BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. aturan-aturan main di dalam suatu kelompok sosial, dan sangat dipengaruhi oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengamanatkan Pemerintah Daerah sebagai pelayan masyarakat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi pada sektor publik menuju ke arah yang lebih fleksibel

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap audit delay. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang no 22 tahun 1999 dan Undang-Undang no 25

BAB I PENDAHULUAN. serius dan sistematis. Segenap jajaran penyelenggara negara, baik dalam tataran

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki sumber daya ekonomi yang tidak kecil, bahkan bisa dikatakan

1. Pengertian Agency Theory

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan mekanisme yang di dalamnya terdiri dari berbagai partisipan

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27).

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peraturan yang ada diantaranya adalah; Peraturan Pemerintah (PP)

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. keuangan tahunan pemerintah daerah yang memuat program - program yang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan

BAB I PENDAHULUAN. tantang terbesar yang dihadapi oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang memadai diberikan oleh perusahaan karena mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. return atas investasinya dengan benar. Corporate governance dapat

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. peraturan baru di bidang pengelolaan keuangan Negara dan searah, diantaranya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

2016 PENGARUH PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE TERHADAP KINERJA DINAS PEMERINTAH DAERAH KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BERITA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT (SKM)

BAB I PENDAHULUAN. dan teori perlu berimplikasi pada praktik. Oleh karena itu antara teori dan praktik

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Teori kontrakting atau bisa disebut juga teori keagenan (agency

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

docking kapal perikanan; (2) mengkaji kelayakan finansial di bidang usaha pelayanan jasa docking kapal perikanan sebagai bagian upaya dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang agar good governance yang dicita-citakan dapat tercapai. Untuk

PERANAN PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA KEADILAN PROSEDURAL DAN KINERJA MANAJERIAL (Survei pada BAPPEDA Surakarta)

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Ruang dan Perizinan

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

BAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. buruk terhadap kinerja suatu Pemerintah Daerah (Pemda).

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan dengan pihak pihak yang berkepentingan dengan data atau

BAB 1 PENDAHULUAN. penawaran umum kepada publik atau go public diwajibkan untuk menyampaikan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan. transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses

2015 ANALISIS STRATEGI BIAYA PENGALOKASIAN BELANJA LANGSUNG PADA APBD PEMERINTAH DAERAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada era otonomi sekarang ini terjadi pergeseran wewenang dan tanggung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan (agency theory) merupakan landasan teori dalam penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penawaran umum kepada publik atau go public diwajibkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 22 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur (PP Nomor 8

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kontrak atau dokumen untuk komitmen dan kesepakatan yang telah dibuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat 2 Undang Undang Nomor 32 tahun 2004

PROFIL SKPD A. Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan manajemen sektor publik melalui perwujudan New Public

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan bagi politik dan sistem pemerintahan maupun

Transkripsi:

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dalam melaksanakan fungsinya sebagai pelayanan masyarakat di era otonomi daerah, pemerintah daerah berhadapan langsung dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, maka peranan kelembagaan begitu dibutuhkan di era otonomi daerah sebagai institusi yang bisa memberikan kepastian hukum dan aturan-aturan main di dalam suatu kelompok sosial, dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik. Kelembagaan sebagai variabel yang mendorong pertumbuhan ekonomi sebuah negara, yang hidup dan berjalan di atas realitas sosial masyarakat. Undang-undang No. 28 Tahun 2009 menjabarkan bahwa pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk memungut retribusi daerah dalam rangka menutupi pembiayaan penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Pengelolaan retribusi daerah harus dilakukan secara cermat, tepat dan hati-hati dan perlu dilakukan penyederhanaan prosedur administrasi yang bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat pembayar retribusi daerah. Ketidakjelasan aturan kepemilikan kewenangan (institutional environment) dan ketidakjelasan tata kelola (institutional governance) seperti ketidakjelasan kontrak-kontrak hubungan kewenangan dan ketidakjelasan hubungan principalagent, berakibat menurunnya kinerja institusi pemerintah daerah dalam pelayanan masyarakat, sehingga berdampak terhadap penerimaan pendapatan asli daerah. Kelembagaan yang baik, bisa mengurangi ketidakjelasan aturan kepemilikan 1

