BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. usaha kredit, yaitu berupa bunga dan provisi. Salah satu kegiatan usaha

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, Fungsi,Jenis dan Sumber Dana Bank. rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

KAJIAN PUSTAKA. dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal (clerical),

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. bank secara keseluruhan. Kredit berperan sebagai faktor pendorong dan

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. tidak mungkin untuk dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari manusia

BAB II Kajian Pustaka. mampu diserap dari masyarakat dan disalurkan kembali kepada masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk menjadikan Indonesia harus dapat meningkatkan berbagai

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. atau account dimana artinya sama. Dengan memiliki simpanan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito) dan menyalurkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan tingkat kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM ALIH DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT PERUMAHAN DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG PALU

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. ditujukan kepada masyarakat bahwa memberi kredit dalam bentuk apapun bankbank

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka menyejahterakan hidupnya. Keinginan manusia akan benda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT PERBANKAN. yang relatif kecil sampai jumlah yang cukup besar, sehingga ada berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. hubungan antara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB III TELAAH PUSTAKA. diharapkan dan dikaitkan dengan kedudukan seseorang 28. Seseorang dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. beberapa orang dalam suatu departemen. Prosedur ini dibuat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan, perkembangan, dan kemajuan internasional yang terjadi

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN KREDIT BANK MENURUT HUKUM. credere (bahasa Yunani), credito (bahasa latin). Di dalam kamus lengkap bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

serta mengembangkan perangkat peraturan pendukung, serta pengembangan sistem pendanaan perumahan. Salah satu alternatif dalam pendanaan perumahan yang

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT

kemudian hari bagi bank dalam arti luas;

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

Tinjauan Juridis Terhadap Perjanjian Kredit

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan bahasa latin kredit berarti credere yang artinya percaya. Maksud dari

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT E. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan yang paling utama karena pendapatan terbesar dari usaha bank berasal dari pendapatan kegiatan usaha kredit, yaitu berupa bunga dan provisi. Salah satu kegiatan usaha perbankan adalah berupa pemberian kredit. Pemberian kredit merupakan pemberian pinjaman uang oleh bank kepada anggota masyarakat yang umumnya disertai dengan penyerahan jaminan kredit oleh debitur (peminjam).terhadap penerimaan jaminan kredit tersebut terkait dengan berbagai ketentuan hukum jaminan. 11 Jaminan kredit yang diterima bank dari debitur termasuk sebagai salah satu objek yang berkaitan dengan kepentingan bank. Jaminan kredit tersebut harus dapat diyakini sebagai jaminan yang baik dan berharga sehingga akan dapat memenuhi fungsi-fungsinya, antara lain dengan memperhatikan aspek hukum yang terkait termasuk aspek hukum jaminan. 12 Pinjam-meminjam uang dalam kegiatan perbankan di Indonesia disebut kredit.salah satu kegiatan usaha yang pokok bagi bank konvensional adalah berupa pemberian kredit dan dikenal dengan sebutan kredit perbankan. 13 Dasar pengertian dari istilah kosa kata kredit yaitu kepercayaan, sehingga hubungan yang terjalin dalam kegiatan perkreditan kedua belah pihak. Dimana dasar saling mempercayai yang dimaksud adalah bahwa kreditur yang memberikan kredit 11 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), hal 70 12 Ibid, hal. 70 13 Ibid, hal. 73

percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan. 14 Pengertian formal mengenai kredit perbankan di Indonesia terdapat dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 UU Perbankan Tahun 1998. Undang-Undang tersebut menetapkan: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Berdasarkan kegiatan kredit yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana tersebut di atas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur berikut: 1. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang. 2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain. 3. Adanya kewajiban melunasi utang. 4. Adanya jangka waktu tertentu 5. Adanya pemberian bunga kredit. Kelima unsur yang terdapat dalam pengertian kredit sebagaimana yang disebutkan di atas harus dipenuhi bagi suatu pinjaman uang untuk dapat disebut sebagai kredit di bidang perbankan. 15 14 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1996), hal. 365-366 15 M. Bahsan, Op.Cit.,hal. 76-78

