FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa gangguan jiwa yang terjadi dari tahun ke tahun dan dari. waktu ke waktu akan berdampak negatif pada setiap individu yang

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

tuntutan orang tua. Hal ini dapat menyebabkan anak mulai mengalami pengurangan minat dalam aktivitas sosial dan meningkatnya kesulitan dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. abnormal adalah salah satu cabang psikologi yang menyelidiki segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

Bab 1. Sebelum Perang Dunia (PD) II, kebanyakan orang Jepang tinggal dalam satu atap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan meningkatnya penderita gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008).

TUGAS MATA KULIAH METOPEN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Depkes RI,

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Masalah gangguan kesehatan jiwa menurut data World Health

BAB I PENDAHULUAN. halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi; gejala-gejala negatif seperti

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh semua orang. Menurut Yosep (2007), kesehatan jiwa adalah. dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perilaku Koping pada Penyandang Epilepsi

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada fungsi mental, yang meliputi: emosi, pikiran, perilaku,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

Transkripsi:

GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan kesehatan jiwa adalah suatu keadaan dimana individu mengalami penurunan atau hilangnya keefektifan individu dalam menyesuaikan diri, yaitu menurun atau hilangnya kemampuan individu dalam menjalankan tuntutan hidup sehari-hari. Gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia telah menjadi masalah yang sangat serius. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa, paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah kejiwaan. World Health Organization memperkirakan terdapat sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa (Suara Pembaruan, 2004). Sementara itu, menurut Rafei, Direktur World Health Organization (WHO) wilayah Asia Tenggara yang diungkap dalam Suara Pembaruan (2004), hampir satu per tiga dari penduduk di wilayah Asia Tenggara pernah mengalami gangguan neuropsikiatri. Menurut hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 di Indonesia diperkirakan 264 orang dari 1000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa. Menurut Azwar, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes, angka itu menunjukkan jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa mulai dari rasa cemas, depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. 1

2 Skizofrenia adalah gangguan yang paling banyak terjadi dibandingkan dengan gangguan jiwa lainnya. Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal, sering kali diikuti dengan delusi (waham/keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Gangguan ini menyebabkan kemunduran kepribadian pada umumnya. Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan satu persen populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Sebagian besar (75 persen) penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Bagaimana pun pada kelompok usia ini gangguan skizofrenia lebih mempengaruhi lelaki dibandingkan dengan perempuan. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri (Wikipedia, 2007). Di rumah sakit jiwa yang diungkap dalam Kompas (2005), umumnya pasien-pasien skizofrenialah yang banyak, hampir 95% dari penghuninya menderita gangguan ini. Tapi di negara yang sistem masyarakat dan suasananya lebih bebas dan modern, persentase gangguan ini menurun karena banyaknya penderita sakit jiwa yang disebabkan oleh keracunan-keracunan (obat-obat perangsang, minuman keras, penyakit kelamin dan sebagainya). Skizofrenia bukan kutukan dan tidak perlu dianggap memalukan. Pengobatan dini (dalam tahun pertama setelah serangan pertama) yang memadai, sepertiga penderita akan

3 sembuh total, sepertiga lain bisa kembali ke masyarakat meski masih memiliki sedikit disfungsi dan perlu pengobatan lanjut. Sisanya menuju kemunduran mental sehingga harus menghuni rumah sakit jiwa. Sejak tahun 1950-an sudah terwujud perawatan yang dipercaya dapat menyembuhkan gangguan skizofrenia. Obat yang disebut neuroleptics ini mampu mengenal gejala kegilaan yang dialami oleh penderita skizofrenia. Sosrosumiharjo (dalam Suara Pembaruan, 2004) mengemukakan bahwa, berdasarkan data statistik tahun 2000, angka kejadian penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1 persen dari jumlah penduduk sehingga bila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan setidaknya ada 2 juta jiwa yang menderita skizofrenia. Biasanya gangguan ini terjadi pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga laporan yang menyatakan bahwa skizofrenia dapat tumbuh pada penderita yang baru berusia 11-12 tahun. Prevalensi gangguan kesehatan jiwa pada anak dan remaja akan cenderung meningkat sejalan dengan permasalahan kehidupan dan kemasyarakatan yang makin kompleks, oleh karena itu memerlukan perhatian yang cukup besar dari lingkungan sekitarnya terutama keluarga sehingga memungkinkan anak dan remaja untuk mendapat kesempatan tumbuh kembang semaksimal mungkin. Dewasa ini, pandangan yang paling populer tentang penyebab terjadinya skizofrenia dan usaha mengatasinya adalah dari perspektif biologis. Pandangan ini menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh faktor genetik, abnormalitas otak dan ketidakseimbangan neurotransmitter. Studi genetik telah menunjukkan bahwa

