BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Nikah sirri zaman sekarang seolah menjadi trend dan gaya hidup. Saat ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri atau nikah di bawah tangan terutama untuk kalangan kelas menengah ke bawah, hal tersebut dipengaruhi dengan keterbatasan pengetahuan mengenai hukum, akibat yang akan ditimbulkan serta masalah biaya. Sedangkan untuk kalangan menengah ke atas mandalilkan takut akan dosa dan zina serta masih banyak alasan yang lain. Akhir-akhir ini, fenomena nikah siri memberikan kesan yang menarik. Pertama, nikah siri sepertinya memang benar-benar telah menjadi trend yang tidak saja dipraktekkan oleh masyarakat umum, namun juga dipraktekkan oleh figur masyarakat yang selama ini sering disebut dengan istilah kyai, dai, ustad, ulama, atau istilah lainnya yang menandai kemampuan seseorang mendalami
agama (Islam). Kedua, nikah siri sering ditempatkan menjadi sebuah pilihan ketika seseorang hendak berpoligami dengan sejumlah alasannya tersendiri. 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan), merupakan salah satu wujud aturan tata tertib pernikahan yang dimiliki oleh negara Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, di samping aturan-aturan tata tertib pernikahan yang lain yaitu hukum adat dan hukum agama. Agar terjaminnya ketertiban pranata pernikahan dalam masyarakat, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menentukan bahwa setiap perkawinan harus dicatat oleh petugas yang berwenang. Namun kenyataan memperlihatkan fenomena yang berbeda. Hal ini tampak dari maraknya pernikahan siri atau pernikahan di bawah tangan yang terjadi di tengah masyarakat. Negara Republik Indonesia, sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, di mana sila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan dianggap mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama atau kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mengandung unsur lahir atau jasmani, tetapi unsur batin atau rohani juga mempunyai peranan yang sangat penting. Keharusan pencatatan perkawinan walaupun bukan menjadi rukun nikah, akan tetapi merupakan hal yang sangat penting terutama sebagai alat bukti yang dimiliki seseorang, apabila terjadi suatu permasalahan di kemudian hari. Berdasarkan UU Perkawinan, perkawinan adalah sah apabila sah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing, serta perkawinan tersebut 1 https://fandyisrawan.wordpress.com/2014/02/26/makalah-nikah-siri/ (diakses tanggal 21 April 2016). 2 Ibid 2
harus dicatatkan. Namun dalam kompilasi hukum islam perkawinan adalah sah apabila sah menurut agama islam, kemudian syarat pencatatan yang ada agar menjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam. Berdasarkan kedua aturan tersebut dapat diketahui bahwa suatu perkawinan itu tetap harus dicatatkan demi terciptanya suatu ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Meskipun suatu perkawinan itu sudah disebut sah apabila sudah sah secara agama apabila tidak dicatatkan dapat dikatakan perkawinan tersebut adalah perkawinan secara siri. Penyebab yang menimbulkan masyarakat melakukan pernikahan siri sebenarnya kembali kepada pribadinya masing-masing. Namun yang terjadi belakangan ini hal-hal yang menyebabkan timbulnya nikah dilihat dari faktor sosial dikarenakan adanya kesulitan pencatatan pernikahan yang kedua kalinya, batasan usia yang layak nikah berdasarkan peraturan perundang-undangan, tempat tinggal yang berpindah-pindah membuat orang kesulitan untuk mengurus administrasi dan prosedur pencatatan pernikahan. Kemudian ada faktor ekonomi dimana masyarakat yang kurang mampu biasanya akan kesulitan untuk membayar biaya-biaya untuk mencatatkan pernikahannya sehingga lebih memilih nikah siri. Selanjutnya ada juga faktor agama dimana nikah siri dilakukan untuk menghalalkan suatu hubungan agar dijauhkan dari zina dan dosa. Meski sudah ada peraturan yang jelas, pada kenyataannya dalam masyarakat sering terjadi perkawinan yang tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan UU Perkawinan. Masyarakat tersebut beranggapan bahwa cukup melakukan pernikahan sesuai dengan hukum agama saja perkawinan tersebut