Pengertian perjanjian kredit, dari berbagai jenis perjanjian yang diatur dalam Bab V sampai dengan XVIII Buku III KUH Perdata tidak terdapat ketentuan tentang perjanjian kredit bank. Bahkan dalam undang-undang perbankan sendiri tidak mengenal istilah perjanjian kredit bank. Perjanjian kredit,meminjam aturan dalam KUH Perdata yaitu salah satu dari bentuk perjanjian yang dikelompokkan dalam perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam Hak Guna Bangunan Pasal 1754 KUH Perdata, sehingga landasan aturan yang dipergunakan dalam membuat perjanjian kredit tentunya tidak dapat dilepaskan dari ketentuan yang ada pada Buku III KUH Perdata. Sistem yang dianut oleh Buku III KUH Perdata lazimnya disebut sistem terbuka, dalam artian mengandung suatu asas kebebasan berkontrak membuat perjanjian. Sebagaimana ditegaskan dalam Hak Guna Bangunan 1338 ayat (1) KUH Perdata Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Maksudnya adalah bilamana suatu perjanjian telah dibuat secara sah, yakni tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan maka perjanjian itu mengikat kedua belah pihak serta tidak dapat ditarik kembali kecuali atas kemufakatan dari kedua pihak itu sendiri dan atau karena alasan-alasan tertentu yang telah ditetapkan undang-undang. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam meminjam uang, menurut Buku III KUH Perdata mempunyai sifat formil, salah satunya adalah perjanjian pinjam mengganti yang diatur dalam Bab ketiga belas buku ketiga KUH Perdata. Menurut Marhainis Abdul Hay ketentuan Hak Guna Bangunan Pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjam mengganti, mempunyai pengertian yang identik

dengan perjanjian kredit bank sebagai konsekuensi logis dari pendirian ini harus dikatakan bahwa perjanjian kredit bersifat riil. 16 Hal ini dapat disimpulkan seperti yang tercantum dalam Hak Guna Bangunan Pasal 1754 KUH Pedata diartikan sebagai berikut : Perjanjian pinjam mengganti adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Ketentuan Hak Guna Bangunan Pasal 1754 KUHPerdata menurut Wiryono Prodjodikoro, 17 ditafsirkan sebagai persetujuan yang bersifat riil. Hal ini dapat dimaklumi, oleh karena Hak Guna Bangunan Pasal 1754 KUH Perdata tidak menyebutkan bahwa pihak ke 1 mengikat diri untuk memberikan. Suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis, melainkan bahwa pihak ke 1 memberikan suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian. Bila pendirian Marhainis Abdul Hay tersebut dihubungkan dengan penafsiran Wiryono Prodjodikoro, atas Hak Guna Bangunan Pasal 1754 KUHPerdata di atas, maka sebagai konsekuensi logisnya, berarti perjanjian kredit bank adalah perjanjian yang bersifat riil, yaitu perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan. 16 Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita,1999), hal.210. 17 Wiryono Prodjodikoro, Pokok-pokok Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, (Bandung: Sumur, 1981), hal. 137.

F. Jenis-Jenis Kredit dan Bentuk Perjanjian Kredit Bank Pada suatu kehidupan perekonomian di dalam masyarakat terdapat bermacam-macam kegiatan usaha yang dilakukan oleh manusia, salah satunya kegiatan dunia perbankan yang mengeluarkan bermacam-macam fasilitas kredit dengan tujuan untak melayani kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, bank berkewajiban untuk mengetahui dengan benar jenis-jenis kredit yang mana yang paling tepat untuk membantu kegiatan usaha dari para pelaku ekonomi. Secara umum jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank dan dilihat dari berbagai segi adalah: 18 1. Dilihat dari segi kegunaannya Segi kegunaannya adalah untuk melihat penggunaan uang tersebut apakah untuk digunakan dalam kegiatan atau hanya kegiatan tambahan. Jika ditinjau dari segi kegunaan terdapat dua jenis yaitu : a. Kredit investasi, yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru di mana masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan. b. Kredit modal kerja, merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. 18 Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hal 76