4 skizofrenia adalah gangguan jiwa dengan dasar biologis yang kuat. Pandangan ini didukung oleh banyak bukti empiris yang cukup meyakinkan (Iman, 2004). Kemajuan dalam bidang perspektif biologis tentang penyebab dari skizofrenia tidak menghilangkan peranan faktor lainnya karena banyak ahli yang berpendapat bahwa skizofrenia memiliki beberapa penyebab. Berdasarkan fakta yang disampaikan Gabbard (dalam Iman, 2004) terdapat fakta yang tak terbantahkan bahwa skizofrenia merupakan gangguan mental yang dialami oleh seseorang dengan kondisi psikologis tertentu, sehingga dengan demikian faktor psikologis dan lingkungan juga memiliki peranan dalam faktor penyebab (etiologi) skizofrenia. Meski banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyembuhkan gangguan skizofrenia ini, seperti halnya pemberian obat-obatan maupun terapi kepada penderita, namun penulis buku Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Prof. Dr. Dadang Hawari berkata bahwa perawatan itu hanya menyembuhkan gejala skizofrenia seperti kecenderungan mengamuk dan gemar berteriak-teriak. Sebaliknya obat-obatan tersebut tidak dapat menghalangi sikap mereka atau kemurungan yang dialami penderita. Hawari (2003) menjelaskan bahwa perawatan terkini yang melibatkan peran keluarga lebih efektif untuk mencegah gejala yang ditimbulkan oleh penderita skizofrenia. Bagaimana pun perawatan membutuhkan biaya yang agak tinggi dimana penderita harus membeli obatobatan selama antara 3-6 bulan dengan harga yang mahal. Selain perawatan obat penderita skizofrenia bisa mendapat bantuan konseling. Biasanya penderita akan dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan masyarakat sekeliling seperti teman-

5 teman dan keluarga. Namun apa yang lebih penting bagi penderita skizofrenia adalah dukungan dari keluarga. Jika lingkungan yang paling dekat dengan penderita tidak memberikan perhatian yang baik, penderita skizofrenia mungkin akan kembali mengalami skizofrenia walau sudah disembuhkan (Hawari, 2003). Salah satu sudut pandang dalam perspektif psikologis dan perjalanan skizofrenia adalah sudut pandang keluarga. Keluarga sebagai lingkungan pertama yang dikenal oleh anak mempengaruhi proses perkembangan jiwa anak. Iman (2004) mengatakan bahwa skizofrenia bukan sesuatu yang terjadi dalam semalam. Gangguan ini merupakan hasil dari proses yang panjang. Terdapat suatu proses yang tidak sehat yang terjadi dalam pembentukan kepribadian seseorang dan proses ini terjadi sejak masa paling awal dari proses tumbuh kembang. Proses perkembangan kepribadian individu tumbuh dan berkembang dalam suatu matriks keluarga. Interaksi timbal balik yang terjadi antara individu dan keluarganya memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan kepribadian individu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kekambuhan klien skizofrenia adalah kurangnya peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang menderita gangguan tersebut (Nurdiana, dkk, 2007). Menurut Sulinger (dalam Nurdiana, dkk, 2007) salah satu penyebabnya adalah karena keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku klien di rumah. Pada masa perkembangan seseorang, bisa terjadi gangguan yang sumbernya pada faktor bawaan atau dari peristiwa yang terjadi selama masa

