilai, adalah nonnilai atau dalam bahasa Inggris disebut disvalue. Nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri sebagai berikut : 1) Nilai berkaitan dengan subyek. Kalau tidak ada subyek yang menilai, maka tidak ada nilai juga. 2) Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, di mana subyek ingin membuat sesuatu. 3) Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang ditambah oleh subyek pada sifat-sifat yang dimiliki obyek. Nilai tidak dimiliki oleh obyek pada dirinya. Nilai moral merupakan kategori tersendiri dari jenis-jenis nilai lainnya. Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai lainnya. Setiap nilai dapat memperoleh suatu bobot moral, bila diikutsertakan dalam tingkah laku moral. Kejujuran, misalnya, merupakan nilai moral, akan tetapi kejujuran akan menjadi kosong apabila tidak diterapkan pada nilai lain, misalnya nilai ekonomi. Walaupun nilai moral biasanya menumpang pada nilai lain, namun tampak sebagai nilai baru, bahkan sebagai nilai yang paling tinggi. Nilai moral memiliki ciri-ciri khusus bila dibandingkan dengan nilai non-moral yaitu : 1) Berkaitan dengan tanggungjawab. 2) Berkaitan dengan hati nurani.

10 3) Mewajibkan dan 4) Bersifat formal Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi. Mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Seorang dapat mengatakan bahwa membaca amat penting bagi hidupnya, apakah itu berarti membaca adalah bagian dari nilai hidupnya? Belum tentu. Apalagi setelah tahu bahwa sebagian besar uang dan waktunya dihabiskan untuk pergi ke restoran dan menonton di bioskop dibandingkan dengan membaca dan membeli buku. Nilai selalu menyangkut tindakan maka nilai seseorang diukur melalui tindakan. Itulah sebabnya, etika menyangkut nilai. Menurut Steeman, nilai adalah yang memberi makna kepada hidup; yang memberi kepada hidup ini titik tolak, isi dan tujuan (Bertens, 2011). Kadang kala di dalam hidup ini tidak selalu, bahkan tidak pernah tindakan itu benar, baik dan tepat. Nilai-nilai etis yang dijunjung tinggi itu sanggup diterjemahkan ke dalam tindakan dengan sempurna oleh karena itu yang dapat dilakukan adalah berusaha sedapat-dapatnya. Maka nilai tersebut dapat dikatakan nilai fungsional atau nilai yang telah dikompromikan. Sedangkan nilai-nilai yang tidak bisa dikompromikan adalah nilai yang ideal (Dharmaputra, 2011). 2.4 Etika Tenaga Kerja Petani Padi Berdasarkan KBBI maka dapat dirumuskan bahwa etika tenaga kerja adalah keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui bagaimana seorang tenaga kerja seharusnya menjalankan pekerjaan khususnya dalam bercocok tanam padi. Terdapat unsur kebebasan dan bertanggungjawab dalam etika tenaga kerja tersebut yang artinya tenaga kerja memiliki kehendak untuk menentukan dirinya sendiri dan tentu mempunyai suatu maksud atau tujuan. Tidak membabi-buta, tapi bertindak untuk mencapai tujuan. Bahkan harus tidak boleh mengelak, bila diminta penjelasan tentang perbuatannya. Setiap perbuatan yang dilakukan tidak dapat lepas dari nilai-nilai yang mewarnai dan menjiwainya, begitupula dengan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya pasti tidak lepas dari nilai-nilai yang ada. Seperti kerukunan dan

11 hormat yang seringkali dijumpai dalam masyarakat Jawa maka seringkali menjadi nilai yang dipegang teguh oleh tenaga kerja yang berasal dari desa di Jawa. Nilai senantiasa dijunjung tinggi bahkan mewarnai dan menjiwai tindakan seorang (Bartens, 2011). 2.5 Kaidah Dasar Dalam Masyarakat Jawa Kaidah adalah suatu keniscayaan di dalam setiap masyarakat, tidak terkecuali masyarakat Jawa. Aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu dapat disebut sebagai norma. Terdapat berbagai macam norma yang mengatur tingkah laku manusia, salah satunya adalah norma umum yang menyangkut tingkah laku manusia sebagai keseluruhan dan norma khusus yang hanya menyangkut aspek tertentu yang dilakukan manusia Norma umum dapat dibagi menjadi tiga kategori sebagai berikut : 1) Norma kesopanan atau etiket Etiket menjadi tolak ukur apakah yang harus dilakukan sopan atau tidak. 2) Norma Hukum Himpunan norma-norma kelakuan manusia dalam masyarakat yang dapat dituntut pelaksanaan dan pelanggarannya ditindak dengan pasti oleh penguasa yang sah. 3) Norma Moral Norma moral menentukan apakah perilakunya benar atau salah. Norma-norma yang ada di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda, secara sosiologis dapat dibedakan sebagai berikut : 1) Cara (Usage) Cara menunjuk pada suatu bentuk perbuatan. Misalnya, memberikan sesuatu dengan tangan kanan lebih baik daripada memberikan dengan tangan sebaliknya.