2. Dilihat dari segi tujuan kredit Kredit jenis ini dilihat dari tujuan pemakaian suatu kredit, apakah bertujuan untuk diusahakan kembali atau dipakai untuk keperluan pribadi. Jenis kredit dilihat dari segi tujuannya adalah : a. Kredit produktif, kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. Artinya kredit ini digunakan untuk diusahakan sehingga menghasilkan suatu baik berupa barang maupun jasa. b. Kredit konsumtif, merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. c. Kredit perdagangan, merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah tertentu. 3. Dilihat dari segi jangka waktu Dari segi jangka waktu, artinya lamanya masa pemberian kredit mulai dari pertama sekali diberikan sampai masa pelunasannya, jenis kredit ini adalah : a. Kredit jangka pendek, kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.

b. Kredit jangka menengah, jangka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun, kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja. c. Kredit jangka panjang, merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang yaitu di atas tiga tahun atau lima tahun. 4. Dilihat dari segi jaminan, maksudnya adalah setiap pemberian suatu fasilitas kredit harus dilindungi dengan suatu barang atau surat-surat berharga minimal senilai kredit yang diberikan. Jenis kredit dilihat dari segi jaminan adalah : a. Kredit dengan jaminan, merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. b. Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas calon debitur selama berhubungan dengan bank yang bersangkutan. 5. Dilihat dari segi sektor usaha Setiap sektor usaha memiliki karakteristik yang berbeda-beda, oleh karena itu pemberian fasilitas kredit berbeda pula. Jenis kredit jika dilihat dari sektor usaha sebagai berikut : a. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian rakyat. b. Kredit peternakan, dalam hal ini kredit diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek.

c. Kredit industri, yaitu kredit untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil, menengah atau besar. d. Kredit pertambangan, yaitu jenis kredit untuk usaha tambang yang dibiayainya, biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak atau tambang timah. e. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk mahasiswa yang sedang belajar. f. Kredit profesi, diberikan kepada kalangan para professional seperti, dosen, dokter atau pengacara. g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan. Bentuk perjanjian kredit tidak diatur dan ditentukan dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998, dengan demikian pemberian kredit oleh bank dapat dilakukan secara tertulis. Dalam praktek perbankan, guna mengamankan pemberian kredit atau pembiayaan, umumnya perjanjian kredit dituangkan dalam bentuk tertulis dan perjanjian baku (standard contract). Perjanjian kredit bank dapat dibuat secara di bawah tangan atau secara notarial. 19 Praktek perbankan yang demikian ini didasarkan pada ketentuan sebagai berikut: a. Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/10) tanggal 13 Oktober 1996 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/539/UPK/Pem. 19 Jopie Jusuf, Kriteria Jitu Memperoleh kredit bank, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003), hal,165

b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Regulasi tersebut sebagian besar diwujudkan dalam bentuk Surat Edaran dan Surat Keputusan Direksi BI. Aturan-aturan tersebut antara lain : 1) SK BI 30/11/KEP/DIR/1997 Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. 2) SK BI 30/12/KEP/DIR/1997 Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat. 3) SK BI 30/46/KEP/DIR/1997 Pembatasan Pemberian Kredit oleh Bank Umum untuk Pembiayaan Pengadaan dan/atau Pengolahan Tanah. 4) SE BI 31/16/UPPB/1998 Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum 5) SE BI 31/17/UPPB/1998 Posisi Devisa Neto Bank Umum. 6) SE BI 31/18/UPPB/1998 Pemantauan Likuiditas Bank Umum. 7) SK BI 31/148/KEP/DIR/1998 Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif. 8) SK BI 331/178/KEP/DIR 1998 Posisi Devisa Neto Bank Umum. 9) SK BI 30/267/KEP/DIR Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, dan Terakhir. 10) PER BI 2/16/PBI/2000 Perubahan SK DIR BI 31/77/KEP/DIR/1998 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit. 11) PER BI 3/10/PBI/2001 Prinsip Mengenal Nasabah. 12) PER BI 3/21/PBI/2001 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank. 13) PER BI 3/22/PBI/2001 Transparansi Kondisi Umum Bank. 14) PER BI 6/25/PBI/2004 Rencana Bisnis Bank Umum. 15) PER BI 7/ 2/PBI/2005 Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.

