BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sengaja,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tujuan institusional yang diemban oleh suatu lembaga.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa di mana individu banyak mengambil

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah upaya untuk mengembangkan potensi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

PENINGKATAN SELF EFFICACY PESERTA DIDIK MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK KOGNITIF. Oleh: Andi Riswandi Buana Putra, M.

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat dilakukan di lingkungan mana saja baik di sekolah maupun di luar

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

Suatu bangsa akan dinyatakan maju tergantung pada mutu pendidikan dan. para generasi penerusnya, karena pendidikan mempunyai peranan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Jurnal Anisah: 2015.) menyebutkan bahwa siswa SMA berada pada masa

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar,

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai

Jurnal Bimbingan Konseling

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyediakan kegiatan pendidikan intrakurikuler. Sekolah juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun

EFIKASI DIRI MAHASISWA YANG BEKERJA PADA SAAT PENYUSUNAN SKRIPSI SKRIPSI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Self Efficacy adalah keyakinan seseorang dalam mengkoordinasikan keterampilan dan kemampuan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia harus dapat menyesuaikan dengan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Suryana (2008:2), mendefinisikan bahwa kewirausahaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. sekedar persaingan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) saja, tetapi juga produk dan

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perdagangan, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Sedemikian

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan orang lain. Setiap manusia akan saling ketergantungan dalam. individu maupun kelompok dalam lingkungannya masing-masing.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sri Murni, 2014 Program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. individu tentang dirinya sendiri inilah yang disebut konsep diri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan undang-undang pendidikan No. 12 tahun 2012 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya, adolescentia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan selalu berkaitan dengan pendidik dan peserta didik. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. dari perilaku, lingkungan, dan kondisi kognitif, terutama faktor-faktor kognitif yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Dalam pendidikan formal dan non- formal proses belajar menjadi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sengaja, berkesinambungan dan berencana dengan tujuan untuk mengembangkan sikap dan perilaku yang diinginkan. Sebagai lembaga formal, sekolah merupakan wadah dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa akan belajar berbagai macam hal. Sekolah juga berperan penting dalam mencetak peserta didik yang handal dan berkompeten serta siap bersaing dalam menghadapi tuntutan zaman yang semakin maju. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada pembelajaran yang dialami oleh siswa. Chaplin (dalam Syah, 2012:65) mengatakan bahwa belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Menurut Hintzman (dalam Syah, 2012:65) belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar ialah proses perubahan dalam diri yang dicapai seseorang melalui pengalaman dan interaksi yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut diantaranya yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari 1

2 lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non sosial. Sedanglan faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri, salah satunya adalah efikasi diri. Efikasi diri adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya melakukan tindakan dalam suatu tugas, mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi, dan melakukan tindakan yang diperlukan dalam situasi tertentu. Maksud tindakan yang diperlukan dalam situasi tertentu adalah bila individu dihadapkan pada situasi yang benar-benar menghambat tujuan sukses yang hendak ingin dicapai, dengan efikasi diri individu yakin bahwa ia mampu mengatasi dan akan berusaha keras dengan segala kemampuannya. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Bandura bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan individu terhadap kapasitas atau kemampuan untuk mengorganisasi dan mengambil tindakan yang diperlukan guna mencapai hasil yang diinginkan. Efikasi diri menunjuk pada penilaian pribadi individu terhadap kemampuan dalam domain aktivitas, bukan dalam domain sifat umum. Selanjutnya diungkapkan pula oleh Bandura bahwa Efikasi diri sebagai sebuah situasi atau keyakian perilaku yang khusus. Pada remaja efikasi diri sudah muncul pada usia 11 tahun. Menurut Piaget mulai usia 11 tahun anak memasuki tahap operasional formal. Pada tahap ini remaja secara kognitif mampu melakukan analisis terhadap pemecahan masalah dan mampu mmenemukan kemungkinan pemecahan masalah dalam berbagai situasi. Menurut Hurlock (dalam Widanarti & Aisah, 2002:113) dengan adanya kemampuan tersebut remaja dituntut untuk membuat penilaian yang realistis tentang kekuatan dan kelemahan, serta kemampuan yang dimilikinya dalam menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah.

