BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

DESY NURJANAH B

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN. No. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.32 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi sistem pemerintahan yang dianut bersifat sentralistik, kemudian semenjak tahun 1999 berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era otonomi daerah (Novianto dan Hanfiah, 2015). Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah yang disusun secara tahunan dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Sularso dan Restianto (2011) menyatakan bahwa upaya pemerintah daerah dalam menggali kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari kinerja keuangan daerah yang diukur. Pengukuran kinerja keuangan pada pemerintah daerah juga digunakan untuk menilai akuntabilitas dan kemampuan keuangan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Dengan demikian maka suatu daerah yang kinerja keuanganya dinyatakan baik berarti daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah. Derajat desentralisasi atau biasa di sebut dengan derajat otonomi fiskal daerah merupakan aspek yang sangat penting dalam pelaksanaan otonomi daerah secara keseluruhan. Hal ini disebabkan derajat otonomi fiskal merupakan 1

2 gambaran kemampuan daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain. Dengan demikian diharapkan terselenggaranya pembangunan nasional mengingat Indonesia yang mempunyai banyak kekayaan budaya dan adat istiadat yang berbeda disetiap daerah. Setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan yang tidak sama dalam mendanai kegiatan-kegiatannya, hal inilah yang menimbulkan ketimpangan fiskal antara satu daerah dengan daerah yang lain. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal ini pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari APBD untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi (Putra dan Dwirandra, 2015). Dengan belanja yang semakin meningkat maka dibutuhkan dana yang besar pula agar belanja untuk kebutuhan pemerintah daerah dapat terpenuhi. Dengan terpenuhinya kebutuhan belanja pemerintah, maka diharapkan pelayanan terhadap masyarakat menjadi lebih baik dan kesejahteraan masyarakat menjadi meningkat. Belanja modal dapat menunjang kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pelayanan publik dalam membentuk karakter daerah yang mandiri. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, pemerintah pusat terus menghimbau pemerintah daerah agar persentasi belanja modal terus ditingkatkan sebesar 30 persen. Persentase tersebut bahkan lebih tinggi dua persen daripada target untuk 2013 yaitu 28 persen. Namun masih banyak pemda yang merasa kesulitan untuk mencapai target tersebut (Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri:2013).

3 Menurut UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pasal 1 ayat (36) belanja daerah merupakan semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi/kabupaten/kota. Hubungan dalam bidang keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Dana perimbangan tersebut terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dwirandra dan Putra (2015) menyatakan bahwa pemerintah daerah dituntut untuk bisa lebih mandiri dalam mengelola penerimaaan daerah yang ditujukan untuk proses pembangunan daerah. Meningkatkan belanja daerah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah, pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan daerah yang direalisasikan dalam bentuk pengadaan fasilitas, infrastruktur dan sarana prasarana yang ditujukan untuk kepentingan publik. Agar pemerintah daerah mampu menyediakan pelayanan publik yang memadai, disinilah diperlukan alokasi belanja modal yang lebih tinggi. Dalam pembelanjaan daerah tidak lepas dari sumber penerimaan, baik berupa dana perimbangan, pinjaman daerah, maupun pendapatan asli daerah. Dana perimbangan merupakan pendanaan yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah

4 pendanaan yang bersumber dari daerah. Berdasarkan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menegaskan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah, pemerintah pusat akan mentransfer dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Penelitian Novianto dan Hafiah (2015) menyatakan bahwa belanja daerah merupakan pengalokasian dana yang harus dilakukan secara efektif dan efisien, dimana belanja daerah dapat menjadi tolak ukur keberhasilan pelaksanaan kewenangan daerah. Apalagi dengan adanya otonomi daerah pemerintah dituntut untuk mengelola keuangan daerah secara baik dan efektif. Implementasi otonomi daerah ditandai dengan desentralisasi fiskal yang menunjukkan adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri secara otonom (Pelealu, 2013). Berlakunya otonomi daerah dimaksudkan agar daerah otonom memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat. Dengan demikian pemerintah daerah dapat mengembangkan potensi daerah, serta diberi kewenangan untuk mengeksplorasi sumber daya yang dimiliki oleh daerah tersebut secara efektif dan efisien, agar dapat mengoptimalkan kinerja keuangannya tanpa bergantungan dengan pemerintah pusat. Dengan adanya peningkatan PAD, masyarakat mengharap adanya peningkatan pelayanan terutaman di sektor publik. Peningkatan layanan publik ini diharapkan mampu meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha di kabupaten/kota di wilayah Jawa Tengah. Harapan ini bisa terwujud apabila ada

