BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk kepentingan pariwisata (pasal 85). Dengan pemanfaatan cagar budaya sebagai objek daya tarik wisata, maka diharapkan cagar budaya akan dapat memberikan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat dan bertambahnya destinasi wisata budaya yang dapat menambah pendapatan negara. PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (selanjutnya disingkat : PT TWC) adalah salah satu pengelola cagar budaya yang dijadikan sebagai daya tarik wisata. Di bawah Kementerian BUMN, PT. TWC bertugas mengelola Kompleks Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. Perusahaan negara ini didirikan berdasarkan akte Notaris Soeleman Ardjasasmita, SH Nomor : 19 tanggal 15 Juli 1980 beserta perubahanperubahannya dan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.1 tahun 1992. PT TWC sebagai bagian dari BUMN tidak hanya bertanggung jawab pada pengembangan kepariwisataan saja, tetapi juga berperan dalam pembangunan di bidang kepurbakalaan, pendidikan dan perekonomian. Peran di bidang kepurbakalaan yakni sebagai pelestari tinggalan purbakala. Di bidang pendidikan, PT TWC ikut mengelola aset budaya dan memberikan hasil kajian ilmu pengetahuan tentang budaya dan wisata bagi masyarakat luas.
PT TWC juga berperan memperkenalkan dan memasarkan potensi budaya dan destinasi wisata budaya sebagai salah satu sumber pendapatan negara. Pengunjung di Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko tidak hanya dari dalam negeri, melainkan juga dari luar negeri. Menurut Laporan Kajian Evaluasi Pengguna Jasa tahun 2013 PT TWC, terdapat data yang menunjukkan total kunjungan ke kompleks taman wisata Candi Prambanan pada tahun 2012 sejumlah 1.274.514 dan terdapat kenaikan pada tahun 2013 menjadi 1.415.729 pengunjung baik domestik maupun mancanegara. Begitu pula dengan kunjungan di Candi Borobudur dan Ratu Boko yang mengalami peningkatan kunjungan tiap tahunnya. Banyaknya kunjungan wisatawan ke Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko ini menjadi salah satu alasan didirikannya PT TWC, dengan harapan lembaga ini dapat mengelola taman-taman di kompleks percandian tersebut dengan baik sehingga mendatangkan keuntungan bagi negara. Dalam pengelolaan cagar budaya sebagai destinasi wisata, PT TWC berbagi tugas dengan lembaga lain, di antaranya Balai Pelestarian Cagar Budaya dan Balai Konservasi Borobudur yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagaimana disebutkan dalam masterplan JICA 1979, PT TWC bertugas mengelola area Zona 2 atau kawasan di sekeliling Zona 1 atau Zona Inti. Sesuai ketentuan Undang-Undang dalam rangka pelestarian, dilakukan zonasi kawasan cagar budaya yang dapat terdiri atas zona inti, penyangga, pengembangan dan pendukung (Pasal 72 UU CB no 11 tahun 2010). Pada zona inti terdapat kompleks percandian dan aktivitas utamanya adalah kegiatan pelestarian. Sementara itu, zona penyangga berfungsi sebagai pelindung Zona Inti yang di dalamnya dapat didirikan berbagai fasilitas untuk pengunjung, perkantoran serta pameran. Zonasi seperti itu sudah diterapkan di Kompleks Candi Prambanan maupun Candi Borobudur sebagaimana ditunjukkan dalam Master Plan (JICA, 1979).
