PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP TERJADINYA PERNIKAHAN USIA MUDA DI DESA SEUMADAM KECAMATAN KEJURUAN MUDA KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2014 Siti Zubaidah Harahap¹, Heru Santosa², Erna Mutiara³ ¹Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU ²Peminatan Kependudukan dan Kesehatan Reproduksi FKM USU Email : sitizubaidahharahap@yahoo.co.id ABSTRACT Early marriage is a holly/sacred relationship between a man and a woman who had age under 19 years or were currently enrolled in high school and the relationship have been legally recognized in law and religion. The purpose of research was to know the influence of internal and external factors on early marriage among teens at Seumadam Village, Kejuruan Muda Subdistrict, Aceh Tamiang District. This was observational research with a crossectional approach. Population were all teens of 15-19 years as many as 556 people. Samples of the research were married teens aged 15-19 years, or who have a boyfriend or were engaged as many as 95 people. Data were obtained through interview using a questionnaire and analyze with the step of univariate, bivariate using chi square test and multivariate using multiple logistic regression test. The result showed that respondents marriaged at age 15-19 year were 26,3%. There was an influence of knowledge, emotional maturity, culture, exposure to mass media and free sex on early marriage among teens. The variable that most influenced on early marriage among teens was culture with the coefficient of B = 3.404. It is suggested to the Seumadam Village to cooperate with the local government such as institution of religion affair office, education and health to reactivate PIK-KRR (information center of counseling adolescence reproductive health) as a forum to get information about complication a pregnancy problem. Keyword : Early Marriage, Teens PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga atau rumah tangga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada umumnya pernikahan dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak memandang pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal dikota maupun didesa. Namun apabila pernikahan dilakukan pada usia yang terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1
juga dapat memberikan risiko yang lebih besar pada remaja perempuan khususnya pada aspek kesehatan reproduksi, dimana alat reproduksi remaja belum matang untuk melakukan fungsinya. Rahim (uterus) baru siap melakukan fungsinya setelah berumur 20 tahun keatas, karena pada masa ini fungsi hormonal melewati masa yang maksimal. juga akan berimplikasi pada keterbelakangan pengetahuan akibat terhambatnya proses pendidikan yang disebabkan karena pernikahan tersebut. Aspek sosial budaya masyarakat memberi pengaruh terhadap pelaksanaan pernikahan usia muda (Landung, 2009). Untuk mencegah terjadinya pernikahan usia muda, dapat dilakukan dengan penentuan batas minimum usia perkawinan. Karena secara tidak langsung mempengaruhi kualitas dalam kehidupan berumah tangga. Keluarga yang berkualitas akan melahirkan sebuah generasi yang lebih baik (Rohmat, 2009). Menurut undang-undang no. 1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Sedangkan usulan perubahan pada pasal 7 tahun 1974 ayat (1) menyatakan bahwa perkawinan dapat dilakukan jika pihak laki-laki dan perempuan berusia minimal 19 tahun, ayat (2) untuk melangsungkan pernikahan bagi calon yang belum mencapai 21 tahun, harus mendapatkan izin dari orang tua, artinya pernikahan dapat dilakukan apabila masing-masing calon mempelai sudah mencapai usia 19 tahun dengan catatan harus mendapatkan izin dari orang tua dan jika masing-masing calon mempelai sudah berusia 21 tahun tidak perlu lagi mendapatkan ijin dari orang tua. Sesuai dengan kesepakatan pihak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) menyatakan bahwa usia perkawinan pertama diijinkan apabila pihak wanita mencapai usia 21 tahun dan pria 25 tahun (Astuty, 2011). Studi yang dilakukan United Nations Children s Fund (UNICEF), fenomena kawin diusia dini (early marriage) masih sering dijumpai pada masyarakat di Timur Tengah dan Asia Selatan dan pada beberapa kelompok masyarakat di Sub Sahara Afrika. Di Asia Selatan terdapat 9,7 juta anak perempuan atau 48% menikah pada umur dibawah usia 18 tahun, Afrika sebesar 42% dan Amerika Latin sebesar 29% (Landung, 2009). Di Indonesia perempuan muda usia 10-14 tahun menikah sebanyak 0,2% atau lebih dari 22.000 wanita muda berusia 10-14 tahun Indonesia sudah menikah yang disebabkan karena hamil, karena ingin memperbaiki ekonomi, keluar dari kemiskinan, dipaksa orang tua dan karena status sosial. perempuan muda berusia 15-19 tahun yang menikah lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki muda usia 15-19 tahun (11,7% P : 1,6% L) yang menikah sedangkan kelompok umur perempuan 20-24 tahun, lebih dari 56,2% sudah menikah. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan dan secara fisik pun mulai matang (BkkbN, 2012). Berdasarkan Data Riskesdas tahun 2010, jumlah perempuan yang pernah kawin dengan umur kawin pertama (UKP) 15-19 tahun cukup tinggi, 2
yakni sebesar 41,9% sedangkan umur 20-24 tahun sebesar 33,6%. Kondisi ini menunjukkan masih rendahnya umur perkawinan pertama di Indonesia terutama terjadinya di daerah pedesaan (13,49%) dan di daerah perkotaan (8,13%) (Indrayani & Sjafli, 2012). Pada masyarakat pedesaan, pernikahan usia muda terjadi pada golongan ekonomi menengah kebawah yang lebih merupakan bentuk sosial pada pembagian peran tanggung jawab dari keluarga perempuan pada suami. Sedangkan di masyarakat perkotaan pernikahan usia muda umumnya terjadi karena kecelakaan (married by accident) akibat salah pergaulan oleh remaja (Landung, 2009). Berdasarkan data profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Kejuruan Muda jumlah perkawinan tahun 2011 s/d 2013 sebanyak 958 pasang dengan jumlah remaja menikah usia dibawah 20 tahun sebanyak 336 pasang (35,1%) dengan rincian pada tahun 2011 sebanyak 93 pasang (27,7%), tahun 2012 sebanyak 115 (34,2%) dan tahun 2013 sebanyak 128 pasang (38,1%). juga terjadi di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang. Menurut data tahunan dari Kepala Desa Seumadam dari tahun 2011 s/d 2013 terjadi peningkatan jumlah pernikahan usia dibawah 20 tahun sebanyak 122 pasang (64,5%) dimana wanita 100 orang (81,96%) dan pria sebanyak 22 orang (11,6%). Dengan rincian tahun 2011 sebanyak 34 orang, tahun 2012 sebanyak 43orang dan tahun 2013 sebanyak 45 orang. Pada tahun 2013 jumlah remaja usia 15-19 tahun sebanyak 556 jiwa yang terdiri dari 312 remaja putri dan 244 remaja putra. Dari hasil wawancara kepala desa setempat mengatakan pengetahuan remaja pada saat konseling pernikahan, mereka masih kurang mengetahui makna pernikahan yang sebenarnya. Selain itu dorongan orang tua, budaya dan pergaulan bebas sangat mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda. Faktor budaya disini orang tua takut jika anaknya lama menikah akan dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan dan didorong juga dengan keadaan lingkungan sekitar yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat menikahkan anak pada usia muda. Dorongan orang tua adalah usaha orang tua untuk mempengaruhi anaknya agar mau menikah diusia muda, seperti orang tua menganjurkan segera menikah dengan pria pilihan anaknya baik itu yang berdomisili satu lingkungan maupun diluar lingkungan agar tidak terlalu lama pacaran dan bertunangan. Hal ini sesuai dengan dikatakan Suparyanto (2013) bahwa faktor yang menyebabkan pernikahan usia muda dikalangan remaja itu yang berasal dari diri sendiri (internal) seperti pengetahuan,kemauan sendiri, agama dan faktor dari luar (eksternal) seperti kemauan orang tua, budaya, pergaulan bebas, ekonomi. Berdasarkan survei pendahuluan terakhir yang dilakukan langsung di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang pada 15 responden remaja yang sudah menikah di usia muda didapatkan 5 orang (33,3%) mengatakan tujuan pernikahan untuk memperoleh keturunan, tanpa perlu kematangan emosional, agar terhindar dari perilaku seks pranikah serta mereka menganggap kesehatan reproduksi berkaitan dengan kehamilan dan persalinan yang sehat tanpa tahu akibat yang timbul karena pernikahan 3
usia muda. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan remaja tentang dampak pernikahan usia muda terhadap kesehatan reproduksi serta kurangnya pemahaman remaja mengenai makna pernikahan. Padahal pernikahan itu bukan hanya untuk memperoleh keturunan saja tetapi kematangan emosional, kesiapan mental dan sosial serta rasa tanggung jawab terhadap materi. Dorongan orang tua sebanyak 4 orang (26,7%) dimana orang tua mereka sengaja menganjurkan anaknya menikah dengan tetangga yang berdomisili satu lingkungan agar jadi satu keluarga dan tidak terlalu lama tunangan atau pacaran. Budaya sebanyak 3 orang (20,0%) dimana orang tua menganjurkan mereka untuk segera menikah dikarenakan takut disebut perawan tua jika lama menikah dan karena sudah tradisi keluarga cepat menikah karena orang tua mereka juga cepat menikah. Karena pergaulan bebas sebanyak 3 orang (20,0%) yang menyebabkan mereka hamil dan harus berhenti sekolah untuk menikah. Berdasarkan data diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan penelitian adalah faktor internal dan eksternal apa sajakah yang memengaruhi terjadinya pernikahan usia muda pada remaja di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor internal (pengetahuan, pemahaman agama, kematangan emosi) dan eksternal (dorongan orang tua, budaya, paparan media massa dan pergaulan bebas) terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014. Sebagai bahan masukan bagi kepala desa untuk merencanakan pengadaan kerjasama dengan instansi terkait seperti instansi pendidikan, kesehatan, agama, lembaga swadaya masyarakat dalam rangka menurunkan angka pernikahan usia muda dan agar dapat menambah pengetahuan remaja mengenai dampak pernikahan usia muda terhadap kesehatan reproduksi. METODE PENELITIAN Jenis penelitian bersifat observasional dengan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja usia 15-19 tahun di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014 sebanyak 556 jiwa dengan pengambilan sampel menggunakan acak sistematis sebanyak 95 orang. Metode pengumpulan data menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan wawancara menggunakan angket yang berisi daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya dan data skunder yang terdiri dari data Kantor Urusan Agama Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang dan Kantor Datuk Penghulu Desa Seumadam berupa daftar nama remaja. Teknik pengolahan data dimulai dari editing, coding, entry dengan analisis data menggunakan analisis univariat, bivariat dan multivariat. 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dalam penelitian ini terdiri dari 2 faktor yaitu internal dan eksternal yaitu faktor internal (pengetahuan, pemahaman agama kematangan emosi) dan faktor eksternal (dorongan orang tua, budaya, paparan media massa, pergaulan bebas) terhadap pernikahan usia muda. Tabel 1. Hubungan Faktor Internal dengan Pernikahan Usia Muda Pengetahuan Menikah usia muda Belum menikah Baik 3 9,1 30 90,9 33 100,0 Kurang 22 35,5 40 64,5 62 100,0 Pemahaman Menikah usia muda Belum menikah Agama Baik 20 25,0 60 75,0 80 100,0 Kurang 5 33,3 10 66,7 15 100,0 Kematangan Menikah usia muda Belum menikah Emosi Baik 18 46,2 21 53,8 39 100,0 Kurang 7 12,5 49 87,5 56 100,0 p 0,005 p 0,501 p 0,0001 Dari faktor internal di atas menunjukkan hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan pernikahan usia muda didapatkan dari 33 remaja dengan pengetahuan baik sebanyak 3 orang (9,1%) remaja menikah usia muda dan 30 orang (90,9%) remaja belum menikah sedangkan dari 62 remaja dengan pengetahuan kurang terdapat 22 orang (35,5%) remaja menikah usia muda dan 40 orang (64,5%) remaja belum menikah. Hasil analisis bivariat didapatkan ada pengaruh antara pengetahuan dengan pernikahan usia muda (p = 0,005). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Priyanti (2013) yang mengatakan pengetahuan berhubungan dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19 tahun. Hasil analisis hubungan antara pemahaman agama terhadap pernikahan usia muda didapatkan 80 remaja dengan pemahaman agama baik sebanyak 20 orang (25,0%) remaja menikah usia muda dan 60 orang (75,0%) remaja belum menikah sedangkan dari 15 remaja dengan pemahaman agama kurang sebanyak 5 orang (33,3%) remaja menikah usia muda dan 10 orang (66,7%) remaja belum menikah. Hasil analisis bivariat di dapatkan tidak ada pengaruh pemahaman agama dengan pernikahan usia muda pada remaja (p = 0,501). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Hakim (2010) yang mengatakan ada pengaruh pemahaman agama terhadap pernikahan dini. Hasil analisis hubungan antara kematangan emosi dengan pernikahan usia muda, didapatkan 39 remaja dengan kematangan emosi baik sebanyak 18 orang (46,2%) remaja menikah usia muda dan 21 orang (53,8%) remaja belum menikah sedangkan 56 remaja dengan kematangan emosi kurang sebanyak 7 orang (12,5%) remaja menikah usia muda dan 49 orang (87,5%) remaja belum menikah. Hasil analisis bivariat ada pengaruh antara kematangan emosi terhadap pernikahan usia muda pada remaja (p=0,0001) karena 5
semakin tinggi kematangan emosi maka semakin rendah kecendrungan menikah dini. Sebaliknya semakin rendah kematangan emosi maka semakin tinggi kecendrungan menikah dini. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Marlina (2012) yang mengatakan ada hubungan negatif yang signifikan antara kematangan emosi dengan kecendrungan menikah dini. Tabel 2. Hubungan Faktor Eksternal dengan Pernikahan Usia Muda Dorongan orang Menikah usia muda Belum menikah tua Mendukung 23 32,9 47 67,1 70 100,0 Tidak mendukung 2 8,0 23 92,0 25 100,0 Budaya Menikah usia muda Belum menikah Ada 23 42,6 31 57,4 41 100,0 Tidak ada 2 4,9 39 95,1 54 100,0 Paparan media Menikah usia muda Belum menikah massa Terpapar 21 42,0 29 58,0 50 100,0 Tidak terpapar 4 8,9 41 91,1 45 100,0 Pergaulan bebas Menikah usia muda Belum menikah Melakukan 24 33,3 48 66,7 72 100,0 Tidak melakukan 1 4,3 22 95,7 23 100,0 P 0,015 P 0,0001 p 0,0001 P 0,006 Dari faktor eksternal di atas menunjukkan hasil analisis hubungan antara dorongan orang tua dengan pernikahan usia muda didapatkan 70 remaja dengan dorongan orang tua mendukung sebanyak 23 orang (32,9%) remaja menikah usia muda dan 47 orang (67,1%) remaja belum menikah sedangkan 25 remaja dengan dorongan orang tua tidak mendukung sebanyak 2 orang (8,0%) remaja menikah usia muda dan 23 orang (92,0%) remaja belum menikah. Hasil analisis bivariat ada pengaruh dorongan orang tua dengan pernikahan usia muda pada remaja (p=0,015) sedangkan hasil analisis multivariat dibuktikan tidak ada pengaruh dorongan orang tua terhadap pernikahan usia muda (p = 0,256). Hal ini sesuai dengan penelitian Tarigan (2008) yang mengatakan tidak ada hubungan dorongan orang tua terhadap perkawinan usia muda di Desa Cingkes Kecamatan Doloksilau Kabupaten Simalungun. Hasil analisis hubungan antara budaya dengan pernikahan usia muda, didapatkan 41 remaja dengan kategori ada budaya sebanyak 23 orang (42,6%) remaja menikah usia muda dan 31 orang (57,4%) remaja belum menikah sedangkan dari 54 remaja dengan kategori tidak ada budaya sebanyak 2 orang (4,9%) remaja menikah usia muda dan 39 orang (95,1%) remaja belum menikah. Dari analisis bivariat ada pengaruh budaya dengan pernikahan usia muda pada remaja (p=0,0001). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Masnawi (2013) yang mengatakan ada hubungan budaya dengan penyebab terjadinya pernikahan dini di Desa Sawah 6