3 Dalam dunia pendidikan, keberadaan efikasi diri sangat penting. Efikasi diri mendorong siswa untuk tetap maju dalam mencapai tujuannya. Meski mengalami kegagalan, dengan efikasi diri yang tinggi akan dapat mendorong siswa untuk tidak mudah menyerah. Remaja yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi dari satu masalah ke masalah yang lainnya akan memperoleh rasa puas dan memperteguh keyakinan diri untuk menghadapi dan menyelesaikan pemasalahanpermasalahan yang akan dihadapi kemudian. Pengalaman sukses dari satu masalah ke masalah yang lainnya akan mentranformasi efikasi diri pada tugas khusus pada tugas lebih umum. Remaja akan membangun keyakinan efikasi diri pada tugas-tugas yang lebih menantang disertai usaha pengembangan kapasitas diri. Efikasi-diri yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tergantung pada dua tingkat harapan, yaitu: 1) Merasa mampu menyelesaikan tugas: 2) Penyelesaian tugas akan mengakibatkan hal positif atau penghargaan. Efikasi diri terdiri dari dua jenis yaitu: efikasi diri tinggi dan efikasi diri rendah. Efikasi diri dikatakan tinggi ketika seseorang tersebut merasa yakin bahwa dirinya percaya mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan apa yang di inginkan dan diharapkan. Individu dengan efikasi diri yang tinggi memandang tugas-tugas yang sulit sebagai tantangan untuk dikuasai daripada sebagai ancaman untuk dihindari, minat yang lebih kuat dan keasyikan yang mendalam pada kegiatan, menyusun tujuan yang menantang, dan memelihara komitmen yang kuat serta mempertinggi dan mendukung usaha-usaha dalam menghadapi kegagalan. Efikasi diri yang tinggi membantu membuat perasaan tenang dalam mendekati tugas dan kegiatan yang sulit. Sedangkan efikasi diri dikatakan rendah ketika

4 seseorang merasa tidak yakin dirinya mempunyai kemampuan untuk bisa menyelesaikan apa yang diharapkan dan diinginkan. Individu dengan efikasi diri yang rendah akan memiliki pikiran negatif dan irasional yang menimbulkan perilaku yang menyimpang. Fenomena di lapangan berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan Sugiati ada siswa yang memiliki efikasi diri (Self Efficacy) yang rendah dalam belajar. Hasil penelitian yang lain dari Nurlaila dalam Supriyatin (2013: 6) menyatakan bahwa ada siswa yang mengalami kecemasan dalam menghadapi Ujian Akhir Nasional. Kecemasan menghadapi ujian ini terjadi karena adanya efikasi diri (Self Efficacy) yang rendah dari siswa. Siswa merasa tidak punya persiapan diri, merasa tidak mampu menghadapi ujian, dan tidak mampu mengontrol respon fisik. Selain itu penelitian yang dilakuakan oleh Andi di SMA Teuku Umar dan SMA Kesatrin 1 Semarang serta hasil dari beberapa literatur ditemukannya permasalahan terkait self-efficacy akademik. Dimana seseorang dengan selfefficacy akademik yang rendah maka akan cenderung (a) pasrah dengan hasil akademik yang didapat, (b) apatis dalam kegiatan akademik, (c) pesimis ketika menghadapi masalah akademik, (d) tidak mampu mengatasi situasi yang terjadi dengan baik(cemas, marah), (e) merasa tidak mampu menempuh kegiatan akademik, (f) tidak mampu memilih apa yang harus dilakukan, (g) memikirkan apa yang dilakukan tidak penting, dan (h) tidak yakin dengan kemampuan yang dimilikinya.

5 Sejalan dengan penelitian tersebut, penulis juga menemukan kondisi yang sama di SMP Negeri 29 Medan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Guru BK SMP Negeri 29 Medan bahwa masih banyak siswa yang memiliki efikasi diri yang rendah. Guru BK menyatakan bahwa masih banyak siswa yang tidak berani maju di depan kelas jika disuruh guru, banyaknya siswa yang tidak mengerjakan tugas rumah (PR), dan cenderung takut ketika akan menghadapi ujian. Sejalan dengan itu, diperoleh pula informasi bahwa guru bimbingan dan konseling di SMP 29 Medan tidak memiliki jam khusus untuk masuk ke kelas, sehingga guru bimbingan dan konseling tidak memiliki kesempatan untuk memberikan layanan bagi siswa-siswi yang ada. Guru bimbingan hanya memberikan layanan secara insidental. Hal ini merupakan kendala bagi guru bimbingan dan konseling untuk memberikan layanan secara optimal. Adapun upaya yang sudah dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling untuk mengatasi masalah efikasi diri dengan memberikan layanan informasi yang diberikan secara klasikal. Dalam memberikan layanan informasi guru bimbingan dan konseling SMP Negeri 29 Medan tidak pernah lupa untuk selalu memberikan nasehat kepada siswasiswanya. Namun upaya tersebut masih belum memberikan hasil yang optimal. Dengan adanya permasalahan tersebut peneliti merasa terdorong untuk memberikan tindak lanjut dalam menyelesaikan masalah efikasi diri tersebut. Konseling eklektik menggunakan media superhero merupakan salah satu diantara beberapa jenis layanan bimbingan dan konseling yang dapat diandalkan. Menurut Latipun dalam (Lumongga, 2011: 190) pendekatan eklektik adalah suatu pendekatan yang berusaha menyelidiki berbagai sistem metode dan teori dengan tujuan untuk memahami dan menerapkannya dalam situasi konseling. Sedangkan