2 kewenangan dan ketidakjelasan tata kelola pemerintahan, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Permasalahan principal-agent dapat diatasi atau dikurangi dengan institusi yang menetapkan pengawasan efektif atau mekanisme feedback yang mana dapat membuat kinerja dan hasil yang dicapai lebih transparan dan terukur. Idealnya, mekanisme pengawasan harus diiringi dengan mekanisme penegakan yang efektif memberikan hukuman (punishment) bila bersikap oportunistik dan memberikan imbalan atau penghargaan (reward) bila memiliki kinerja yang baik (Jaya, 2006: 4). Penggunaan ekonomi kelembagaan masih sedikit digunakan sebagai alat analisis pembuatan peraturan yang menyangkut penerimaan retribusi daerah, sehingga peraturan yang dibuat tidak mengakomodir hubungan transparansi antara agent dengan principal. Ekonomi kelembagaan sangat diperlukan untuk menjamin keberlangsungan pasar dan memberikan kepastian hukum. Ketidakjelasan aturan kepemilikan kewenangan (institutional environment) dan ketidakjelasan tata kelola (institusional governance) berimplikasi terhadap kinerja pelayanan masyarakat. Belum adanya Peraturan Bupati mengenai IMB, ketidak jelasan tupoksi antara Dinas Pekerjaan Umum dengan Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak terkait pelayanan IMB, dan ketidaktepatan waktu dalam penyelesaian perizinan, dapat di lihat pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.1

3 Tabel 1.1 Jumlah Pemohonan IMB yang di Proses di KPMPT Tahun 2013 Bulan Permohonan masuk Permohonan selesai Januari 6 6 Februari 7 7 Maret 21 19 April 25 22 Mei 53 52 Juni 0 0 Juli 22 21 Agustus 24 24 September 57 57 Oktober 48 48 Nopember 100 91 Desember 11 0 Total 374 347 Sumber: Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak (2014) 120 100 80 60 40 Berkas masuk Berkas selesai 20 0 Sumber: Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak (diolah) Gambar 1.1 Jumlah Permohonan IMB yang di Proses di KPMPT Tahun 2013

4 Pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.1 dapat dijelaskan bahwa antara jumlah izin yang masuk dengan jumlah izin yang dikeluarkan tidak sama, artinya ada sistem pelayanan perizinan terhadap masyarakat yang tidak optimal oleh pemerintah daerah. Ini membuktikan terdapat ketidakjelasan aturan kepemilikan kewenangan (institutional environment) dan ketidakjelasan tata kelola (institusional governance) dari pemerintah daerah. Sesuai dengan Permen PU No. 24/PRT/M/2007 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, diharapkan transparansi dalam pelayanan dan informasi termasuk perhitungan/penetapan besarnya retribusi IMB yang dilakukan secara objektif, proporsional dan terbuka. Dalam Permen tersebut terdapat kata kunci (keyword) yaitu transparasi dan informasi, di mana transparasi dan informasi merupakan bagian terpenting dalam prinsip principal agent. Ketidaksempurnaan informasi terjadi bila salah satu atau lebih dari pihak yang berinteraksi memiliki informasi lebih tentang kualitas input, output, maupun tentang aspek-aspek ekonomi lain yang mana pihak lawan kesulitan untuk mengetahui informasi tersebut. Ketika informasi yang ada terlalu sering berubah, maka akan muncul kecenderungan terjadinya ketidaksempurnaan informasi (asymmetric information). Ketidaksempurnaan informasi inilah dimanfaatkan agent untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya, sehingga cenderung bersifat oportunistik. Ilmu kelembagaan adalah aspek aturan terdiri dari aturan formal seperti Undang Undang Dasar 1945, Undang-undang, Peraturan Daerah, Keputusan Bupati dan sejenisnya dan aturan informal seperti norma perilaku, etika dan sebagainya. Masalah principal-agent muncul ketika agent yang didefinisikan sebagai pihak yang menyelenggarakan pelayanan publik sebagai pelaksana yang diberikan oleh principal. Perilaku manajemen dan pemegang sumber daya merupakan suatu

5 hubungan atau kontrak antara principal selaku pemilik dan agent selaku manager. Principal termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat, sedangkan agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan-pemenuhan ekonomi dan psikologisnya. Terdapat informasi asimetris antara principal dan agent sehingga dimanfaatkan oleh agent yang memiliki kepentingan untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya dari kewenangan yang diberikan oleh principal. Pemberian wewenang secara formal pengelolaan penerimaan pendapatan retribusi oleh pemerintah daerah kepada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak (KPMPT), dapat memungkinkan perilaku oportunistik bagi pihak Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak. Pemda sebagai pemilik sumber daya dan masyarakat sebagai penerima layanan merasa dirugikan akibat perilaku tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian seberapa jauh teori principal agent mampu menjelaskan hubungan yang terjadi dalam proses pelayanan perizinan IMB. Dalam penelitian ini, penulis membahas eksistensi dan pengaruh karakteristik principal agent terhadap nilai retribusi izin mendirikan bangunan pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak. Variabel principal agent yang digunakan pada penelitian ini adalah jumlah pemohon IMB Tahun 2009-2013, asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik. Penelitian dilakukan dengan alat analisis kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data dikumpulkan dengan metoda observasi melalui kuesioner, tes tertulis dan wawancara kepada pegawai yang melaksanakan tugas pengelolaan perizinan IMB.

