BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dapat dilihat dari perubahan beberapa organ terutama kulit. Seiring bertambahnya usia, fungsi kulit ikut menurun. Sel kulit yang mati melekat lebih lama di lapisan terluar sehingga kulit menjadi kering, kusam dan terasa kasar. Proses penuaan pada setiap orang tidak sama, ada orang yang mengalami proses penuaan lebih cepat dibandingkan dengan orang lain (Wittenauer dkk., 2015). Penuaan kulit pada dasarnya terbagi menjadi 2 kelompok. Pertama, penuaan intrinsik/kronologi (chronological aging) yaitu proses penuaan yang berlangsung secara alamiah dan disebabkan berbagai faktor dari dalam tubuh sendiri, seperti genetik, hormonal, dan ras. Penuaan kategori ini tidak dapat dicegah. Kedua, penuaan ekstrinsik (photoaging) yaitu penuaan yang disebabkan oleh faktor eksternal berupa (a) faktor lingkungan seperti: sinar matahari, kelembaban udara dan (b) beberapa faktor yang berhubungan dengan radikal bebas, seperti: Sinar X, sinar ultraviolet, polusi udara dari kendaraan bermotor, gas N 2 O dari pabrik, merokok, paparan dengan bahan-bahan kimia eksogen dan endogen, bahan-bahan tambahan pada makanan seperti pengawet, pewarna dan pelezat (Jusuf, 2005). Radikal bebas akan menyebabkan berbagai kerusakan pada kulit seperti: kerusakan enzim-enzim yang bekerja mempertahankan fungsi sel, kerusakan
protein dan asam amino yang merupakan struktur utama kolagen dan elastin sehingga serat-seratnya menjadi kaku, tidak lentur dan kehilangan elastisitas. Kerusakan pembuluh darah pada kulit menyebabkan kulit menjadi melebar dan tipis. Sehingga terjadi gangguan distribusi pigmen melanin dan melanosit yang menyebabkan pigmentasi yang tidak merata (Beckman dan Ames, 1998). Proses penuaan dini dapat dihambat atau dicegah dengan menghindari faktor yang mempercepat proses penuaan dini (Fisher dkk., 1997). Beberapa cara untuk mengurangi kerusakan kulit dari radikal bebas akibat sinar UV yaitu menghindari paparan UV yang berlebihan, pemakaian pelindung sinar UV, pemakaian tabir surya, obat topikal vitamin A atau turunannya, atau obat topikal yang mengandung antioksidan, serta mengkonsumsi antioksidan, baik yang terdapat pada makanan maupun berupa suplemen (Jusuf, 2005). Pengembangan bahan anti aging dari alam sangat diperlukan dikarenakan di Indonesia mempunyai kekayaan alam sangat melimpah termasuk bahan yang berasal dari laut (kelautan). Perairan Indonesia yang luas ini banyak tumbuh biota laut dan ganggang atau rumput laut. Keberadaan yang besar ini sangat perlu dikembangkan mengingat hasil kelautan di Indonesia belum banyak dimanfaatkan sebagai obat maupun kosmetik. Gammone dan D Orazio, (2015) mengatakan pentingnya ganggang laut sebagai sumber bahan fungsional telah diakui dengan baik karena efek yang menguntungkan dalam kesehatan. Oleh karena itu, isolasi dan penyelidikan bahan bioaktif yang baru dengan aktivitas biologis dari rumput laut/ganggang laut baru-baru ini menarik perhatian. Di antara bahan-bahan fungsional yang diidentifikasi dari ganggang laut, fukosantin mendapat perhatian
yang besar. Fukosantin, karotenoid laut terbesar dapat ditemukan pada brown algae (rumput laut coklat), seperti Undaria pinnatifida atau Laminaria japonica, dan Hijikia fusiformis (Yu dkk., 2011), Turbinaria decurrens, Padina australis, Hormophysa triquetra (Nursid dkk., 2013). Fukosantin diisolasi dari Laminaria japonica telah dilaporkan dapat menekan aktivitas tirosinase pada marmot yang di radiasi UVB dan melanogenesis pada tikus yang teradiasi UVB. Pemberian fukosantin oral secara signifikan menekan ekspresi mrna kulit yang berhubungan dengan melanogenesis, menunjukkan bahwa fukosantin mengurangi faktor melanogenesis pada tingkat transkripsi (Shimoda, 2010). Selain itu, fukosantin telah terbukti memiliki sifat photoprotective di sel fibroblas manusia melalui penghambatan kerusakan DNA dan meningkatkan aktivitas antioksidan (Heo dkk., 2009). Studistudi ini menunjukkan bahwa pemberian fukosantin oral mencegah atau meminimalkan efek negatif dari radiasi UV seperti pembentukan melanin. Rumput laut coklat spesies Turbinaria decurrens, Padina australis, dan Hormophyta triquetra terbukti mengandung fukosantin lebih dari 10 mg/g sehingga mendukung hasil uji antioksidan, semakin besar kadar fukosantin maka aktivitas antioksidannya semakin tinggi (Nursid dkk., 2013). Ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menguji potensi antioksidan dan anti penuaan dini. Parameter untuk menguji potensi antioksidan diantaranya metode pemucatan betakaroten (BCB), metode Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP), metode peredaman radikal bebas DPPH, metode CUPRAC. Penelitian ini menggunakan metode BCB karena fukosantin yang