16) PER BI 7/3/PBI/2005 Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. 17) PER BI 7/4/PBI/2005 Prinsip Kehati-Hatian Dalam Aktivitas. 18) Sekuritisasi Aset Dengan Bank Umum. Harus sudah memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan telah dipenuhi dan memberi perlindungan yang memadai kepada bank, sehingga bank tidak dirugikan dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank terjamin dengan sebaik-baiknya. Perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat, berdasarkan kebiasaan (gebruik) yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan. Perjanjian kredit yang dibuat baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta notaris, pada umumnya dibuat dalam bentuk perjanjian baku, yaitu bank dan debitur menandatangani perjanjian yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh bank. Dalam praktek perjanjian kredit dengan akta notaris, oleh bank meminta notaris membuat akta dengan pedoman klausul-klausul dari model perjanjian kredit yang diinginkan oleh bank yang bersangkutan. 20 Perjanjian ini tentunya memuat klausul-klausul yang cenderung hanya memperhatikan perlindungan bagi kepentingan kreditur atau bank dan kurang memperhatikan perlindungan bagi kepentingan debitur. Perjanjian kredit tentunya berbeda dengan perjanjian baku pada umumnya, mengingat bahwa bank bukan hanya mewakili dirinya sebagai suatu perusahaan tetapi juga mengemban beban kepentingan masyarakat (penyimpan dana) dan selaku bagian dari sistem moneter. Mengingat hal tersebut maka tidak dapat dianggap bertentangan dengan ketertiban 20 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (Standard) Perkembangannya di Indonesia,dalam Beberapa Guru Besar Berbicara tentang Hukum dan Pendidikan Hukum (Kumpulan Pidato Pengukuhan), Edisi revisi, Bandung: Alumni, 2001, hal 106

umum dan keadilan apabila dalam perjanjian kredit dimuat klausul yang dimaksudkan hanya untuk mempertahankan atau melindungi eksistensi bank atau bertujuan untuk melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang moneter. G. Prinsip-Prinsip dalam Pemberian Kredit Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank atau kreditur mengandung risiko, sehingga dalam setiap pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat dan berdasarkan prinsip kehati-hatian serta penilaian seksama pada pelbagai aspek. 21 Tahap analisis pemberian kredit merupakan tahap preventif yang paling penting, ini merupakan tahap bagi bank untuk memperoleh keyakinan bahwa calon debitur mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melunasi kreditnya yang diberikan oleh bank. Bank melalui analisisnya menentukan creditwortiness dari calon debitur dengan usaha preventif antara lain: 22 1. Tahap sebelum pemberian kredit diputuskan oleh bank, yaitu tahap bank mempertimbangkan permohonan kredit calon debitur, yaitu tahap analisis pemberian kredit. 2. Tahap setelah kredit diputuskan pemberiannya dan penuangannya dalam perjanjian kredit, yaitu tahap perjanjian kredit. 3. Tahap setelah perjanjian kredit ditandatangani oleh kedua belah pihak dan selama kredit itu digunakan oleh debitur sampai jangka waktu kredit belum 21 Rachmadi Usman, Aspek -Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal 246 22 Teguh Pujo Mulyono, Manajemen Perkreditan Sebagai Bank Komersial, (Yogyakarta: BPFE, 1986), hal 39