Di zona 2 ini, PT TWC membangun taman wisata yang di dalamnya terdapat kegiatan kepariwisataan, kebudayaan, penelitian dan pendidikan, serta pelestarian lingkungan. Sementara itu, zona 3 diperuntukkan bagi permukiman terbatas, kawasan pertanian, jalur hijau dan fasilitas lainnya yang bertujuan mendukung keserasian, kelestarian dan keseimbangan kawasan di zona inti dan mendukung fungsi taman wisata. Pelayanan yang diberikan oleh PT TWC Prambanan tidak hanya sekedar akses masuk menuju candi, tetapi juga fasilitas-fasilitas lainnya seperti adanya pusat informasi pengunjung, toilet umum, taman bermain, atraksi seni dan budaya, kafetaria, kereta wisata, audio visual dan museum. Salah satu sarana pelayanan yang bertujuan mengedukasi pengunjung taman wisata adalah museum. Keberadaan museum di taman wisata merupakan media belajar dan informasi yang penting bagi pengunjung. Museum Prambanan yang sering juga disebut Museum Loro Jonggrang didirikan berdasarkan masterplan JICA tahun 1979. Di dalam Museum Prambanan terdapat informasi mengenai Candi Prambanan dan Candi Sewu yang dikelola PT TWC. Koleksi Museum Prambanan antara lain adalah tinggalan arkeologis yang sebagian besar merupakan tinggalan dari Candi Prambanan dan sekitarnya. Koleksi-koleksi tersebut sebagian besar berupa arca dan batu-batu bagian dari candi yang dimiliki oleh dua instansi purbakala yakni BPCB DIY dan BPCB Jawa Tengah. Dari segi pengelolaan, Museum Prambanan memang belum dikelola secara professional, karena masih bersifat sebagai layanan pelengkap situs Candi Prambanan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian tentang manajemen Museum Prambanan agar dapat meningkatkan kinerjanya sesuai dengan fungsi museum yang sebenarnya.. Sebagaimana didefinisikan oleh International Council of Museums(ICOM) museum adalah institusi permanen, bersifat nirlaba, melayani kebutuhan publik, bersifat terbuka, yang tugasnya melakukan usaha pengkoleksian, konservasi, mengkomunikasikan dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, riset, pendidikan, dan
kesenangan. Mengenai jenis museum, tata tertib, administrasi serta kegiatan yang berlangsung di dalam museum juga tertera pada kode etik ICOM. Menurut UU Cagar Budaya No 11 tahun 2010 Pasal 18 ayat (2), Museum merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat. Di dalam pasal 18 ayat (2) ini jelas diterangkan mengenai tugas museum, tidak hanya memanfaatkan benda CB sebagai koleksi tetapi juga harus mampu melindungi dan mengembangkan serta yang paling penting adalah dapat mengomunikasikannya kepada masyarakat luas. Aturan mengenai pendirian dan pengelolaan museum juga ada berupa Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No KM 33/PL.303/MKP/2004 tentang Museum. Selain itu, pemerintah juga sudah merumuskan pedoman penyelenggaraan museum yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.45/UM.001/MKP/2009 tentang Pedoman Permuseuman. Pedoman permuseuman ini dimaksudkan untuk memberi acuan bagi pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dalam pelaksanaan penyelenggaraan dan pengelolaan museum, seperti disebutkan di dalamnya pada BAB II Pasal 2 tentang Maksud, Tujuan, Ruang Lingkup dan Strategi dalam Pedoman Permuseuman. Pada tahun 2015 ini, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman mengumumkan rencana standardisasi museum di Indonesia dengan tujuan agar dapat dirancang strategi pengelolaan museum yang sesuai dengan kebutuhan. Dengan adanya upaya standardisasi museum ini, maka museum-museum di Indonesia akan terbantu dalam meningkatkan kualitas pengelolaannya (http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/2014/01/07/museum-museum-di-indonesiaakan-segera-di-standardkan/). Dari beberapa ketentuan pengelolaan museum tersebut di atas, penulis merasa bahwa Museum Prambanan perlu menyiapkan diri untuk meningkatkan
