BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut pasal 1 ayat 1 UU KUP No.28 tahun 2007 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestsi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2006:1). Definisi pajak yang dikemukakan oleh Djajadiningrat adalah pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum (Siti Resmi, 2008:1). 9
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib yang digunakan oleh negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi kepentingan masyarakat umum yang berdasarkan atas undangundang yang sifatnya dapat dipaksakan dengan tidak ada kontraprestasi secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar pajak. 2.1.2 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak (Mardiasmo, 2006:7) dapat dibagi menjadi tiga, antara lain. 1) Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: (1) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus, (2) Wajib Pajak bersifat pasif, (3) utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. 2) Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: (1) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri, 10
(2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3) Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak. 2.1.3 Wajib Pajak Wajib Pajak menurut pasal 1 ayat 2 UU KUP No.28 tahun 2007 adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan pengertian tersebut terdapat tiga jenis Wajib Pajak yaitu: 1) Wajib Pajak Badan, 2) Wajib Pajak Orang Pribadi, dan 3) Wajib Pajak Pemotong/Pemungut Pajak. 2.1.4 Wajib Pajak Efektif dan Non Efektif Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 26/PJ.2/1988 tentang kriteria WP Efektif dan WP Non Efektif disebutkan bahwa. 1) Wajib Pajak efektif adalah Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya berupa memenuhi kewajiban menyampaikan SPT masa dan atau Tahunan sebagaimana mestinya. 11
2) Wajib Pajak non efektif adalah Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya berupa memenuhi kewajiban menyampaikan SPT Masa dan atau Tahunan. Sebagaimana telah ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.8/1988 tanggal 2 Oktober 1988 WP non efektif adalah. (1) WP yang berturut-turut selama 2 (dua) tahun tidak memasukkan SPT PPh. (2) WP yang sudah meninggal dunia/bubar, tetapi belum ada surat keterangan resminya. (3) WP tidak ditemukan alamatnya, walaupun sudah diusahakan pencariannya oleh dinas luar. (4) WP yang secara nyata tidak menunjukkan kegiatan usaha. 2.1.5 Surat Pemberitahuan (SPT) 1) Pengertian SPT Berdasarkan UU KUP No.28 Tahun 2007 Pasal 1 angka 11 Surat Pemberitahuan (SPT) didefinisikan sebagai surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, obyek pajak dan atau bukan obyek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2) Jenis SPT SPT dapat dibedakan menjadi dua jenis (Mardiasmo,2006:28), yaitu. 12
(1) SPT-Masa, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat. (2) SPT-Tahunan, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak. 3) Fungsi SPT Fungsi SPT menurut Mardiasmo (2006:26) bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan (PPh) yaitu: (1) sebagai sarana untuk melapor dan mempertanggung jawabkan perhitungan pajak yang sebenarnya terutang, (2) untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan pajak atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak, (3) untuk melaporkan pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain satu Masa Pajak, yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 4) Batas Waktu Penyampaian SPT Berdasarkan UU No. 16 Tahun 2009 pasal 3 ayat 3 disebutkan bahwa batas waktu penyampaian SPT adalah: (1) untuk SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak, 13
(2) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, atau (3) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak. 2.1.6 Kesadaran Wajib Pajak Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kesadaran adalah keadaan tahu, mengerti dan merasa. Kesadaran untuk mematuhi ketentuan (hukum pajak) yang berlaku tentu menyangkut faktor-faktor apakah ketentuan tersebut telah diketahui, diakui, dihargai dan ditaati. Bila seseorang hanya mengetahui berarti kesadaran hukumnya masih rendah. Idealnya untuk mewujudkan sadar dan peduli pajak, masyarakat harus terus diajak untuk mengetahui, mengakui, menghargai dan mentaati ketentuan perpajakan yang berlaku. Mewujudkan masyarakat sadar dan peduli pajak tidak bisa berlandaskan anggapan bahwa semua orang dianggap tahu atas undang-undang yang telah dibuat oleh pemerintah. Pikiran demikian tidak efektif karena tidak memperhitungkan kondisi lainnya seperti keadaan sosiologis dalam mentaati ketentuan yang berlaku. Dapat disimpulkan pengertian dari kesadaran Wajib Pajak adalah suatu kondisi dimana Wajib Pajak mengetahui, mengakui, menghargai dan mentaati ketentuan perpajakan yang berlaku serta memiliki kesungguhan dan keinginan untuk memenuhi kewajiban pajaknya. 14
2.1.7 Kualitas Pelayanan Boediono (2003) dalam Supadmi (2009) mendefinisikan pelayanan sebagai suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar tercipta kepuasan dan keberhasilan. Hakikat pelayanan umum adalah sebagai berikut. 1) Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan instansi pemerintah di bidang pelayanan umum. 2) Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna (efisien dan efektif). 3) Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Supadmi (2009) menyebutkan bahwa pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertangungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus. Apabila jasa dari suatu instansi tidak memenuhi harapan pelanggan, berarti jasa pelayanan tidak berkualitas. Jika proses pelayanan tidak memenuhi harapan pelanggan, seperti berbelit-belit (tidak sederhana), berarti mutu pelayanannya kurang. Pelayanan kepada pelanggan dikatakan bermutu apabila memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau semakin kecil kesenjangan antara pemenuhan janji dengan harapan pelanggan adalah semakin mendekati ukuran bermutu. 15
Lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas jasa pelayanan, sebagaimana dikemukakan Tjiptono (2002:76) dalam Wuri (2009) adalah sebagai berikut. 1) Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. 2) Keandalan (reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 3) Daya tangkap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 4) Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para karyawan; bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. 5) Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan komunikasi, hubungan yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan. 2.1.8 Biaya Kepatuhan Pajak Biaya kepatuhan pajak adalah biaya yang harus ditanggung oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya diluar pajak terutang. Biaya kepatuhan pajak (Devano, 2006:22) dibagi menjadi tiga yaitu. 1) Direct money cost Biaya-biaya uang tunai (cash money) yang dikeluarkan Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban pajak yang berhubungan dengan penghitungan pajak, biaya pengarsipan (kuitansi-kuitansi, tanda terima, 16
dan catatan-catatan penting), biaya penyelesaian, penulisan berkas pajak pendapatan, biaya konsultan pajak, dan biaya tak terduga (surat-menyurat, telepon perjalanan, dan komunikasi dengan pejabat perpajakan). 2) Time cost Waktu yang terpakai oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, mulai dari waktu untuk membaca formulir surat pemberitahuan dan buku petunjuknya, waktu untuk berkonsultasi dengan konsultan pajak, waktu yang terpakai untuk pergi ke kantor pajak, serta waktu untuk menyetorkan laporan pajak. 3) Physic or psychological cost Kecemasan karena telah melakukan penggelapan pajak (tax evasion) juga rasa cemas dan rasa keingintahuan Wajib Pajak timbul pada saat menunggu hasil pemeriksaan atau hasil pengajuan keberatan dan banding. 2.1.9 Kepatuhan Perpajakan Indra Ismawan (2001:82) mengemukakan prinsip administrasi pajak yang diterima secara luas menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah kepatuhan sukarela. Kepatuhan sukarela merupakan tulang punggung sistem self assessment di mana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban pajaknya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajak tersebut. Menurut Safri Nurmantu (2003) dalam Marcus (2005), kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan 17
perpajakan yang dikemukakan oleh Norman D. Nowak sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi (Devano, 2006:110) sebagai berikut. 1) Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. 2) Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. 3) Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar. 4) Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Kepatuhan sebagai pondasi self assessment dapat dicapai apabila elemenelemen kunci telah diterapkan secara efektif. Elemen- elemen kunci (Indra Ismawan, 2001:83) tersebut adalah sebagai berikut. 1) Program pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak. 2) Prosedur yang sederhana dan memudahkan Wajib Pajak. 3) Program pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang efektif. 4) Pemantapan law enforcement secara tegas dan adil. Ada dua macam kepatuhan (Supadmi, 2009:216), yaitu. 1) Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. 2) Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif/hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. 18
2.1.10 Wajib Pajak Patuh Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003, Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak patuh yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila memenuhi semua syarat sebagai berikut. 1) Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun terakhir. 2) Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut. 3) SPT Masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya. 4) Tidak mempunyai tunggakan Pajak untuk semua jenis pajak: (1) Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak (2) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir. 5) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir. 6) Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan audit harus: 19
(1) disusun dalam bentuk panjang (long form report), (2) menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal, dalam hal laporan keuangan Wajib Pajak tidak diaudit oleh akuntan publik, maka Wajib Pajak harus mengajukan permohonan tertulis paling lambat 3 bulan sebelum tahun buku berakhir, untuk dapat ditetapkan sebagai WP Patuh sepanjang memenuhi syarat pada huruf a sampai huruf e, ditambah syarat: (1) dalam 2 tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP, dan (2) apabila dalam 2 tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10%. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Andreas (2007) yang meneliti tentang hubungan kualitas pelayanan terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan pada KPP Denpasar Timur. Sampel yang digunakan sebanyak 100 Wajib Pajak badan. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi product moment dan analisis t-test. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah besarnya korelasi yaitu sebesar 0,637 yang berarti adanya hubungan yang kuat dan positif antara kualitas pelayanan dengan kepatuhan pelaporan wajib pajak badan dalam arti semakin baik kualitas pelayanan maka semakin tinggi kepatuhan pelaporan wajib pajak badan. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel kualitas pelayanan sebagai salah satu variabel bebas dan 20
kepatuhan pelaporan wajib pajak sebagai variabel terikat. Perbedaannya terletak pada adanya penambahan variabel kesadaran wajib pajak dan biaya kepatuhan pajak sebagai variabel bebas, teknik analisis data yang digunakan, lokasi dan tahun penelitian. Pada peneliti sebelumnya dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Denpasar Timur, sedangkan Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda yang menggunakan variabel kesadaran wajib pajak dan biaya kepatuhan pajak sebagai variabel bebas. Novita (2007) meneliti analisis faktor faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Menggunakan objek adalah Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki usaha pertokoan di daerah Baliwerti dengan teknik analisis logistic regresion. Sampel yanng digunakan sebanyak 58 sampel. Hasil penelitian menunjukkan responden patuh terhadap variabel kepatuhan Wajib Pajak dengan presentase sebesar 66%. Variabel kesadaran, sikap rasional, sikap fiskus mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak sedangkan lingkungan Wajib Pajak berada dan hukum pajak tidak. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama sama menggunakan variabel kesadaran Wajib Pajak sebagai variabel bebas dan menggunakan kepatuhan Wajib Pajak sebagai variabel terikat. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada variabel bebas, teknik analisis data, objek dan tahun penelitian. Priyantini (2008) meneliti pengaruh kualitas pelayanan dan biaya kepatuhan terhadap kepatuhan pelaporan Wajib Pajak badan. Menggunakan objek 21
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara dengan teknik analisis regresi linear berganda. Sampel yang digunakan sebanyak 344 sampel. Hasil perhitungan uji-t untuk kualitas pelayanan sebesar 8,148>t tabel (1,980) dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari alpha=0,025 dan untuk biaya kepatuhan sebesar (-2,701)<-t tabel (-1,980) dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari alpha=0,025. Ini berarti kualitas pelayanan dan biaya kepatuhan pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. Kualitas Pelayanan berpengaruh signifikan dengan arah positif, sedangkan biaya kepatuhan berpengaruh signifikan dengan arah negatif. Persamaan Penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan kualitas pelayanan dan biaya kepatuhan sebagai salah satu variabel bebas dan kepatuhan pelaporan Wajib Pajak sebagai variabel terikat. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada variabel bebas (penambahan variabel kesadaran Wajib Pajak), objek dan tahun penelitian. Sri Surya Rencani (2009) meneliti hubungan kualitas pelayanan dengan kepatuhan pelaporan Wajib Pajak orang pribadi. Menggunakan objek Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur dengan teknik analisis Pearson Product Moment Correlation. Sampel yang digunakan sebanyak 100 sampel. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kualitas pelayanan dengan tingkat kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Denpasar Timur, yang ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,619. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan variabel kualitas pelayanan sebagai 22
salah satu variabel bebas dan kepatuhan pelaporan Wajib Pajak sebagai variabel terikat. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada variabel bebas (penambahan variabel kesadaran wajib pajak dan biaya kepatuhan), objek dan tahun penelitian. Wuri (2009) meneliti pengaruh kualitas pelayanan, biaya kepatuhan dan kesadaran wajib pajak pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Badan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Denpasar. Sampel yang digunakan sebanyak 156 sampel. Hasil perhitungan uji-t untuk kualitas pelayanan (3,587) t tabel (1,960) dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari alpha=0,025. Untuk variabel biaya kepatuhan pajak (-2,379) t tabel (1,960) dengan tingkat signifikansi sebesar 0,019 lebih kecil dari alpha=0,025. Untuk variabel kesadaran Wajib Pajak (2,743) t tabel (1,960) dengan tingkat signifikansi sebesar 0,007 lebih kecil dari alpha=0,025. Ini berarti kualitas pelayanan, biaya kepatuhan pajak, dan kesadaran Wajib Pajak berpengaruh signifikan pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak badan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Denpasar. Kualitas pelayanan dan kesadaran wajib pajak berpengaruh signifikan dengan arah positif, sedangkan biaya kepatuhan berpengaruh signifikan dengan arah negatif pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak badan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Denpasar. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan variabel kualitas pelayanan, biaya kepatuhan, dan kesadaran Wajib Pajak sebagai variabel bebas dan menggunakan kepatuhan Wajib Pajak sebagai variabel terikat. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada objek dan tahun penelitian. 23
2.3 Pengembangan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pokok permasalahan penelitian yang akan diuji kebenarannya. Berdasarkan pada rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kajian teori yang relevan ataupun hasil penelitian sebelumnya maka dapat ditarik hipotesis dari penelitian. 1) Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Pelaporan Kesadaran Wajib Pajak adalah suatu kondisi dimana Wajib Pajak mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela. Semakin tinggi tingkat kesadaran Wajib Pajak maka pengetahuan, pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pelaporan Wajib Pajak. Novita (2007) dan Wuri (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1 : Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat. 2) Pengaruh Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Pelaporan Kualitas pelayanan adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan jasa pelayanan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya. Andreas (2007), Priyantini (2008), Sri Surya Rencani (2009), dan Wuri (2009) dalam penelitiannya menemukan hasil bahwa kualitas pelayanan 24
berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan Wajib Pajak. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut: H2 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat. 3) Pengaruh Biaya Kepatuhan Pajak pada Kepatuhan Pelaporan Biaya kepatuhan pajak adalah biaya yang harus ditanggung oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya diluar pajak yang terutang (Devano, 2006:122). Biaya-biaya tersebut adalah biaya uang tunai, waktu, dan psikologi. Priyantini (2008) dan Wuri (2009) dalam penelitiannya menemukan hasil bahwa biaya kepatuhan pajak berpengaruh negatif terhadap kepatuhan pelaporan Wajib Pajak. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut: H3 : Biaya kepatuhan pajak berpengaruh negatif pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat. 25