berakhir, yaitu tahap pengawasan dan pengamanan kredit atau tahap pemantauan dan pengamanan kredit. Kemampuan dan kesediaan debitur mengembalikan kredit, dipengaruhi oleh enam macam faktor intern dan ekstern, yaitu kewenangan hukum mereka meminjam dana (Capacity to borrow), watak mereka (Character), kemampuan mereka menghasilkan pendapatan (Ability to create incomes), kondisi fasilitas produksi yang mereka punyai (Capital), kondisi dan nilai jaminan kredit yang mereka sediakan (Collateral), serta perkembangan ekonomi umum dan bidang usaha tempat mereka beroperasi (Condition of economy). 23 Sebagaimana istilah perbankan faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi kemampuan dan kesediaan debitur melunasi kredit yang telah mereka terima di sebut the Six C s of credit. Walaupun pada saat permintaan kredit diajukan faktor intern dan ekstern dapat dianalisa kelayakannya, namun selama masa perjanjian kredit, kondisi faktor-faktor itu dapat berubah, dengan demikian kemampuan atau kesediaan debitur melunasi kredit dapat berubah-ubah pula. Mutu permintaan kredit dapat diukur dari prospek kemampuan dan kesediaan calon debitur melunasi kredit sesuai dengan isi perjanjian kredit. Kemampuan dan kesediaan debitur melunasi kredit sangat dipengaruhi oleh enam faktor intern dan ekstern yang disebut the Six C s of credit, keenam faktor intern dan ekstern tersebut adalah: 24 23 Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah, (Jakarta: Damar Mulia Pustaka, 2008), hal 4 24 Ibid, hal 79

1. Wewenang untuk meminjam (Capacity to borrow) Pada tahap analisis kredit, bank mendapat kepastian mengenai siapa dalam organisasi perusahaan debitur yang secara hukum mempunyai wewenang untuk dan atas nama perusahaan menerima dan mempergunakan kredit. Dengan demikian, mereka itulah yang berwenang menandatangani surat perjanjian kredit dan seluruh dokumen pendukungnya serta kewenangan bagi perusahaan yang berdasarkan dari ketentuan anggaran dasar perusahaan. 2. Watak calon debitur (Character) Watak calon debitur mempunyai pengaruh besar terhadap kesediaan mereka melunasi kredit dan memenuhi ketentuan kredit yang lain. Kredit yang diberikan kepada debitur yang berwatak buruk, besar sekali risikonya untuk berkembang menjadi kredit bermasalah. Dua diantara berbagai macam watak baik calon debitur yang sangat diperlukan bank untuk meminimalisasikan risiko munculnya kredit bermasalah adalah jujur dan kooperatif. Seorang debitur yang jujur tidak mudah menyimpang dari ketentuan perjanjian kredit, misalnya mempergunakan dana kredit di luar keperluan yang telah disepakati oleh bank. 3. Kemampuan debitur menghasilkan pendapatan (Ability to create incomes) Sumber dana intern perusahaan untuk melunasi kredit adalah laba sesudah pajak dan alokasi dana penyusutan. Semakin besar jumlah laba sesudah pajak yang dihasilkan debitur, semakin besar pula kemampuan mereka melunasi kredit yang dipinjam. Sebaliknya, apabila kegiatan usaha perusahaan tidak berjalan lancar atau merugi, kecil pula kemungkinan debitur mengembalikan kredit dari dana intern perusahaan.