12 2) Kebiasaan (folkways) Dapat diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, merupakan suatu bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Misalnya, memberikan hormat kepada orang yang lebih tua. 3) Tata-kelakuan (mores) Apabila kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai cara berperilaku saja, akan tetapi bahkan diterima sebagai norma-norma pengatur, maka kebiasaan tadi disebutkan sebagai mores. Misalnya musyawarah dalam masyarakat Jawa. 4) Adat-istiadat (costum) Tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perikelakuan masyarakat, dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi costum atau adat istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar maka akan menderita sanksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlakukan. Misalnya di Indonesia terdapat masyarakat yang percaya bahwa di dalam kehidupan manusia dari beberapa tahap yang harus dilalui dengan seksama, dan ditiap tahap terdapat upacaraupacara khusus (Soekanto, 1982). Guna mendukung penelitian yang akan dilaksankan di daerah yang sebagian besar adalah orang Jawa maka beberapa kaidah akan digunakan yaitu terdapat dua kaidah dasar yang menentukan pola pergaulan dalam masyarakat Jawa. Kaidah pertama mengatakan, bahwa dalam setiap situasi manusia hendaknya bersikap sedemikian rupa hingga tidak sampai menimbulkan konflik. Kaidah kedua menuntut, supaya manusia dalam cara bicara dan membawa diri selalu menunjukan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Kaidah pertama disebut dengan prinsip kerukunan, kaidah kedua disebut dengan prinsip hormat. Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis. Keadaan semacam itu disebut rukun. Hal tersebut berarti

13 dalam keadaaan selaras, tenang dan tentram, tanpa perselisihan dan pertentangan, dan bersatu dalam maksud untuk saling membantu. Keadaan rukun terdapat di mana semua pihak berada dalam keadaan damai satu sama lain, suka bekerja sama, saling menerima, dalam suasana tenang dan sepakat. Rukun adalah keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam semua hubungan sosial, dalam keluarga, di tetangga, di desa, dalam setiap pengelompokan tetap. Usaha untuk menjaga kerukunan mendasari juga kebiasaan musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan dengan saling berkonsultasi. Secara ideal musyawarah adalah prosedur di mana semua suara dan pendapat didengarkan. Semua suara dan pendapat dianggap sama benar dan membantu memecahkan masalah. Musyawarah berusaha untuk mencapai kebulatan kehendak atau kebulatan pikiran, yang bisa juga diterjemahkan sebagai keseluruhan atau kebulatan keinginan dan pendapat partisipan. Kebulatan itu merupakan jaminan kebenaran dan ketepatan keputusan yang mau diambil, karena kebenaran termuat dalam kesatuan dan keselarasan kelompok yang bermusyawarah. Musyawarah merupakan proses pertimbangan, pemberian dan penerimaan, dan kompromis, di mana semua pendapat harus dihormati. Kata rukun juga menunjukan pada cara bertindak. Berlaku rukun berarti menghilangkan tanda-tanda ketegangan dalam masyarakat atau antara pribadipribadi sehingga hubungan-hubungan sosial tetap kelihatan selaras dan baik-baik. Rukun mengandung usaha terus menerus oleh semua individu untuk bersikap tenang satu sama lain dan untuk menyingkirkan unsur-unsur yang mungkin menimbulkan perselisihan dan keresahan. Tuntutan kerukunan merupakan kaidah penata masyarakat yang menyeluruh. Segala apa yang dapat mengganggu keadaan rukun dan suasana keselarasan dalam masyarakat harus dicegah. Kaidah kedua yang memainkan peranan besar dalam mengatur pola interaksi dalam masyarakat Jawa ialah prinsip hormat. Apabila dua orang bertemu, terutama dua orang Jawa, bahasa, pembawaan, dan sikap mereka mesti mengungkapkan suatu pengakuan terhadap kedudukan mereka masing-masing dalam suatu tatanan sosial yang tersusun dengan terperinci dan cita rasa.