5 upaya dari pemerintah memberikan fasilitas pendukung investasi. Apabila investor mau menanamkan modalnya di kabupaten/kota di Jawa Tengah, maka PAD kabupaten/kota di Jawa Tengah akan meningkat. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Pelealu (2013). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah bahwa dalam penelitian sebelumnya menggunakan variabel DAK, PAD, dan belanja modal, penelitian dilakukan di kota Manado pada tahun 2003-2012 sebagai obyeknya, sedangkan penelitian ini terdapat penambahan variabel yaitu DAU, derajat desentralisasi dan ketergantungan keuangan, penelitian dilakukan di kabupaten/kota wilayah Jawa Tengah pada tahun 2013-2015 sebagai obyeknya. Berdasarkan latar belakang diatas maka dalam penelitian ini peneliti mengambil judul PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DERAJAT DESENTRALISASI DAN KETERGANTUNGAN KEUANGAN TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota Wilayah Jawa Tengah Tahun 2013-2015). B. Rumusan Masalah Rumusan masalah adalah hal yang paling penting dalam penulisan suatu karya ilmiah. Oleh karena itu sebelum melakukan penelitian, peneliti harus mengetahui terlebih dahulu mengenai permasalahan yang ada.

6 Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, peneliti merumuskan suatu permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah? 2. Apakah terdapat pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal pada pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah? 3. Apakah terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Modal pada pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah? 4. Apakah terdapat pengaruh Derajat Desentralisasi terhadap Belanja Modal pada pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah? 5. Apakah terdapat pengaruh Ketergantungan Keuangan terhadap Belanja Modal pada pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah? C. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal. 2. Untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal. 3. Untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Modal. 4. Untuk menganalisis pengaruh Derajat Desentralisasi terhadap Belanja Modal.

7 5. Untuk menganalisis pengaruh Ketergantungan Keuangan terhadap Belanja Modal. D. Manfaat Penelitian Apabila seseorang peneliti telah selesai melakukan penelitiannya dan memperoleh hasil, maka diharapkan memberikan manfaat kepada bidang yang diteliti, beberapa manfaat tersebut yaitu : 1. Manfaat Teoritis a. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang ilmu akuntansi sektor publik, sehingga dapat mengetahui pentingnya pemanfaatan pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, derajat desentralisasi dan ketergantungan keuangan terhadap belanja modal. b. Menambah khasanah dunia pustaka bagi pembaca. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk pemerintah daerah kedepannya berkaitan dengan pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, derajat desentralisasi serta ketergantungan keuangan terhadap belanja modal. b. Dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi kantor pemerintah daerah dalam mengoptimalkan pembelanjaan daerah.

8 E. Sistematika Penulisan Suatu karya ilmiah memerlukan sistematika penulisan yang baik, teratur, dan terperinci. Adapun sistematika dari penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini memuat uraian latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan definisi otonomi daerah, APBD, PAD, DAU, DAK, derajat desentralisasi dan ketergantungan keuangan, belanja modal, pembiayaan daerah, tinjauan terhadap penelitian-penelitian terdahulu, kerangka teoritis, dan pengembangan hipotesis. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan populasi dan sampel, data dan sumber data, variabel dan pengukurannya, metode pengumpulan data, definisi operasional dan pengukuran variabel dan metode analisis data. BAB IV : ANALISIS DATA Bab ini menguraikan analisis data, temuan empiris yang diperoleh penelitian, hasil pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil analisis data. BAB V: PENUTUP Bab ini berisi simpulan, keterbatasan penelitian, dan saran-saran yang diharapkan berguna dan relevan bagi penelitian selanjutnya.