BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan atas rumusan masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. suku, ras, agama dan kebudayaan. Kemajemukan yang lahir ini justru. para generasi penerus sebagai asset bangsa.

BAB V PENUTUP. 1. Pelaksanaan perlindungan hukum atas produk tas merek Gendhis adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Belanda dengan adanya Auteurswet 1912, Staatsblad Nomor 600 Tahun

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Pelanggaran Hak Cipta akan membawa dampak buruk bagi pengembangan ilmu

HASIL WAWANCARA DENGAN DITJEN HKI. (Dengan Bapak Agung Damarsasongko) : Berapa lama jangka waktu perlindungan Hak Cipta?

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MODEL PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA MOTIF BATIK JEMBER SEBAGAI KEKAYAAN INTELEKTUAL TRADISIONAL ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ARIF RAMDAN, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. menciptakan inovasi-inovasi serta kreasi-kreasi yang baru dan dapat berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan mencakup berbagai macam jenis dan cara. Pembajakan sudah. dianggap menjadi hal yang biasa bagi masyarakat.

INTISARI HAK CIPTA. UU No 28 Tahun 2014

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berliyana Agustine, 2014 Transmisi kesenian sintren di sanggar sekar pandan keraton kacirebonan

BAB I PENDAHULUAN. Tari adalah ekspresi jiwa manusia, dalam mengekspresikan diri

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Tinjauan Umum Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia Undang-Undang Hak Cipta atas Kekayaan Intelektual (termasuk program-program komputer) UU No.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dalam menari hal yang sangat menonjol adalah mengenai kemampuan penari tersebut dalam menguasai wiraga. Menurut Rosala, Dedi dkk (1999:7)

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dapat ditarik. kesimpulan:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut,

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN. batatamba. instrumen yang masih sederhana terdiri dari tiga jenis instrumen

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PENUTUP. 1. Seni teater tradisional randai Kuantan Singingi Riau merupakan warisan budaya

NI MATUZAHROH, S.PSI, M.SI BAHAN DISKUSI WORKSHOP SENTRA HKI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK SENTRA HKI-UMM

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

N. Tri Suswanto Saptadi. Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar. 3/23/2014 nts/epk/ti-uajm 2

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM memberikan. sosialisasi HKI secara sistemik dan continue;

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN. menentukan strategi pemberdayaan ekonomi di negaranya masing-masing.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. penelitian dan pengembangan (Research and Development). Tidak setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dengan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Warga negara sangat berperan dalam menentukan masa depan negara.

I. PENDAHULUAN. dijelmakan dalam suatu bentuk ciptaan atau penemuan. 1 HKI merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan beraneka ragam seni dan budaya, hampir setiap suku

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN I.1


BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Rudy Susatyo. Yogyakarta, 8 Agustus Oleh

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini akan dipaparkan data-data dan menganalisis data. Istilah deskriptif

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan sesuatu dari hasil daya pikir dan kemampuannya. Setiap orang dapat

I. PENDAHULUAN. aspek sosial, politik serta aspek pertahanan dan keamanan. Kenyataan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan zaman membawa dampak positif bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini penggunaan komputer sudah memasuki hampir semua. bidang kehidupan, baik di kalangan perguruan tinggi, perkantoran,

Teknik dan Kriteria Evaluasi Pendidikan Seni Tari Dewi Karyati dan Maman Tocharman

BAB II LANDASAN TEORI. menurut tuntutan sejarahnya sendiri-sendiri. Pengalaman serta kemampuan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia merupakan negara yang strategis yang terletak

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

INSTRUMEN PENELITIAN Helda Rakhmasari Hadie, 2015

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

Diperiksa oleh: Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian, dan Kerja Sama Tanggal:

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SILABUS PEMBELAJARAN

Pokok Bahasan: pengertian desain industri, objek dan subjek desain industri, perolehan hak desain industri

BAB I PENDAHULUAN. para pemilik bisnis baik kecil, menengah, maupun besar, benar-benar harus

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK UMKM MELALUI HAK MEREK SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING BERBASIS KREATIVITAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan simponi kehidupan manusia, menjadi bagian yang mewarnai kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul

2015 KOMPOSISI KACAPI PADA LAGU KEMBANG TANJUNG PANINEUNGAN KARYA MANG KOKO

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

AYO BERMUSIK (gamelan)