6 menurut Throne konseling eklektik merupakan konseling yang berpegang pada pandangan teoritis dan pendekatan, yang merupakan perpaduan dari berbagai unsur yang diambil. Mengacu pada pendapat ini model konseling eklektik juga dapat dilaksanakan dengan menggunakan media superhero karena akan lebih menyenangkan dan meningkatkan keaktifan konseli dalam berfikir dan memahami persoalan selama sesi konseling. Seperti yang dikemukakan oleh Lawrence C. Robin (2007:17) bahwa : Superhero dapat digunakan untuk membentuk siswa dengan berbagai cara. Superhero mempunyai kekuatan dan mentransformasikan keyakinan dengan kekuatan tersebut. Demikian juga siswa untuk memahami kekuatan mereka untuk menghadapi kekerasan atau terisolasi yang mereka tidak dapat atasi. Superhero dapat menyelidiki dan mengubah situasi yang dihadapinya. Dengan demikian siswa juga dapat situasi untuk mengembangkan daya juang dan penafsiran dalam menghadapi persoalan. Kemampuan untuk beradaptasi terhadap pengalaman mentransfomasikan diri ini didasarkan pada perjuangan untuk menghadapi persoalan. Meskipun siswa tidak memiliki kekuatan seperti superhero, tetapi kekuatan fisik dan kekuatan moral superhero dapat ditransformasikan untuk mengubah dan membantu siswa mengatasi ketidak mampuan dan kekurangan yang dirasakan. Selain itu, karena mengingat pada saat usia remaja seperti ini, siswa SMP banyak yang mengidolakan superhero sebagai karakter yang dapat ditiru. Dengan menerapkan media superhero, efikasi diri siswa dapat meningkat ketika siswa

7 mengamati pencapaian orang lain melalui karakter superhero yang ditampilkan. Dengan melihat pencapaian tersebut siswa akan termotivasi untuk melihat kedalam dirinya tentang kemampuan yang dimilikinya untuk mencapai keberhasilan dalam belajar. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti berupaya untuk meningkatkan efikasi diri siswa melalui konseling eklektik dengan menggunakan media superhero. Kegiatan ini peneliti lakukan dalam sebuah penelitian yang berjudul Meningkatkan Efikasi Diri Dalam Belajar Melalui Konseling Eklektik Menggunakan Media Superhero pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 29 Medan T.A 2015/2016. 1.2 Identifikasi Masalah 1. Masih dijumpai siswa yang tidak berani maju di depan kelas jika disuruh guru 2. Masih banyaknya siswa yang tidak mengerjakan tugas rumah (PR), dan cenderung takut ketika akan menghadapi ujian 3. Siswa belum memahami apa itu efikasi diri 4. Belum pernah diadakan layanan konseling Eklektik dan menggunakan media superhero dalam permasalahan tersebut. 1.3 Batasan Masalah Melihat banyaknya permasalahan yang teridentifikasi, kiranya perlu dilakukan pembatasan masalah supaya lebih jelas. Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada : Meningkatkan Efikasi Diri Dalam Belajar Melalui Konseling

8 Eklektik Menggunakan Media Superhero Pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 29 Medan T.A 2015/2016. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : apakah konseling eklektik menggunakan media superhero dapat meningkatkan efikasi diri siswa dalam belajar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 29 Medan T.A 2015/2016? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan efikasi diri siswa dalam belajar melalui konseling eklektik menggunakan media superhero pada siswa kelas VIII SMP Negeri 29 Medan T.A 2015/2016. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.6.1 Manfaat Teoritis Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang pendidikan khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling yang berhubungan dengan konseling eklektik menggunakan media superhero untuk meningkatkan efikasi diri dalam belajar. 1.6.2 Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah, dapat menjadi bahan evaluasi sekaligus memperkaya pengetahuan sekolah akan Bimbingan Konseling dalam hal ini adalah konseling eklektik menggunakan media superhero.

9 b. Bagi Guru BK, konseling eklektik menggunakan media superhero dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk guru BK dalam meningkatkan efikasi diri dalam belajar di sekolah sehingga menambah keterampilan guru terutama guru pembimbing dalam membantu siswa menyelesaikan masalahnya c. Bagi Guru Bidang Studi, dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi sekaligus sebagai masukan dalam mengatasi efikasi diri siswa dalam belajar di kelas. d. Bagi siswa, dapat meningkatkan efikasi diri siswa seperti dalam menilai diri mereka, kemampuan dalam belajar, juga keyakinan mereka terhadap apa yang mereka lakukan terutama dalam hal belajar. e. Bagi Peneliti, dapat memberikan pengetahuan secara luas tentang meningkatkan efikasi diri dalam belajar melalui konseling eklektik menggunakan media superhero.