BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Suyono, 2014 Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit degeneratif dan salah satu penyakit tidak menular yang meningkat jumlahnya dimasa datang. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2025 angka kejadian DM meningkat menjadi 300 juta orang. Meningkatnya prevalensi DM di negara berkembang salah satunya perubahan gaya hidup. Indonesia salah satu negara yang masuk dengan negara yang prevalensi DM juga meningkat dan diperkirakan pada tahun 2025 DM di Indonesia menjadi urutan kelima (12.4 juta orang) dari sebelumnya urutan ketujuh pada tahun 1995 (4.7 juta orang). Ada beberapa tipe diabetes mellitus yang berbeda. Salah satunya adalah Diabetus Melitus Tipe 2 yaitu diabetes yang tidak tergantung insulin (NIDDM = Non Insulin Dependent Diabetes Melitus). Kurang lebih 90% hingga 95% penderita mengalami diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 terjadi akibat penurunan sensivitas terhadap insulin (yang disebut resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin (Smeltzer &Bare, 2012). Menurut International Diabetes Federation [IDF] (2014) terdapat 9 jutakasus DM di Indonesia. Studi populasi diabetes melitus tipe 2 di Indonesia menempati urutan ke dua terbesar dengan 9,116 juta orang dan diperkirakan akan menjadi sekitar 14,1 juta pada tahun 2035. Menurut PERKENI, 2011 diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM ada dua yaitu 1
2 komplikasi akut (jangka pendek) dan komplikasi kronis (jangka panjang). Luka kaki diabetes adalah komplikasi yang paling ditakuti penderita DM karena dapat mengakibatkan terjadinya amputasi. Rangkaian kejadian yang khas dalam proses timbulnya ulkus diabetic pada kaki dimulai dari cidera pada jaringan lunak kaki, pembentkan fisura antara jari-jari kaki atau di daerah kulit yang kering, atau pembentukan di daerah kalus. Pravelensi kaki diabetes pada populasi umum adalah sekitar 4-10%. Risiko penderita DM untuk terkena luka kaki DM Sepanjang hidupnya adalah sebesar 15%. Data dari penelitian terdahulu menyatakan bahwa 85% amputasi kaki pada penderita DM diawali oleh adanya luka kaki diabetes. Diperkirakan bahwa setiap 20 detik terdapat amputasi ekstremitas bawah karena DM. risiko luka kaki DM dan amputasi meningkat 2-4 kali seiring dengan peningkatan usia dan lamanya menderita DM (Boulton, 2005). Di Indonesia angka kematian dan angka amputasi masih tinggi masing-masing sebesar 16% dan 25%. Sebanyak 50% dari kasuskasus amputasi ini diperkirakan dapat dicegah bila pasien diajarkan tindakan preventif untuk merawat kaki dan mempraktekannya setipa hari (Smeltzer & Bare, 2012). Berdasarkan penyebab dari kaki diabetik, dapat dikatakan salah satu yang perlu diawasi untuk mencegah resiko kaki diabetik adalah fungsi neurovaskuler. System neurovaskuler merupakan susunan dari dua sistem di dalam tubuh yaitu sistem neurologi atau sistem persyarafan dan sistem vaskuler atau sistem pembuluh darah. Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik terkait dengan adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki dan biasanya dikenal sebagai neuropati perifer. Pada pasien dengan diabetik sering kali mengalami
3 gangguan pada sirkulasi. Gangguan sirkulasi ini adalah yang berhubungan dengan peripheral vasculal deseases(pvd/povd/pad) (Wijaya & Putri, 2013). Data dari Framingham Heart Study menunjukkan 20% pasien dengan gejala (simptomatic) PAD menderita diabetes. Prevalensi dengan pengukuran ankle brachial index (ABI) menunjukkan prevalensi PAD pada individu diabetes usia > 40 tahun adalah 20%. Sedang pasien PAD usia >50 tahun, prevalensi diabetes diestimasi sekitar 29%. Prevelensi neuropati juga meningkat bersamaan dengan pertambahan usia penderita dan lamanya penyakit tersebut. Angka prevelensi dapat mencapai 50% pada pasien-pasien yang sudah menderita diabetes selama 25 tahun. Luka kaki diabetik yang paling sering terjadi pada penderita diabetes adalah tipe neuropati, yaitu sekitar 45-60% dari semua luka (Smeltzer & Bare, 2012). Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer yaitu mencegah atau menghambat agar tidak terjadinya komplikasi atau penyulit pada penderita DM. Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut yang ditujukan untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi dan untuk mengembalikan penderita ke dalam masyarakat sehinggan dapat berfungsi lagi sebagai anggota masayarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat, semaksimal-maksimalnya sesuai dengan kemampuannya (Misnadiarly, 2006). Apabila seseorang terdiagnosa diabetes mellitus maka sangat diperlukan pencegahan primer yaitu dengan edukasi untuk mencegah komplikasi, seperti mengenai perawatan kaki, senam kaki dan penggunaan sepatu diabetes. Tujuan