14 Mengikuti aturan-aturan tata krama yang sesuai, dengan mengambil sikap hormat atau kebapaan yang tepat, adalah amat penting. Prinsip hormat berdasarkan pendapat, bahwa semua hubungan dalam masyarakat teratur secara hierarkis, bahwa keteraturan hierarkis itu bernilai pada dirinya sendiri dan oleh karena itu orang wajib untuk mempertahankannya dan untuk membawa diri sesuai dengannya. Pandangan itu berdasarkan cita-cita tentang suatu masyarakat yang teratur baik, di mana setiap orang mengenal tempat dan tugasnya dan dengan demikian ikut menjaga agar seluruh masyarakat merupakan kesatuan yang selaras. Kesatuan itu hendaknya diakui oleh semua dengan membawa diri sesuai dengan tuntutan-tuntutan tata karma sosial. Mereka yang berkedudukan lebih tinggi harus diberi hormat. Sedangkan sikap yang tepat terhadap mereka yang berkedudukan lebih rendah adalah sikap kebapaan atau keibuan dan rasa tanggungjawab. Oleh karena itu orang jangan menggembangkan ambisi-ambisi, jangan mau bersaing satu sama lain, melainkan hendaknya setiap orang puas dengan kedudukan yang telah diperolehnya dan berusaha untuk menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya (Suseno, 1984). 2.5.1 Kaitan Etika dengan Kaidah Dasar Masyarakat Etika berbicara tentang benar dan salah yang dianut oleh golongan suatu masyarakat. Etika pun mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya, memberi kaidah atau aturan sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu bagi perilaku manusia dan dengan demikian mengatakan apa yang harus dilakukakan atau tidak boleh dilakukan (Bartens, 2011). Salah satu contohnya adalah kaidah kerukunan di mana orang yang memiliki sawah harus menyertakan tetangganya dan juga orang lain dalam panenan. Kerukunan menjadi motif mengapa pada kesempatan tertentu, misalnya terdapat kekayaan berlebihan maka kekayaan tersebut harus dibagi dengan anggota kelompok sebagaimana terungkap dalam peribahasa : ada sedikit dibagi sedikit, ada banyak dibagi banyak (Suseno, 1984).

15 2.5.2 Sikap Dasar Masyarakat Desa Dalam etika dibedakan antara prinsip-prinsip moral dan prinsip-prinsip penata masayarakat. Yang pertama menuntut sikap-sikap batin yang memang harus terwujud dalam tindakan lahiriah. Yang kedua memuat norma-norma kelakuan yang dituntut dan seperlunya dipaksakan oleh masyarakat entah dengan sikap batin seseorang. Prinsip moral dan penata masyarakat tidak mutlak terpisah karena prinsip moral menuntut perwujudan lahiriah dari sikap batin yang dituntut dan di lain pihak terdapat suatu kewajiban moral untuk hidup sesuai dengan aturan masyarakat. Terhadap kerangka acuan tersebut maka prinsip kerukunan dan prinsip hormat termasuk prinsip penata masyarakat. Bahwa prinsip-prinsip tersebut tidak menuntut sikap-sikap batin yang berlebihan dalam pandangan merupakan salah satu kekuatannya. Salah satu contohnya adalah demi kerukunan dapat saja dituntut represi terhadap pengejaran kepentingan egois, tetapi tidak dituntut represi perasaan batin. Apa yang menjadi pikiran dan perasaan menjadi urusannya sendiri. Oleh karena itu guna melengkapi penelitian ini maka sikap dasar seperti sepi ing pamrih sebagai prinsip moral diperlukan supaya penggambaran etika jawa yang khas tersebut dapat diperjelas dalam masyarakat pedesaan Jawa. Sikap dasar yang dalam paham Jawa menandai watak yang luhur adalah kebebasan dari pamrih, sepi ing pamrih. Manusia itu sepi ing pamrih apabila semakin tidak lagi, perlu gelisah dan prihatin terhadap dirinya sendiri, semakin bebas dari napsu ingin memiliki, hal mana sekaligus mengandaikan bahwa manusia telah mengontrol napsu-napsunya sepenuhnya dan menjadi tenang. Pamrih terutama kelihatan dalam tiga napsu, yaitu selalu mau menjadi orang yang pertama, menganggap dirinya selalu betul dan hanya memperhatikan kebutuhannya sendiri (Suseno, 1984).