BAB I PENDAHULUAN. didapat dalam semua kebudayaan dimanapun di dunia. Unsur kebudayaan universal

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai artistik dan nilai jual yang tinggi, seperti cerita wayang,

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

INDIKATOR ESENSIAL Menjelaskan karakteristik peserta. didik yang berkaitan dengan aspek fisik,

2015 TARI KREASI DOGDOG LOJOR DI SANGGAR MUTIARA PAWESTRI PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. menindaklanjuti adanya laporan atau pengaduan tentang suatu perbuatan yang

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

Transkripsi:

92 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan atas rumusan masalah ditambah penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Apabila melihat ciptaan yang dilindungi oleh UUHC 2014 maka tari gaya Yogyakarta di Sanggar Wiraga Apuletan Yogyakarta masuk di dalamnya. Namun harus dilihat kembali apakah tari gaya Yogyakarta di Sanggar Wiraga Apuletan Yogyakarta merupakan bagian dari ciptaan berupa tari yang diatur Pasal 40 huruf e, modifikasi ekspresi budaya tradisional yang diatur Pasal 40 huruf o, atau ekspresi budaya tradisional yang diatur Pasal 38 ayat (1). Ekspresi budaya merupakan karya intelektual warisan budaya yang turun temurun sehingga keberadannya masih ada namun tidak diketahui penciptanya. Tari gaya Yogyakarta yang diciptakan di Sanggar Wiraga Apuletan Yogyakarta mengandung unsur kebaruan meskipun penggarapannya berangkat atau berorientasi dari tradisi istana Keraton Yogyakarta, sehingga bukan bagian dari ekspresi budaya. Sesuai dengan asasnya deklaratif, sejatinya perlindungan hukum terhadap suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan tersebut berwujud nyata. Hanya cukup melakukan pendeklarasian dengan memiliki dokumen yang baik. Namun di dalam UUHC 2014 mengatur pula mengenai pencatatan ciptaan. Pencatatan ciptaan bukan suatu keharusan bagi pencipta tetapi bersifat optional.

93 Pencipta boleh mencatatkan boleh tidak mencatatkan. Permohonan pencatatan ciptaan dapat dilakukan melalui Ditjen HKI atau Kanwil Kemenkumham tempat domisili pencipta. Apabila permohonan pencatatan ciptaan diterima oleh Menteri maka ciptaannya akan dicatat di Daftar Umum Ciptaan dan pemohon mendapatkan surat pencatatan ciptaan. Manfaat perlindungan hukum terhadap hak cipta baru dapat dirasakan ketika terjadi sengketa. Ketika terjadi sengketa maka dokumen dan surat pencatatan ciptaan tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti kepemilikan ciptaan. Namun alat bukti surat pencatatan ciptaan bukan merupakan alat bukti mutlak karena masih dapat dibatalkan oleh putusan pengadilan. Sehingga dokumentasi yang baik sangat diperlukan untuk memperkuat bukti. Dokumentasi yang baik tersebut berupa risalah asal usul ciptaan, latar belakang dibuatnya ciptaan, falsafah sehingga muncul wujud kongkrit ciptaan, serta langkah-langkah pembuatannya sehingga menjadi suatu ciptaan. Tari memiliki tiga komponen utama yaitu, busana termasuk rias, komposisi gerak tari dan gending-gending lagu pengiring. Dalam elemen busana, dikenal adanya pakem yang harus diikuti sesuai dengan pakem yang diciptakan oleh pencipta. Penampilan gerak tari juga memiliki pakem, yaitu komposisi gerakan yang menggambarkan manka tertentu, sehingga tidak seharusnya pihak lain melakukan distorsi, mutilasi atau memodifikasi ciptaan tersebut. Namun dalam praktiknya tari-tari yang diciptakan oleh para pengajar tari di Sanggar Wiraga Apuletan maupun tari lain yang telah ada ada atau diciptakan oleh orang lain, saat