4 pencegahan primer yaitu tercegahnya berbagai komplikasi baik pada pembuluh darah maupun saraf sehingga pasien dapat menikmati kehidupan yang sehat dan nyaman tanpa komplikasi. (Tjokroprawiro & Murtiwi, 2014). Salah satu cara dalam pencegahan primer pengelolaan kaki diabetes adalah Senam Kaki Diabetik. Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki. Senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita diabetes mellitus tipe 1 maupun 2. Tetapi sebaiknya senam kaki ini disarankan kepada penderita untuk dilakukan semenjak penderita didiagnosa menderita diabetes melitus sebagi tindakan pencegahan dini. (Widianti & Proverawati, 2010). Senam kaki ini sangat dianjurkan untuk penderita diabetes yang mengalami gangguan sirkulasi darah dan neurophaty di kaki, tetapi disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan tubuh penderita. Gerakan dalam senam kaki diabetik seperti yang disampaikan dalam 3 rd Nasional Diabetes Education Training Camp tahun 2005 dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah di kaki. Mengurangi keluhan dari neurophaty sensorik seperti: rasa pegal, kesemutan di kaki. Manfaat dari senam kaki diabetik yang lain adalah dapat memperkuat otot-otot kecil, mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, dan mengatasi keterbatasan gerak sendi, latihan seperti senam kaki diabetik dapat membuat otot-otot di bagian yang bergerak berkontraksi (Soegondo, et all, 2004). Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa diabetes melitus ini sangat serius dan memerlukan tindakan preventif dalam menurunkan atau
5 mencegah komplikasinya terutama komplikasi kaki diabetes, antara lain dengan melakukan senam kaki. Keuntungan senam kaki diabetes adalah dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah di kaki dan mengurangi keluhan dari neurophaty sensorik, selain itu senam kaki sendiri mudah dilakukan sendiri tanpa membutuhkan tenaga yang banyak dan dapat dilakukan sewaktu waktu yang juga menjadi alasan pentingnya intervensi ini dijadikan sebagai bahan penelitian. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana Pengaruh Senam Kaki Diabetic Terhadap Fungsi Neurovaskuler Pada Penderita Diabetus Melitus Tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Jatiroto. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah Adakah pengaruh senam kaki diabetik terhadapa fungsi neurovaskuler pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Jatiroto? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam kaki diabetik terhadap fungsi neurovaskuler pada penderita diabetes mellitus tipe 2. 1.3.2 Tujuan Khusus 1) Mengidentifikasi fungsi neurovaskuler pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang diberi intervensi senam kaki diabetik.
6 2) Mengindentifikasi fungsi neurovaskuler pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang tidak diberi intervensi senam kaki diabetik. 3) Menganalisa perbedaan fungsi neurovaskuler pada pasien diabetes mellitus tipe 2 antara kelompok yang melakukan senam kaki diabetik dan yang tidak melakukan senam kaki diabetik. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan sebagai tambahan referensi mengenai intervensi terhadap pasien diabetes melitus tipe 2 khususnya pada program untuk menurunkan risiko neurophaty dan gangguan sirkulasi darah. 1.4.2 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber referensi dalam penanganan diabetes mellitus tipe 2 yang berfokus pada tindakan preventif khususnya terhadap pencegahan terjadinya komplikasi melalui pengawasan mengenai fungsi neurovaskuler. 1.4.3 Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam melakukan pengelolaan diabetes secara mandiri. Masyarakat diharapkan mampu mendampingi dan membantu anggota keluarganya yang mengalami diabetes melitus tipe 2 untuk melakukan pengelolaan secara mandiri sebagai tindakan perbaikan fungsi neurovaskuler. Pasien DM mampu melaksanakan latihan senam DM secara mandiri.
7 1.4.4 Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menjadi awal dari penelitian-penelitian selanjutnya yang terkait dengan penanganan diabetes melitus tipe 2 sehingga harapannya dengan adanya penelitian ini peneliti bisa menemukan berbagai solusi untuk mengatasi permasalahan diabetes melitus tipe 2 khususnya pada sistem neurovaskuler.