sudah diketahui sebagai antioksidan dengan metode DPPH (Nursid dkk, 2013) merupakan satu golongan dengan betakaroten yaitu golongan karotenoid sehingga mekanisme penangkapan radikal bebas fukosantin mirip dengan karotenoid. Parameter antioksidan yang lain menggunakan metode FRAP karena fukosantin dengan struktur alenik, monoepoksida, dua gugus hidroksil dan ikatan rangkap terkonjugasi memungkinkan sebagai donor elektron untuk mereduksi Fe 3+ menjadi Fe 2+ pada mekanisme FRAP. Sedangkan parameter anti penuaan dini menggunakan aktivitas penghambatan tirosinase, kolagenase (MMP-1) dan elastase. Enzim tirosinase berperan diantaranya pada pembentukan dopakrom dan melanin pada proses melanogenesis sehingga terjadi pewarnaan kulit yang berlebihan. Kenaikan jumlah enzim kolagenase (MMP-1) dan elastase menyebabkan kenaikan degradasi kolagen, sehingga kulit menjadi kasar, melebar, tipis dan berkerut (wrinkle). Hal ini adalah ciri terjadinya penuaan dini kulit. Dengan begitu enzim-enzim ini perlu dihambat untuk mencegah penuaan dini (anti aging). Fukosantin dilaporkan sebagai penangkap radikal bebas (ROS) sehingga dapat menghambat mekanisme degradasi kolagen termasuk menghambat sekelompok enzim yang bertanggung jawab dalam degradasi kolagen termasuk kolagenase, elastase dan tirosinase penyebab melanogenesis. Dengan demikian menarik untuk dilakukan penelitian tentang pemanfaatan rumput laut coklat spesies Turbinaria decurrens sebagai antioksidan dan agen anti penuaan dini yang berbahan baku rumput laut Indonesia yang melimpah.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini dapat disusun sebagai berikut: 1. Apakah rumput laut coklat Turbinaria decurrens memiliki sifat antioksidan dengan uji pemutihan beta karoten (Beta Caroten Bleaching) dan uji Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP)? 2. Apakah rumput laut coklat Turbinaria decurrens menunjukkan aktivitas penghambatan proses melanogenesis (antimelanogenik) melalui uji penghambatan reaksi enzimatik tirosinase? 3. Apakah rumput laut coklat Turbinaria decurrens menunjukkan aktivitas penghambatan kolagenase, dan elastase? C. Keaslian Penelitian Penggunaan rumput laut sebagai bahan antioksidan dan anti penuaan dini telah diteliti oleh beberapa ahli. Di antaranya, penelitian rumput laut coklat Turbinaria decurrens dengan kandungan fukosantin 89,9 mg/g ekstrak mempunyai aktivitas antioksidan sebesar 45% pada dosis 50 µg/ml menggunakan metode peredaman radikal bebas DPPH (Nursid dkk., 2013). Penelitian lain mengenai pigmen rumput laut coklat adalah fukosantin yang terkandung pada Turbinaria conoides mempunyai potensi antioksidan sebesar 166,0 ppm (Nova dkk., 2014). Penelitian yang berkaitan dengan anti aging pernah dilakukan untuk menguji aktivitas fukosantin dalam menghambat aktivitas tirosinase, melanogenesis kulit dari molekul melanogenik (Shimoda dkk., 2010). Ekstrak
tumbuhan yang mengandung fenol atau polifenol mampu menghambat aktivitas enzim tirosinase sebagai anti melanogenik dan menghambat aktivitas enzim kolagenase dan elastase (Hong dkk.,2013). Karim dkk., (2014) melaporkan bahwa gugus fenolik yang terdapat dalam ekstrak tumbuhan mampu sebagai antioksidan, penghambat aktivitas tirosinase dan anti-wrinkles (anti kolagenase dan elastase). Pada penelitian merupakan penelitian baru dan belum pernah dilakukan orang lain sebelumnya. Penelitian ini berfokus pada Turbinaria decurrens sebagai (1) antioksidan menggunakan metode betacaroten bleaching (BCB) dan Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP) yang diharapkan mempunyai aktivitas yang sama dengan hasil penelitian Nursid dkk., (2010) dan (2) anti penuaan dini (anti aging) menggunakan metode aktivitas penghambatan terhadap enzim tirosinase, elastase dan kolagenase secara in vitro. D. Urgensi Penelitian Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumber daya kelautan terbesar di dunia sehingga mempunyai potensi bsar dalam pengembangan produk alam kelautan. Pemanfaatan sumber daya elautan ini diharapkan dapat mempercepat laju pembangunan dan mengurangi ketergantungan pada wilayah daratan. Rumput laut coklat telah banyak diketahui sebagai agen biomedis terutama untuk kecantikan. Penelitian ini dapat menambah bukti ilmiah bahwa rumput laut coklat khususnya spesies Turbinaria decurrens mempunyai efek anti penuaan dini, sehingga pemanfaatan sumber daya kelautan ini semakin banyak dalam bidang kecantikan. Selain itu, bagi ilmu
pengetahuan, penelitian ini berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kefarmasian mengenai rumput laut coklat. E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui aktivitas antioksidan rumput laut coklat Turbinaria decurrens dengan uji pemutihan beta karoten (Beta Caroten Bleaching) dan uji Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP). 2. Mengetahui aktivitas rumput laut coklat Turbinaria decurrens sebagai agen anti penuaan dini penghambatan proses melanogenesis (antimelanogenik) melalui uji penghambatan reaksi enzimatik tirosinase. 3. Mengetahui aktivitas rumput laut coklat Turbinaria decurrens sebagai agen anti penuaan dini melalui penghambatan enzim kolagenase, dan elastase.