94 ditampilkan dalam pementasan kerap terjadi modifikasi tari. Padahal di dalam tari tersebut terkandung makna sendiri yang hendak disampaikan oleh pencipta, sehingga apabila ditampilkan tidak sesuai dengan pakemnya maka maksud yang hendak disampaikan oleh pencipta tidak dapat disampaikan dengan baik. ketika memanfaatkan ciptaan guna mendapatkan keuntungan ekonomis harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari penciptanya, Namun dalam prakteknya hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh para pencipta tari gaya Yogyakara khususnya di Sanggar Wiraga Apuletan dianggap bukan merupakan suatu pelanggaran. Padahal secara normative hal tersebut merupakan suatu pelanggarn terhadap hak cipta baik dalam hal ekonomi maupun hak moral. 2. Kendala pelaksanaan perlindungan hukum terhadap hak cipta tari gaya Yogyakarta di kalangan para pencipta karya seni tari gaya Yogyakarta menghambat optimalnya perlindungan hukum hak cipta. Kendala yang paling signifikan mempengaruhi perlindungan hukum hak cipta yakni terdapat kerancuan mengenai tata cara perolehan hak cipta atas suatu ciptaan. Terdapat dua ketentuan mengenai tata cara perolehan hak cipta, perolehan hak cipta menggunakan asas deklaratif dan ketentuan mengenai pencatatan ciptaan. Keduanya saling bertolak belakang sehingga hal ini membingungkan bagi para pencipta. Kendala lainnya yakni belum adanya kesamaan pemahaman mengenai hak cipta oleh aparat penegak hukum, mereka masih berpatokan bahwa sertifikat merupakan bukti kepemilikan

95 yang mutlak. UUHC dalam memberikan perlindungan belum optimal. Hal ini terkait belum diaturnya mengenai kostum dan rias sebagai bagian dari tari. Selain itu keterbatasan jumlah penyidik PPNS padahal PPNS lebih kompeten di bidang HKI termasuk hak cipta dibandingkan kepolisian, serta kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perlindungan hak cipta. Para seniman lebih perduli untuk mempertahankan kesenian daripada pengaturan mengenai hak cipta terkait dengan hak moral dengan hak ekonomi. B. Saran Dari rumusan masalah dan kesimpulan yang telah dipaparkan, ada beberapa saran yang disampaikan penulis yakni sebagai berikut: 1. Perlu adanya perubahan terhadap substansi Undang-Undang yang mengatur hak cipta sehingga lebih jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam pelaksanaannya. Adanya dua perolehan hak cipta dengan asas deklaratif dan pencatatan ciptaan mengakibatkan rancunya pemahaman oleh baik masyarakat maupun aparat penegak hukum yang bersangkutan. Apabila digunakannya asas deklaratif belum cukup melindungi hak pencipta atas ciptaanya dan perlu adanya pencatatan, maka pencatatan jangan terlalu diformalkan. Diformalkan disini dalam artian, prosesnya sama dengan perolehan hak pada HKI yang perolehannya haknya mengharuskan adanya pendaftaran. Proses pencatatan menjadi rumit dan berbelit-belit padahal hak sebenarnya sudah timbul sejak ciptaan berwujud nyata, bukan merupakan pemberian Negara.

96 Negara hanya mencatat saja. Selain itu perlu diaturnya mengenai komponen yang termasuk dalam tari seperti perlu diaturnya mengenai komponenen yang termasuk dalam tari seperti kostum atau busana, dan rias sehingga dapat lebih menjamin perlindungan terhdapa keseluruhan komponen tari. 2. Meningkatkan pemahaman mengenai hak cipta kepada aparat penegak hukum guna kelancaran terhadap perlindungan hukum terhadap hak cipta. Apabila aparat penegak hukum paham betul mengenai hak cipta tentu akan mempermudah proses penegakan hukum apabila terjadi pelanggaran. 3. Perlu ditambahnya penyidik PPNS atau sekaligus dibentuk tim khusus penyidik pada PPNS. Penyidik tindak pidana Hak Cipta terdiri dari Kepolisian dan PPNS. Apabila pada saat menjalankan tugasnya sebagai penyidik PPNS masih dibebani tugas lain dari jabatan strukturalnya sehingga sangat berat dan ditakutkan kinerjanya menjadi kurang optimal. Padahal PPNS lebih kompeten di bidang HKI termasuk hak cipta dibandingkan kepolisian. 4. Meningkatkan frekuensi sosialisasi kepada masyarakat mengenai hak cipta agar kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan hak cipta meningkat. Meningkatkan pemahaman mengenai hal-hal yang dilindungi oleh hak cipta terkait dengan hak moral dan hak ekonomi. Hal ini mengingat pelanggaran terhadap hak cipta semakin marak terjadi.