Laba adalah selisih antara pendapatan perusahaan dan beban biaya operasional mereka. Besar kecilnya hasil penjualan yang diperoleh perusahaan ditentukan oleh keberhasilan mereka memasarkan barang atau jasa. 25 4. Kondisi fasilitas produksi yang dimiliki debitur (Capital) Jenis fasilitas produksi yang dimiliki debitur beraneka ragam, tergantung dari bidang usahanya. Fasilitas tersebut dapat berupa gedung kantor, hotel, rumah sakit, rumah makan, pabrik, gedung, mesin dan peralatan, perkebunan, peternakan, kapal terbang, kapal laut dan alat angkutan penumpang dan barang lainnya. Apapun jenis dan bentuk fasilitas produksi yang dimiliki calon debitur, account officer harus meneliti kemampuannya menghasilkan produk yang kompetitif. Bilamana fasilitas produksi tidak dapat menghasilkan produk yang kompetitif, maka perusahaan debitur dapat diragukan kemampuannya dalam memasarkan produknya secara berhasil, perusahaan tersebut juga tidak akan mempunyai kemampuan melunasi kreditnya dari sumber dana intern mereka. 5. Jaminan kredit yang disediakan (Collateral) Jaminan kredit adalah sumber dana kedua untuk melunasi kredit apabila debitur tidak mampu menyediakan dana untuk membayar bunga dan/atau melunasi kredit dari hasil usahanya sehingga kredit yang diberikan berkembang menjadi kredit macet, kreditur dapat menjual barang jaminan. Dalam kasus kredit bermasalah peranan jaminan sebagai sumber dana perluasan kredit seringkali bahkan lebih penting dibandingkan dengan laba dan alokasi dana penyusutan, karena dalam kasus tersebut biasanya jumlah laba yang diterima tidak memadai, 25 Ibid, hal 81

dapat saja usaha bisnis debitur merugi. Selama kegiatan analisis kredit, account officer yang ditugaskan melakukan kegiatan tersebut wajib mengevaluasi hal-hal berikut ini: a. Keabsahan kepemilikan harta yang dijaminkan b. Taksasi nilai harta yang dijaminkan c. Status harta yang dijaminkan 6. Perkembangan kondisi ekonomi (Condition of economy) Kondisi ekonomi pada umumnya dan bidang usaha tempat debitur beroperasi mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan usaha dan kondisi keuangan perusahaan merosot sebagai akibat dari penurunan kondisi ekonomi atau bidang usaha debitur. Peningkatan persaingan pasar yang tajam juga dapat mempengaruhi kondisi operasi bisnis dan keuangan perusahaan. H. Berakhirnya Perjanjian Kredit Pasal 1381 KUHPerdata mengatur cara hapusnya perikatan dapat diberlakukan pula pada perjanjian kredit bank. Namun pada prakteknya hapusnya atau berakhirnya perjanjian kredit lebih banyak disebabkan: 26 1. Pembayaran Pembayaran (lunas) ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur, baik pembayaran utang pokok, bunga, denda, maupun biaya-biaya lainnya yang wajib dibayar lunas oleh debitur. 2. Subrogasi (subrogatie) Pasal 1382 KUHPerdata menyebutkan kemungkinan pembayaran (pelunasan) utang dilakukan oleh pihak ketiga kepada pihak 26 Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeini, Heru Soepraptomo, Faturrahman Djamil, Taryana Soenandar, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001, hal 279.

berpiutang (kreditur), sehingga terjadi penggantian kedudukan atau hak-hak kreditur oleh pihak ketiga. 3. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan atau dalam bahasa Belanda dinamakan consignatie. Prestasi debitur dengan melakukan pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan dapat mengakhiri atau menghapuskan perjanjian. 4. Pembaruan utang (novasi) yaitu dibuatnya perjanjian kredit yang baru untuk atau sebagai pengganti perjanjian kredit yang lama. Sehingga dengan demikian yang hapus atau berakhir adalah perjanjian kredit yang lama. Dalam Pasal 1413 KUHPerdata disebutkan ada 3 (tiga) cara untuk terjadinya inovasi yaitu : a. Membuat perjanjian baru yang bertujuan mengganti kreditur lama dengan kreditur baru. b. Membuat perjanjian baru yang bertujuan mengganti debitur lama dengan debitur baru. c. Membuat perjanjian baru yang bertujuan untuk memperbaharui atau merubah objek atau isi perjanjian. Pembaharuan objek perjanjian ini terjadi jika kewajiban tertentu dari debitur diganti dengan kewajiban lain. 5. Perjumpaan hutang (kompensasi). Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis (generieke ziken), yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, dimana masingmasing pihak berkedudukan baik sebagai kreditur maupun debitur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada diantara kedua utang tersebut.