6 perkembangan. Para pakar psikologi perkembangan menyatakan bahwa tiap tahap perkembangan memiliki tugas tertentu yang harus diselesaikan. Bila tugas perkembangan tidak tercapai, dapat terjadi gangguan penyesuaian diri pada tahap tersebut yang terlihat sebagai munculnya perilaku abnormal (Gunarsa, 1995). Dasar kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak, maka apa yang dialami dan diterima pada masa tersebut merupakan salah satu faktor yang bisa berpengaruh pada perkembangan kepribadian dan kehidupan psikis individu. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi perkembangan diri individu, maka tentu saja keluarga memiliki peranan yang cukup besar, sehingga kualitas interaksi orang tua dengan anak merupakan faktor yang signifikan dalam menentukan kepribadian individu (Hurlock, 1997). Interaksi antara orang tua dengan anak selama mengasuh dinamakan dengan pola asuh orang tua. Kohn (dalam Iman, 2004) menyebutkan bahwa pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua tersebut meliputi cara orang tua menunjukkan kekuasaan dan memberikan pengarahan serta tanggapan terhadap anak, cara orang tua memberikan perhatian dan aturan-aturan, bagaimana hubungan antara orang tua dengan anak menunjukkan hubungan saling mempengaruhi. Adapun bentuk atau macam pola asuh orang tua menurut Hurlock (1997) dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pola asuh otoriter (authoritharian), otoritatif/demokratis (authoritative), dan permisif (permissive). Pola asuh orang tua yang dipergunakan untuk membimbing dan mengembangkan sikap dan potensi anak dipengaruhi oleh pola komunikasi. Menurut Shochib (1998) bahwa

7 pola komunikasi dibedakan atas pola komunikasi dialogis dan pola komunikasi non-dialogis. Pola komunikasi dialogis ditandai adanya komunikasi timbal balik antara orang tua anak secara harmonis, sedangkan pola komunikasi non dialogis ditandai adanya kesenjangan hubungan antara orang tua anak yakni terjalinnya komunikasi satu arah. Khusus untuk anak dan remaja masalah kesehatan jiwa perlu menjadi fokus utama tiap upaya peningkatan sumber daya manusia, mengingat anak dan remaja merupakan generasi yang perlu disiapkan sebagai kekuatan bangsa Indonesia. Jika ditinjau dari proporsi penduduk, 40% dari total populasi terdiri dari anak dan remaja berusia 0-16 tahun, 13% dari jumlah populasi ini adalah anak berusia lima tahun (balita). Ternyata 7-4% dari populasi anak dan remaja mengalami gangguan kesehatan jiwa, termasuk antara lain anak dengan tuna grahita, gangguan perilaku, kesulitan belajar dan hiperaktif. Sebanyak 13,5 % anak balita merupakan kelompok usia berisiko tinggi mengalami gangguan perkembangan, sementara 11,7% anak prasekolah berisiko tinggi mengalami gangguan perilaku (Hamid, 1999). Deprivasi atau keterlantaran dalam hal kasih sayang ibu dimasa dini, atau trauma psikis yang terjadi di masa dini dapat mempengaruhi kepribadian seseorang (emosi, sikap predisposisi) yang berakibat jauh ke masa depannya. Beberapa penelitian terhadap anak-anak yang dibesarkan diluar lingkungan ayahibu sendiri telah membuktikan adanya kelainan tingkah laku anak pada masa dewasanya (Gunarsa, 1995).

8 Pola asuh orang tua terbentuk dari perilaku-perilaku orang tua terhadap anak. Masing-masing perilaku ini memiliki pengaruh tersendiri terhadap perkembangan jiwa anak. Sekarang ini banyak fenomena pola asuh yang ada dimasyarakat dimana sang ibu cenderung memberikan kasih sayangnya secara terjadwal dan mempercayakan tanggung jawabnya kepada perawat (baby sister). Gangguan dalam kualitas mothering ini disebabkan oleh gangguan kepribadian pada ibu. Hal ini bila tidak diimbangi dengan lingkungan sosial yang positif akan menimbulkan keadaan neurosis pada anak atau keadaan skizofrenia, dan berhubungan dengan perkembangan ego si anak tersebut (Slamet, 2003). Untuk itu tidak menutup kemungkinan bahwa gangguan skizofrenia dapat menyerang seseorang lebih awal atau tanda-tanda pertama dapat dilihat pada usia dini. Berdasarkan uraian tersebut permasalahan yang akan diteliti adalah Bagaimana Gambaran Pola Asuh Anak Skizofrenia?. B. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana gambaran pola asuh orang tua terhadap penderita skizofrenia. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi wahana perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan dan

9 psikologi klinis terutama mengenai model pola asuh yang berperan pada penderita skizofrenia. 2. Manfaat Praktis a. Bagi orang tua: adanya pencegahan terhadap penerapan model pola asuh orang tua tertentu pada anak atau keluarga agar tidak mendorong timbulnya skizofrenia. b. Bagi Psikolog, Psikiater maupun Terapis Perkembangan Anak: penerapan modifikasi perilaku pola asuh orang tua terhadap keluarga dengan model pola asuh tertentu pada anak penderita gangguan skizofrenia untuk mencegah risiko kekambuhan.