sudah dianggap sah (perkawinan semacam ini biasa dikenal dengan nikah siri atau perkawinan di bawah tangan). Anak sebagai generasi muda penerus bangsa, mempunyai hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam membangun negara. Anak merupakan modal pembangunan yang kelak akan memelihara, mempertahankan, serta mengembangkan hasil pembangunan yang telah ada. Di sisi lain anak anak tersebut belum mempunyai kemampuan untuk melengkapi serta mengembangkan diri mereka, melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang mampu betanggung jawab dan bermanfaat bagi sesama. Kondisi fisik, mental, dan sosial anak yang seperti ini yang seringkali dimanfaatkan oleh pihak pihak tertentu untuk mengambil keuntungan, hak anak-anak dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk kepentingan pribadi mereka masing-masing. Anak juga merupakan pribadi sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya. Anak ingin dicintai, ingin diakui dan dihargai. Berkeinginan pula untuk dihitung dan mendapatkan tempat dalam kelompoknya. Hanya dalam komunikasi dan relasi dengan orang lain (guru, pendidik, pengasuh, orang tua, anggota keluarga, kawan sebaya, kelompoknya dan lain-lain) seorang anak dapat berkembang menuju pada kedewasaan. 3 Apabila hal itu terjadi maka akan merusak mental dan kepribadian dari si anak sekaligus berdampak negatif terhadap pelaksanaan pembangunan yang 3 Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Mandar Maju, Bandung: 1999, hlm.43
sedang berjalan. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB XA Pasal 28B ayat (2) Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316 (selanjutnya disebut UndangUndang Dasar 1945) mengatur bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 4 Anak merupakan tunas, potensi, dan generasi penerus bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Negara Kesatuan Republik Indonesia pun menjamin atas kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan Hak Asasi Manusia, sehingga untuk mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka anak-anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan dukungan. Anak merupakan tunas, potensi, dan generasi penerus bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Negara Kesatuan Republik Indonesia pun menjamin atas kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, 4 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, mengenai Hak Asasi Manusia, BAB XA, Pasal 28B ayat (2), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, 4316, Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2008, hlm. 46
termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan Hak Asasi Manusia, sehingga untuk mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka anak-anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109 dan Tambahan lembaran Negara nomor 3143 dalam BAB I mengenai Ketentuan Umum pada Pasal 1 (selanjutnya disebut Undang-Undang tentang Perlindungan Anak) mengatur bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1 dalam BAB I mengenai dasar Perkawinan pada Pasal 1 UU Perkawinan mengatur bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang 5 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bagian menimbang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3143. hlm. 3.
Perkawinan pada BAB II Pasal 7 mengenai syarat-syarat perkawinan mengatur bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. 6 Persyaratan umur kawin jika dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya BAB IV mengenai kewajiban dan tanggung jawab,bagian kesatu umum, Pasal 26 ayat (1) huruf C mengatur bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah adanya perkawinan anak pada usia anak anak atau usia dini. 7 Contoh kasus pernikahan siri online antara lain MG, seorang wanita malam berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bekerja di sebuah karaoke di kota Malang, mengungkapkan banyak wanita-wanita malam di daerah Malang Raya (kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu) yang melakukan nikah siri baik secara online maupun nikah siri biasa. MG termasuk salah satunya. MG menuturkan MG dan teman-temannya sesama wanita malam melakukan nikah siri online karena merasa dengan nikah siri akan menjadi lebih aman agar dapat menghindari zina dan menjamin nafkah yang akan diberikan pria yang menikahinya secara siri. 8 MG telah menikah siri dengan seorang pria yang merupakan pelanggan tetap karaoke tempat MG bekerja dan telah lama menjadi 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, BAB I, Pasal 1, mengenai Dasar Perkawinan, Lembaran Negara Repulik Indonesia, 1975, Nomor, hlm.,537. 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Op.cit. hlm. 15. 8 http://dokumen.tips/documents/contoh-kasus-nikah-siri-online.html (diakses tanggal 25 Mei 2016).