6 1.2 Keaslian Penelitian Bukti empiris peran institusi bagi peningkatan pelayanan publik, sejumlah penelitian terkait dengan peran institusi bagi peningkatan pelayanan publik disajikan dalam Tabel 1.2 berikut ini: Tabel 1.2 Hasil Penelitian Terdahulu Terkait Teori Principal-Agent No Studi Oleh Variabel yang diamati Metoda Temuan /Hasil 1. Amagoh (2009) Strategi dan informasi asimetris yang melekat dalam proses hasil kontrak. 2. Cohen (2009) Menerapkan pricipal-agent teory pada reformasi sektor keamanan (polisi). statisktik deskriptif. statistik deskriptif. Asymmetric information bagian penting dari hubungan kerja sama antara pemerintah (principal) dan vendor (agent). Karena vendor tidak mungkin untuk mengungkapkan semua informasi yang relevan kepada pemerintah selama berbagai tahap kontrak. Maka untuk mengurangi asymmetric information diperlukan monitoring dan pengawasan. Pemetaan kelembagaan yang kuat diperlukan di SSR (Security Sector Reform). 3. Gailmard (2010) Public Service Motivation (PSM) yang membantu untuk mengurangi masalah principalagent. statistik deskriptif. Public Service Motivation (PSM) merupakan faktor endogen di organisasi birokrasi dalam proses kebijakan dan respon politik. Secara umum adalah alat memecahkan masalah agen.

7 No Studi Oleh Variabel yang diamati Metoda Temuan /Hasil 4. Levacic (2009) Menggunakan Teori Principal Agent untuk menganalisis kelembagaan yang mengatur pekerjaan guru. 5. Halim dan Abdullah (2009) Hubungan eksekutif dan legislatif terkait masalah anggaran dan akuntansi. 6. Permana (2009) Variabel transparansi dan informasi, variabel pemantauan dan penegakan aturan, variabel lobi-lobi kepada pengambilan keputusan dan variabel insentif terkait efisiensi pemerintah. statistik deskriptif. statistik deskriptif. statistik deskriptif berdasarkan data hasil survei. Meningkatkan insentif bagi kinerja guru merupakan komponen penting dari reformasi untuk meningkatkan mutu pendidikan. Konsep perwakilan (representativeness) dalam penganggaran tidak sepenuhnya berjalan ketika adanya perilaku oportunistik (moral hazard) legislatif. Di sisi lain, eksekutif sebagai agen cenderung menjadi budget maximizer karena berperilaku oportunistik (adverse selecation dan moral hazard sekaligus). Pemda tidak dapat mengetahui seluruh informasi keuangan yang dimiliki oleh RSUD, belum memiliki alat untuk mengukur tingkat pelayanan dan pengelolaan keuangan dan belum memiliki aturan main terhadap penilaian kinerja pegawai secara detail. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah masalah pokok yang diteliti yaitu permasalahan principal-agent. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pertama lokasi penelitian di Pemerintah Kabupaten

8 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, kedua perbedaan ini terletak pada hasil penelitian diduga bahwa variabel jumlah pemohon IMB Tahun 2009-2013, asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik berpengaruh terhadap nilai retribusi izin mendirikan bangunan. 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. masalah utama principal-agent adalah eksistensi asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik dalam pelayanan IMB di KPMPT Kabupaten Pontianak; 2. diduga variabel jumlah pemohon IMB Tahun 2009-2013, asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik berpengaruh terhadap nilai retribusi izin mendirikan bangunan. 1.4 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah eksistensi asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik memang ada di KPMPT Kabupaten Pontianak; 2. Apakah variabel jumlah pemohon IMB Tahun 2009-2013, asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik diduga dapat berpengaruh terhadap nilai retribusi izin mendirikan bangunan.

9 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. menganalisis eksistensi asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik antara Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak sebagai agent dengan masyarakat sebagai principal; 2. menganalisis pengaruh jumlah pemohon IMB, asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik terhadap nilai retribusi izin mendirikan bangunan tahun 2009-2013. 1.5.2 Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. memberikan sumbangan pemikiran kepada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak dalam usaha meningkatkan pelayanan publik; 2. memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak dalam pengambilan kebijakan terkait pola hubungan Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak dengan masyarakat sebagai penerima layanan publik. 1.6 Sistematika Penelitian Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari 4 (empat) bab. Bab I Pengantar memuat tentang latar belakang penelitian, keaslian penelitian,

10 perumusan masalah, pertanyaan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Tinjau Pustaka dan Alat memuat tentang penelitian terdahulu, tinjauan pustaka, landasan teori, hipotesis, metoda dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Bab III Data dan Pembahasan berisi uraian cara penelitian, jenis dan sumber data, metoda pengumpulan data, variabel penelitian, hasil analisis dan pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Saran, memuat kesimpulan dari hasil analisis, saran dan batasan yang dapat dijadikan masukan bagi pihak yang berkepentingan khususnya bagi Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak.