4 GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR 4.1. Sejarah Singkat Dinas Kesehatan Kota merupakan unsur perangkat daerah yang memiliki peranan utama dalam penyelenggaraan pemerintahan dibidang pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat telah melalui banyak tahapan yang cukup signifikan, hal ini terlihat dari sejarah perjalanan sejak berdirinya hingga saat ini. Pada tahun 1945 pertama kalinya dibentuk Dinas Kesehatan Rakyat (DKR) yang berlokasi di Jalan Merdeka Kota yang pada saat ini digunakan sebagai kantor Korem Surya Kencana. Tahun 1950 Dinas Kesehatan Rakyat (DKR) berubah nama menjadi Jawatan Kesehatan Kota Praja dan berubah lokasi di Jalan Dewi Sartika Kota. Selanjutnya pada tahun 1963 Jawatan Kesehatan Kota Praja berubah nama kembali menjadi Dinas Kesehatan Kota Praja yang berlokasi di Jalan Kesehatan Kota. Dari tahun 1965 sampai dengan tahun 1995 Dinas Kesehatan Kota Praja berubah nama kembali menjadi Dinas Kesehatan Kota DT II, sampai akhirnya mulai tahun 1995 Dinas Kesehatan Kota DT II berubah nama menjadi Dinas Kesehatan Kota (DKK) hingga saat ini dan berlokasi di Jalan Kesehatan No.3. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan (SODK) telah mengalami perubahan beberapa kali yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan tugas serta fungsi organisasi. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan, sebelum otonomi daerah, ditetapkan dengan Perda Nomor 4 Tahun 1977 (Lembaran Daerah Kotamadya DT II dengan Nomor 12 Tahun 1977 Seri D) tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Kotamadya DT II. Perubahan cukup penting dari struktur organisasi sebelum diberlakukannya otonomi daerah dengan setelah otonomi daerah yang mengacu pada PP Nomor 8 Tahun 2003, diantaranya adalah perubahan eselonisasi pejabat struktural dimana eselon Kepala Dinas berubah dari eselon III A menjadi II A serta dihapuskannya eselon V sehingga eselon terbawah hanya sampai eselon IV. Kemudian status Puskesmas dari Unit Pelaksana Fungsional menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), dihapuskannya
Kantor Cabang Dinas Kesehatan di tingkat kecamatan juga bertambahnya beberapa seksi dan perubahan nomenklatur pada beberapa seksi. Setelah era otonomi daerah Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota telah mengalami dua kali perubahan melalui Perda Nomor 10 Tahun 2000 dan Perda Nomor 11 Tahun 2002. Berikut ini disampaikan bagan Struktur Organisasi Tata Kerja Dinas Kesehatan Kota yang terakhir berdasarkan Perda Nomor 13 Tahun 2004 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Struktur organisasi Dinas Kesehatan Kota dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Struktur organisasi Dinas Kesehatan kota Dinas Kesehatan Kota dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang bertanggungjawab langsung kepada Walikota, Dinas Kesehatan Kota membawahi bagian-bagian yang terbagi sebagai berikut: 1. Sekretaris, terbagi dalam 3 (tiga) sub bagian yaitu: a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian, b. Sub Bagian Keuangan, dan c. Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan. 2. Bidang, terbagi dalam 4(empat) bidang yaitu: a. Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat, membawahi beberapa seksiseksi, yaitu: (1) Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan, (2) Seksi Pembangunan dan Pengadaan Sarana Kesehatan Masyarakat dan Seksi Perbekalan Kesehatan dan POM. b. Bidang Kesehatan Keluarga, membawahi beberapa seksi-seksi yaitu (1) Seksi Kesehatan Remaja dan Lansia, (2) Seksi Kesehatan Ibu dan Anak dan (3) Seksi Gizi Masyarakat. c. Bidang Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat, membawahi beberapa seksi-seksi, yaitu (1) Seksi Promosi Kesehatan, (2) Seksi Peran Serta Masyarakat dan (3) Seksi Pembiayaan. d. Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit dan Kesehatan Lingkungan, membawahi seksi-seksi, yaitu (1) Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, (2) Seksi Pencegahan dan 42
Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan (3) Seksi Kesehatan Lingkungan. 3. UPTD Puskemas terdiri dari 24 (dua puluh empat) Puskesmas yang tersebar di setiap wilayah kota 4. UPTD Labkesda (Laboratorium Kesehatan Daerah) Berdasarkan latar belakang Dinas Kesehatan Kota dapat dilihat beberapa kebijakan setelah otonomi daerah yang berpengaruh terhadap sektor kesehatan masyarakat, antara lain: 1. Pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah belum didukung dengan ketersediaan sumberdaya manusia yang memadai sehingga pelaksanaan beberapa kewenangan masih mengalami hambatan. 2. Urusan kepegawaian yang sudah dilimpahkan ke daerah membawa konsekuensi terhadap pola pengaturan distribusi tenaga kesehatan strategis yang berakibat kepada tidak meratanya penyebaran tenaga kerja. Di satu pihak ada daerah yang kelebihan tenaga kerja tetapi di lain pihak terdapat daerah yang mengalami kekurangan tenaga kerja. Demikian pula dalam hal pengembangan karir pegawai dimana setelah otonomi daerah terjadi hambatan dalam pengembangan karir tenaga kesehatan. Untuk menghadapi tantangan tersebut sektor kesehatan dituntut melakukan berbagai terobosan dan inovasi dalam penyusunan program sehingga dapat mengantisipasi kecenderungan masalah-masalah kesehatan di masa yang akan datang. Hal tersebut menimbulkan konsekuensi pada aspek anggaran dimana program-program yang bersifat pengembangan (inovatif) membutuhkan anggaran yang cukup besar, sementara anggaran kesehatan di Kota masih relatif kecil sehingga masih membutuhkan tambahan anggaran dari sumber-sumber lain. Anggaran kesehatan yang memadai diharapkan dapat membiayai berbagai rencana program/kegiatan yang merupakan terobosan untuk menjawab tantangan permasalahan kesehatan sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pembangunan Kesehatan Kota. Berdasarkan analisis situasi dalam Rencana Strategis maka prioritas program Dinas Kesehatan Kota diharapkan dapat melaksanakan pencapaian Visi dan Misi Kesehatan. Pencapaian Visi dan Misi 43
tersebut pada akhirnya merupakan perwujudan cita-cita untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kota. 4.2. Visi, Misi, Kebijakan dan Program 4.2.1 Visi Dinas Kesehatan Kota memiliki visi yaitu sebagai penggerak utama pembangunan berwawasan kesehatan menuju Kota Sehat. Tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal bukan semata-mata hasil kerja Dinas Kesehatan akan tetapi merupakan hasil kerja seluruh sektor yang didukung oleh peranserta seluruh masyarakat. Oleh sebab itu Dinas Kesehatan harus dapat menggerakkan seluruh sektor dan seluruh masyarakat agar berperan aktif dalam pembangunan yang berwawasan kesehatan sehingga cita-cita sebagai Kota Sehat dapat tercapai. Gambaran masyarakat Kota di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat yang ditandai oleh situasi penduduknya yang hidup dalam lingkungan yang sehat dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginnya. Gambaran keadaan masyarakat Kota di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan menjadi visi Dinas Kesehatan Kota yaitu BOGOR KOTA SEHAT. 4.2.2 Misi Untuk dapat mewujudkan visi tersebut, ditetapkan 4 (empat) misi pembangunan kesehatan Kota sebagai berikut: (1) menggerakkan pembangunan Kota berwawasan kesehatan, (2) mendorong kemandirian masyarakat Kota untuk hidup sehat, (3) memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan di Kota, dan (4) memelihara dan meningkatkan kesehatan perseorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.. Kota Sehat, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang memadai, perumahan dan permukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan. Perilaku masyarakat Kota Sehat yang diharapkan adalah bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya 44
penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan masyarakat. Selanjutnya kemampuan masyarakat yang diharapkan pada masa depan adalah mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Pelayanan kesehatan yang bermutu yang dimaksudkan di sini adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan pemakai jasa pelayanan kesehatan serta yang diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika profesil. Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat serta meningkatnya kemampuan masyarakat maka derajat kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat dapat ditingkatkan secara optimal. 4.2.3 Kebijakan dan Program Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang akan dijadikan acuan dalam setiap program dan kegiatan. Berkaitan dengan visi, misi tujuan dan sasaran, berikut telah ditetapkan 16 kebijakan oleh Dinas esehatan Kota untuk satu sasaran sebagai berikut: (1) kebijakan yang melibatkan masyarakat seluas mungkin dalam forum kota sehat, (2) kebijakan menyebarluaskan informasi tentang kota sehat kepada masyarakat, (3) kebijakan mendorong terbitnya peraturan daerah mengenai pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian pembangunan berwawasan sehat, (4) kebijakan memasyarakatkan perilaku hidup bersih dan sehat, (5) kebijakan mendorong peran serta masyarakat melalui upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat, (6) kebijakan memasyarakatkan jaminan perlindungan kesehatan masyarakat di Kota, (7) kebijakan menyelenggarakan pelayanan bermutu, merata dan terjangkau dengan sasaran tersedianya sarana prasarana dan perbekalan kesehatan di pelayanan kesehatan dasar, (8) kebijakan menyelenggarakan pelayanan kesehatan rujukan yang efektif, (9) kebijakan menciptakan peluang seluas mungkin bagi tenaga kesehatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, (10) kebijakan mendorong tersedianya standar pelayanan kesehatan yang baku, (11) kebijakan menerapkan standar bagi petugas kesehatan seoptimal mungkin, (12) kebijakan mewujudkan pelayanan kesehatan yang bemutu melalui penyelenggaraan akreditasi sarana 45
pelayanan kesehatan, (13) kebijakan mengoptimalkan peningkatan status gizi masyarakat, (14) kebijakan mewujudkan upaya pengamatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit yang efektif, (15) Kebijakan melindungi kesehatan masyarakat dari dampak negatif pencemaran lingkungan dan (16) kebijakan mencegah kesakitan pada kelompok ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, neonatal dan bayi dalam rangka penurunan angka kematian ibu dan bayi. 4.3. Sarana dan Prasarana Dinas Kesehatan Kota (DKK) telah berupaya seoptimal mungkin mengadakan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai baik dalam pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan di Kota dari segi kuantitas dan kualitasnya bagi masyarakat. Namun demikian masih ditemukan beberapa permasalahan terkait dengan sarana dan prasana pelayanan tersebut. Sarana kesehatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Sarana Kesehatan Dinas Kesehatan Kota No Jenis Sarana Kesehatan Pemerintah Pemilik Swasta Jumlah Tanah Sareal Tengah KECAMATAN Utara Selatan Barat Timur 1 RS Umum 2 5 7 1 3 1 1 1 2 RS Khusus 0 a. RS Jiwa 1 1 1 b. RS Bersalin 1 1 1 c. RS Ibu & Anak 1 1 1 3 Puskesmas a. Pusk Tanpa Perawatan 17 17 4 3 2 2 5 1 b. Pusk DTP 7 7 1 2 1 2 0 1 c. Pusk Pembantu Praktek 27 27 4 5 5 6 3 4 4 Praktek Perorangan a. Dr. Umum 256 256 45 63 45 15 54 34 b. Dr. Spesialis 69 69 5 34 7 1 15 7 c. Drg 108 108 35 22 13 12 18 8 d. Bidan 132 132 40 7 25 18 30 12 5 Balai Pengobatan 135 135 31 19 18 23 22 22 6 Rumah Bersalin 10 10 2 2 3 1 1 1 7 Apotik 114 114 14 31 18 12 13 26 8 Laboratorium 16 16 1 1 7 2 3 2 46
4.4. Pengembangan Karir Pegawai Berdasarkan struktur organisasi yang terdapat dalam Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2004, diketahui bahwa seluruh jabatan di Dinas Kesehatan Kota bersifat struktural dan fungsional. Dalam hal ini, kenaikan pangkat reguler seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilaksanakan setiap 4 (empat) tahun sekali. Berdasarkan PP Nomor 13 Tahun 2002, kenaikan pangkat PNS yang bekerja di lingkungan Pemerintahan Kota atau Kabupaten dipertimbangkan oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Pada Pemerintah Kota Baperjakat diketuai oleh Sekda dengan anggota Kepala Badan Kepegawaian Daerah, Kepala Badan Pengawasan Daerah (Bawasda), Kepala Bidang Pengembangan Kepegawaian (merangkap Sektretaris), dan pimpinan instansi terkait. Masa tugas Baperjakat selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat lagi berdasarkan keputusan Walikota. Pertimbangan yang dilakukan oleh Baperjakat didasarkan pada penilaian pimpinan instansi terhadap disiplin kerja PNS yang bersangkutan. Setelah dinilai cukup layak maka PNS yang bersangkutan diharuskan melengkapi berkas-berkas kenaikan pangkat atau Nota Pertimbangan Teknis yang terdiri dari Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), SK CPNS, SK PNS, SK Jabatan, ijazah pendidikan formal, daftar diklat struktural, riwayat hidup, kartu pegawai dan surat pengantar dari instansi tempat bekerja, kelengkapan berkas tersebut diperikasa kembali oleh Badan Kepegawaian Negara. Kenaikan pangkat atau golongaan ke I/b sampai dengan III/d ditetapkan berdasarkan keputusan Walikota, golongan IV/a dan IV/b berdasarkan keputusan Gubernur dan golongan IV/c dan IV/e berdasarkan keputusan Sekretaris Negara. Pangkat atau golongan merupakan salahsatu syarat penting yang menentukan kelayakan seorang PNS untuk menempati suatu jabatan tertentu pada instansi terkait. Kategori pangkat atau golongan PNS terhadap jabatan dan eselon pada Dinas Kesehatan Kota dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Kategori Pangkat PNS Dinas Kesehatan Kota Pangkat / Golongan Terendah Tertinggi Jabatan Eselon III/b III/c Ka.Subag TU UPTD IV B 47
III/c III/d Ka.Subag/Ka.Sie/Ka. UPTD IV A III/d IV/a Ka.Bidang III B IV/a IV/b Sekretaris III A IV/b IV/c Ka.Dinas II B Sumber: data internal DKK 48