6. Percampuran hutang terjadi apabila kedudukan kreditur dan debitur bersatu pada satu orang, maka demi hukum atau otomatis suatu percampuran utang terjadi dan perjanjian ini menjadi hapus atau berakhir. Contoh terjadinya pernikahan antara kreditur dan debitur dan ada persatuan harta pernikahan maka terjadi percampuran hutang. 7. Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum yang dilakukan kreditur dengan menyatakan secara tegas tidak menuntut lagi pembayaran hutang dari debitur. Artinya kreditur memberitahukan secara lisan atau tertulis kepada debitur bahwa kreditur membebaskan kepada debitur untuk tidak membayar lagi hutangnya. Jadi pembebasan hutang ini dapat dilakukan secara sepihak yang berupa pernyataan atau pemberitahuan tertulis kepada debitur yang isinya kreditur membebaskan hutangnya dan debitur menerima pemberitahuan itu atau membalas surat kreditur yang menyetujui pembebasan hutang tersebut. 8. Musnahnya barang yang terhutang. Apabila barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, hilang, tidak dapat lagi diperdagangkan, sehingga barang itu tidak diketahui lagi apakah barang itu masih ada atau tidak maka perjanjian menjadi hapus asal musnahnya barang, hilangnya barang bukan kesalahan debitur dan sebelum debitur lalai menyerahkan barangnya kepada kreditur. Apabila debitur dibebaskan untuk memenuhi perjanjian yang disebabkan peristiwa musnahnya atau hilangnya barang, namun jika debitur mempunyai hak-hak berkaitan dengan barang yang musnah atau hilang, misalnya hak asuransi atas barang tersebut maka debitur diwajibkan menyerahkan kepada kreditur.

9. Pembatalan perjanjian. Jika syarat subyektif (sepakat dan cakap) tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan artinya para pihak dapat menggunakan hak untuk membatalkan atau tidak menggunakan hak untuk membatalkan. Bila syarat obyektif (obyek tertentu dan sebab yang halal) tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum artinya perjanjian itu sejak semula dianggap tidak pernah ada jadi tidak ada perikatan hukum yang dilahirkan. Meskipun syarat-syarat subyektif dan syarat obyektif dalam perjanjian telah dipenuhi, perjanjian juga dapat dibatalkan oleh salah satu pihak jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut melakukan wanprestasi Pasal 1266 KUHPerdata. Akibat hukum suatu perjanjian dibatalkan karena syarat subyektif dan syarat obyektif dalam perjanjian tidak dipenuhi atau karena dibatalkan salah satu pihak karena wanprestasi yaitu: a. Hak dan kewajiban para pihak kembali kepada keadaan semula sebelum adanya perjanjian. b. Para pihak harus mengembalikan hak-hak yang telah dinikmati misalnya debitur yang telah menerima uang pinjaman maka debitur segera mengembalikan sebesar uang yang diterimanya. Pembeli yang telah menerima barangnya segera mengembalikan barangnya. Penjual yang telah menerima pembayaran segera mengembalikan uang Pasal 1451 dan Pasal 1452 KUHPerdata. c. Berlakunya suatu syarat batal perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang lahirnya atau berakhirnya digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan peristiwa itu masih belum tentu terjadi. Suatu perikatan

yang lahirnya digantungkan dengan terjadinya suatu peristiwa dinamakan perikatan dengan syarat tangguh. Apabila syarat batal dipenuhi maka akan menghentikan perjanjian itu dan membawa kembali kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada perjanjian, akibatnya semua pihak dalam perjanjian itu harus mengembalikan ke dalam keadaan semula. Misalnya, seorang yang berutang telah menerima uangnya, dan kreditur menerima jaminannya, maka si berutang harus mengembalikan hutangnya dan kreditur memberikan dokumen jaminannya Pasal 1265 KUHPerdata.