Tingkeum Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan. Hasil analisis hubungan antara paparan media massa terhadap pernikahan usia muda didapatkan dari 50 remaja terpapar media massa sebanyak 21 orang (42,0%) remaja menikah usia muda dan 29 orang (58,0%) remaja belum menikah sedangkan dari 45 remaja tidak terpapar media massa sebanyak 4 orang (8,9%) remaja sudah menikah dan 41 orang (91,1%) remaja belum menikah. Hasil analisis bivariat ada pengaruh paparan media massa dengan pernikahan usia muda pada remaja (p=0,0001). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sulandjari (2007) yang mengatakan terdapat hubungan antara sajian pornoteks media massa dengan perilaku seksual remaja di pemukiman kecamatan candisari kota semarang. Hasil analisis hubungan pergaulan bebas dengan pernikahan usia muda didapatkan 72 remaja melakukan pergaulan bebas sebanyak 24 orang (33,3%) remaja menikah usia muda dan 48 orang (66,7%) remaja belum menikah sedangkan dari 23 remaja tidak melakukan pergaulan bebas sebanyak 1 orang (4,3%) remaja menikah usia muda dan 22 orang (95,7%) remaja belum menikah. Secara statistik bivariat dibuktikan ada hubungan pergaulan bebas dengan pernikahan usia muda pada remaja (p=0,006). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Priyanti (2013) yang mengatakan pergaulan bebas berhubungan dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. Tabel 3. Hasil Analisis Multivariat Variabel B Sig Exp (B) 95% CI Pengetahuan 1,703 0,048 5,490 1,013-29,744 Kematangan emosi -1,671 0,019 0,188 0,046-0,762 Budaya 3,404 0,0001 30,075 4,682-193,198 Paparan media massa 1,988 0,013 7,299 1,521-35,017 Pergaulan bebas 2,633 0,031 13,918 1,274-151,987 Konstanta -7,425 0,0001 0,001 Setelah dilakukan analisis multivariat, didapatkan hasil bahwa pengetahuan, kematangan emosi, budaya, paparan media massa dan pergaulan bebas berpengaruh terhadap pernikahan usia muda pada remaja di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014. Hasil analisis uji regresi logistik juga menunjukkan bahwa variabelvariabel pengetahuan dengan nilai p = 0,048, kematangan emosi nilai p = 0,019, budaya dengan nilai p = 0,0001, paparan media massa dengan nilai p = 0,013 dan pergaulan bebas dengan nilai p = 0,031 berpengaruh terhadap pernikahan usia muda di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014. Variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap pernikahan usia muda adalah variabel budaya dengan nilai koefisien regresi B = 3,404. Berdasarkan hasil analisis uji regresi logistik, budaya diperoleh nilai Exp (B) sebesar 30,075 sehingga dapat disimpulkan kemungkinan remaja untuk menikah usia muda karena ada budaya 30 kali lebih besar dibandingkan yang tidak ada budaya menikah usia muda. 7
KESIMPULAN DAN SARAN Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah : 1. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh dari 95 remaja terdapat 25 orang (26,3%) yang menikah diusia muda. 2. Berdasarkan analisis bivariat melalui uji Pearson Chi Squarediketahui dari 7 variabel independent didapatkan 6 variabel yang mempunyai hubungan antara lain pengetahun, kematangan emosi, dorongan orang tua, budaya, paparan media massa, pergaulan bebas terhadap pernikahan usia muda pada remaja. 