langganannya. Mereka melakukan nikah siri secara online. MG mengakui pria langganannya itulah yang mengajaknya untuk nikah siri. Alasan MG mengiyakan ajakan pria itu untuk nikah siri adalah karena MG sudah lama kenal dengan pria itu dan si pria sudah lama menjadi langganannya. Menurut MG, hubungan mereka layaknya orang yang berkenalan kemudian pacaran, dan menikah. Namun si pria telah memiliki istri. MG mengakui selama ini MG diberi nafkah dan memiliki hubungan layaknya suami dan istri degan pria itu, namun ia tetap memiliki kebebasan bisa melayani pelanggan lain. Nikah siri online antara MG dan pria langganannya itu dilakukan melalui media sosial Skype. Mereka diperkenalkan pada penghulu dan saksi nikah melalui website yang menyediakan jasa nikah siri online. Kemudian nikah siri dilakukan tidak dalam satu majelis; MG dan pria langganannya berkomunikasi dengan penghulu dan saksi melalui video call dari media sosial Skype. Contoh lain adalah RS, seorang wanita malam di karaoke di Jalan Soekarno-Hatta, Kota Malang, telah melakukan nikah siri secara online pula. Ia telah menikah siri dengan seorang pengusaha di Malang. RS mengatakan bahwa dirinya dinafkahi secara rutin oleh suami sirinya, dan ia juga merasa hubungan intim antara dirinya dengan suami sirinya itu halal. Tetapi ia tetap bekerja melayani pelanggan lain, dan suami sirinya juga sudah memiliki istri yang sah. Menurut pengakuan RS menikah secara online berarti saat dinikahkan penghulu tidak harus hadir secara langsung, tetapi dapat juga melalui telepon. RS menandaskan hal ini merupakan hal yang lumrah dilakukan para wanita malam di daerah Malang.
Selanjutnya AP (41 tahun) seorang pria yang melakukan nikah siri online. Ia beralasan nikah siri online jelas tidak dilarang agama, hanya negara saja yang melarangnya. Alasan AP melakukan nikah siri online adalah untuk menghindari zina. Sudah setahun semenjak berita diturunkan AP menikah siri dengan salah satu wanita pekerja tempat hiburan malam. Selain untuk menghindari zina, alasan AP melakukan nikah siri adalah karena ia tidak akan diizinkan istri untuk menikah lagi secara resmi, atau melakukan poligami. Meskipun telah memiliki seorang istri dan putra, AP tetap saja melakukan nikah siri secara online. Ia menggunakan jasa sebuah website nikah siri online, sementara untuk penghulunya menurut AP adalah seorang ustadz yang mengerti agama dan berpendapat bahwa nikah siri itu diperbolehkan dalam agama. 9 Berdasarkan latar belakang di atas maka judul dalam penulisan skripsi adalah perlindungan hukum terhadap status anak yang lahir dari perkawinan siri online berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak. I. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka merumuskan permasalahan sebagai berikut: 9 http://regional.kompas.com/read/2015/03/15/12124341/ Wanita. Malam. di. Malang. Banyak. Lakuk an. Nikah. Siri.secara.Online, diakses tanggal 25 Mei 2016.
D. Bagaimana pengaturan mengenai perkawinan siri online menurut hukum positif? E. Bagaimana status hukum anak yang lahir dari perkawinan siri online berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak? F. Perlindungan hukum negara terhadap anak yang lahir dari perkawinan siri online? J. Tujuan Penulisan Berdasarkan permasalahan penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai perkawinan siri online menurut hukum positif. 2. Untuk mengetahui status hukum anak yang lahir dari perkawinan siri online berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak. 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum negara terhadap anak yang lahir dari perkawinan siri online. K. Manfaat Penulisan
1. Secara teoritis Hasil penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi bagi kajian dan pengembangan ilmu hukum tentang perlindungan hukum terhadap status anak yang lahir dari perkawinan siri online. 2. Secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam pelaksanaan Undang-Undang perkawinan serta masukan kepada pemerintah yang juga ikut bertanggung jawab atas masyarakat, selain itu hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan acuan masyarakat dalam melakukan perkawinan. L. Metode Penelitian Metode merupakan sebuah instrument penting agar penelitian itu bisa terlaksana dengan rasional dan terarah, sehingga tercapai hasil yang maksimal. Di samping itu juga bisa mempermudah penelitian. Dalam penyusunan skripsi ini, penyusun menggunakan metode sebagai berikut : 1. Jenis penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data prumer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka dan data di analisa secara kualitatif. 2. Sifat penelitian Sifat penelitian ini adalah deskripsi analitis. Penelitian ini melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan
fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini, bermaksud untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh, mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap status anak yang lahir dari perkawinan siri online berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 3. Data penelitian Jenis sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan. 10 Penelitian ini yang dijadikan data sekunder adalah data yang bersumber dari: a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang terdiri dari: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Undang- Undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. c. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan 10 Ronny Hanitijo Sumitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri Ghlmia Indonesia, Jakarta,1998, hlm. 76.
pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. 4. Teknik pengumpulan data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara: 11 studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang di bahas dalam skripsi ini. 5. Analisis data Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara normatif kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Pengertian analisis di sini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis, sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir deduktifinduktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan-laporan penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai 11 Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum UI Press, Jakarta, 2010, hlm. 24.
dengan permasalahan yang diteliti. 12 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan ini. M. Keaslian Penulisan Berdasarkan penelursan dan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis baik di Perpustakaan Fakultas Hukum. Dalam penelitian skripsi ini penulis mengambil judul tentang perlindungan hukum terhadap status anak yang lahir dari perkawinan siri online berdasarkan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak. Jadi penelitian ini belum diteliti oleh peneliti yang lain. Muhammad Fauzi Syareyza (2013), dengan judul penelitian Aspek Hukum Pencatatan Kelahiran Anak dan Kaitannya Dengan Hubungan Anak dan Orang Tuanya (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010). Adapun permasalahan dalan penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah keberadaan pencatatan kelahiran anak dalam kaitannya dengan status hukum anak? 2. Bagaimanakah akibat hukum lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-8/2010 tanggal 27 Pebruari 2012 terhadap status hukum anak? 3. Apakah permasalahan penerapan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-8/2010 dalam kaitannya status hukum anak? 37. 12 H.B. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif Bagian II UNS Press, Surakarta, 1988, hlm.
Miranty (2010), dengan judul penelitian Perlindungan Hukum Terhadap Anak Hasil Perkawinan Yang Tidak Dicatatkan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah 1. Apakah yang menjadi latar belakang dilakukannya perkawinan yang tidak dicatatkan? 2. Bagaimanakah kedudukan hukum atas anak yang lahir dari hasil perkawinan yang tidak dicatatkan? 3. Bagaimanakah perlindungan hukum yang dapat di berikan kepada anak yang lahir dari hasil perkawinan yang tidak dicatatkan Penulis mengkaji dan mengambil perumusan masalah Bagaimana pengaturan mengenai perkawinan siri online menurut hukum positif. Akibat hukum status anak yang lahir dari perkawinan siri online berdasarkan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak. Perlindungan hukum status anak yang lahir dari perkawinan siri online berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak, maka penulis tertarik mengambil judul ini sebagai judul skripsi. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. N. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh bentuk penyusunan skripsi yang sistematis, maka penyusun membagi skripsi kedalam lima bab, masing- masing terdiri dari sub- sub bab secara lengkap. Penyusun dapat menggambarkan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN Bab pertama, berisi Pendahuluan. Untuk mengantarkan pembahasan pada bab-bab selanjutnya secara lebih komperhensif, penyusun membagi bab ini kedalam sub bab yang berisi latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penelitian serta sistematika pembahasan. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK Berisikan mengenai pengertian anak, kedudukan anak dan status anak dalam Undang-Undang Perkawinan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN SIRI ONLINE Berisikan Tinjauan Umum Tentang Perkawinan yang terdiri pengertian perkawinan, perkawinan menurut undang-undang perkawinan dan dasar hukum perkawinan. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan Siri Online yang berisikan latar belakang dan sejarah perkawinan siri, tata cara perkawinan siri, beberapa fakta dan alasan kawin siri dan hubungan hukum perkawinan siri dan pencatatan perkawinan BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP STATUS ANAK YANG LAHIR DARI PERKAWINAN SIRI ONLINE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
Bab ini berisikan pengaturan mengenai perkawinan siri online menurut hukum positif dan status hukum anak yang lahir dari perkawinan siri online berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak dan perlindungan hukum negara terhadap anak yang lahir dari perkawinan siri online. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab kelima, adalah kesimpulan dan saran yang berisi kesimpulan akhir dari proses penelitian skripsi ini, selanjutnya untuk menambah kekayaan dalam penulisan skripsi ini diberikan saran-saran untuk membangkitkan para pembaca ataupun penulis