kualitas pengelolaannya. Untuk itu, penelitian perlu dilakukan sebagai upaya memberikan kontribusi perubahan Museum Prambanan untuk menjadi museum yang berstandar nasional. Karena sejauh ini belum ada standar museum yang baku, maka tolok ukur standar museum dalam hal ini merujuk pada kode etik ICOM, Pedoman Permuseuman PERMEN BUDPAR Nomor: PM.45/UM.001/MKP/2009, dan berdasarkan KEPMEN BUDPAR Nomor: KM.33/PL.303/MKP/2004 tentang Museum. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diungkap sebelumnya, maka terdapat 3 pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu; a) Bagaimana kondisi manajemen Museum Prambanan saat ini? b) Bagaimana upaya PT TWC dalam memperbaiki manajemen museum untuk mewujudkan Museum Prambanan yang sesuai standar permuseuman Indonesia? c) Bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan agar Museum Prambanan dapat mencapai standar museum? 1.3 Keaslian Penelitian dan Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai manajemen penyelenggaraan dan pengelolaan Museum Prambanan sejauh ini belum pernah dilakukan. Penelitian ini dirasa penting karena PT TWC merupakan instansi pemerintah (BUMN) yang berperan serta dalam memberikan pengetahuan serta informasi tentang Candi Prambanan. PT TWC seharusnya memiliki museum yang memenuhi syarat pendirian museum yang resmi dan sesuai standar. Selain itu, sebagian besar koleksi di Museum Prambanan adalah benda cagar budaya, sehingga legalitas
dan manajemen pengelolaan yang profesional dibutuhkan agar tidak terjadi kerusakan atau kehilangan koleksi. Sejauh yang dapat dirunut hanya ada satu penelitian yang pernah dilakukan terhadap museum di kompleks Candi Prambanan ini, yaitu penelitian manajemen konservasi oleh Mida Andriana pada tahun 2013. Penelitian tersebut dilaksanakan sebagai bagian dari penulisan thesis jenjang S2 di Jurusan Arkeologi UGM. Penelitian tersebut memakai metode tujuh level perlindungan koleksi untuk mengevaluasi manajemen koleksi di Museum Prambanan. Rekomendasi yang diusulkan dalam penelitian tersebut adalah membentuk organisasi museum yang concern dalam konservasi koleksi. Sementara itu, kajian mengenai penerapan ketentuan pemerintah untuk syarat-syarat pendirian dan penyelenggaraan museum di Indonesia pernah dilakukan di sejumlah museum di Yogyakarta di antaranya pada Museum Tani Jawa Indonesia, Museum Pendidikan Indonesia, Museum Bahari, Museum Gunungapi Merapi dan Museum Sandi sudah dilakukan oleh Arum Puspitasari pada 2014. Penelitian ini juga dilakukan sebagai bagian dari penyusunan thesis jenjang S2 di Jurusan Arkeologi UGM. Pada penelitian itu, diungkap mengenai keadaan beberapa museum di Yogyakarta yang belum memperhatikan ramburambu atau ketentuan yang telah diatur oleh pemerintah dalam KEPMEN BUDPAR No. KM 33/PL.303/MKP/2004. Penelitian tersebut juga mengevaluasi regulasi pemerintah yang terkait dengan pendirian dan penyelenggaraan museum. Sebagai bagian dari saran atas hasil penelitian disampaikan beberapa rekomenasi berupa konsep baru untuk pengembangan museum di Indonesia. Kajian lain di Museum Prambanan pernah dilakukan oleh pihak BPCB DIY dan BPCB Jateng. Di tahun 2009 terdapat kegiatan herinventarisasi BCB di Museum Prambanan oleh BPCB DIY. Dari hasil herinventarisasi tersebut diketahui jumlah koleksi milik BPCB
DIY yang berada di Museum Prambanan adalah 341 unit yang tersebar di luar maupun di dalam bangunan museum. Selain itu, juga terdapat kajian konservasi koleksi oleh BPCB DIY pada tahun 2012 yang mengungkapkan mengenai kondisi koleksi yang ada di Museum Prambanan yang dilanjutkan dengan tindakan konservasi pada koleksi-koleksi tersebut. Kajian penataan koleksi Museum Prambanan juga pernah dilakukan pada tahun 2010 oleh tim PT TWC bersama dengan Prof. Timbul Haryono, Robert Knox dan Tony Tack. Saran yang dihasilkan dalam kajian tersebut antara lain merubah bentuk bangunan dari bangunan tradisional Jawa menjadi bangunan modern yang lebih tinggi, selain itu merekomendasikan pembuatan story line dan melakukan penataan koleksi berdasarkan story line tersebut (Laporan Revitaliasi Museum Prambanan, 2010). Dari penelusuran yang dilakukan dapat diketahui bahwa penelitian mengenai penyelenggaraan dan pengelolaan Museum Prambanan serta upaya untuk mengevaluasi Museum Prambanan sesuai standar yang ada belum pernah dilakukan. Karena itu, untuk melakukan evaluasi ini, digunakan setidaknya tiga pedoman penyelenggaraan museum, yaitu kode etik ICOM, PERMEN BUDPAR PM.45/UM.001/MKP/2009 tentang Pedoman Permuseuman serta KEPMEN BUDPAR No : KM.33/PL.303/MKP/2004 tentang Museum sebagai tolok ukur dalam penelitian ini. Ketiga pedoman penyelenggaraan museum tersebut dipakai juga dalam tesis Arum Puspitasari (2014) sebagai tolok ukur dalam melihat peran regulasi dalam penyelenggaraan museum-museum yang diteliti. Penelitian kali ini, menggunakan ketiga pedoman tersebut sebagai tolok ukur standar penyelenggaraan dan pengelolaan Museum Prambanan, meskipun menggunakan tiga perangkat perundangundangan yang digunakan sama dengan penelitian Arum, tetapi analisis terhadap ketiga perangkat tersebut tidak sama. Sehingga, tolok ukur yang dihasilkan juga berbeda dengan penelitian Puspitasari.