3. Berdasarkan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda diperoleh 5 variabel yang berpengaruh terhadap pernikahan usia muda yaitu pengetahuan kurang, kematangan emosi kurang, budaya, paparan media massa dan pergaulan bebas. Adapun saran dalam penelitian ini adalah : 1. Kepada pemerintah Desa khususnya Desa Seumadam agar dapat bekerja sama dengan instansi pemerintah lain seperti instansi pendidikan dan kesehatan untuk mengaktifkan PIK-KRR ( Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja) sebagai wadah untuk mendapatkan infomasi tentang kesehatan reproduksi khususnya tentang pernikahan usia muda dan dampak yang terjadi pada kesehatan reproduksi remaja dan konseling tentang akibat dari pergaulan bebas agar remaja lebih berhatihati dalam memilih teman. 2. Diharapkan kepada bagian pemerintah yang bergerak di bidang media massa baik cetak dan elektronik untuk tidak menyebar luaskan secara bebas segala bentuk situs, video dan gambar-gambar menyangkut pornografi. 3. Diharapkan kepada orang tua untuk lebih memberikan pandangan yang positif kepada remaja baik laki-laki dan perempuan terhadap pernikahan. Agar lebih memantau segala kegiatan remaja sehari-hari agar mereka bisa membedakan pergaulan yang baik dan buruk supaya mereka tidak melakukan seksual sebelum menikah. 4. Kepada remaja agar tidak ada lagi remaja yang melakukan pernikahan di usia muda karena menikah di usia muda akan mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan reproduksi seperti kematian ibu dan bayi sehingga dapat mengurangi angka kematian ibu dan bayi. 5. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pernikahan usia muda agar dapat diketahui penyebab lain dari pernikahan usia muda. DAFTAR PUSTAKA Astuty,S.Y. 2011. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Usia Muda Dikalangan Remaja di Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Skripsi-Fisip USU. BkkbN, 2012. Kajian Pernikahan Dini Pada Beberapa Provinsi di Indonesia : Dampak Overpopulation, Akar Masalah dan Peran Kelembagaan di Daerah. Tersedia di http://www.bkkbn.go.id/pernikaha ndinippt. Diakses pada tanggal 12 September 2013. 8
Hakim, L. 2010. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Dini Perspektif Hukum Islam. Skripsi-Fakultas Syari ah Dan Hukum Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta. Indrayani & Sjafii, 2012. Dampak Pendidikan Bagi Usia Pernikahan Dini dan Kemiskinan Keluarga. Forum Kita. Tersedia di http://www.dampakpendidikanbag iusiapernikahandinidankemiskinan keluarga.com.diakses pada tanggal 12 September 2013. Kantor Urusan Agama Kecamatan Kejuruan Muda, 2013. Laporan Tahunan Kantor Urusan Agama Kecamatan Kejuruan Muda Tahun 2013, Kota Kuala simpang, Aceh Tamiang. Landung. 2009. Studi Kasus Kebiasaan Pernikahan Usia Dini Pada Masyarakat Kecamatan Sanggalangi Kabupaten Tana Toraja. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 5 (4) : 89-94. Marlina, N. 2012. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Kematangan Emosi dengan Kecendrungan Menikah Dini. Tersedia dihttp://repository.uad.ac.id/ipi123 305.com. Diakses pada tanggal 20 Februari 2014. Masnawi. 2013. Gambaran Faktor Yang Menyebabkan Pernikahan Dini di Desa Sawah Tingkeum Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan. KTI- Diploma III Kebidanan STIkes U budiyah Banda Aceh. Priyanti, 2013. Faktor Yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Muda Pada Penduduk Kelompok Umur 12-19 Tahun Di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Skripsi-FKM USU. Rohmat. 2009.Pernikahan Dini dan Dampaknya Dalam Keutuhan Rumah Tangga (Studi Kasus di Desa Cikadu Kecamatan Cijambe Kabupaten Subang). Skripsi-Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sulandjari, R. 2007. Pengaruh Pornoteks Media Massa dan Selektifitas Orang Tua Pekerja terhadap Persepsi Pengetahuan Seksual Remaja di Kecamatan Candisari Semarang. Skripsi- Fisip Universitas pandanaran. Suparyanto, 2013. Pernikahan Usia Muda. Tersedia di http://www.drsuparyanto/konseppernikahandini. com. Diakses pada tanggal 16 Juli 2013. Tarigan, 2008. Faktor Yang Menyebabkan Pernikahan Usia Muda di Desa Cingkes Kecamatan Doloksilau Kabupaten Simalungun. KTI- Diploma IV Kebidanan USU. 9
10