1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi Museum Prambanan dalam hal penyelenggaraan dan pengelolaan permuseuman saat ini. Selain itu, penelitian ini juga mencoba mengevaluasi dan memberikan rekomendasi bagi PT TWC dalam upaya meningkatkan pengelolaan Museum Prambanan menjadi museum yang memenuhi standar dan kebutuhan di masa mendatang. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi PT TWC sebagai acuan dalam membenahi pengelolaan Museum Prambanan hingga sesuai dengan standar museum di Indonesia dan akan membantu PT TWC untuk meningkatkan daya tarik wisata di lingkungan Candi Prambanan. Selain itu, apabila Museum Prambanan dapat diakui telah memenuhi standar, maka museum ini akan dapat berkiprah lebih baik dan diperhitungkan dalam kancah percaturan permuseuman di Indonesia. Museum Prambanan akan lebih mudah mengikuti perkembangan museum di dunia serta dapat terlibat dalam berbagai kegiatan permuseuman di Indonesia. Peningkatan kualitas pengelolaan Museum Prambanan akan meningkatkan manfaat bagi masyarakat, terutama pengunjung Candi Prambanan. Mereka akan mendapatkan kepuasan dalam kunjungan ke museum, karena dengan adanya standardisasi penyelenggaraan dan pengelolaan dalam Museum Prambanan, selanjutnya keadaan ini akan berimbas positif pada pelayanan yang maksimal bagi pengunjung dan menjadi sebuah rekomendasi bagi pengelola untuk meningkatkan kualitas museum, sehingga dapat berpedan dalam memecah distribusi pengunjung. Selain itu, evaluasi ini akan bermanfaat juga bagi pengembangan pengetahuan tentang permuseuman di Indonesia,karena belum banyak penelitian semacam ini
yang dilakukan. Hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi berupa tulisan baru mengenai perkembangan konsep standardisasi museum dan secara umum memperkaya khasanah tulisan ilmiah mengenai permuseuman di Indonesia. 1.6 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, khususnya dalam menilai kualitas penyelenggaraan Museum Prambanan. Berikut merupakan uraian tahap-tahap penelitian yang dilakukan: Pengumpulan data : data yang dikumpulkan berupa keadaan museum saat ini, pengelolaan museum dan regulasi yang mendukung standar museum yang memadai. Tahap ini dilakukan dengan cara : (a) Observasi. Dilakukan untuk mendapatkan data keadaan museum dengan cara mengamati, mencatat dan mendokumentasikan keadaan museum saat ini. (b) Wawancara, dilakukan untuk mendapatkan data tentang sistem pengelolaan Museum Prambanan dan juga dasar untuk menelusur dokumen atau arsip pendirian museum. Metode wawancara mendalam kepada penanggungjawab museum, pegawai PT TWC yang mengelola museum mengenai pengelolaan museum Prambanan. (c) Studi Pustaka, untuk mendapatkan informasi mengenai tolok ukur atau standar museum yang memadai juga mengenai kebutuhan museum masa kini dan di masa mendatang. Analisis: melakukan penilaian terhadap keadaan dan sistem pengelolaan Museum Prambanan dengan tolok ukur/ standar yang disusun berdasarkan kajian pustaka, terutama Kode etik ICOM PERMEN BUDPAR No:
PM.45/UM.001/MKP/2009 tentang Pedoman Permuseuman serta dari KEPMEN BUDPAR No: KM.33/PL.303/MKP/2004 tentang Museum.. Penilaian kesesuaian keadaan museum dan sistem pengelolaan dengan tolok ukur (gap analysis) dilakukan secara kualitatif. Artinya tidak dengan skoring angka yang absolut. Penyimpulan : memberikan gambaran umum hasil penilaian keadaan dan sistem pengelolaan Museum Prambanan dengan tolok ukur yang disusun. Selain itu, juga memberikan saran dan rekomendasi berupa langkah-langkah yang perlu diambil untuk menjembatani kesenjangan (gap) yang ada, agar Museum Prambanan dapat menjadi museum yang sesuai standar nasional. Bagan 1. Bagan Alir Penelitian